KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Kerajaan Tulang Bawang ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Makalah Sejarah Indonesia yang berjudul Makalah Kerajaan Tulang Bawang ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Kerajaan Tulang Bawang ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Kerajaan Tulang Bawang ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.
Indonesia, November 2024
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sejarah kebudayaan dan perdagangan di Nusantara, Tulang Bawang digambarkan merupakan salah satu kerajaan tertua di Indonesia, disamping kerajaan Melayu, Sriwijaya, Kutai, dan Tarumanegara. Meskipun belum banyak catatan sejarah yang mengungkapkan keberadaan kerajaan ini, namun catatan Cina kuno menyebutkan pada pertengahan abad ke-4 seorang pejiarah Agama Budha yang bernama Fa-Hien, pernah singgah di sebuah kerajaan yang makmur dan berjaya, To-Lang P’o-Hwang (Tulang Bawang) di pedalaman Chrqse (pulau emas Sumatera). Sampai saat ini belum ada yang bisa memastikan pusat kerajaan Tulang Bawang, namun ahli sejarah Dr. J. W. Naarding memperkirakan pusat kerajaan ini terletak di hulu Way Tulang Bawang (antara Menggala dan Pagardewa) kurang lebih dalam radius 20 km dari pusat kota Menggal.
Seiring dengan makin berkembangnya kerajaan Che-Li-P’o Chie (Sriwijaya), nama dan kebesaran Tulang Bawang sedikit demi sedikit semakin pudar. Akhirnya sulit sekali mendapatkan catatan sejarah mengenai perkembangan kerajaan ini.
B. Rumusan Masalah
- Bagaimana sejarah kerajaan Tulang Bawang?
- Bagaimana kehidupan sosial budaya kerajaan Tulang Bawang?
- Bagaimana kehidupan agama kerajaan Tulang Bawang?
- Bagaimana kehidupan ekonomi kerajaan Tulang Bawang?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Kerajaan Tulang Bawang
Kerajaan Tulangbawang adalah salah suatu kerajaan yang pernah berdiri di Lampung. Kerajaan ini berlokasi di sekitar Kabupaten Tulang Bawang, Lampung sekarang. Tidak banyak catatan sejarah yang memberikan keterangan mengenai kerajaan ini. Musafir Tiongkok yang pernah mengunjungi Nusantara pada abad VII, yaitu I Tsing yang merupakan seorang peziarah Buddha, dalam catatannya menyatakan pernah singgah di To-Lang P’o-Hwang (“Tulangbawang”), suatu kerajaan di pedalaman Chrqse (Pulau Sumatera). Namun Tulangbawang lebih merupakan satu Kesatuan Adat. Tulang Bawang yang pernah mengalami kejayaan pada Abad ke VII M. Sampai saat ini belum ada yang bisa memastikan pusat kerajaan Tulang Bawang, namun ahli sejarah Dr. J. W. Naarding memperkirakan pusat kerajaan ini terletak di hulu Way Tulang Bawang (antara Menggala dan Pagardewa) kurang lebih dalam radius 20 km dari pusat kota Menggala.
Seiring dengan makin berkembangnya kerajaan Che-Li-P’o Chie (Sriwijaya), nama Kerajaan Tulang Bawang semakin memudar. Tidak ada catatan sejarah mengenai kerajaan ini yang ada adalah cerita turun temurun yang diketahui oleh penyimbang adat, namun karena Tulang Bawang menganut adat Pepadun, yang memungkinkan setiap khalayak untuk berkuasa dalam komunitas ini, maka Pemimpin Adat yang berkuasa selalu berganti ganti Trah. Hingga saat ini belum diketemukan benda benda arkeologis yang mengisahkan tentang alur dari kerajaan ini.
Kerajaan Tulang Bawang merupakan salah satu Kerajaan Hindu tertua di Nusantara. Tidak banyak catatan sejarah yang mengungkap fakta tentang kerajaan ini. Sebab, ketika Che-Li-P‘o Chie (Kerajaan Sriwijaya) berkembang, nama dan kebesaran Kerajaan Tulang Bawang justru pudar. Menurut catatan Tiongkok kuno, sekitar pertengahan abad ke-4 pernah ada seorang Bhiksu dan peziarah bernama Fa-Hien (337-422), ketika melakukan pelayaran ke India dan Srilangka, terdampar dan pernah singgah di sebuah kerajaan bernama To-Lang P‘o-Hwang (Tulang Bawang), tepatnya di pedalaman Chrqse (Sumatera).
Sumber lain menyebutkan bahwa ada seorang pujangga Tiongkok bernama I-Tsing yang pernah singgah di Swarna Dwipa (Sumatera). Tempat yang disinggahinya ternyata merupakan bagian dari Kerajaan Sriwijaya. Ketika itu, ia sempat melihat daerah bernama Selapon. Ia kemudian memberi nama daerah itu dengan istilah Tola P‘ohwang. Sebutan Tola P‘ohwang diambil dari ejaan Sela-pun. Untuk mengejanya, kata ini di lidah sang pujangga menjadi berbunyi so-la-po-un. Orang China umumnya berasal dari daerah Ke‘. I-Tsing, yang merupakan pendatang dari China Tartar dan lidahnya tidak bisa menyebutkan So, maka ejaan yang familiar baginya adalah To. Sehingga, kata solapun atau selapon disebutkan dengan sebutan Tola P‘ohwang. Lama kelamaan, sebutan itu menjadi Tolang Powang atau kemudian menjadi Tulang Bawang.
Kerajaan Sriwijaya merupakan federasi atau gabungan antara Kerajaan Melayu dan Kerajaan Tulang Bawang (Lampung). Pada masa kekuasaan Sriwijaya, pengaruh ajaran agama Hindu sangat kuat. Orang Melayu yang tidak dapat menerima ajaran tersebut, sehingga mereka kemudian menyingkir ke Skala Brak. Namun, ada sebagian orang Melayu yang menetap di Megalo dengan menjaga dan mempraktekkan budayanya sendiri yang masih eksis. Pada abad ke-7, nama Tola P‘ohwang diberi nama lain, yaitu Selampung, yang kemudian dikenal dengan nama Lampung.
Hingga kini, belum ada orang atau pihak yang dapat memastikan di mana pusat Kerajaan Tulang Bawang berada. Seorang ahli sejarah, Dr. J. W. Naarding memperkirakan pusat kerajaan ini terletak di Way Tulang Bawang, yaitu antara Menggala dan Pagar Dewa, yang jaraknya sekitar radius 20 km dari pusat Kota Menggala. Jika ditilik secara geografis masa kini, kerajaan ini terletak di Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung. Sekitar abad ke-15, Kota Manggala dan alur Sungai Tulang Bawang dikenal sebagai pusat perdagangan yang berkembang pesat, terutama dengan komoditi pertanian lada hitam. Konon, harga lada hitam yang ditawarkan kepada serikat dagang kolonial Belanda atau VOC (Oost–indische Compagnie) lebih murah dibandingkan dengan harga yang ditawarkan kepada pedagang-pedagang Banten.
Oleh karenanya, komoditi ini amat terkenal di Eropa. Seiring dengan perkembangan zaman, Sungai Tulang Bawang menjadi dermaga “Boom” atau tempat bersandarnya kapal-kapal dagang dari berbagai penjuru Nusantara. Namun, cerita tentang kemajuan komoditi yang satu ini hanya tinggal rekaman sejarah saja. Kerajaan Tulang Bawang tidak terwariskan menjadi sistem pemerintahan yang masih berkembang hingga kini. Nama kerajaan ini kemudian menjadi nama Kabupaten Tulang Bawang, namun sistem dan struktur pemerintahannya disesuaikan dengan perkembangan politik modern.
B. Kehidupan Sosial Budaya
Ketika ditemukan oleh I-Tsing pada abad ke-4, kehidupan masyarakat Tulang Bawang masih tradisional. Meski demikian, mereka sudah pandai membuat kerajinan tangan dari logam besi dan membuat gula aren. Dalam perkembangan selanjutnya, kehidupan masyarakat Tulang Bawang juga masih ditandai dengan kegiatan ekonomi yang terus bergeliat. Pada abad ke-15, daerah Tulang Bawang dikenal sebagai salah satu pusat perdagangan di Nusantara. Pada saat itu, komoditi lada hitam merupakan produk pertanian yang sangat diunggulkan. Deskripsi tentang kehidupan sosial-budaya masyarakat Tulang Bawang lainnya masih dalam proses pengumpulan data.
C. Kehidupan Agama
Sungguhpun kita telah dididik diajar digembleng dan diresapi oleh Agama Islam yang sudah berabad-abad lamanya ini, namun pengaruh Animisme Hindu nampaknya sampai pada dewasa ini masih belum juga dapat dikuras habis. Dimana-mana lebih-lebih di Kampung-kampung dan di pedalaman hal ini masih dipraktikkan oleh Rakyat di sana. Mereka masih meyakinkan bahwa Roh-roh itu masih aktif, masih bekerja masih tetap mengawasi anak-cucunya di mana saja berada. Mereka masih meyakinkan bahwa kayu-kayu besar, gunung-gunung besar mempunyai penunggu dan penjaganya, inilah yang dinamakan animisme.
D. Kehidupan Ekonomi
Semua alat-alat pertanian seperti: pacul, gobek, kapak, dibuat dari besi, demikian juga alat senjata: tombak, badik, keris dan sebagainya bukankah ini dari besi. Di atas telah penulis singgung pada tahun 671 Pendeta Tiongkok I Tsing pernah mengadakan pencatatan-pencatatan tentang Kerajaan Tulang Bawang, bahwa didapatinya Rakyat di sana sudah maju, pandai membuat gula dan membuat besi.
Jelas disini gula aren yang kita minum sekarang, demikian juga senjata-senjata dari besi adalah dari Zaman Hindu dari Kerajaan Tulang Bawang asalnya, malahan di Pagar Dewa sekarang ini masih ada pandai besi (tukang membuat senjata) badik, keris, dan sebagainya. Malahan menurut keterangan Batu Tempaan Kuno ada pada orang tersebut, orang Kalianda mengakui atas kebenaran ini, mereka punya bahannya (besi segelungan), Pagar Dewa punya tepaannya. bahkan di Lampung pembuatan sarung-sarung dari pada senjata-senjata ini yang dikenal hanya Pagar Dewalah tempat pembuatan sarung badik yang terbaik, berita ini sampai sekarang masih disebut-sebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kerajaan Tulangbawang adalah salah suatu kerajaan yang pernah berdiri di Lampung. Kerajaan ini berlokasi di sekitar Kabupaten Tulang Bawang, Lampung sekarang. Tidak banyak catatan sejarah yang memberikan keterangan mengenai kerajaan ini. Dalam perkembangan selanjutnya, kehidupan masyarakat Tulang Bawang juga masih ditandai dengan kegiatan ekonomi yang terus bergeliat. Pada abad ke-15, daerah Tulang Bawang dikenal sebagai salah satu pusat perdagangan di nusantara.
Mereka masih meyakinkan bahwa roh-roh itu masih aktif, masih bekerja masih tetap mengawasi anak-cucunya di mana saja berada. Mereka masih meyakinkan bahwa kayu-kayu besar, gunung-gunung besar mempunyai penunggu dan penjaganya, inilah yang dinamakan animisme.
B. Saran
Saran untuk para siswa agar jangan melupakan sejarah bangsa kita, dan berusaha menjaga dan melestarikan peninggalan sejarah yang ada di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
http://melayuonline.com/ind/history/dig/408/kerajaan-tulang-bawang
https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Tulang_Bawang
http://tulangbawangkab.go.id/?page_id=223