Makalah Iman Kepada Allah

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Iman Kepada Allah ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan yang berjudul Makalah Iman Kepada Allah ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Iman Kepada Allah ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Iman Kepada Allah ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Indonesia, Maret 2024
Penyusun

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Alam semesta beserta isinya, termasuk manusia, merupakan bukti adanya Sang Pencipta sekaligus sebagai pengaturnya. Setiap muslim pasti mengakui bahwa Allah-lah Maha Pencipta dan Pengatur segala sesuatu. Pengakuan tersebut merupakan salah satu wujud keimanan seseorang. Bagi seorang muslim, keimanan kepada Allah merupakan unsur iman yang paling penting. Wajib bagi seorang muslim mempercayai Allah sebagai satu-satunya Tuhan. Bagaimana cara mempercayai adanya Allah dan kekuasaan Allah?

Manusia tak mungkin mampu melihat wujud Allah secara langsung, karena dalam sebuah kisah di Al-Qur’an, ketika Allah menampakkan diri kepada gunung pun, gunung tersebut luluh dan hancur. Seorang Nabi, yaitu Musa pun tak mampu menyaksikan Allah secara langsung. Allah memberikan petunjuk kepada manusia untuk memahami Dzat Allah melalui ayat-ayat Al-Qur’an beserta tanda-tanda di alam semesta.

Pada dasarnya manusia memerlukan bekal untuk mengarungi kehidupan di dunia maupun akhirat. Iman merupakan bekal utama bagi seseorang untuk menentukan arah kehidupannya. Hidup tanpa dilandasi iman ibarat orang tersesat. Orang tersesat tidak mengerti arah mata angin dan tidak tahu ke mana harus melangkah. Betapa pentingnya masalah keimanan ini sehingga sebagai muslim kita semua harus betul-betul memahami hakikat iman, cara beriman, dan kepada siapa kita harus beriman.

Secara harfiah iman berarti percaya, sedangkan menurut istilah, iman berarti percaya dan meyakini dengan sepenuh hati, mengucapkan dengan lisan, dan membuktikan dengan perbuatan. Tanda-tanda keimanan dalam diri seseorang dapat terlihat dari amal perbuatan yang dikerjakan karena kepribadian diri seseorang merupakan pancaran dari iman yang ada di dalam diri seseorang. Iman kepada Allah Swt. merupakan pokok dari seluruh iman yang tergabung dalam rukun iman. Dengan demikian, keimanan kepada AllahSwt. harus tertanam dengan benar kepada diri seseorang. Sebab jika iman kepada Allah Swt. tidak tertanam dengan benar, kekeliruan ini akan berlanjut terhadap keimanan kepada malaikat, kitab, rasul, hari kiamat, serta qadla’ dan qadar-Nya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah tentang Iman kepada Allah ini adalah sebagai berikut:

  1. Apa pengertian iman kepada Allah SWT?
  2. Apa saja tanda-tanda adanya Allah SWT?
  3. Bagaimana sifat-sifat Allah SWT dalam Al-Quran
  4. Apa hikmah iman kepada Allah SWT?
  5. Bagaimana cara meningkatkan iman kepada Allah SWT?
  6. Bagaimana perilaku yang mencerminkan keyakinan akan sifat-sifat Allah SWT?

C. Tujuan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah tentang Iman kepada Allah ini adalah sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui pengertian iman kepada Allah SWT.
  2. Untuk mengetahui tanda-tanda adanya Allah SWT.
  3. Untuk mengetahui sifat-sifat Allah SWT dalam Al-Quran
  4. Untuk mengetahui hikmah iman kepada Allah SWT.
  5. Untuk mengetahui cara meningkatkan iman kepada Allah SWT.
  6. Untuk mengetahui perilaku yang mencerminkan keyakinan akan sifat-sifat Allah SWT.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Iman kepada Allah

Menurut bahasa, iman berarti percaya atau membenarkan. Menurut ilmu tauhid, iman berarti kepercayaan yang diyakini kebenarannya dalam hati, diucapkan atau diikrarkan lewat lisan, dan dibuktikan lewat perbuatan. Jadi, iman kepada Allah adalah percaya dan meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah itu ada dengan segala sifat kesempurnaan-Nya. Iman kepada Allah meliputi tiga unsur penting, yaitu meyakini lewat hati, mengikrarkan lewat lisan, dan mewujudkan lewat perbuatan (amal). Seseorang tidak dapat dikatakan beriman jika hanya melakukan satu atau dua dari tiga komponen tersebut. Ketiganya harus ada, tidak bisa dipisah-pisahkan satu sama lain. Seseorang yang mengaku beriman tetapi hatinya ragu-ragu akan keberadaan Allah, akan jatuh pada kemunafikan. Adapun yang meyakini adanya kekuatan, kekuasaan, atau sembahan selain Allah Swt. akan jatuh pada kemusyrikan.

Keimanan kepada Allah Swt. dapat dipupuk melalui pemahaman terhadap sifat-sifat Allah Swt. dan ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang keimanan. Selain itu, juga dapat melalui tanda-tanda yang menunjukkan kebenaran dan keberadaan Allah Swt., baik melalui dalil agama maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. Seseorang yang meyakini Allah Swt. sebagai Tuhannya, ia setiap saat menyadari bahwa segala sesuatu yang dikerjakannya pasti diketahui oleh Allah Swt. Dengan demikian, orang tersebut selalu berusaha agar yang ia kerjakan mendapatkan keridaan di sisi-Nya. Hal ini karena keimanan kepada Allah Swt. harus meliputi tiga unsur, yaitu keyakinan dalam hati, ikrar dengan lisan, dan pembuktian dengan anggota badan.

Jika ada seseorang yang hanya meyakini dalam hati terhadap keberadaan Allah Swt., tetapi tidak membuktikannya dengan amal perbuatan serta ikrar dengan lisan, berarti keimanannya belum sempurna. Ketiga unsur keimanan tersebut memang harus terpadu tanpa bisa dipisahkan. Iman kepada Allah Swt. juga merupakan rukun iman yang pertama dan utama. Umar bin Khattab menjelaskan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Iman ialah bahwa engkau beriman kepada Allah Swt., kepada malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada rasul-rasul-Nya, kepada hari kiamat, kepada qadar yang baik dan yang buruk.” (H.R. Muslim). Berdasarkan hadis tersebut, sebelum kita mengimani kepada yang lain, harus memiliki keteguhan iman kepada Allah Swt. Allah Swt. adalah Tuhan yang menciptakan, mengadakan, dan menghancurkan ciptaan-Nya. Kita sebagai makhluk-Nya harus beribadah.

B. Tanda-tanda Adanya Allah

Membuktikan adanya Allah, Sang Pencipta, tidak sama dengan membuktikan adanya berbagai benda di sekitar kita yang hakikatnya adalah makhluk. Makhluk dapat dilihat, diraba, didengar, dan sebagainya. Adapun Zat Allah sangat berbeda, Dia tidak bisa dideteksi menggunakan pancaindra manusia yang memang sangat terbatas. Adanya Allah Swt. merupakan sesuatu yang bersifat aksiomatis (sesuatu yang dapat diterima sebagai kebenaran tanpa perlu pembuktian). Meskipun demikian, kita juga dapat mengemukakan dalil-dalil yang menyatakan adanya Allah Swt., untuk memberikan pengertian secara rasional. Tanda-tanda adanya Allah dapat dibuktikan melalui dalil fitrah, dalil akli, dan dalil naqli.

1. Dalil Fitrah

Manusia diciptakan dengan fitrah bertuhan, sehingga kadangkala disadari atau tidak, disertai belajar ataupun tidak, naluri berketuhanannya itu akan bangkit (Q.S. Al-A’raf (7):172 dan Az-Zukhruf (43): 87). Selain itu, adanya pernyataan Rasulullah saw. bahwa kedua orang tua yang menjadikan anak sebagai Nasrani, Yahudi, atau Majusi, tanpa menunjukkan kata menjadikan Islam terkandung maksud bahwa menjadi Islam adalah tuntutan fitrah. Jadi, secara fitrah tidak ada manusia yang menolak adanya Allah sebagai Tuhan yang hakiki, hanya kadang-kadang faktor luar bisa membelokkan dari Tuhan yang hakiki menjadi tuhan-tuhan lain yang menyimpang.

2. Dalil Akli (Akal)

Akal yang digunakan untuk merenungkan keadaan diri manusia dan alam semesta dapat membuktikan adanya Tuhan. Metode yang bisa ditempuh untuk membuktikan adanya Tuhan melalui akal adalah melalui beberapa teori, antara lain teori sebab, keteraturan, dan kemungkinan (Achmad Baiquni, 2006).

a. Teori Sebab

Segala sesuatu pasti ada sebab yang melatarbelakanginya. Adanya sesuatu pasti ada yang mengadakan, dan adanya perubahan pasti ada yang mengubahnya. Mustahil sesuatu ada dengan sendirinya. Mustahil pula sesuatu ada dari ketiadaan. Pemikiran tentang sebab ini akan berakhir dengan teori sebab yang utama (causa prima), dia adalah Allah Swt.

b. Teori Keteraturan

Alam semesta dengan seluruh isinya, termasuk matahari, bumi, dan bulan bergerak dengan sangat teratur. Keteraturan ini mustahil berjalan dengan sendirinya, tanpa ada yang mengatur. Siapakah yang mampu mengatur alam semesta ini selain Allah Swt?

c. Teori Kemungkinan

Mungkinkah di layar monitor muncul bait-bait puisi yang indah, saat sebuah komputer ditinggalkan dalam keadaan menyala dan tiba-tiba datang seekor tikus yang bermain-main di atas tuts keyboard komputer tersebut? Pasti orang akan menyatakan tidak mungkin. Jika itu tidak mungkin, lantas bagaimanakah alam raya yang lebih rumit dan kompleks terjadi secara kebetulan? Jika alam ini tidak mungkin terjadi dengan kebetulan, maka tentunya alam ini ada yang menciptakannya, yaitu Allah.

3. Dalil Naqli

Meskipun secara fitrah dan akal manusia telah mampu menangkap adanya Tuhan, namun manusia tetap membutuhkan informasi dari Allah Swt. untuk mengenal zat-Nya. Sebab akal dan fitrah tidak bisa menjelaskan siapa Tuhan yang sebenarnya. Allah menjelaskan tentang jati diri-Nya di dalam firman berikut ini.

إِنَّ رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ فِى سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ يُغْشِى ٱلَّيْلَ ٱلنَّهَارَ يَطْلُبُهُۥ حَثِيثًا وَٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ وَٱلنُّجُومَ مُسَخَّرَٰتٍۭ بِأَمْرِهِۦٓ ۗ أَلَا لَهُ ٱلْخَلْقُ وَٱلْأَمْرُ ۗ تَبَارَكَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَـٰلَمِينَ

Artinya: “Sungguh, Tuhanmu (adalah) Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. (Dia ciptakan) matahari, bulan dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah! Segala penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya. Mahasuci Allah, Tuhan seluruh alam“. (Q.S. Al-A’raf (7): 54).

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah Swt adalah pencipta semesta alam dan seisinya, dan Dia pulalah yang mengaturnya. Kalimat “Sesungguhnya Tuhan Kamu adalah Allah” merupakan bentuk penegasan. Adapun kata “Dia bersemayam di atas ‘Arsy” menunjukkan keberadaan Allah. Tetapi perlu diingat, hakikatnya Allah itu bagaimana hanya Allah yang tahu, kita dilarang untuk memikirkannya.

C. Sifat-sifat Allah SWT dalam Al-Quran

1. Wujud (Ada)

Salah satu sifat Allah Swt. adalah wujud. Wujud berarti ada, lawannya adalah tidak ada atau ‘adam. Keberadaan Allah Swt. dapat dibuktikan dengan keberadaan makhluk-makhluk-Nya. Jika Allah Swt. tidak ada, mustahil tercipta makhluk-makhluk-Nya. Dengan demikian, Allah Swt. ada dengan sendirinya dan lebih dahulu sebelum keberadaan makhluk-makhluk-Nya. Allah Swt. adalah zat gaib sehingga tidak bisa dilihat dengan mata. Meskipun tidak bisa dilihat dengan mata, keberadaan Allah Swt. tetap tampak. Kita bisa merasakan langit, bumi, diri kita, atau makhluk-makhluk lain yang tersebar di penjuru langit dan bumi. Semua itu pasti ada yang menciptakan. Tidak mungkin semua itu ada dengan sendirinya. Dialah Allah Swt. yang memiliki sifat wujud yang menciptakan seluruh makhluk.

2. Qidam (Terdahulu)

Allah Swt. bersifat dahulu sehingga mustahil baginya bersifat baru. Qidam berarti dahulu, kebalikannya hudus yang artinya baru. Keberadaan Allah Swt. adalah dahulu, tidak baru saja muncul. Allah Swt. adalah yang pertama kali ada sebelum makhluk-Nya ada. Berbeda dengan makhluk, dahulunya Allah Swt. tidak berproses. Coba kita perhatikan proses pertumbuhan manusia. Dahulunya manusia adalah sosok janin yang berkembang menjadi bayi kemudian berkembang lagi menjadi anak-anak. Usia anak-anak meningkat menjadi sosok remaja yang tumbuh hingga usianya semakin tua. Setelah itu, proses kehidupan manusia justru mengalami penurunan. Bahkan, tidak lama setelah itu pasti menghadapi kematian. Dahulunya Allah Swt. menunjukkan Dia ada dan tidak akan musnah dan hilang sampai kapan pun. Keberadaan Allah Swt. yang menjadikan makhluk-Nya ada. Allah Swt. tidak tergantung pada waktu karena Dia yang menciptakan waktu. Allah Swt. telah ada sebelum terciptanya waktu itu sendiri.

3. Baqa (Kekal)

Baqa berarti kekal dan abadi. Kebalikan dari sifat baqa adalah fana atau rusak. Hanya Allah Swt. Yang Maha Abadi. Sebaliknya, makhluk-makhluk-Nya pasti akan menghadapi kematian dan kerusakan. Bahkan, kehidupan yang kita rasakan, pada saatnya nanti juga akan rusak. Sebagaimana dijanjikan oleh Allah Swt., pada hari kiamat kelak, semua makhluk-makhluk-Nya akan hancur lebur. Tidak ada yang abadi kecuali Allah Swt. semata karena Dia memiliki sifat baqa. Memahami bahwa Allah Swt. memiliki sifat baqa mendorong kita untuk semakin mantap dalam beribadah kepada-Nya. Hanya Allah Swt. yang selalu hidup dan abadi yang kita ibadahi dan minta pertolongan.

4. Mukhalafatu lil Hawadisi (Berbeda dengan Semua Makhluk)

Sifat mukhalafatu lil hawadisi menunjukkan bahwa Allah Swt. berbeda dengan makhluk-Nya. Sifat Allah Swt. ini sekaligus menunjukkan sifat mustahil-Nya untuk serupa dengan makhluk atau mumasalatu lil hawadisi. Tidak ada satu pun makhluk yang serupa dengan Allah Swt. Untuk menunjukkan bahwa Allah Swt. berbeda dengan makhluk-Nya sangat mudah. Kita memperhatikan bahwa antara pencipta dengan yang diciptakan pasti berbeda. Dengan demikian, tidak tepat jika Allah Swt. dipersamakan dengan malaikat, apalagi dengan manusia atau hewan. Meskipun dalam ayat-ayat Al-Qur’an dijelaskan bahwa Allah Swt. Maha Mendengar dan Maha Melihat, kita tidak perlu memikirkan bentuk mata dan telinga Allah Swt. Untuk menambah pemahaman sifat Allah Swt. ini kita dapat membandingkan dengan sifat manusia. Meskipun manusia dapat membuat rumah, tidak berarti wujud dan bentuk manusia seperti rumah. Begitu halnya dengan Allah Swt., meskipun bisa menciptakan langit, bumi serta seisinya, tidak berarti bahwa Dia seperti makhluk-makhluk tersebut.

5. Qiyamuhu Binafsihi (Berdiri Sendiri)

Allah Swt. bersifat qiyamuhu binafsihi yang artinya Allah Swt. berdiri sendiri. Kebalikannya adalah sifat qiyamuhu bigairih yang berarti membutuhkan pihak lain. Ayat berikut ini menjelaskan sifat qiyamuhu binafsihi. Allah Swt. adalah pencipta segala makhluk-makhluk-Nya. Kemampuan Allah Swt. dalam mencipta tidak bergantung pada makhluk-Nya, tetapi bisa dilakukannya sendiri. Demikian halnya jika Allah Swt. bergantung kepada makhluk, menunjukkan bahwa Allah Swt. memiliki sifat lemah. Padahal, Allah Swt. Mahakuasa atas segala sesuatu. Kita meyakini Allah Swt. sebagai zat yang bersifat qiyamuhu binafsihi. Kita hanya memohon dan meminta pertolongan kepada Allah Swt. yang mampu mandiri dan berdiri sendiri.

6. Wahdaniyah (Maha Esa)

Allah Swt. memiliki sifat Wahdaniyah yang artinya Allah Swt. Maha Esa. Keesaan Allah Swt. menunjukkan bahwa Dia tidak bersifat terhitung atau ta‘addud. Allah Swt. adalah tunggal sehingga tidak ada sekutu bagi-Nya. Keesaan Allah Swt. juga menunjukkan bahwa Dia tidak bertambah banyak dan memiliki keturunan. Memahami bahwa Allah Swt. memiliki anak adalah keliru. Esa zat-Nya juga bukan karena hasil penjumlahan atau perkalian, serta perhitungan-perhitungan lainnya. Allah Swt. bersifat tunggal menunjukkan bahwa tidak ada sesuatu pun yang mengungguli, mirip, terlebih serupa dengan Dia. Oleh karena itu, yang pantas kita ibadahi adalah Allah Swt. yang memiliki sifat satu.

7. Qudrat (Kuasa)

Sifat qudrat yang Allah Swt. miliki berarti D ia Mahakuasa. Kekuasaan Allah Swt. tidak terbatas. Kebalikan dari sifat qudrat adalah ‘ajzun yang artinya lemah. Kekuasaan Allah Swt. berbeda dengan kekuasaan yang dimiliki manusia. Jika kekuasaan manusia sangat tergantung pada orang lain, kekuasaan Allah Swt. tidak demikian. Allah Swt. berkuasa karena kehendak-Nya sendiri. Kekuasaan Allah Swt. juga tidak terbatas. Ia menguasai dalam kemampuan penciptaan makhluk-Nya, dalam pemeliharaan, sekaligus dalam mencabut kehidupan yang terjadi pada makhluk-makhluk-Nya. Mengimani sifat kekuasaan All ah Swt. juga menyadarkan kita bahwa yang patut kita ibadahi dan sembah sujud hanya Allah Swt. Kita dilarang terlalu tunduk kep ada manusia hingga tanpa batas.

8. Iradat (Berkehendak)

Allah Swt. bersifat iradat yang berarti memiliki kehendak untuk melakukan segala sesuatu yang dikehendaki-Nya. Sifat mustahilnya adalah karahah yang berarti terpaksa. Dalam menentukan segala sesuatu, Allah Swt. berkehendak atas diri-Nya sendiri. Tidak tergantung, apalagi dipaksa oleh makhluk-makhluk-Nya. Jika Allah Swt. berkehendak pada sesuatu cukup dengan berfirman, “Kun”, segera jadilah yang Dia kehendaki. Berbeda dengan kehendak manusia yang adakalanya tidak dapat menentukan keinginannya sendiri, tetapi dipengaruhi oleh orang lain. Mengetahui sifat iradat Allah Swt. menyadarkan kita untuk tidak bersikap sombong terhadap sesuatu. Kita harus sadar bahwa Yang Maha Berkehendak adalah Allah Swt. Dalam menjalani hidup, manusia hendaknya selalu berusaha sembari memperbanyak doa. Tentang hasil yang kita peroleh, Allah Swt. yang menetapkan dengan kehendak-Nya.

9. Ilmu (Mengetahui)

Salah satu sifat Allah Swt. yang lain adalah berilmu, pandai, dan mengetahui. Sifat mustahil dari ilmu adalah jahlun. Kepandaian, ilmu, dan pengetahuan Allah Swt. tidak terbatas. Allah Swt. mengetahui atas segala sesuatu, baik yang terlihat ataupun yang gaib. Allah Swt. Maha Berilmu dengan kemampuan dari diri-Nya sendiri. Tidak berilmu karena belajar dari makhluk-Nya atau karena pengalaman. Jika Allah Swt. tidak memiliki ilmu tentu tidak dapat menciptakan alam raya ini dengan segala kesempurnaan. Allah Swt. juga yang menjaganya dengan kemampuan yang Dia miliki.

10. Hayat (Hidup)

Sifat yang pasti dimiliki Allah Swt. adalah hayat. Hayat berarti hidup, sifat mustahilnya adalah maut atau mati. Allah Swt. hidup dan tidak akan mati selamanya. Jika Allah Swt. bersifat maut pasti kehidupan yang ada di alam ini akan rusak. Demikian juga dengan keteraturan tata surya yang tepat di tempatnya, tanpa bertabrakan antara satu dengan yang lain. Allah Swt. hidup abadi, Dia yang menciptakan manusia, menjaganya, mematikan, serta membangkitkannya pada hari kiamat nanti. Zat yang pantas kita sembah adalah yang memiliki sifat hayat. Hanya Allah Swt. yang selalu hidup, sedangkan semua makhluk pasti menghadapi kematian. Dengan demikian, kita tidak perlu menyembah kepada sesuatu yang pada saatnya nanti akan rusak, hancur, dan mati. Hanya Allah Swt. pula yang dapat menjamin kehidupan kita.

11. Sama (Mendengar)

Allah Swt. memiliki sifat mendengar. Kemampuan mendengar-Nya tidak terbatas. Bahkan, suara apa pun yang muncul dari makhluk-Nya mampu didengarkan Allah Swt. Sifat mustahil dari sama yaitu summun yang berarti tuli. Kemampuan Allah Swt. dalam mendengarkan tentu sangat berbeda dengan kemampuan yang dimiliki manusia. Manusia hanya mampu mendengarkan suara dalam ukuran-ukuran tertentu. Oleh karena kelemahan yang dimiliki manusia, terkadang tidak dapat membedakan antara suara yang satu dengan suara yang lain.Allah Swt. juga mampu mendengarkan getaran niat dalam hati manusia, persangkaan, harapan, atau cita-cita. Jika kita memiliki niat kebaikan berarti telah didengarkan oleh Allah Swt. sehingga Dia juga memberi balasan pahala. Oleh karena itu, kita perlu menyucikan hati dan menjaga mulut agar mulut ini hanya untuk mengucapkan kebaikan.

12. Basar (Melihat)

Sifat Allah Swt. yang juga harus kita imani adalah basar. Bas.ar artinya melihat, sedangkan kebalikannya adalah sifat ‘umyun yang berarti buta. Allah Swt. Maha Melihat dengan kekuasaan mampu melihat semua makhluk. Entah makhluk yang besar, seperti matahari dan bumi ataukah makhluk sekecil atom, mampu dilihat Allah Swt. Bagi Allah Swt. tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi pengawasan-Nya. Sebagai contoh, Allah Swt. mampu melihat pergerakan atom meskipun terhalang oleh benda yang sangat tebal dan besar. Allah Swt. juga mampu melihat hamba yang bersembah sujud kepada-Nya, meskipun tidak tampak oleh mata manusia. Oleh karena kita menyadari pada sifat bas.ar Allah Swt., hendaknya kita selalu menampilkan amal kebajikan dalam menjalani hidup. Tujuannya tidak untuk mendapat pengawasan, sanjungan, dan penghormatan dari manusia, tetapi agar mendapatkan keridaan Allah Swt.

13. Kalam (Berfirman)

Sifat Allah Swt. kalam artinya Allah Swt. wajib memiliki sifat berfirman atau berkata. Sifat mustahilnya adalah bukmun atau bisu. Sifat Allah Swt. berfirman ditunjukkan dengan diturunkannya Al-Qur’an sebagai pedoman hidup bagi manusia. Dengan demikian, sangat jelas bahwa Al-Qur’an bukan buatan manusia, melainkan merupakan firman Allah Swt. Cara Allah Swt. berfirman tidak dapat kita ketahui karena berada di luar jangkauan akal manusia. Sebagai manusia, kita cukup untuk mengimani saja, tanpa perlu memikirkan cara Allah Swt. berfirman. Sifat kalam Allah Swt. sekaligus memberi peneladanan kepada kita agar memanfaatkan lidah kita untuk membicarakan sesuatu yang bermanfaat.

D. Hikmah Iman kepada Allah

Siapa saja yang menyatakan dirinya telah beriman kepada sifat-sifat Allah swt. haruslah berusaha mengejawantahkannya atau mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, keimanan yang sempurna tidak sekadar menunjukkan keyakinan dalam hati dan mengikrarkan dengan lisan, namun harus membuktikan dengan amal perbuatan. Beriman kepada sifat-sifat Allah swt. seharusnya akan membentuk pribadi muslim yang lebih baik.

Pertama, menumbuhkan keyakinan yang utuh tentang keberadaan dan keesaan Allah swt. Seseorang yang memahami sifat-sifat Allah swt. sembari memperhatikan ciptaan-Nya, segera sadar bahwa hanya Allah Yang Mahasempurna. Oleh karena itu, yang harus disembah dan tempat memohon pertolongan hanya Allah swt. semata. Misalnya, ketika mengetahui bahwa Allah swt. memiliki sifat iradat, kita akan sadar bahwa Yang Maha Menentukan segala sesuatu adalah Allah. Sudah sepantasnya jika dalam setiap saat kita selalu berdoa dan memohon kepada Allah swt.

Kedua, membentuk pribadi yang berkualitas. Kita mafhum bahwa Allah swt. Maha Melihat, Maha Mendengar, dan Maha Mengetahui. Pemahaman tersebut akan menimbulkan kesadaran bahwa manusia di hadapan Allah swt. hanyalah makhluk kecil yang teramat lemah. Oleh karena itu, tidak ada artinya jika kita bersikap sombong. Kita harus rendah hati seraya berusaha memperbaiki diri. Dengan demikian, kita pun termotivasi untuk selalu berusaha menjadi pribadi yang lebih baik. Contoh, pemahaman sifat qudrat (Mahakuasa) Allah mendidik kita bersikap optimis. Hal ini karena hanya dengan kekuasaan-Nya segala sesuatu dapat terjadi. Tidak selayaknya kita putus asa, pesimistis, dan minder dalam menghadapi sesuatu. Demikianlah yang seharusnya dimiliki oleh setiap pribadi muslim.

Ketiga, selalu jujur dalam bertindak dan berkata. Seseorang yang beriman kepada Allah swt. akan bertindak dan berkata jujur. Hal ini karena ia merasa dan yakin bahwa Allah swt. melihat dan mengetahui segala tingkah laku kita. Meskipun tidak ada manusia yang mengetahui perbuatan yang kita lakukan, Allah swt. pasti melihat dan mengetahui. Keyakinan bahwa Allah swt. Maha Melihat dan Maha Mendengar akan mendorong kita untuk berbuat jujur.

E. Meningkatkan Iman kepada Allah

Setelah memahami sifat-sifat Allah SWT dan tanda-tanda adanya Allah melalui fenomena alam sekitar. Seorang muslim yang beriman kepada Allah adalah ia yang membenarkan keberadaan Allah, meyakini bahwa Allah adalah pencipta langit dan bumi, Maha Mengetahui perkara yang nyata dan gaib, Rabb atas segala sesuatu, tidak ada yang pantas disembah selain Allah, yang memiliki sifat sempurna dan tidak memiliki kekurangan (Al-Jaza’iri, 2009: 3).

Untuk meningkatkan iman kepada Allah SWT, dapat ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut.

  1. Mempelajari dan merenungkan kebenaran ayat-ayat Al-Qur’an;
  2. Memerhatikan tanda-tanda kebesaran Allah melalui fenomena alam semesta;
  3. Mempelajari ilmu pengetahuan.

Seorang muslim yang beriman kepada Allah memiliki sifat-sifat dan perilaku tertentu. Beberapa sifat dan perilaku orang yang beriman kepada Allah antara lain:

  1. Selalu merasakan kehadiran Allah;
  2. Selalu berserah diri kepada Allah;
  3. Melaksanakan perintah Allah serta menjauhi larangannya.

Perilaku tersebut tumbuh seiring dengan meningkatnya iman. Ketika imanmu telah bertambah maka tak perlu diperintahkan untuk berbuat demikian, dan akan melakukannya dengan senang hati.

F. Perilaku yang Mencerminkan Keyakinan akan Sifat-sifat Allah

Jika seseorang sudah bermakrifat (memikirkan dalam-dalam) tentang sifat-sifat Tuhannya dengan akal dan hati, maka hal itu akan menjadikan jiwa yang kokoh dan meninggalkan kesan mulia. Bukti keimanan tersebut akan tercermin melalui lisan, sikap, dan perilaku. Berikut perilaku-perilaku yang mencerminkan keyakinan akan sifat-sifat Allah.

  1. Melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah. Keyakinan akan sifat-sifat Allah menumbuhkan kesadaran untuk senantiasa mengerjakan yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarang. Ia menyadari bahwa dialah yang butuh Allah, sedangkan Allah tidak butuh terhadap dirinya yang hina.
  2. Tidak menggantungkan hidupnya selain kepada Allah. Muslim yang kuat memiliki jiwa yang merdeka. Mereka meyakini bahwa hanya Allah yang memberi kehidupan, keselamatan, kebahagiaan, kematian, dan kedudukan yang mulia. Selain Allah tidak ada yang kuasa melakukannya (Q.S. Al-A’raf (7):188).
  3. Memiliki keberanian menyampaikan dan membela kebenaran. Keberanian timbul karena keyakinan bahwa Allah yang memberikan segala sesuatu, termasuk umur. Umur tidak akan berkurang karena berani dan tidak akan bertambah dengan bersikap pengecut dan khianat. (Q.S. Ali Imran (3): 145, 154, dan An-Nisa’ (4): 78).
  4. Senantiasa berusaha dan berdoa kepada Allah. Keimanan akan menimbulkan keyakinan bahwa Allah yang memiliki segalanya, dan Dialah yang Mahakuasa mengatur rezeki makhluk-Nya (Q.S. Hud (11): 6 serta Al-‘Ankabut (29): 60 dan 62).
  5. Memiliki ketenangan hati dan ketenteraman Jiwa. Jika hati tenang dan jiwa tenteram, maka manusia akan merasakan lezatnya kehidupan. Keyakinan bahwa Allah yang menggenggam hidupnya, membuat ia tidak putus asa, bersedih hati, dan gusar menghadapi hidup (QS. Al-Baqarah (2): 257, Ar-Ra’d (13): 28, dan Al-Fat}: (48): 4).

Berdasarkan beberapa contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa beriman kepada Allah tidak cukup dengan mengaku. Namun, perlu diusahakan sedemikian rupa agar menjadi cerminan perilaku sehari-hari. Bahkan Allah tidak akan menerima keimanan seseorang sebelum diuji dengan kesusahan, kebahagiaan, kesedihan, kesenangan, harta, dan jiwa (Q.S. Al-Baqarah (2) 155 dan Al-Ankabut (29): 2-3).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kata iman berasal dari bahasa Arab yang artinya percaya. Menurut istilah, iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (per-buatan). Dengan demikian, iman kepada Allah dapat diartikan dengan membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaan-Nya. Selanjutnya, pengakuan ini diikrarkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.

Seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman) sempurna jika memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Jika seseorang mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Hal ini karena ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.

Seseorang yang meyakini Allah Swt. sebagai Tuhannya, ia setiap saat menyadari bahwa segala sesuatu yang dikerjakannya pasti diketahui oleh Allah Swt. Dengan demikian, orang tersebut selalu berusaha agar yang ia kerjakan mendapatkan keridaan di sisi-Nya. Hal ini karena keimanan kepada Allah Swt. harus meliputi tiga unsur, yaitu keyakinan dalam hati, ikrar dengan lisan, dan pembuktian dengan anggota badan.

Jika ada seseorang yang hanya meyakini dalam hati terhadap keberadaan Allah Swt., tetapi tidak membuktikannya dengan amal perbuatan serta ikrar dengan lisan, berarti keimanannya belum sempurna. Ketiga unsur keimanan tersebut memang harus terpadu tanpa bisa dipisahkan.

B. Saran

Dengan memahami sifat-sifat Allah kita akan lebih mengenali Allah dan menambah iman kita. Selain itu, kita juga dapat merasakan adanya Allah melalui fenomena alam.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Jaza’iri, Abu Baker Jabir, Syeikh. 2009. Minhajul Muslim Pedoman Hidup Ideal Seorang Muslim. Solo: Insan Kamil.

Baiquni, Achmad. 2006. Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Yogyakarta: PT Dana Bakti Wakaf.

Nuryaningsih, Siti. 2011. Pendidikan Agama Islam untuk SMP Kelas VII. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementerian Pendidikan Nasional.

Sabiq, Sayyid. 2006. Aqidah Islam (Ilmu Tauhid). Bandung: Diponegoro.

Download Contoh Makalah Iman Kepada Allah.docx