Makalah Kehidupan Manusia pada Masa Praaksara di Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Kehidupan Manusia pada Masa Praaksara di Indonesia ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan yang berjudul Makalah Kehidupan Manusia pada Masa Praaksara di Indonesia ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Kehidupan Manusia pada Masa Praaksara di Indonesia ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Kehidupan Manusia pada Masa Praaksara di Indonesia ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Indonesia, April 2024
Penyusun

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di museum itu dapat ditemukan benda-benda peninggalan dari orang-orang zaman dahulu. Benda-benda tersebut ada yang berupa fosil, yaitu sisa-sisa tulang belulang manusia, hewan, dan tumbuhan yang sudah membatu. Ada yang berupa artefak, yaitu alat-alat kehidupan seperti senjata, alat pertanian dan alat rumah tangga. Ada pula yang berupa tulisan seperti prasasti dan naskah kuno. Melalui benda-benda tersebut, dapat mengetahui kehidupan orang-orang pada zaman dahulu, khususnya di Indonesia.

Masa praaksara merupakan salah satu periode dalam kehidupan manusia ketika manusia yang belum mengenal tulisan. Praaksara berasal dari gabungan kata, yaitu pra dan aksara. Pra artinya sebelum dan aksara berarti tulisan. Dengan demikian, yang dimaksud masa praaksara adalah masa sebelum manusia mengenal tulisan. Masa praaksara disebut juga dengan masa nirleka (nir artinya tidak ada, dan leka artinya tulisan), yaitu masa tidak ada tulisan. Masa praaksara dikenal pula dengan masa prasejarah.

Aksara atau tulisan adalah hasil kebudayaan manusia. Fungsi utama dari aksara ini adalah untuk berkomunikasi dan membaca tentang sesuatu. Sekelompok manusia yang telah mengenal tulisan, biasanya meninggalkan catatan-catatan tertulis kepada generasi berikutnya. Catatan itu dapat berupa batu bertulis (prasasti) dan naskah-naskah kuno. Dari catatan tertulis tersebut, kita dapat mengetahui kehidupan orang-orang zaman dahulu. Dengan demikian penemuan aksara merupakan faktor penting untuk mengetahui suatu peradaban.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah tentang Kehidupan Manusia pada Masa Praaksara di Indonesia ini adalah sebagai berikut:

  1. Apa pengertian masa praaksara?
  2. Kapan permulaan dan akhir masa praaksara?
  3. Bagaimana pembagian periodisasi masa praaksara?
  4. Apa saja jenis-jenis manusia praaksara di Indonesia?
  5. Apa saja sistem kepercayaan manusia praaksara di Indonesia?
  6. Apa saja nilai-nilai budaya masa praaksara di Indonesia?

C. Tujuan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah tentang Kehidupan Manusia pada Masa Praaksara di Indonesia ini adalah sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui pengertian masa praaksara.
  2. Untuk mengetahui permulaan dan akhir masa praaksara.
  3. Untuk mengetahui pembagian periodisasi masa praaksara.
  4. Untuk mengetahui jenis-jenis manusia praaksara di Indonesia.
  5. Untuk mengetahui sistem kepercayaan manusia praaksara di Indonesia.
  6. Untuk mengetahui nilai-nilai budaya masa praaksara di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Masa Praaksara

Masa praaksara adalah masa kehidupan manusia sebelum mengenal tulisan. Manusia yang diperkirakan hidup pada masa praaksara adalah manusia purba. Pada masa ini, kita tidak dapat mengetahui sejarah serta kebudayaan manusia melalui tulisan. Satu-satunya sumber untuk mengetahui kehidupan manusia purba hanya melalui peninggalan-peninggalan mereka yang berupa fosil, alat-alat kehidupan, dan fosil tumbuh-tumbuhan maupun hewan yang hidup dan berkembang pada masa itu.

Zaman praaksara berlangsung sangat lama, yaitu sejak manusia belum mengenal tulisan hingga manusia mulai mengenal dan menggunakan tulisan. Zaman manusia mengenal dan menggunakan tulisan disebut aman aksara atau aman sejarah. Zaman praaksara di Indonesia berlangsung sampai abad ke-3 Masehi. Jadi, pada abad ke-4 Masehi, manusia Indonesia baru mulai mengenal tulisan. Hal ini dapat diketahui dari batu bertulis yang terdapat di Muara Kaman, Kalimantan Timur. Meskipun prasasti tersebut tidak berangka tahun, tetapi bahasa dan bentuk huruf yang digunakan menunjukkan bahwa prasasti tersebut dibuat kurang lebih tahun 400 Masehi.

B. Permulaan dan Akhir Masa Praaksara

Masa praaksara dimulai sejak manusia ada, itulah titik dimulainya masa praaksara. Adapun waktu berakhirnya masa praaksara adalah setelah manusia mulai mengenal tulisan. Berakhirnya masa praaksara tidak sama bagi tiap-tiap bangsa. Misalnya bangsa Mesir dan Mesopotamia, mereka telah mengenal tulisan kira-kira 3.000 tahun sebelum Masehi. Artinya, mereka telah meninggalkan masa praaksara kira-kira 3.000 tahun sebelum Masehi. Adapun masyarakat di Indonesia mulai mengenal tulisan sekitar abad ke-5 Masehi. Hal ini diketahui dari Yupa (batu bertulis peninggalan kerajaan Kutai) yang terdapat di Muara Kaman, Kalimantan Timur. Dengan demikian, bangsa Indonesia meninggalkan masa praaksara pada abad ke-5 Masehi.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, pada masa praaksara manusia belum mengenal tulisan, maka tidak ada peninggalan tertulis dari masa praaksara. Kehidupan manusia pada masa praaksara dapat dipelajari melalui peninggalan-peninggalan yang ditinggalkan oleh manusia yang hidup pada waktu itu. Peninggalan itu dapat berupa artefak dan fosil. Artefak membantu kita untuk memperkirakan bagaimana perkembangan kehidupan manusia dan fosil membantu untuk mengetahui pertumbuhan fisik makhluk hidup pada masa praaksara.

C. Periodisasi Masa Praaksara

Sejarah alam semesta jauh lebih panjang jika dibandingkan dengan sejarah kehidupan manusia di muka bumi. Manusia pertama kali muncul di muka bumi ini kira-kira tiga juta tahun yang lalu. Untuk mengetahui perkembangan manusia sejak awal kehidupannya, kita perlu mempelajari terlebih dahulu periodisasi atau pembabakan zaman di muka bumi. Pembabakan itu dapat dilakukan secara geologis, arkeologis, dan perkembangan kehidupan manusia. Berikut ini, diuraikan ketiga pembabakan atau periodisasi tersebut.

1. Periodisasi Masa Praaksara secara Geologis

Itu adalah bumi yang selama ini kita tinggali. Pada zaman dahulu keadaan bumi tidak seperti sekarang. Sebelum adanya kehidupan, bumi mengalami perubahan-perubahan. Awalnya bumi dalam keadaan panas dan pijar sehingga tidak ada satu makhluk hidup yang mampu hidup. Kemudian bumi mendingin dan terbentuklah kerak atau kulit bumi. Makhluk hidup mulai ada sejalan dengan semakin mendinginnya bumi.

Proses perubahan bumi terbagi atas beberapa fase-fase atau zaman. Perubahan dari satu zaman ke zaman berikutnya memakan waktu yang lama, sampai jutaan tahun. Menurut para ahli geologi, sejarah perkembangan bumi terbagi menjadi empat periode, yaitu zaman arkaikum, paleozoikum, mesozoikum, dan neozoikum atau kenozoikum. Zaman neozoikum ini terbagi dalam dua bagian, yaitu zaman tertier dan kuartier. Pada zaman kuartier inilah mulai ada tanda-tanda kehidupan manusia. Periodisasi sejarah perkembangan bumi secara geologis, yaitu:

a. Zaman Arkaikum

Zaman Arkaikum merupakan zaman tertua, zaman ini berlangsung kira-kira sejak 2.500 juta tahun yang lalu. Pada waktu itu kulit bumi masih sangat panas, sehingga belum terdapat kehidupan di atasnya.

b. Zaman Paleozoikum

Zaman kehidupan tua, berlangsung kira-kira sejak 340 juta tahun yang lalu. Zaman ini sudah ditandai dengan munculnya tanda-tanda kehidupan, antara lain munculnya binatang-binatang kecil yang tidak bertulang punggung, berbagai jenis ikan, amfibi dan reptil.

c. Zaman Mesozoikum

Zaman kehidupan pertengahan, berlangsung sejak kira-kira 140 juta tahun lalu. Pada zaman ini, kehidupan di bumi makin berkembang. Binatang-binatang mencapai bentuk tubuh yang besar sekali. Kita mengenalnya sebagai Dinosaurus. Di samping itu, juga mulai muncul berbagai jenis burung. Zaman mesozoikum disebut pula dengan zaman reptil karena pada zaman ini jenis binatang reptil yang paling banyak ditemukan.

d. Zaman Neozoikum atau Kenozoikum

Zaman kehidupan baru, berlangsung sejak kira-kira 60 juta tahun yang lalu. Zaman ini dibagi menjadi dua, yaitu zaman tertier dan zaman kuartier.

e. Zaman Tertier

Pada zaman tertier jenis-jenis reptil besar mulai punah dan bumi umumnya dikuasai oleh hewan-hewan besar yang menyusui. Contohnya adalah jenis gajah purba (mammuthus) yang pernah hidup di Amerika Utara dan Eropa Utara.

f. Zaman Kuartier

Zaman kuartier berlangsung sejak kira-kira 3.000.000 tahun yang lalu. Zaman ini sangat penting bagi kita, karena merupakan awal kehidupan manusia pertama kali di muka bumi.

2. Periodisasi Masa Praaksara secara Arkeologis

Periodisasi secara arkeologis didasarkan atas hasil-hasil temuan benda-benda peninggalan yang dihasilkan oleh manusia yang hidup pada masa praaksara. Berdasarkan penelitian terhadap benda-benda tersebut, masa praaksara dibedakan menjadi dua, yaitu zaman batu dan zaman logam.

a. Zaman Batu

Zaman batu adalah zaman ketika sebagian besar perkakas penunjang kehidupan manusia terbuat dari batu. Berdasarkan hasil temuan alat-alat yang digunakan dan dari cara pengerjaannya, zaman batu dibagi menjadi empat, yaitu paleolitikum, mesolitikum, neolitikum, dan megalitikum.

1) Paleolitikum

Paleolitikum berasal dari kata palaeo artinya tua, dan lithos yang artinya batu sehingga zaman ini disebut zaman batu tua. Hasil kebudayaannya banyak ditemukan didaerah Pacitan dan Ngandong Jawa Timur. Untuk membedakan temuan benda-benda praaksara di kedua tempat tersebut, para arkeolog sepakat menyebutnya sebagai kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong.

Zaman batu tua diperkirakan berlangsung kurang lebih 600.000 tahun silam. Kehidupan manusia masih sangat sederhana, hidup berpindah-pindah (nomaden). Mereka memperoleh makanan dengan cara berburu, mengumpulkan buah-buahan, umbi-umbian, serta menangkap ikan. Alat-alat yang digunakan pada zaman ini terbuat dari batu yang masih kasar dan belum diasah, seperti kapak perimbas atau alat serpih yang digunakan untuk menguliti hewan buruan, mengiris daging, atau memotong umbi-umbian.

2) Mesolitikum

Mesolitikum berasal dari kata meso yang artinya tengah dan lithos yang artinya batu sehingga zaman ini dapat disebut zaman batu tengah. Hasil kebudayaan batu tengah sudah lebih maju apabila dibandingkan hasil kebudayaan zaman Paleolitikum (batu tua). Pada zaman ini, manusia sudah ada yang hidup menetap sehingga kebudayaan yang menjadi ciri dari zaman ini adalah kebudayaan Kjokkenmoddinger dan kebudayaan Abris Sous Roche.

a) Kjokkenmoddinger

Kjokkenmoddinger adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark, yaitu kjokken artinya dapur dan modding artinya sampah. Jadi, Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah sampah dapur. Kjokkenmoddinger adalah timbunan kulit kerang dan siput yang menggunung dan sudah menjadi fosil. Kjokkenmoddinger ditemukan di sepanjang pantai timur Sumatra, yakni antara Langsa dan Medan. Dari timbunan itu, ditemukan kapak genggam yang ternyata berbeda dengan kapak genggam paleolitikum. Kapak genggam yang ditemukan tersebut dinamakan dengan pebble atau kapak Sumatra sesuai dengan lokasi penemuannya. Kapak Sumatra ini bentuknya sudah lebih baik dan mulai halus. Selain itu ditemukan pula sejenis kapak pendek dan sejenis batu pipisan (batu-batu alat penggiling).

b) Abris Sous Roche

Abris Sous Roche (abris = tinggal, sous = dalam, roche = gua) maksudnya adalah gua-gua yang dijadikan tempat tinggal manusia purba yang berfungsi sebagai tempat perlindungan dari cuaca dan binatang buas. Alat-alat yang ditemukan pada gua tersebut antara lain alat-alat dari batu seperti ujung panah, flakes, batu pipisan, serta alat-alat dari tulang dan tanduk rusa. Kebudayaan abris sous roche ini banyak ditemukan misalnya di Besuki, Bojonegoro, juga di daerah Sulawesi Selatan.

3) Neolitikum

Neolitikum berasal dari kata neo yang artinya baru dan lithos yang artinya batu. Neolitikum berarti zaman batu baru. Pada zaman ini telah terjadi perubahan mendasar pada kehidupan masyarakat praaksara. Mereka mulai hidup menetap dan mampu menghasilkan bahan makanan sendiri melalui kegiatan bercocok tanam. Hasil kebudayaan yang terkenal dari zaman ini adalah kapak persegi dan kapak lonjong.

Kapak persegi berbentuknya persegi panjang dan ada juga yang berbentuk trapesium. Kapak persegi ada yang berukuran besar ada pula yang kecil. Kapak berukuran besar disebut dengan beliung dan fungsinya sebagai cangkul. Adapun yang ukuran kecil disebut dengan Tarah atau Tatah dan fungsinya sebagai alat pahat.

Kapak lonjong bentuknya lonjong. Pada ujung yang lancip ditempatkan tangkai dan pada bagian ujung yang lain diasah sehingga tajam. Kapak lonjong ada yang berukuran besar dan ada juga yang kecil. Kapak lonjong berukuran besar disebut dengan Walzenbeil dan yang kecil disebut Kleinbeil. Fungsi kapak lonjong sama dengan kapak persegi.

Selain kapak persegi dan kapak lonjong, pada zaman neolitikum juga terdapat barang-barang yang lain seperti perhiasan, gerabah, dan pakaian. Perhiasan yang banyak ditemukan umumnya terbuat dari batu dan kulit kerang.

4) Megalitikum

Megalitikum berasal dari kata mega yang artinya besar dan lithos yang artinya batu. Megalitikum berarti batu besar. Jadi yang dimaksud dengan tradisi megalitikum adalah pendirian bangunan dari batu yang berukuran besar. Tradisi ini muncul pada zaman batu dan erat kaitannya dengan kepercayaan yang berkembang pada saat itu, yaitu pemujaan terhadap roh nenek moyang. Jenis-jenis bangunan Megalitikum antara lain sebagai berikut.

a) Menhir

Menhir adalah bangunan berupa batu tegak atau tugu yang berfungsi sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang atau tanda peringatan untuk orang yang telah meninggal.

b) Dolmen

Dolmen adalah bangunan berupa meja batu, terdiri atas batu lebar yang ditopang oleh beberapa batu yang lain. Dolmen berfungsi sebagai tempat persembahan untuk memuja arwah leluhur. Di samping sebagai tempat pemujaan, dolmen juga berfungsi sebagai pelinggih, tempat duduk untuk kepala suku atau raja.

c) Kubur Peti Batu

Kubur peti batu adalah tempat menyimpan mayat. Kubur peti batu ini dibentuk dari enam buah papan batu, dan sebuah penutup peti. Papan-papan batu itu disusun secara langsung dalam lubang yang telah disiapkan terlebih dahulu, dan biasanya diletakkan membujur ke arah sungai atau gunung.

d) Waruga

Waruga merupakan peti kubur batu dalam ukuran yang kecil. Bentuknya kubus dan bulat. Waruga banyak ditemukan di Sulawesi Tengah.

e) Sarkofagus

Sarkofagus adalah bangunan berupa kubur batu yang berbentuk seperti lesung dan diberi tutup. Sarkofagus banyak ditemukan di daerah Bali.

f) Punden Berundak

Punden berundak adalah bangunan bertingkat yang dihubungkan tanjakan kecil. Punden berundak berfungsi sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang.

g) Patung

Bentuk patung masih sangat sederhana umumnya berbentuk binatang atau manusia.

b. Zaman Logam

Sebagai perkembangan dari zaman batu, manusia masuk ke zaman logam. Pada zaman ini, manusia tidak hanya menggunakan bahan-bahan dari batu untuk membuat alat-alat kehidupannya, tetapi juga mempergunakan bahan dari logam, yaitu perunggu dan besi. Menurut perkembangannya, zaman logam dibedakan menjadi tiga, yaitu zaman perunggu, zaman tembaga, dan zaman besi. Indonesia hanya mengalami dua zaman logam, yaitu zaman perunggu dan zaman besi. Benda-benda yang dihasilkan pada zaman ini antara lain adalah kapak corong (kapak yang menyerupai corong), nekara, moko, bejana perunggu, manik-manik, cenderasa (kapak sepatu).

3. Periodisasi Masa Praaksara Berdasarkan Perkembangan Kehidupan

Periodisasi ini didasarkan atas perkembangan kehidupan manusia praaksara. Berdasarkan hal tersebut, maka masa praaksara dapat dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu masa berburu dan mengumpulkan makanan, masa bercocok tanam, serta masa perundagian.

a. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan

Masa berburu makanan dibagi menjadi dua tingkat, yaitu masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana dan masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut.

1) Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Sederhana

Masa berburu makanan tingkat sederhana diperkirakan semasa dengan zaman paleolitikum. Manusia yang hidup pada masa ini masih rendah tingkat peradabannya. Mereka hidup mengembara, pindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain sebagai pemburu binatang dan penangkap ikan. Di samping itu, mereka juga meramu, yakni mencari dan mengumpulkan makanan. Jenis makanan yang dikumpulkan misalnya umbi-umbian, buah-buahan, dan daun-daunan.

a) Kehidupan Ekonomi Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Sederhana

Kehidupan manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana masih sangat bergantung pada alam. Kebutuhan makanan dipenuhi dengan cara berburu hewan dan mengumpulkan umbi-umbian, buah-buahan, serta dedaunan yang ditemukan di sekitar lingkungan mereka. Jika sumber makanan di sekitar tempat mereka menipis atau sudah habis, mereka berpindah ke tempat lain.

b) Kehidupan Sosial Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Sederhana

Sesuai dengan cara memenuhi kebutuhan, manusia pada masa ini hidupnya tidak menetap. Mereka selalu berpindah-pindah tempat mencari tempat tinggal baru yang banyak terdapat binatang buruan dan bahan makanan. Mereka juga mencari tempat-tempat yang ada airnya. Tempat yang mereka pilih ialah di padang-padang rumput diselingi semak belukar, yang sering dilalui binatang buruan. Kadang-kadang mereka memilih tempat tinggal di tepi pantai, sebab di situ mereka dapat mencari kerang dan binatang-binatang laut lainnya.

Manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana hidup secara berkelompok yang tersusun dari keluarga-keluarga kecil. Anggota kelompok yang laki-laki melakukan perburuan dan yang perempuan mengumpulkan makanan dari tumbuh-tumbuhan serta hewan-hewan kecil.

c) Kehidupan Budaya Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Sederhana

Pada masa ini, manusia sudah mampu membuat alat-alat sederhana dari batu atau tulang dan kayu. Alat-alat yang dibuat masih berbentuk kasar. Alat-alat tersebut antara lain adalah sebagai berikut.

  • Alat-alat batu inti, terdiri kapak perimbas, kapak penetak, pahat genggam, dan kapak genggam.
  • Alat serpih yang digunakan untuk pisau, peraut, gurdi, mata panah, dan untuk menguliti umbi-umbian.
  • Alat dari tulang dan kayu.
  • Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut

Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut diperkirakan semasa zaman mesolitikum. Kehidupan manusia pada masa ini sudah mengalami perkembangan dibandingkan dengan masa sebelumnya. Manusia mulai hidup menetap walaupun hanya untuk sementara waktu dan mulai mengenal cara bercocok tanam sederhana. Selain itu, tampak kegiatan-kegiatan manusia yang menghasilkan sesuatu yang belum dicapai pada masa sebelumnya seperti lukisan di dinding gua atau dinding karang.

2) Kehidupan Ekonomi Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut

Manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut sudah mengenal cara bercocok tanam dengan sistem berladang. Caranya, yaitu menebang hutan, kemudian membersihkan dan menanaminya. Beberapa kali tanah ladang itu dipergunakan, dan setelah dirasakan kesuburannya berkurang, maka pindah ke tempat lain. Selain berladang, mereka juga memelihara dan mengembangbiakkan binatang.

a) Kehidupan Sosial Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut

Kehidupan manusia pada masa ini masih dipengaruhi oleh cara hidup pada masa sebelumnya. Mereka masih melakukan perburuan hewan, menangkap ikan, mencari kerang dan mengumpulkan makanan dari lingkungan di sekitarnya. Meskipun demikian, kehidupan manusia mengalami perubahan yang besar. Manusia secara berkelompok mulai hidup menetap dengan memilih gua sebagai tempat tinggalnya. Biasanya gua yang dipilih adalah gua yang letaknya cukup tinggi, yaitu di lereng bukit dan dekat dengan mata air.

b) Kehidupan Budaya Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut

Selama bertempat tinggal di gua, mereka melukiskan sesuatu di dinding gua yang menggambarkan suatu pengalaman, perjuangan, dan harapan hidup. Lukisan-lukisan ini dibuat dengan cara menggores pada dinding atau dengan memberi warna merah, hitam, dan putih. Bentuknya ada berupa gambar tangan, binatang, atau bentuk lainnya. Lukisan dinding gua menandakan berkembangnya kepercayaan manusia pada masa itu. Misalnya lukisan cap tangan dengan latar belakang warna merah mengandung arti kekuatan pelindung untuk mencegah roh jahat, dan cap-cap tangan yang jari-jarinya tidak lengkap dianggap sebagai tanda berkabung.

Pada masa ini, kemampuan manusia membuat alat-alat atau perkakas mengalami kemajuan. Alat-alat-alat batu yang dibuat bentuknya lebih halus daripada masa sebelumnya. Alat-alat tersebut antara lain adalah sebagai berikut.

  • Kapak Sumatra, yaitu batu kerakal yang dibelah tengah sehingga satu sisinya cembung halus dan sisi lainnya kasar.
  • Alat tulang sampung, yaitu alat yang terbuat dari tulang dan tanduk digunakan sebagai penggali umbi-umbian.
b. Masa Bercocok Tanam

Setelah tahap hidup berburu dan mengumpulkan makanan dilampaui, manusia memasuki suatu masa kehidupan yang disebut masa bercocok tanam. Masa bercocok tanam diperkirakan semasa dengan zaman neolitikum. Pada masa ini, peradaban manusia sudah mencapai tingkatan yang cukup tinggi. Manusia sudah memiliki kemampuan mengolah alam untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan bercocok tanam dan mengembangbiakkan binatang ternak. Manusia sudah hidup menetap dan tidak lagi berpindah-pindah seperti halnya pada masa berburu dan mengumpulkan makanan. Mereka hidup menetap karena persediaan makanan sudah tercukupi.

1) Kehidupan Ekonomi Masa Bercocok Tanam

Pada bercocok tanam, manusia tidak lagi sepenuhnya bergantung pada alam. Manusia sudah mampu mengolah alam untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kebutuhan makanan dipenuhi dengan cara membabat hutan dan semak belukar untuk ditanami berbagai jenis tanaman sehingga terciptalah ladang-ladang yang memberikan hasil pertanian. Selain bercocok tanam, mereka juga mengembangbiakkan binatang ternak seperti ayam, kerbau dan hewan ternak lainnya. Meskipun sudah bercocok tanam dan memelihara hewan ternak, kegiatan berburu dan mengumpulkan hasil hutan masih tetap dilakukan.

Manusia pada masa bercocok tanam diperkirakan sudah melakukan kegiatan perdagangan yang bersifat barter. Barang yang dipertukarkan pada waktu itu ialah hasil-hasil cocok tanam, hasil kerajinan tangan seperti gerabah dan beliung, atau hasil laut berupa ikan yang dikeringkan. Ikan laut yang dihasilkan oleh penduduk pantai sangat diperlukan oleh mereka yang bertempat tinggal di pedalaman.

2) Kehidupan Sosial Masa Bercocok Tanam

Hidup menetap pada masa bercocok tanam memberi kesempatan bagi manusia untuk menata kehidupan secara teratur. Mereka hidup menetap di suatu tempat secara berkelompok dan membentuk masyarakat perkampungan. Perkampungan pada masa bercocok tanam terdiri atas tempat tinggal sederhana yang didiami oleh beberapa keluarga dan dipimpin oleh kepala kampung. Biasanya kedudukan sebagai kepala kampung dijabat oleh orang yang paling tua dan berwibawa. Kepala kampung merupakan tokoh yang disegani, dihormati dan ditaati oleh penduduk kampung yang dipimpinnya.

Kegiatan-kegiatan dalam kehidupan perkampungan yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan bersama mulai diatur dan dibagi antar anggota masyarakat. Kegiatan yang banyak menghabiskan tenaga seperti, membabat hutan, menyiapkan ladang untuk ditanami, membangun rumah atau membuat perahu dilakukan oleh laki-laki. Adapun perempuan melakukan kegiatan menabur benih di ladang yang sudah disiapkan, merawat rumah dan kegiatan lain yang tidak memerlukan tenaga besar.

3) Kehidupan Budaya Masa Bercocok Tanam

Pada masa bercocok tanam, manusia semakin mahir membuat berbagai alat-alat atau perkakas. Alat-alat yang dihasilkan sudah dibuat halus dan fungsinya beraneka ragam. Ada yang berfungsi untuk kegiatan sehari-hari, ada yang berfungsi sebagai perhiasan, ada pula yang berfungsi sebagai alat upacara keagamaan. Alat-alat tersebut antara lain sebagai berikut.

  • Kapak Persegi digunakan mengerjakan kayu, menggarap tanah dan alat upacara keagamaan.
  • Kapak Lonjong digunakan sebagai cangkul untuk menggarap tanah dan sebagai kapak biasa.
  • Gerabah
  • Alat pemukul kulit kayu digunakan untuk memukul-mukul kulit kayu hingga halus.
  • Perhiasan berupa gelang dari batu dan kulit kerang.

Pada masa bercocok tanam, berkembang kepercayaan bahwa roh seseorang tidak lenyap pada saat meninggal dunia. Roh dianggap mempunyai kehidupan dialamnya sendiri. Oleh karena itu, diadakan upacara pada waktu penguburan. Orang yang meninggal dibekali bermacam-macam barang keperluan sehari-hari, seperti perhiasan dan periuk yang dikubur bersama-sama. Hal ini dimaksudkan agar perjalanan orang yang meninggal menuju alam arwah dan kehidupan selanjutnya terjamin sebaik-baiknya.

Pada masa ini, mulai berkembang pula tradisi pendirian bangunan-bangunan megalitik (bangunan besar dari batu). Tradisi ini didasari oleh kepercayaan akan adanya hubungan antara yang hidup dan yang mati, terutama kepercayaan akan adanya pengaruh kuat dari orang yang telah mati terhadap kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanaman. Jasa seorang kerabat yang telah meninggal dunia diabadikan dengan mendirikan bangunan batu besar. Bangunan ini kemudian menjadi media penghormatan, tempat singgah, dan menjadi lambang bagi orang yang meninggal tersebut.

c. Masa Perundagian

Masa perundagian merupakan akhir masa praaksara di Indonesia. Kata perundagian berasal dari bahasa Bali. Undagi, yang artinya adalah seseorang atau sekelompok orang atau segolongan orang yang mempunyai kepandaian atau keterampilan jenis usaha tertentu, misalnya pembuatan gerabah, pembuatan perhiasan, atau pembuatan sampan. Masa perundagian diperkirakan semasa dengan zaman perunggu. Pada masa ini, peradaban manusia sudah maju tingkatannya. Teknologi pembuatan alat-alat atau perkakas jauh lebih tinggi dibandingkan dengan masa sebelumnya.

1) Kehidupan Ekonomi Masa Perundagian

Masyarakat pada masa perundagian telah mampu mengatur kehidupannya. Kegiatan kehidupan yang mereka lakukan tidak lagi sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup, melainkan untuk meningkatkan kesejahteraan. Kegiatan pertanian di ladang dan sawah masih tetap dilakukan. Pengaturan air dilakukan agar kegiatan pertanian tidak sepenuhnya bergantung pada hujan. Hasil pertanian disimpan untuk masa kering dan mungkin juga untuk diperdagangkan ke daerah lain. Kegiatan peternakan juga turut berkembang, hewan ternak yang dipelihara lebih beragam dari masa sebelumnya. Masyarakat telah mampu beternak kuda dan berbagai jenis unggas.

Munculnya golongan masyarakat yang memiliki keterampilan tertentu menyebabkan teknologi berkembang pesat. Seiring kemajuan yang dicapai, terjadi peningkatan kegiatan perdagangan. Pada masa ini perdagangan masih bersifat barter, namun telah menjangkau tempat-tempat yang jauh, yakni antarpulau. Barang-barang yang dipertukarkan semakin beragam, seperti alat pertanian, perlengkapan upacara, dan hasil kerajinan.

Kegiatan perdagangan antarpulau pada masa perundagian dibuktikan dengan ditemukannya nekara di Selayar dan kepulauan Kei yang dihiasi gambar-gambar binatang seperti gajah, merak, dan harimau. Binatang-binatang ini tidak ada di wilayah Indonesia bagian timur. Hal ini menunjukkan bahwa nekara tersebut berasal dari daerah Indonesia bagian barat.

2) Kehidupan Sosial Masa Perundagian

Masyarakat pada masa perundagian hidup menetap di perkampungan yang lebih besar dan lebih teratur. Perkampungan ini terbentuk dari bersatunya beberapa kampung hingga jumlah kelompok penduduk bertambah banyak. Masyarakat tersusun dalam kelompok yang beragam. Ada kelompok petani, ada pedagang, ada pula kelompok undagi (pengrajin/tukang).

Dalam tata kehidupan yang sudah teratur, berburu binatang liar seperti harimau dan kijang masih tetap dilakukan. Perburuan ini selain untuk menambah mata pencaharian, juga dimaksudkan untuk menunjukkan tingkat keberanian dan kegagahan dalam suatu lingkungan masyarakat.

3) Kehidupan Budaya Masa Perundagian

Pada masa perundagian, manusia sudah mahir membuat berbagai peralatan atau perkakas. Alat-alat yang dihasilkan terbuat dari logam digunakan untuk bertani, bertukang, peralatan rumah tangga, perhiasan dan sebagai alat perlengkapan upacara dan pemujaan. Kepercayaan yang berkembang pada masa ini melanjutkan kepercayaan pada masa sebelumnya. Masyarakat meyakini bahwa arwah nenek moyang berpengaruh terhadap perjalanan hidup manusia dan masyarakatnya. Oleh karena itu, arwah nenek moyang harus selalu dihormati dengan melaksanakan berbagai upacara.

Demikian pula kepada orang yang sudah meninggal, mereka diberi penghormatan dengan diberi bekal kubur. Terlebih lagi jika orang yang meninggal adalah orang yang terpandang atau mempunyai kedudukan dalam masyarakat, maka diadakan upacara penguburan dengan memberikan bekal kubur yang lengkap. Pada masa ini, berbagai bidang seni seperti seni lukis, seni ukir/pahat, seni patung, dan seni bangunan (arsitektur) mengalami perkembangan. Hal yang menunjukkan perkembangan ini di antaranya adalah meningkatnya pemahatan arca dan pendirian bangunan batu untuk pemujaan.

D. Jenis Manusia Praaksara di Indonesia

Manusia yang hidup pada masa praaksara biasa disebut manusia purba. Ternyata Indonesia merupakan tempat penting bagi perkembangan penyelidikan tentang manusia purba. Di Indonesia, banyak ditemukan berbagai fosil manusia purba. Jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia adalah seperti berikut.

1. Meganthropus

Fosil jenis Meganthropus, yaitu Meganthropus Palaeojavanicus, ditemukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1936 dan 1941 di Sangiran, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Manusia purba tertua di Jawa ini diperkirakan hidup antara 2.500.000 sampai 1.250.000 tahun yang lalu. Diperkirakan perawakannya sudah tegap, rahang dan gerahamnya besar, serta tidak berdagu sehingga menyerupai kera. Mereka hidup dari makanan yang terutama berasal dari tumbuh-tumbuhan.

2. Pithecanthropus

Fosil Pithecanthropus paling banyak ditemukan di Indonesia. Pithecanthropus tidak setegap Meganthropus. Jenis-jenis Pithecanthropus di Indonesia antara lain Pithecanthropus mojokertensis, Pithecanthropus soloensis, dan Pithecanthropus erectus. Manusia purba yang diperkirakan hidup 2.500.000 sampai 1.250.000 tahun yang lalu ini berbadan tegak sekitar 165-180 cm. Mereka masih menyerupai kera dengan tulang tengkorak yang cukup tebal dan berbentuk lonjong. Pithecanthropus hidup berburu dan mengumpulkan makanan. Mereka tinggal di padang terbuka dan hidup secara berkelompok.

3. Homo

Manusia jenis homo lebih sempurna dari kedua jenis manusia purba di atas. Manusia dengan tinggi badan antara 130-210 cm ini hidup antara 25.000-40.000 tahun yang lalu. Jenisnya antara lain Homo Soloensis (manusia purba dari Solo), Homo Wajakensis (manusia purba dari Wajak), dan Homo Sapiens (manusia cerdas). Manusia purba jenis ini telah mampu membuat alat-alat dari batu dan tulang untuk berburu. Mereka juga telah mampu memasak makanannya walau dengan cara sederhana.

E. Sistem Kepercayaan Manusia Praaksara di Indonesia

Sistem kepercayaan telah berkembang pada masa manusia praaksara. Mereka menyadari bahwa ada kekuatan lain di luar mereka. Oleh sebab itu, mereka berusaha mendekatkan diri dengan kekuatan tersebut. Caranya ialah dengan mengadakan berbagai upacara, seperti pemujaan, pemberian sesaji, atau upacara ritual lainnya. Beberapa sistem kepercayaan manusia purba adalah seperti berikut.

1. Animisme

Animisme adalah kepercayaan terhadap roh yang mendiami semua benda. Manusia purba percaya bahwa roh nenek moyang masih berpengaruh terhadap kehidupan di dunia. Mereka juga memercayai adanya roh di luar roh manusia yang dapat berbuat jahat dan berbuat baik. Roh-roh itu mendiami semua benda, misalnya pohon, batu, gunung, dsb. Agar mereka tidak diganggu roh jahat, mereka memberikan sesaji kepada roh-roh tersebut.

2. Dinamisme

Dinamisme adalah kepercayaan bahwa segala sesuatu mempunyai tenaga atau kekuatan yang dapat memengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia dalam mempertahankan hidup. Mereka percaya terhadap kekuatan gaib dan kekuatan itu dapat menolong mereka. Kekuatan gaib itu terdapat di dalam benda-benda seperti keris, patung, gunung, pohon besar, dll. Untuk mendapatkan pertolongan kekuatan gaib tersebut, mereka melakukan upacara pemberian sesaji, atau ritual lainnya.

3. Totemisme

Totemisme adalah kepercayaan bahwa hewan tertentu dianggap suci dan dipuja karena memiliki kekuatan supranatural. Hewan yang dianggap suci antara lain sapi, ular, dan harimau.

F. Nilai-nilai Budaya Masa Praaksara di Indonesia

Belajar dari kehidupan manusia pada masa praaksara, maka terdapat nilai-nilai budaya dan tradisi yang dapat kita ambil sebagai pelajaran dan suri teladan. Nilai-nilai budaya dan tradisi ini masih terlihat dalam kehidupan masyarakat Indonesia hingga saat ini. Nilai-nilai tersebut antara lain adalah sebagai berikut.

1. Nilai Religius (Kepercayaan)

Masyarakat praaksara sudah memiliki kepercayaan terhadap adanya kekuatan gaib. Mereka mempercayai bahwa pohon rimbun yang tinggi besar, hutan lebat, gua yang gelap, pantai, laut atau tempat lainnya dipandang keramat karena ditempati oleh roh halus atau makhluk gaib. Mereka meyakini bahwa kejadian-kejadian alam seperti hujan, petir, banjir, gunung meletus, atau gempa bumi adalah akibat perbuatan roh halus atau makhluk gaib. Untuk menghindari malapetaka maka roh halus atau makhluk gaib harus selalu dipuja. Kepercayaan terhadap roh halus ini disebut dengan animisme.

Selain percaya kepada roh halus, mereka juga percaya bahwa benda-benda tertentu seperti kapak, mata tombak atau benda lainnya memiliki kekuatan gaib, karena ada kekuatan gaibnya maka benda tersebut harus dikeramatkan. Kepercayaan bahwa benda memiliki kekuatan gaib disebut dinamisme.

2. Nilai Gotong Royong

Masyarakat praaksara hidup secara berkelompok, mereka bergotong royong untuk kepentingan bersama, contohnya membangun rumah yang dilakukan secara bersama-sama. Budaya gotong royong juga dapat terlihat dari peninggalan mereka berupa bangunan-bangunan batu besar yang dapat dipastikan dibangun secara gotong royong.

3. Nilai Musyawarah

Dalam kehidupan berkelompok, masyarakat praaksara telah mengembangkan nilai musyawarah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan dipilihnya pemimpin yang dianggap paling tua (sesepuh) yang mengatur masyarakat dan memberikan keputusan untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi bersama.

4. Nilai Keadilan

Nilai keadilan sudah diterapkan dalam kehidupan masyarakat praaksara, yaitu adanya pembagian tugas sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Tugas antara kaum laki-laki berbeda dengan kaum perempuan. Hal ini mencerminkan sikap yang adil karena setiap orang akan memperoleh hak dan kewajiban sesuai kemampuannya.

5. Tradisi Bercocok Tanam

Salah satu cara yang dilakukan oleh masyarakat praaksara untuk memenuhi kebutuhan hidup adalah dengan bercocok tanam. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya alat khas pertanian yang berupa beliung persegi dan alat lainnya.

6. Tradisi Bahari (Pelayaran)

Masyarakat praaksara telah mengenal ilmu astronomi. Ilmu ini sangat membantu pada saat mereka berlayar dari pulau ke pulau dengan memakai perahu yang sangat sederhana. Perahu-perahu cadik merupakan bentuk yang paling umum dikenal pada waktu itu. Perahu bercadik adalah perahu yang kanan-kirinya dipasang alat dari bambu dan kayu agar perahunya tidak mudah oleng. Perahu bercadik memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan masa praaksara, selain sebagai sarana lalu lintas sungai dan laut, perahu ini juga berperan sebagai alat penyebaran budaya.

Dari uraian ini dapat diketahui bahwa kehidupan masyarakat praaksara sudah memiliki kebudayaan yang cukup maju. Dengan memiliki kebudayaan dan nilai-nilai tersebut, masyarakat praaksara di Indonesia mampu mengadakan hubungan dan menerima pengaruh kebudayaan baru yang datang dari luar tanpa mengorbankan kebudayaan sendiri.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Penggunaan istilah prasejarah untuk menggambarkan perkembangan kehidupan dan budaya manusia saat belum mengenal tulisan kurang tepat. Pra berarti sebelum dan sejarah adalah peristiwa yang terjadi pada masa lalu yang berhubungan dengan aktivitas dan perilaku manusia, sehingga prasejarah berarti sebelum ada sejarah. Sebelum ada sejarah berarti sebelum ada aktivitas kehidupan manusia. Dalam kenyataannya sekalipun belum mengenal tulisan, makhluk yang dinamakan manusia sudah memiliki sejarah dan sudah menghasilkan kebudayaan. Oleh karena itu, para ahli mempopulerkan istilah praaksara untuk menggantikan istilah prasejarah.

Praaksara berasal dari dua kata, yakni pra yang berarti sebelum dan aksara yang berarti tulisan. Dengan demikian, zaman praaksara adalah masa kehidupan manusia sebelum mengenal tulisan. Ada istilah yang mirip dengan istilah praaksara, yakni istilah nirleka. Nir berarti tanpa dan leka berarti tulisan. Karena belum ada tulisan maka untuk mengetahui sejarah dan hasil-hasil kebudayaan manusia adalah dengan melihat beberapa sisa peninggalan yang dapat kita temukan.

Zaman praaksara dimulai sudah tentu sejak manusia ada. Itulah titik dimulainya masa praaksara. Zaman praaksara berakhir setelah manusia mulai mengenal tulisan. Sampai sekarang para ahli belum dapat secara pasti menunjuk waktu kapan mulai ada manusia di muka bumi ini. Untuk menjawab pertanyaan itu kamu perlu memahami kronologi perjalanan kehidupan di permukaan bumi yang rentang waktunya sangat panjang. Bumi yang kita huni sekarang diperkirakan mulai terbentuk sekitar 2.500 juta tahun yang lalu.

Untuk menyelidiki zaman praaksara, para sejarawan harus menggunakan metode penelitian ilmu arkeologi dan juga ilmu alam seperti geologi dan biologi. Ilmu arkeologi adalah bidang ilmu yang mengkaji bukti-bukti atau jejak tinggalan fisik, seperti lempeng artefak, monumen, candi dan sebagainya. Berikutnya menggunakan ilmu geologi dan percabangannya, terutama yang berkenaan dengan pengkajian usia lapisan bumi, dan biologi berkenaan dengan kajian tentang ragam hayati (biodiversitas) makhluk hidup.

B. Saran

Kita bisa belajar banyak dari keberhasilan dan capaian prestasi terbaik dari pendahulu kita. Sebaliknya kita juga belajar dari kegagalan mereka yang telah menimbulkan malapetaka bagi dirinya atau bagi banyak orang. Untuk memetik pelajaran dari uraian ini, dapat kita katakan bahwa nilai terpenting dalam pembelajaran sejarah tentang zaman praaksara, dan sesudahnya ada dua yaitu sebagai inspirasi untuk pengembangan nalar kehidupan dan sebagai peringatan. Selebihnya kecerdasan dan pikiran-pikiran kritislah yang akan menerangi kehidupan masa kini dan masa depan.

DAFTAR PUSTAKA

Jamil, Achmad dkk. 2004. Atlas Sejarah Indonesia dan Dunia. Jakarta: Mastara.

Koentjayaningrat. 1982. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Praptanto, E. 2010. Sejarah Indonesia. Jakarta: PT Bina Sumber Daya MIPA.

Soebadio, Haryati. 2002. Sejarah Awal Indonesia Heritage. Jakarta: Jayakarta Agung Offset.

Widianto, Harry. 2011. Jejak Langkah Setelah Sangiran. Jawa Tengah: Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran.

Download Contoh Makalah Kehidupan Manusia pada Masa Praaksara di Indonesia.docx