Makalah Bahan Tambahan Pangan (BTP)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Bahan Tambahan Pangan (BTP) ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan yang berjudul Makalah Bahan Tambahan Pangan (BTP) ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Bahan Tambahan Pangan (BTP) ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Bahan Tambahan Pangan (BTP) ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Indonesia, November 2024
Penyusun

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pangan pada hakikatnya merupakan kebutuhan dasar yang penting untuk kehidupan manusia dan yang paling hakiki untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pada umumnya dalam mengolah pangan diberikan beberapa perlakuan dalam berbagai cara antara lain dengan penambahan bahan tambahan dengan tujuan untuk memperpanjang umur simpan, memperbaiki tekstur, kelezatan, atau kenampakan. Mengingat pentingnya keamanan pangan maka telah diwujudkan oleh pemerintah dengan di keluarkannya Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan serta Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan.

Teknologi pengolahan pangan di Indonesia sekarang berkembang cukup pesat, diiringi dengan penggunaan bahan tambahan pangan yang juga makin meningkat. Berkembangnya produk pangan awet saat ini, hanya mungkin terjadi karena semakin tingginya kebutuhan masyarakat terhadap berbagai jenis makanan yang praktis dan awet. Kesalahan teknologi dan penggunaan bahan tambahan yang diterapkan, baik sengaja maupun tidak disengaja dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan atau keamanan konsumen.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

  1. Apa definisi bahan tambahan pangan?
  2. Apa manfaat bahan tambahan pangan?
  3. Apa saja jenis-jenis bahan tambahan pangan?
  4. Bagaimana kajian keamanan pangan bahan tambahan pangan?
  5. Bagaimana dampak bahan tambahan pangan?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat, dan pengental. Bahan tambahan pangan atau aditif makanan juga diartikan sebagai bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu aditif sengaja dan aditif tidak sengaja.

Aditif sengaja adalah aditif yang diberikan dengan sengaja dengan maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa, dan lainnya. Sedangkan aditif yang tidak sengaja adalah aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan. Bila dilihat dari asalnya, aditif dapat berasal dari sumber alamiah (misalnya lesitin); dan dapat juga disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa benar dengan bahan alamiah yang sejenis, baik dari susunan kimia maupun sifat metabolismenya (misal asam askorbat).

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai pangan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas pangan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas pangan tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari BTP sudah digunakan secara umum oleh masyarakat, termasuk dalam pembuatan pangan jajanan. Masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan tambahan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam pangan.

Penyimpanan atau pelanggaran mengenai penggunaan BTP yang sering dilakukan oleh produsen pangan yaitu:

  1. Menggunakan bahan tambahan yang dilarang penggunaannya untuk pangan.
  2. Menggunakan BTP melebihi dosis yang diizinkan.

Penggunaan bahan tambahan yang beracun atau BTP yang melebihi batas akan membahayakan kesehatan masyarakat dan berbahaya bagi pertumbuhan generasi yang akan datang. Oleh karena itu produsen pangan perlu mengetahui sifat-sifat dan keamanan penggunaan BTP serta mengetahui peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah mengenai penggunaan BTP. Secara khusus penggunaan BTP di dalam pangan adalah untuk:

  1. Mengawetkan pangan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan.
  2. Membentuk pangan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak dimulut.
  3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera.
  4. Meningkatkan kualitas pangan.
  5. Menghemat biaya.

B. Manfaat Bahan Tambahan Pangan

Seperti tujuan dibuatnya BTP, pada dasarnya untuk bisa memberikan kontribusi positif pada perkembangan industri pangan. Karena sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi di dunia pangan, penggunaan BTP bisa menjadi salah satu pilihan bagi industri pangan dalam pengembangan produknya. Penggunaan BTP di dalam produksi pangan antara lain ditujukan untuk (1) mengawetkan makanan, (2) membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut, (3) memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera, (4) meningkatkan kualitas pangan dan (5) menghemat biaya.

C. Jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan makanan/pangan (BTM/BTP) adalah bahan yang di gunakan untuk memperbaiki dan menambah kegunaan makanan, bahan tambahan di kelompokkan menjadi beberapa jenis yaitu:

1. Antioksidan

Digunakan untuk memperpanjang daya simpan dan meningkatkan stabilisasi makanan yang banyak mengandung lemak dan minyak dan dapat pula digunakan untuk sari buah dalam kaleng sehingga terhindar dari proses ketengikan yang menyebabkan perubahan warna, rusaknya vitamin, bahkan penurunan nilai gizi. Contoh dari antioksidan adalah BHA, BHT, THBP, TBHQ, NDGA, garam EDTA, (tokoferol, propilgallat, lesitin, dan asam askorbat termasuk anti oksidan alami).

2. Anti Kempal

Digunakan untuk tujuan mencegah penggempalan atau penggumpalan makanan terutama yang berbentuk serbuk, tepung, atau butiran (seperti susu bubuk, krim bubuk, garam meja, dan kaldu bubuk). Umumnya bahan makanan seperti itu mempunyai sifat mudah menyerap air (hidroskopik). Bahan anti kempal tidak bersifat toksin dan ikut terserap oleh metabolisme tubuh, namun dosisnya yang digunakan harus sesuai dengan peraturan. Jenis bahan ini adalah aluminium silikat, kalsium silikat, magnesium karbonat, magnesium silikat dan alumino silikat.

3. Pengatur Keasaman (Asidulan)

Umumnya digunakan/berfungsi untuk mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman bahan makanan yang diolah serta sebagai penegas rasa, warna, dan pengawet. Pada produk olahan buah dan sayuran penambahan zat ini berakibat pada penurunan pH juga mengurangi risiko tumbuhnya mikroba. Produk pangan olahan yang sering memanfaatkan asidulan antara lain sari buah, acar ketimun, jem, jeli, dan ikan kalengan). Asam organik yang sering ditambahkan pada bahan makanan yakni asam asetat, asam laktat, asam sitrat, asam fumarat, asam malat, asam suksinat, dan asam tatrat, sedangkan asam anorganinya adalah asam fosfat.

4. Pemanis Buatan

Merupakan bahan tambahan pangan yang berfungsi untuk memberi rasa manis dan membantu mempertajam terhadap rasa manis tersebut, biasanya memiliki nilai kalori yang lebih rendah dari gula biasa dan hampir tidak mempunyai nilai gizi. Pada umumnya pemanis ini dicampurkan pada berbagai produk olahan seperti kue, minuman ringan, sari buah, dan sirop. Pemanis ideal harus memiliki karakteristik sebagai berikut: tingkat kemanisan minimal sama dengan sukrosa; tidak berwarna; larut dalam air; komposisinya stabil, tidak beracun dan tidak membahayakan kesehatan pemakai; memiliki sifat-sifat dan fungsi lain untuk makanan dan minuman misalnya sebagai penghalus tekstur kue serta; secara ekonomi layak.

Di dalam industri pangan, dipakai dua jenis bahan pemanis yaitu sebagai berikut: bahan pemanis nutritif merupakan gula atau senyawa organik karbohidrat yang mengandung nutrisi menghasilkan sejumlah kalori. Pemanis nutritif ini terdiri dari pemanis nutritif alami yang berasal dari tanaman dan hewan seperti gula tebu, gula bit, fruktosa (gula buah), glukosa, sorbitol, maltosa dan laktosa; serta pemanis nutritif sintesa yang berasal dari senyawa sintesis misalnya aspartam, di mana aspartam ini memiliki tingkat kemanisan 200 kali kemanisan sukrosa (gula pasir). Pemanis jenis ini terdiri dari asam-asam amino dan amat sensitif terhadap pemanasan tinggi (menyebabkan hilangnya rasa manis yang terkandung dalam senyawa aspartam).

Pemanis banyak digunakan untuk pemanis produk minuman ringan (soft drink), khususnya untuk program diet dan aman untuk penderita diabetes. Bahan pemanis non-nutritif adalah pemanis yang hanya sedikit mengandung kalori atau tidak sama sekali. Pemanis ini ada yang berasal dari tanaman, protein dan dari sintesis beberapa reaksi kimia seperti siklamat dan sakarin. Sakarin memiliki tingkat kemanisan 200-700 kali tingkat kemanisan gula pasir dan memiliki ‘after taste’ dimana tertinggal rasa pahit setelah rasa manis berlalu, sedangkan tingkat kemanisan siklamat hanya sekitar 30-80 kali gula pasir dan tidak memiliki ‘after taste’.

5. Pemutih dan Pematang Tepung

Berfungsi untuk mempercepat proses pemutihan dan pematangan tepung dengan demikian diharapkan mutu pangan dapat diperbaiki. Bahan ini banyak digunakan pada tepung, seperti tepung terigu karena produk tepung terigu yang masih baru biasanya berwarna kekuningan dan kadang kurang elastis sehingga apabila dijadikan adonan roti tidak mengembang dengan baik, untuk itu diperlukan zat pemutih dan pematang tepung seperti benzoil peroksida atau kalium bromat. Tetapi dapat digunakan pula zat yang memiliki fungsi ganda (sebagai pemutih sekaligus pengembang) seperti nitrosil klorida dan nitrogen oksida.

6. Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental

Pengemulsi ini berfungsi sebagai pencegah terpisahnya antara dua cairan yang berbeda (seperti minyak dan air atau cuka dengan bumbu salada). Daya kerjanya terutama dipengaruhi oleh bentuk molekulnya yang mampu terikat oleh dua jenis cairan serta dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispensi yang homogen pada makanan. Bahan yang berfungsi sebagai pengemulsi antara lain kuning telur, putih telur (albumin), gelatin, lesitin, pektin, kasein, tepung paprika (mustard) dan pasta kanji.

Di antara produk olahan pangan yang memanfaatkan pengemulsian adalah mayonnaise, frenc dressing (salah satu salad dressing), krim keju, susu, mentega, margarin, dan shortening. Beberapa penyetabil/pemantap ada pula yang berfungsi emulsifers diantaranya gum arab bisanya dimanfaatkan sebagai emulsi cita rasa minuman ringan dan gum tragakan amat cocok digunakan untuk menghasilkan emulsi cita rasa bacery. Untuk proses pengentalan bahan pangan cair dapat digunakan hidrokoloid, gumi dan bahan polimer sintetis. Bahan Pengental ini seperti karagenan, agar, pectin, gum arab, CMC.

7. Pengawet

Merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam makanan guna mencegah atau menghambat tumbuhnya jamur, bakteri, atau jasad renik. Dengan begitu proses fermentasi (pembusukan), pengasaman atau penguraian akibat aktivitas jasad renik dapat dicegah sehingga daya simpannya relatif lebih panjang. Beberapa bahan pengawet di antaranya:

  • Senyawa organik seperti asam sorbat, asam propionat, asam asetat, dan epoksida dan senyawa anorganik seperti garam nitrat dan nitrit;
  • Zat oksidatif yang dapat menimbulkan reaksi oksidasi seperti peroksida dan ozon;
  • Antibiotik merupakan zat yang dihasilkan dari suatu mikroba, terutama jamur yang berfungsi sebagai pembasmi mikroba tetapi sejak tahun 1966 dilarang digunakan karena dapat menimbulkan kekebalan dengan efek lain berupa reaksi alergi dan keracunan pada pengguna;
  • Fungisidal dipakai untuk membasmi pertumbuhan jamur pada produk makanan seperti pimaricin;
  • Ikatan halogen yang terdapat pada klorin yang berfungsi untuk membunuh dan mencegah pertumbuhan bakteri, alga, dan protozoa, zat ini digunakan sebagai pembersih, pelindung dan sanitasi peralatan dalam industri makanan tidak langsung dipakai pada makanan karena umumnya bersifat racun;
  • Ikatan amonium bersifat basa dan cara kerjanya sama dengan ikatan halogen. Berbagai jenis pengawet ini telah banyak dikenal oleh masyarakat, di mana aktivitas bahan pengawet tidak sama, ada yang efektif untuk mencegah pertumbuhan bakteri, khamir, ataupun kapang, maka dalam pemakaiannya harus selektif sehingga tidak menimbulkan efek samping bagi pengguna makanan.

8. Pengeras (Firming Agent)

Merupakan bahan tambahan pangan yang berfungsi untuk memperkeras atau mencegah melunaknya bahan makanan hasil olahan. Pengeras ini disebut juga bahan perenyah. BTM ini ditambahkan pada pengolahan bahan makanan yang berasal dari tumbuhan karena sering menghasilkan tekstur yang berubah menjadi lunak akibat proses pengolahan atau pemanasan. BTM yang berfungsi sebagai pengeras antara lain aluminium sulfat, kalsium glukonat, kalsium karbonat, kalsium laktat, kalsium sitrat dan kalium sulfat.

9. Pewarna

Merupakan BTM yang digunakan untuk mempertajam atau menyeragamkan warna yang memudar akibat pengolahan (menjadi pucat, atau mengalami pencokelatan), sehingga dapat meningkatkan daya tarik dari produk makanan tersebut. Pewarna makanan ini secara rinci terbagi 3 golongan yaitu:

  • Pewarna alami merupakan warna yang diperoleh dari bahan-bahan alami, baik nabati, hewani maupun mineral seperti daun suji (warna hijau), kunyit (warna kuning) daun Jati (warna merah) dan gula merah (warna coklat);
  • Pewarna identik alami merupakan pigmen yang dibuat secara sintetis di mana struktur kimianya identik dengan pewarna alami seperti karotenoid murni (santoxantin/merah, apokaroten/merah-oranye, beta-karotin/oranye sampai kuning, pewarna ini hanya boleh digunakan dalam konsentrasi tertentu kecuali beta karotin;
  • Pewarna sintetis biasa digunakan untuk produk pangan berskala besar yang terbagi dua yaitu pewarna sintetis FD & C Dyes digunakan untuk minuman ringan, minuman berkarbonat, kue, produk susu, pembungkus sosis dan FD & C Lakes seperti biru berlian, coklat HT, hijau CFC digunakan untuk makanan yang banyak mengandung lemak atau produk-produk berkadar air rendah misalnya tablet, adonan cake, donat, kembang gula dan permen karet.

10. Penyedap Rasa, Aroma, Penguat Rasa,

Merupakan BTM yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma. Penggunaan penegas rasa atau sering disebut penyedap rasa yang berfungsi untuk menambah rasa nikmat pada masakan yang diolah juga sebagai penekan rasa yang tidak diinginkan pada suatu bahan makanan. Zat penyedap ini dapat berasal dari senyawa alami seperti bawang bombai, bawang putih, ekstrak tanaman atau sari buah, minyak esensial dan oleorisin. Sedangkan senyawa sintetis berasal dari hasil sintetis zat-zat kimia seperti Vetsin/MSG (mono sodium glotamat).

Adapun contoh bahan untuk pemberi aroma tergolong pemberi aroma alami adalah jeruk, berbagai macam rempah, minyak asiri dan oleoresin dari tumbuh-tumbuhan dan rempah-rempah, sedangkan tergolong tiruan atau identik alami yang dibuat secara sintetis dan bahannya merupakan campuran bahan kimia adalah amil asetat (aroma pisang), amil kaproat (aroma apel), etil butirat (aroma nanas), vanilin (aroma vanili) dan metil anthranilat (aroma buah anggur).

11. Sekuestran

Merupakan bahan tambahan pangan yang berfungsi mengikat logam yang terdapat dalam bahan makanan olahan sehingga kehadirannya amat membantu terjaganya kestabilan warna, cita rasa, dan tekstur makanan. Contohnya adalah asam fosfat, asam sitrat, dikalium fosfat, kalium sitrat. BTM ini digunakan dalam pengolahan makan seperti kepiting kalengan, minyak kacang, minyak kelapa, kentang goreng beku lemak, kaldu, es krim, daging awetan, dll.

D. Kajian Keamanan Bahan Tambahan Pangan

Lembaga Internasional bernama Codex Alimentarius Commission (merupakan lembaga kerja sama FAO/WHO) mempunyai Komite untuk melakukan Risk Assessment (analisis risiko) terhadap BTP. Komite ini disebut dengan JECFA (Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives). Hasil kajian JECFA berupa informasi terkait dengan toksisitas, seperti nilai ADI (Acceptable Daily Intake) untuk BTP. Komite yang melakukan kajian Risk Management (manajemen risiko) adalah CCFAC (Codex Committee on Food Additives and Contaminants) untuk BTP dan kontaminan. Komite ini bertugas untuk menentukan standar BTP yang dapat digunakan untuk pangan/makanan. Setiap negara berhak untuk mengatur regulasi BTP di negaranya sendiri dan dapat berbeda dengan negara lain. Tetapi pada umumnya Standars Codex Alimentarius Commission dijadikan benchmarking dalam penyusunan standar nasional di negara masing-masing.

E. Dampak Bahan Tambahan Pangan

Saat ini disayangkan, banyak produsen yang masih keliru dalam penggunaan BTP, bisa karena alasan ketidaktahuan, tetapi banyak pula karena unsur kesengajaan, dengan alasan lebih mudah, lebih murah, dan lainnya. Pembelajaran tentang BTP secara benar sangat diperlukan, baik untuk produsen maupun konsumen. BTP bukan sesuatu yang menakutkan, jika setiap produsen mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Konsumen pun tidak perlu semakin resah dengan banyaknya pemberitaan yang tidak benar tentang BTP. BTP dapat menimbulkan risiko yang tidak baik bagi kesehatan masyarakat jika produsen (1) menggunakan BTP yang tidak diizinkan, yang dilarang atau BTP yang bukan untuk pangan (non food grade) dan (2) menggunakan BTP dengan dosis/takaran yang tidak tepat, misalnya melebihi dari batas maksimum yang ditetapkan oleh instansi berwenang, dalam hal ini BPOM.

Penekanan yang tegas kepada produsen sangat diperlukan, bahwa setiap produk yang diperkenalkan kepada konsumen harus disertai informasi yang benar, jelas dan jujur. Sehingga konsumen tidak sampai memiliki gambaran yang keliru atas produk yang mereka konsumsi. Informasi yang benar dan jujur harus dicantumkan secara jelas dalam setiap kemasannya, sehingga konsumen dapat menentukan pilihan makanan yang tepat sebelum membeli dan/atau mengonsumsinya. Keterlibatan media, selain keterlibatan produsen dan konsumen, tentu sangat diperlukan. Media harus mampu menyajikan pemberitaan yang seimbang, sehingga konsumen mendapat kejelasan dan produsen pun tidak dirugikan. Pada akhirnya, keterlibatan konsumen, produsen, media dan lainnya, tidak akan berarti tanpa keterlibatan dan kebijakan dari pemerintah.

Pemerintah yang berada di antara kepentingan konsumen dan produsen, harus bisa melindungi hak konsumen dan juga memberikan jaminan keamanan bagi produsen yang baik produsen yang tidak melanggar aturan yang sudah ditetapkan. Sebaliknya pemerintah harus bisa pula melakukan tindakan yang tegas kepada produsen yang melanggar, sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Selain produsen dalam negeri, aturan tegas penggunaan BTP juga harus diterapkan pada importir, memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan di Indonesia. Karena tentu aturan BTP untuk setiap negara beragam, seperti saat kita akan ekspor, maka kita pun harus mengikuti aturan BTP di negara yang menjadi tujuan. Jalinan kerja sama yang baik, antara semua pihak, diharapkan dapat mendorong industri pangan di Indonesia untuk semakin berkembang menghasilkan produk yang berkualitas baik, konsumen terlindungi dan makin loyal pada produk negerinya, serta tentunya pendapatan pemerintah pun bisa meningkat.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

BTP adalah campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi lebih kepada sesuatu yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental.

Pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredient khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.

B. Saran

Kepada para pengguna BTP, ketika menggunakan BTP hendaknya memperhatikan dosis yang dianjurkan oleh undang-undang supaya tidak terjadi hal-hal yang bersifat fatal baik itu bagi produsennya sendiri maupun bagi konsumen. Untuk para konsumen agar lebih berhati-hati lagi dan lebih selektif dalam memilih makanan supaya terhindar dari bahayanya BTP yang berlebihan.

DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Bahan_tambahan_pangan

http://dhechicetia.blogspot.co.id/2013/09/bahan-tambahan-pangan_15.html

http://www.bakrie.ac.id/id/berita-itp/artikel-pangan/915-bahan-tambahan-pangan-antara-manfaat-dan-akibat

http://clearinghouse.pom.go.id/content-penggunaan-bahan-tambahan-pangan-btp.html

Download Contoh Makalah Bahan Tambahan Pangan (BTP).docx