Makalah Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Peraturan Perundang-undangan di Indonesia ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan yang berjudul Makalah Peraturan Perundang-undangan di Indonesia ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Peraturan Perundang-undangan di Indonesia ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Peraturan Perundang-undangan di Indonesia ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Indonesia, April 2024
Penyusun

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum senantiasa ada dalam kehidupan masyarakat. Hukum itu mengikat seluruh anggota masyarakat. Adakah suatu masyarakat tanpa hukum? Tidak ada, sekalipun masyarakat tersebut hidup dalam suasana yang amat sederhana, terpencil dan tidak terpengaruh oleh teknologi. Demikian juga dalam masyarakat perkotaan, nilai-nilai hukum mengikat dan harus dipatuhi oleh warganya.

Dalam hidup bernegara, hukum menjadi alat untuk menciptakan ketertiban dan keadilan. Suatu masyarakat/negara pastilah hidupnya akan kacau apabila hukum tidak dilaksanakan oleh masyarakat tersebut. Dalam makalah ini akan mempelajari dan menumbuhkan ketaatan terhadap hukum sesuai peraturan perundang-undangan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah tentang Peraturan Perundang-undangan di Indonesia ini adalah sebagai berikut:

  1. Apa makna tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia?
  2. Apa pengertian peraturan perundang-undangan nasional?
  3. Bagaimana tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia?
  4. Bagaimana proses pembuatan peraturan perundang-undangan Indonesia?
  5. Bagaimana contoh ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan?

C. Tujuan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah tentang Peraturan Perundang-undangan di Indonesia ini adalah sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui makna tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
  2. Untuk mengetahui pengertian peraturan perundang-undangan nasional.
  3. Untuk mengetahui tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
  4. Untuk mengetahui proses pembuatan peraturan perundang-undangan Indonesia.
  5. Untuk mengetahui tentang ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Makna Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

Kita mengetahui bahwa setiap manusia mempunyai keinginan. Kadang kala keinginan itu berbeda-beda. Apabila tidak ada suatu yang dijadikan pedoman dalam mewujudkan keinginan-keinginan tersebut maka yang terjadi adalah benturan-benturan. Supaya kehidupan dapat berjalan dengan aman dan tertib maka diperlukan adanya peraturan hidup. Peraturan hidup itu disebut dengan norma. Wujud dari norma hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh lembaga yang berwenang atau pemerintah.

Pengertian dari peraturan perundang-undangan adalah seluruh peraturan yang berasal dari pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Menurut ketentuan umum Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.

B. Pengertian Peraturan Perundang-undangan Nasional

Negara Indonesia adalah negara hukum sebagaimana dinyatakan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 Ayat (3) “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Hal ini mengandung arti bahwa kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus didasarkan pada hukum yang berlaku. Hukum dijadikan panglima, segala sesuatu harus atas dasar hukum. Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Untuk mewujudkan sistem hukum nasional maka sesuai amanat pasal 22A UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menegaskan bahwa “Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.” Untuk menjabarkan ketentuan Pasal 22 A tersebut maka ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Namun materi undang-undang tidak hanya mengatur tentang undang-undang saja, tetapi memuat juga peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. Peraturan perundang-undangan menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 memiliki pengertian peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Hukum memiliki berbagai bentuk hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Hukum tertulis dalam kehidupan saat ini memiliki kedudukan yang sangat penting bagi kepastian hukum. Meskipun hukum tidak tertulis tetap diakui keberadaannya sebagai salah satu hukum yang mengikat masyarakat. Secara formal kita sudah mengenal berbagai bentuk peraturan perundang-undangan di sekitar kita. Seperti tata tertib sekolah, peraturan di lingkungan Rumah Tangga, Peraturan Daerah, Peraturan Pemerintah, Undang-Undang, dan sebagainya. Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara. Hal ini sesuai dengan kedudukan Pancasila dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu sebagai dasar negara dan ideologi negara. Sehingga setiap materi perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

C. Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

Tata urutan peraturan perundang-undangan mengandung makna bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku memiliki hierarki atau tingkatan. Peraturan yang satu memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan peraturan yang lain. Tata urutan ini perlu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip atau asas umum yang berlaku dalam hukum, yaitu:

  1. Dasar peraturan perundang-undangan selalu peraturan perundang-undangan.
  2. Hanya peraturan perundang-undangan tertentu saja yang dapat dijadikan landasan yuridis
  3. Peraturan perundang-undangan yang masih berlaku hanya dapat dihapus, dicabut, atau diubah oleh peraturan perundang-undangan yang sederajat atau lebih tinggi.
  4. Peraturan perundang-undangan yang baru mengesampingkan peraturan perundang-undangan lama.
  5. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.
  6. Peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum.
  7. Setiap jenis peraturan perundang-undangan memiliki materi yang berbeda.

Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia sesuai pasal 7 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
  3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
  4. Peraturan Pemerintah (PP).
  5. Peraturan Presiden (Perpres).
  6. Peraturan Daerah Provinsi (Perda Provinsi).
  7. Peraturan Daerah Kota/Kabupaten (Perda Kota/Kabupaten).

Asas-asas dalam pembentukan peraturan perundangan ditegaskan dalam pasal 5 dan penjelasannya yaitu:

  1. Kejelasan tujuan, adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai
  2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, adalah setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga yang tidak berwewenang
  3. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, adalah bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan
  4. Dapat dilaksanakan, adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis
  5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan, adalah bahwa setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
  6. Kejelasan rumusan, adalah bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
  7. Keterbukaan, adalah bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan.

Selanjutnya ditegaskan dalam pasal 6 bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas:

  1. Pengayoman adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan untuk menciptakan ketenteraman masyarakat.
  2. Kemanusiaan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
  3. Kebangsaan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  4. Kekeluargaan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
  5. Kenusantaraan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  6. Bhinneka Tunggal Ika adalah bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
  7. Keadilan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.
  8. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
  9. Ketertiban dan kepastian hukum adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
  10. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara.

D. Proses Pembuatan Peraturan Perundang-undangan Indonesia

Peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan dalam tata urutan perundang-undangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 di atas, secara lebih jelas sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam peraturan perundangan-undangan. Sebagai hukum, maka UUD mengikat setiap warga negara dan berisi norma dan ketentuan yang harus ditaati. Sebagai hukum dasar maka UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan sumber hukum bagi peraturan perundangan, dan merupakan hukum tertinggi dalam tata urutan peraturan perundangan di Indonesia. Secara historis UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disusun oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945.

Majelis Permusyawaratan Rakyat berwewenang mengubah dan menetapkan UUD sesuai amanat pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perubahan terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah dilakukan sebanyak 4 (empat) kali perubahan. Perubahan ini dilakukan sebagai jawaban atas tuntutan reformasi dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Tata cara perubahan UUD ditegaskan dalam pasal 37 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara singkat sebagai berikut:

  1. Usul perubahan pasal-pasal diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR dan disampaikan secara tertulis yang memuat bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
  2. Sidang MPR untuk mengubah pasal-pasal dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 anggota MPR.
  3. Putusan untuk mengubah disetujui oleh sekurang-kurangnya 50% ditambah satu dari anggota MPR.
  4. Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.

Perlu juga dipahami bahwa dalam perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdapat beberapa kesepakatan dasar, yaitu:

  1. Tidak mengubah Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  2. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  3. Mempertegas sistem pemerintahan presidensial.
  4. Penjelasan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal bersifat normatif (hukum) akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal.
  5. Melakukan perubahan dengan cara adendum, artinya menambah pasal perubahan tanpa menghilangkan pasal sebelumnya. Tujuan perubahan bersifat adendum agar untuk kepentingan bukti sejarah.

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Ketika MPRS dan MPR masih berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara salah satu produk hukum MPR adalah Ketetapan MPR. Ketetapan MPR adalah putusan majelis yang memiliki kekuatan hukum mengikat ke dalam dan ke luar majelis. Mengikat ke dalam berarti mengikat kepada seluruh anggota majelis. Sedangkan mengikat ke luar berarti setiap warga negara, lembaga masyarakat dan lembaga negara terikat oleh Ketetapan MPR.

Yang dimaksud dengan “Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat” dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7 Agustus 2003.

Pasal 2 Ketetapan MPR ini menegaskan bahwa beberapa ketetapan MPRS dan MPR yang masih berlaku dengan ketentuan, adalah:

  1. Ketetapan MPRS RI Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah NKRI bagi PKI dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarluaskan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
  2. Ketetapan MPR RI Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi.
  3. Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/1999 tentang Penentuan Pendapat di Timor Timur.

Sedangkan Pasal 4 ketetapan MPR ini mengatur ketetapan MPRS/MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang, yaitu:

  1. Ketetapan MPRS RI Nomor XXIX/MPRS/1966 tentang Pengangkatan Pahlawan Ampera.
  2. Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
  3. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka NKRI.
  4. Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan. Ketetapan ini saat ini sudah tidak berlaku, karena sudah ditetapkan undang-undang yang mengatur tentang hal ini.
  5. Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional.
  6. Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri.
  7. Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Polri.
  8. Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
  9. Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.
  10. Ketetapan MPR RI Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan KKN.
  11. Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

3. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Undang-Undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPR dengan persetujuan bersama Presiden. Sedangkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah peraturan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Kedua bentuk peraturan perundangan ini memiliki kedudukan yang sederajat. DPR merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan membentuk undang-undang, berdasarkan pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun kekuasaan ini harus dengan persetujuan Presiden.

Suatu rancangan undang-undang dapat diusulkan oleh DPR atau Presiden. Dewan Perwakilan Daerah juga dapat mengusulkan rancangan undang-undang tertentu kepada DPR. Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan diusulkan oleh DPR sebagai berikut:

  1. DPR mengajukan rancangan undang-undang secara tertulis kepada Presiden.
  2. Presiden menugasi menteri terkait untuk membahas rancangan undang-undang bersama DPR.
  3. Apabila rancangan undang-undang disetujui bersama DPR dan Presiden, selanjutnya disahkan oleh Presiden menjadi undang-undang.

Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan diusulkan oleh Presiden sebagai berikut:

  1. Presiden mengajukan rancangan undang-undang secara tertulis kepada Pimpinan DPR, berikut memuat menteri yang ditugaskan untuk membahas bersama DPR.
  2. DPR bersama Pemerintah membahas rancangan undang-undang dari Presiden
  3. Apabila rancangan undang-undang disetujui bersama DPR dan Presiden, selanjutnya disahkan oleh Presiden menjadi undang-undang.

Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan diusulkan oleh DPD sebagai berikut:

  1. DPD mengajukan usul rancangan undang-undang kepada DPR secara tertulis.
  2. DPR membahas rancangan undang-undang yang diusulkan oleh DPD melalui alat kelengkapan DPR.
  3. DPR mengajukan rancangan undang-undang secara tertulis kepada Presiden.
  4. Presiden menugasi menteri terkait untuk membahas rancangan undang-undang bersama DPR.
  5. Apabila rancangan undang-undang disetujui bersama DPR dan Presiden, selanjutnya disahkan oleh Presiden menjadi undang-undang.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) adalah peraturan perundangan yang dikeluarkan oleh Presiden karena keadaan genting dan memaksa. Dengan kata lain, diterbitkannya Perppu bila keadaan dipandang darurat dan perlu payung hukum untuk melaksanakan suatu kebijakan pemerintah. Perppu diatur dalam UUD 1945 pasal 22 ayat 1, 2, dan 3, yang memuat ketentuan sebagai berikut:

  1. Presiden berhak mengeluarkan Perppu dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
  2. Perppu harus mendapat persetujuan DPR dalam masa persidangan berikutnya.
  3. Apabila Perppu tidak mendapat persetujuan DPR, maka Perppu harus dicabut. Sedangkan apabila Perppu mendapat persetujuan DPR maka Perppu ditetapkan menjadi undang-undang.

Contoh Perppu antara lain Perpepu Nomor 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Perpepu tersebut kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

4. Peraturan Pemerintah (PP)

Peraturan Pemerintah adalah peraturan perundangan-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk melaksanakan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Hal ini sesuai dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 5 ayat (2). Peraturan pemerintah ditetapkan oleh Presiden sebagai pelaksana kepala Pemerintahan. Contoh dari Peraturan Pemerintah adalah PP No. 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan untuk melaksanakan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tahapan penyusunan Peraturan Pemerintah sebagai berikut:

  1. Tahap perencanaan rancangan Peraturan Pemerintah (PP) disiapkan oleh kementerian dan/atau lembaga pemerintah bukan kementerian sesuai dengan bidang tugasnya.
  2. Tahap penyusunan rancangan PP, dengan membentuk panitia antarkementerian dan/atau lembaga pemerintah bukan kementerian.
  3. Tahap penetapan dan pengundangan, PP ditetapkan Presiden (Pasal 5 ayat (2) UUD 1945) kemudian diundangkan oleh Sekretaris Negara.

5. Peraturan Presiden (Perpres)

Peraturan Presiden adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh untuk menjalankan perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan. Proses penyusunan Peraturan Presiden ditegaskan dalam pasal 55 UU Nomor 12 Tahun 2011, yaitu:

  1. Pembentukan panitia antar kementerian dan/atau lembaga pemerintah non-kementerian oleh pengusul.
  2. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Presiden dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum
  3. Pengesahan dan penetapan oleh Presiden.

6. Peraturan Daerah Provinsi

Peraturan Daerah (Perda Provinsi) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD provinsi dengan persetujuan bersama gubernur. Peraturan Daerah dibuat dengan untuk melaksanakan peraturan perundangan yang lebih tinggi. Perda juga dibuat dalam rangka melaksanakan kebutuhan daerah. Perda tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Pemerintah pusat dapat membatalkan Perda yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Proses penyusunan Peraturan Daerah Provinsi sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011, sebagai berikut:

  1. Rancangan perda provinsi dapat diusulkan oleh DPRD Provinsi atau Gubernur.
  2. Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Provinsi maka proses penyusunan adalah:
  • DPRD Provinsi mengajukan rancangan perda kepada Gubernur secara tertulis
  • DPRD Provinsi bersama Gubernur membahas rancangan perda Provinsi.
  • Apabila rancangan perda memperoleh persetujuan bersama, maka disahkan oleh Gubernur menjadi Perda Provinsi
  1. Apabila rancangan diusulkan oleh Gubernur maka proses penyusunan adalah:
  • Gubernur mengajukan rancangan Perda kepada DPRD Provinsi secara tertulis
  • DPRD Provinsi bersama Gubernur membahas rancangan Perda Provinsi.
  • Apabila rancangan Perda memperoleh persetujuan bersama, maka disahkan oleh Gubernur menjadi Perda Provinsi

7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. Perda dibentuk sesuai dengan kebutuhan daerah yang bersangkutan, sehingga peraturan daerah dapat berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah yang lainnya. Proses penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011, sebagai berikut:

  1. Rancangan Perda kabupaten/kota dapat diusulkan oleh DPRD Kabupaten/Kota atau Bupati/Walikota Gubernur.
  2. Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Kabupaten/Kota maka proses penyusunan adalah:
  • DPRD Kabupaten/Kota mengajukan rancangan perda kepada Bupati/Walikota secara tertulis
  • DPRD Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota membahas rancangan perda Kabupaten/Kota.
  • Apabila rancangan perda memperoleh persetujuan bersama, maka disahkan oleh Bupati/Walikota menjadi Perda Kabupaten/Kota.
  1. Apabila rancangan diusulkan oleh Bupati/Walikota maka proses penyusunan adalah:
  • Bupati/Walikota mengajukan rancangan perda kepada DPRD Kabupaten/Kota secara tertulis
  • DPRD Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota membahas rancangan perda Kabupaten/Kota.
  • Apabila rancangan perda memperoleh persetujuan bersama, maka disahkan oleh Bupati/Walikota menjadi Perda Kabupaten/Kota.

E. Ketaatan terhadap Peraturan Perundang-undangan

1. Membiasakan Menaati Peraturan Perundangan di Berbagai Lingkungan

Kepatuhan berarti sikap taat atau siap sedia melaksanakan aturan. Dengan sikap patuh akan membentuk perilaku disiplin. Banyak manfaat yang dapat diperoleh apabila seseorang terbiasa hidup taat pada aturan, di antaranya adalah kepatuhan lebih menguntungkan daripada melanggar aturan. Contohnya orang melanggar lalu lintas akan dikenakan denda sekian rupiah. Orang yang berpola hidup sehat akan terhindar dari penyakit. Misalnya bagi yang tidak mengonsumsi narkoba maka bertubuh akan kuat dan berpikiran sehat.

Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan nasional berkaitan dengan terbentuknya kesadaran hukum dalam setiap warga negara. Kesadaran hukum warga negara dapat diukur dari beberapa indikator yaitu:

a. Pengetahuan Hukum

Pengetahuan hukum ini meliputi pengetahuan tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang hukum seperti penganiayaan, penipuan, penggelapan, dan sebagainya. Selain itu juga pengetahuan tentang perbuatan-perbuatan yang diperbolehkan oleh hukum seperti jual-beli, sewa-menyewa, perjanjian, dan sebagainya.

b. Pemahaman Kaidah-kaidah Hukum

Pemahaman terhadap kaidah hukum ditandai dengan menghayati isi hukum yang berlaku seperti memahami tujuan dari hukum yang mewujudkan ketertiban dan keamanan bersama.

c. Sikap Terhadap Norma-norma Hukum

Perilaku ini ditunjukkan dalam bentuk penilaian terhadap norma-norma hukum berupa nilai baik dan buruk terhadap kaidah-kaidah (aturan-aturan) hukum. Misalnya pencurian itu termasuk dalam perbuatan tercela karena merugikan orang lain.

d. Perilaku Hukum

Perilaku hukum ditunjukkan dengan perbuatan menaati aturan-aturan hukum yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Sebagai warga negara yang baik salah satu kewajibannya adalah mematuhi aturan perundang-undangan. Perilaku menaati peraturan perundang-undangan merupakan kewajiban setiap warga negara, tidak terkecuali para pelajar. Perilaku menaati undang-undang yang wajib dilaksanakan oleh semua orang di antaranya adalah:

  • Memiliki akta kelahiran.
  • Mematuhi aturan berlalu lintas.
  • Menyukseskan wajib belajar pendidikan dasar.
  • Tidak melakukan tindakan yang melawan hukum.

Kepatuhan kepada hukum merupakan cerminan kepribadian seseorang. Orang yang taat pada hukum berarti memiliki kepribadian yang baik. Sementara itu, orang yang tidak taat pada hukum berarti kepribadiannya tidak baik karena sudah mengabaikan kewajibannya.

2. Membiasakan Perilaku Tertib Berlalu lintas

Tertib dalam lalu lintas bukan hanya kewajiban masyarakat perkotaan. Di pedesaan atau di jalan raya yang tidak banyak kendaraan bermotor pun tertib lalu lintas harus dijalankan. Peraturan Lalu Lintas diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009. Pengendara kendaraan bermotor tentunya harus memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM). Siswa SMP tidak dapat memiliki SIM, karena untuk memiliki SIM minimal berusia 17 tahun.

Laporan lalu lintas setiap tahun selalu mencatat kecelakaan lalu lintas di Indonesia sangat tinggi. Anak-anak usia sekolah di Indonesia ribuan orang celaka dan meninggal akibat melanggar aturan mengendarai kendaraan bermotor. Data kecelakaan lalu lintas tersebut seharusnya menyadarkan kita semua bahwa pelajar SMP dilarang mengendarai kendaraan bermotor karena merupakan pelanggaran dan mengundang terjadinya kecelakaan.

Dalam masyarakat perkotaan, kemacetan adalah suatu hal biasa dan mudah ditemukan setiap hari. Kemacetan meningkatkan kejenuhan pengguna jalan, membuat kesabaran pengguna jalan menjadi hilang, banyak yang melanggar peraturan lalu lintas, menyerobot jalan orang lain, dan mengambil jalur terlarang demi ingin mencapai tempat tujuan dengan cepat. Tingkat kecelakaan pun semakin bertambah jika kita berkendara dengan ugal-ugalan atau saling serobot jalan orang lain.

Kedisiplinan dan kesabaran merupakan hal yang harus dimiliki dalam diri pengguna jalan. Sebagai warga pengguna jalan kita tidak perlu ikut-ikutan untuk saling menyerobot jalan orang lain dan bersikap ugal-ugalan di jalan, karena itu akan semakin menambah parah kemacetan. Tambuhkanlah kembali kesabaran pada diri sendiri karena jika kita tertib berlalu lintas maka kemacetan pun akan sedikit berkurang dengan kesabaran yang kita miliki maka jumlah kecelakaan pun akan semakin berkurang. Kesabaran yang kita miliki akan menurunkan resiko kecelakaan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut ketentuan umum Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.

Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

B. Saran

Jadilah warga negara yang mempunyai kepribadian yang baik dengan selalu menaati peraturan aturan makna yang berlaku. Membiasakan menaati peraturan perundang-undangan dapat dilakukan dalam berbagai lingkungan, seperti sekolah, masyarakat, bangsa dan negara.

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly. (2005) Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Konstitusi Press.

Budiardjo, Miriam. (1996). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Kansil, C.S.T. (2002). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Balai Pustaka.

Kusuma, Ananda B. dan Dra. Nannie Hudawati. (1995). Risalah Sidang BPUPKI-PPKI. edisi III. Jakarta: Sekretariat Negara RI.

Lubis, M. Solly. (1981). Ilmu Negara. Bandung: Alumni.

Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014. (2012). Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Sekretariat MPR RI.

Download Contoh Makalah Peraturan Perundang-undangan di Indonesia.docx