Makalah Kerajaan Buleleng dan Dinasti Warmadewa

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Kerajaan Buleleng dan Dinasti Warmadewa ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan yang berjudul Makalah Kerajaan Buleleng dan Dinasti Warmadewa ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Kerajaan Buleleng dan Dinasti Warmadewa ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Kerajaan Buleleng dan Dinasti Warmadewa ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Indonesia, April 2024
Penyusun

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kerajaan Buleleng merupakan kerajaan tertua di Bali. Kerajaan ini berkembang pada abad IX-XI Masehi. Kerajaan Buleleng diperintah oleh Dinasti Warmadewa. Keterangan mengenai kehidupan masyarakat kerajaan Buleleng pada masa Dinasti Warmadewa dapat dipelajari dari beberapa prasasti seperti prasasti Belanjong, Panempahan, dan Melatgede.

Kerajaan Buleleng adalah suatu kerajaan di Bali utara yang didirikan sekitar pertengahan abad ke-17 dan jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1849. Kerajaan ini dibangun oleh I Gusti Anglurah Panji Sakti dari Wangsa Kepakisan dengan cara menyatukan seluruh wilayah wilayah Bali Utara yang sebelumnya dikenal dengan nama Den Bukit.

I Gusti Anglurah Panji Sakti, yang sewaktu kecil bernama I Gusti Gde Pasekan adalah putra I Gusti Ngurah Jelantik dari seorang selir bernama Si Luh Pasek Gobleg berasal dari Desa Panji wilayah Den Bukit. I Gusti Panji memiliki kekuatan supra natural dari lahir. I Gusti Ngurah Jelantik merasa khawatir kalau I Gusti Ngurah Panji kelak akan menyisihkan putra mahkota. Dengan cara halus I Gusti Ngurah Panji yang masih berusia 12 tahun disingkirkan ke Den Bukit, ke desa asal ibunya, Desa Panji.

I Gusti Ngurah Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya Kerajaan Buleleng, yang kekuasaannya pernah meluas sampai ke ujung timur pulau Jawa (Blambangan). Setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti wafat pada tahun 1704, Kerajaan Buleleng mulai goyah karena putra-putranya punya pikiran yang saling berbeda.

Kerajaan Buleleng tahun 1732 dikuasai Kerajaan Mengwi namun kembali merdeka pada tahun 1752. Selanjutnya jatuh ke dalam kekuasaan raja Karangasem 1780. Raja Karangasem, I Gusti Gde Karang membangun istana dengan nama Puri Singaraja. Raja berikutnya adalah putranya bernama I Gusti Pahang Canang yang berkuasa sampai 1821. Kekuasaan Karangasem melemah, terjadi beberapa kali pergantian raja. Tahun 1825 I Gusti Made Karangsem memerintah dengan Patihnya I Gusti Ketut Jelantik sampai ditaklukkan Belanda tahun 1849.

B. Rumusan Masalah

  1. Bagaimana sejarah berdirinya Kerajaan Buleleng?
  2. Bagaimana kehidupan politik Kerajaan Buleleng masa Dinasti Warmadewa?
  3. Bagaimana kehidupan sosial Kerajaan Buleleng masa Dinasti Warmadewa?
  4. Bagaimana kehidupan ekonomi Kerajaan Buleleng masa Dinasti Warmadewa?
  5. Bagaimana kehidupan agama Kerajaan Buleleng masa Dinasti Warmadewa?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Buleleng

Kerajaan Buleleng dibangun berkat campur tangan dari I Gusti Anglurah Panji Sakti yang saat kecil memiliki nama panggilan I Gusti Gede Pasukan. Ayahnya sendiri bernama I Gusti Ngurah Jelantik dan ibunya merupakan selir yang memiliki nama Ni Luh Pasek yang berasal dari Desa Panji. Sebagai seseorang yang memiliki andil dalam membangun kerajaan Buleleng, I Gusti Anglurah dibekali oleh suatu kekuatan sihir yang berasal dari orang tuanya. Ayahnya sendiri, I Gusti Ngurah Jelantik merasa terbebani dengan adanya kekuatan yang dimiliki karena itu bisa membuatnya mencelakakan putra mahkota.

Dan karena hal itulah, I Gusti Ngurah Jelantik menyingkirkan I Gusti Anglurah yang kala itu masih berusia 12 tahun ke daerah asal ibunya yaitu Desa Panji. Dan pada saat itulah akhirnya I Gusti Anglurah Panji Sakti yang berada di Den Bukit dan menguasai daerah tersebut membangun sebuah kerajaan yang dinamakan Kerajaan Buleleng, yang mana kekuasaannya tersebut meluas hingga ke ujung Timur Jawa. Setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti telah meninggal pada tahun 1704, barulah kerajaan Buleleng menjadi mulai goyah karena adanya perbedaan pendapat oleh para putra-putranya yang saling menyerang.

Pada tahun 1732, akhirnya kerajaan dikuasai oleh kerajaan Mengwi yang mana diambil alih akibat kekalahan perang, namun pada tahu 1752 Kerajaan Buleleng kembali merdeka. Namun tak lama setelahnya, Kerajaan Buleleng jatuh oleh kekuasaan kerajaan Karang asem pada tahun 1780 yang mana dikuasai oleh I Gusti Gde Karang dan kemudian membangun sebuah istana yang megah sebagai kerajaannya.

Dan setelah I Gusti Gede, raja selanjutnya yang berkuasa yaitu I Gusti Panang Canang yang berkuasa hingga pada akhirnya harus pensiun pada tahun 1821. Semakin berjalannya waktu, kerajaan Karangasem pun kian melemah karena adanya beberapa kali pergantian raja yang menjadikan kekuatan dari kerajaan Karangasem sangat lemah. Dan di tahun 1824 I Gusti Made Karangasem akhirnya memerintah bersama dengan patih I Gusti Jelantik hingga pada akhirnya Belanda mengambil kekuasaan kerajaan pada tahun 1849.

Ditahun 1846, Kerajaan Buleleng pada akhirnya diserang oleh banyaknya pasukan Belanda, namun cukup mendapat perlawanan yang cukup sengit dari pihak Buleleng yang dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik. Namun pada akhirnya perang tak selesai begitu saja, karena pada tahun 1848, kembali lagi mendapatkan serangan oleh sejumlah pasukan Belanda yang ingin menguasai daerah tersebut. Dan di serangan yang ketiga yaitu pada tahun 1849 Belanda mampu untuk menghancurkan benteng Jagaraga dan Kerajaan bisa diambil alih oleh Belanda. Karena itu, semenjak kekalahan tersebut kerajaan diperintah oleh pihak Belanda.

B. Kehidupan Politik Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa

Dinasti Warmadewa didirikan oleh Sri Kesari Warmadewa. Berdasarkan prasasti Belanjong, Sri Kesari Warmadewa merupakan keturunan bangsawan Sriwijaya yang gagal menaklukkan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Kegagalan tersebut menyebabkan Sri Kesari Warmadewa memilih pergi ke Bali dan mendirikan sebuah pemerintahan baru di wilayah Buleleng.

Pada tahun 989-1011 Kerajaan Buleleng diperintah oleh Udayana Warmadewa. Udayana memiliki tiga putra, yaitu Airlangga, Marakatapangkaja, dan Anak Wungsu. Kelak, Airlangga akan menjadi raja terbesar Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur. Menurut prasasti yang terdapat di pura batu Madeg, Raja Udayana menjalin hubungan erat dengan Dinasti Isyana di Jawa Timur. Hubungan ini dilakukan karena permaisuri Udayana bernama Gunapriya Dharmapatni merupakan keturunan Mpu Sindok. Kedudukan Raja Udayana digantikan putranya, yaitu Marakatapangkaja.

Rakyat Buleleng menganggap Marakatapangkaja sebagai sumber kebenaran hukum karena ia selalu melindungi rakyatnya. Marakatapangkaja membangun beberapa tempat peribadatan untuk rakyat. Salah satu peninggalan Marakatapangkaja adalah kompleks candi di Gunung Kawi (Tampaksiring). Pemerintahan Marakatapangkaja digantikan oleh adiknya, Anak Wungsu. Anak Wungsu merupakan raja terbesar dari Dinasti Warmadewa. Anak Wungsu berhasil menjaga kestabilan kerajaan dengan menanggulangi berbagai gangguan, baik dari dalam maupun luar kerajaan.

Dalam menjalankan pemerintahan, Raja Buleleng dibantu oleh badan penasihat pusat yang disebut Pakirankiran I Jro Makabehan. Badan ini terdiri atas senapati dan pendeta Siwa serta Buddha. Badan ini berkewajiban memberi tafsiran dan nasihat kepada raja atas berbagai permasalahan yang muncul dalam masyarakat. Senapati bertugas di bidang kehakiman dan pemerintahan, sedangkan pendeta mengurusi masalah sosial dan agama.

C. Kehidupan Sosial Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa

Para ahli memperkirakan keadaan masyarakat Buleleng pada masa Dinasti Warmadewa tidak begitu jauh berbeda dengan masyarakat pada saat ini. Pada masa pemerintahan Udayana, masyarakat hidup berkelompok dalam suatu daerah yang disebut wanua. Sebagian besar penduduk yang tinggal di wanua bermata pencaharian sebagai petani. Sebuah wanua dipimpin seorang tetua yang dianggap pandai dan mampu mengayomi masyarakat.

Pada masa pemrintahan Anak Wungsu, masyarakat Buleleng dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu golongan caturwarna dan golongan luar kasta (jaba). Pembagian ini didasarkan pada kepercayaan Hindu yang dianut masyarakat Bali. Raja Anak Wungsu juga mengenalkan sistem penamaan bagi anak pertama, kedua, ketiga, dan keempat dengan nama pengenal sebagai berikut.

  1. Anak pertama dinamakan wayan. Kata wayan berasal dari wayahan yang berarti tua.
  2. Anak kedua dinamakan made. Kata made berasal dari madya yang berarti tengah.
  3. Anak ketiga dinamakan nyoman. Kata nyoman berasal dari nom yang berarti muda.
  4. Anak keempat dinamakan ketut. Kata ketut berasal dari tut yang berarti belakang.

Selama pemerintahan Anak Wungsu, peraturan dan hukum ditegakkan dengan adil. Masyarakat diberi kebebasan berbicara. Jika masyarakat ingin menyampaikan pendapat, mereka didampingi pejabat desa untuk menghadap langsung kepada raja. Kebebasan tersebut membuktikan Raja Anak Wungsu sangat memperhatikan nasib rakyat yang dipimpinnya. Jiwa seperti inilah yang seharusnya dilakukan pemimpin pada saat itu.

Masyarakat Buleleng sudah mengembangkan berbagai kegiatan kesenian. Kesenian berkembang pesat pada masa pemerintahan Raja Udayana. Pada masa ini kesenian dibedakan menjadi dua, yaitu seni keraton dan seni rakyat. Dalam seni keraton dikenal penyanyi istana yang disebut pagending sang ratu. Selain penyanyi dikenal pula kesenian patapukan (topeng), pamukul (gamelan), banwal (gadelan), dan pinus (lawak). Adapun jenis kesenian yang berkembang di kalangan rakyat antara lain awayang ambaran (wayang keliling), anuling (peniup suling), atapukan (permainan topeng), parpadaha (permainan genderang), dan abonjing (permainan angklung).

D. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa

Kegiatan ekonomi masyarakat Buleleng bertumpu pada sektor pertanian. Keterangan kehidupan ekonomi masyarakat Buleleng dapat dipelajari dari prasasti Bulian. Dalam prasasti Bulian terdapat beberapa istilah yang berhubungan dengan sistem bercocok tanam seperti sawah, parlak (sawah kering), gaga (ladang), kebwan (kebun), mmal (ladang di pegunungan), dan kasuwakan (pengairan sawah). Pada masa pemerintahan Marakatapangkaja kegiatan pertanian berkembang pesat. Perkembangan tersebut erat kaitannya dengan penemuan urut-urutan menanam padi, yaitu mbabaki (pembukaan tanah), mluku (membajak), tanem (menanam padi), matun (menyiangi), ani-ani (menuai padi), dan nutu (menumbuk padi). Dari keterangan tersebut sangat jelas bahwa pada masa pemerintahan Marakatapangkaja penggarapan tanah sudah maju dan tidak jauh berbeda dengan pengolahan tanah pada masa ini.

Perdagangan antarpulau di Buleleng sudah cukup maju. Kemajuan ini ditandai dengan banyaknya saudagar yang bersandar dan melakukan kegiatan perdagangan dengan penduduk Buleleng. Komoditas dagang yang terkenal dari Buleleng adalah kuda. Dalam prasasti Lutungan disebutkan bahwa Raja Anak Wungsu melakukan transaksi perdagangan tiga puluh ekor kuda dengan saudagar dari Pulau Lombok. Keterangan tersebut membuktikan bahwa perdagangan pada saat itu sudah maju sebab kuda merupakan binatang besar sehingga memerlukan kapal besar pula untuk mengangkutnya.

E. Kehidupan Agama Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa

Agama Hindu Syiwa mendominasi kehidupan masyarakat Buleleng. Akan tetapi, tradisi megalitik masih mengakar kuat dalam masyarakat Buleleng. Kondisi ini dibuktikan dengan penemuan beberapa bangunan pemujaan seperti punden berundak di sekitar pura-pura Hindu. Pada masa pemerintahan Janasadhu Warmadewa (975-983) pengaruh Buddha mulai berkembang di Buleleng. Agama Buddha berkembang di beberapa tempat di Buleleng seperti Pejeng, Bedulu, dan Tampaksiring. Perkembangan agama Buddha di Buleleng ditandai dengan penemuan unsur-unsur Buddha seperti arca Buddha di gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan.

Agama Hindu dan Buddha mulai mendapatkan peranan penting pada masa Raja Udayana. Pada masa ini pendeta Syiwa dan Brahmana Buddha diangkat sebagai salah satu penasihat raja. Sesuai dengan kepercayaan Hindu, raja dianggap penjelmaan (inkarnasi) dewa. Dalam prasasti Pohon Asem dijelaskan Anak Wungsu merupakan penjelmaan Dewa Hari (Wisnu). Bukti ini menunjukkan bahwa Raja Anak Wungsu dan rakyat Buleleng merupakan penganut waisnawa, yaitu pemuja Dewa Wisnu. Selain agama Hindu dan Buddha, di Buleleng berkembang sekte-sekte kecil yang menyembah dewa-dewa tertentu, misalnya sekte Ganapatya (penyembah Dewa Gana) dan Sora (penyembah dewa Matahari).

F. Keruntuhan Dinasti Warmadewa

Banyak spekulasi mengenai mundur dan hancurnya dinasti Warmadewa, akan tetapi beberapa ahli mengatakan bahwa hal yang menjadikan mundurnya dinasti Warmadewa karena adanya kerajaan baru yang terbentuk. Dan kerajaan Buleleng merupakan kerajaan yang disebut sebagai penyebabnya runtuhnya kerajaan Warmadewa yang menggantikan dinasti Warmadewa. Namun kerajaan Buleleng sendiri hancur akibat dari serangan VOC pada tahun 1850.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kerajaan Buleleng dibangun berkat campur tangan dari I Gusti Anglurah Panji Sakti yang saat kecil memiliki nama panggilan I Gusti gede Pasukan. Ayahnya sendiri bernama I Gusti Ngurah Jelantik dan ibunya merupakan selir yang memiliki nama Ni Luh Pasek yang berasal dari Desa Panji.

Sebagai seseorang yang memiliki andil dalam membangun kerajaan Buleleng, I Gusti Anglurah dibekali oleh suatu kekuatan sihir yang berasal dari orang tuanya. Ayahnya sendiri, I Gusti Ngurah Jelantik merasa terbebani dengan adanya kekuatan yang dimiliki karena itu bisa membuatnya mencelakakan putra mahkota.

Agama Hindu Syiwa mendominasi kehidupan masyarakat Buleleng. Akan tetapi, tradisi megalitik masih mengakar kuat dalam masyarakat Buleleng. Kondisi ini dibuktikan dengan penemuan beberapa bangunan pemujaan seperti punden berundak di sekitar pura-pura Hindu. Pada masa pemerintahan Janasadhu Warmadewa (975-983) pengaruh Buddha mulai berkembang di Buleleng. Agama Buddha berkembang di beberapa tempat di Buleleng seperti Pejeng, Bedulu, dan Tampaksiring. Perkembangan agama Buddha di Buleleng ditandai dengan penemuan unsur-unsur Buddha seperti arca Buddha di gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan.

B. Saran

Saran untuk para siswa agar jangan melupakan sejarah bangsa kita, dan berusaha menjaga dan melestarikan peninggalan sejarah yang ada di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

http://ipospedia.com/sejarah-kerajaan-buleleng

https://id.wikipedia.org/wiki/Wangsa_Warmadewa

http://www.gurusejarah.com/2017/07/kerajaan-buleleng-dan-kerajaan-dinasti.html

Download Contoh Makalah Kerajaan Buleleng dan Dinasti Warmadewa.docx