KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Virus Corona (Covid-19) ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan yang berjudul Makalah Virus Corona (Covid-19) ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Virus Corona (Covid-19) ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Virus Corona (Covid-19) ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.
Indonesia, November 2024
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Virus Corona atau COVID-19, kasusnya dimulai dengan pneumonia atau radang paru-paru misterius pada Desember 2019. Kasus ini diduga berkaitan dengan pasar hewan Huanan di Wuhan yang menjual berbagai jenis daging binatang, termasuk yang tidak biasa dikonsumsi, misal ular, kelelawar, dan berbagai jenis tikus. Kasus infeksi pneumonia misterius ini memang banyak ditemukan di pasar hewan tersebut. Virus Corona atau COVID-19 diduga dibawa kelelawar dan hewan lain yang dimakan manusia hingga terjadi penularan. Coronavirus sebetulnya tidak asing dalam dunia kesehatan hewan, tapi hanya beberapa jenis yang mampu menginfeksi manusia hingga menjadi penyakit radang paru.
Virus ini dianggap alami dan berasal dari hewan melalui infeksi spillover. Asalnya tidak diketahui tetapi pada Desember 2019 penyebaran infeksi hampir seluruhnya terjadi dari manusia ke manusia. Infeksi yang paling awal dilaporkan secara tidak resmi dilaporkan terjadi pada 17 November 2019 di Wuhan, Cina. Sebuah studi terhadap 41 kasus pertama COVID-19 yang dikonfirmasi, diterbitkan pada Januari 2020 di The Lancet, mengungkapkan tanggal paling awal timbulnya gejala pada 1 Desember 2019. Publikasi resmi dari WHO melaporkan timbulnya gejala paling awal pada 8 Desember 2019.
Kasus manusia pertama COVID-19 diidentifikasi di Kota Wuhan, Cina pada Desember 2019. Pada tahap ini, tidak mungkin untuk menentukan dengan tepat bagaimana manusia di Cina pada awalnya terinfeksi dengan SARS-CoV-2. Namun, SARS-CoV, virus yang menyebabkan wabah SARS pada tahun 2003, melompat dari reservoir hewan (kucing luwak, hewan liar yang diternakkan) ke manusia dan kemudian menyebar di antara manusia. Dengan cara yang sama, diperkirakan bahwa SARS-CoV-2 melompati penghalang spesies dan pada awalnya menginfeksi manusia, tetapi lebih mungkin melalui inang perantara, yaitu spesies hewan lain yang lebih mungkin ditangani oleh manusia, seperti hewan peliharaan, binatang buas, atau binatang buas yang dijinakkan, dan sampai sekarang belum diidentifikasi. Sampai sumber virus ini diidentifikasi dan dikendalikan, ada risiko reintroduksi virus dalam populasi manusia dan risiko wabah baru seperti yang kita alami saat ini.
Angka mortalitas dan morbiditas secara keseluruhan karena infeksi virus belum ditetapkan dengan baik; sementara tingkat fatalitas kasus berubah dari waktu ke waktu dalam pandemi koronavirus ini. Perbandingan infeksi yang berkembang menjadi penyakit yang dapat didiagnosis tetap tidak jelas. Namun, penelitian pendahuluan telah menghasilkan tingkat kematian kasus antara 2% hingga 3% dan WHO mengusulkan bahwa tingkat kematian kasus adalah sekitar 3% pada Januari 2020. Sebuah studi pra-cetak Imperial College London pada 55 kasus fatal mencatat bahwa perkiraan awal kematian mungkin terlalu tinggi karena infeksi asimptomatik tidak terjawab. Mereka memperkirakan rasio fatalitas infeksi rata-rata (mortalitas di antara yang terinfeksi) berkisar dari 0,8% ketika termasuk pembawa asimptomatik hingga 18% ketika hanya memasukkan kasus simptomatik dari provinsi Hubei.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah tentang Virus Corona (COVID-19) ini adalah sebagai berikut:
- Apa pengertian virus corona?
- Bagaimana penyebab penyakit virus corona?
- Apa perbedaan virus corona dengan virus influensa?
- Bagaimana proses penyebaran virus corona?
- Apa saja tanda dan gejala terjangkit virus corona?
- Bagaimana mendiagnosis virus corona?
- Bagaimana cara pencegahan virus corona?
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah tentang Virus Corona (COVID-19) ini adalah sebagai berikut:
- Untuk mengetahui pengertian virus corona.
- Bagaimana penyebab penyakit virus corona.
- Apa perbedaan virus corona dengan virus influensa.
- Bagaimana proses penyebaran virus corona.
- Apa saja tanda dan gejala terjangkit virus corona.
- Bagaimana mendiagnosis virus corona.
- Bagaimana cara pencegahan virus corona.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Virus Corona
Virus Corona atau Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh SARS-CoV-2, salah satu jenis koronavirus. Penyakit ini mengakibatkan pandemi koronavirus 2019–2020. Penderita COVID-19 dapat mengalami demam, batuk kering, dan kesulitan bernapas. Sakit tenggorokan, pilek, atau bersin-bersin lebih jarang ditemukan. Pada penderita yang paling rentan, penyakit ini dapat berujung pada pneumonia dan kegagalan multiorgan.
Pada 11 Februari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia mengumumkan bahwa “COVID-19” akan menjadi nama resmi dari penyakit ini. Direktur WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kata “co” adalah singkatan dari “corona” (korona), “vi” untuk “virus”, dan “d” untuk “disease” (penyakit), sementara “19” adalah untuk tahun itu (2019) karena wabah tersebut pertama kali diidentifikasi pada tanggal 31 Desember 2019. Tedros mengatakan bahwa nama tersebut dipilih untuk menghindari referensi ke lokasi geografis tertentu, spesies hewan atau kelompok orang sesuai dengan rekomendasi internasional untuk penamaan yang bertujuan mencegah stigmatisasi.
B. Penyebab Penyakit Virus Corona
Penyakit ini disebabkan oleh koronavirus sindrom pernapasan akut berat 2 (SARS-CoV-2 atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2). Virus ini menyebar melalui percikan (droplets) dari saluran pernapasan yang dikeluarkan saat sedang batuk atau bersin. Paru-paru adalah organ yang paling terpengaruh oleh penyakit ini karena virus memasuki sel inangnya lewat enzim pengubah angiotensin 2 (angiotensin converting enzyme 2 atau ACE2), yang paling banyak ditemukan di dalam sel alveolar tipe II paru. SARS-CoV-2 menggunakan permukaan-permukaan sel khususnya yang mengandung glikoprotein yang disebut “spike” untuk berhubungan dengan ACE2 dan memasuki sel inang. Berat jenis ACE2 pada setiap jaringan berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit. Diduga, bahwa penurunan aktivitas ACE2 memberikan perlindungan terhadap sel inang karena ekspresi ACE2 yang berlebihan akan menyebabkan infeksi dan replikasi SARS-CoV-2.
Beberapa penelitian, melalui sudut pandang yang berbeda juga menunjukkan bahwa peningkatan ekspresi ACE2 oleh golongan obat penghambat reseptor angiotensin II akan melindungi sel inang. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut tentang hal ini. ACE2 juga merupakan jalur bagi virus SARS-CoV-2 untuk menyebabkan kerusakan jantung, karenanya penderita dengan riwayat penyakit jantung memiliki prognosis yang paling jelek.
C. Perbedaan Virus Corona dengan Virus Influensa
Kecepatan penularan adalah titik perbedaan penting antara kedua virus tersebut. Influenza memiliki masa inkubasi rata-rata yang lebih pendek (waktu dari infeksi hingga munculnya gejala) dan interval serial yang lebih pendek (waktu antara kasus yang berurutan) dibandingkan virus COVID-19. Interval serial untuk virus COVID-19 diperkirakan 5-6 hari, sedangkan untuk virus influenza, interval serial adalah 3 hari. Ini berarti bahwa influenza dapat menyebar lebih cepat daripada COVID-19.
Lebih lanjut, penularan dalam 3-5 hari pertama sakit, atau penularan potensial sebelum gejala penularan virus sebelum munculnya gejala merupakan pendorong utama penularan influenza. Sebaliknya, sementara kita belajar bahwa ada orang yang dapat melepaskan virus COVID-19 dalam 24-48 jam sebelum timbulnya gejala, saat ini, ini tampaknya bukan pendorong utama penularan.
Jumlah infeksi sekunder yang dihasilkan dari satu orang yang terinfeksi antara 2 dan 2,5 untuk virus COVID-19, lebih tinggi daripada influenza. Namun, perkiraan untuk virus COVID-19 dan influenza sangat konteks dan spesifik waktu, membuat perbandingan langsung lebih sulit. Anak-anak adalah pendorong penting penularan virus influenza di masyarakat. Untuk virus COVID-19, data awal menunjukkan bahwa anak-anak kurang terpengaruh daripada orang dewasa dan bahwa tingkat serangan klinis pada kelompok usia 0-19 rendah.
Data awal lebih lanjut dari studi transmisi rumah tangga di Cina menunjukkan bahwa anak-anak terinfeksi dari orang dewasa, bukan sebaliknya. Sementara kisaran gejala untuk kedua virus serupa, fraksi dengan penyakit parah tampaknya berbeda. Untuk COVID-19, data sampai saat ini menunjukkan bahwa 80% infeksi ringan atau tanpa gejala, 15% infeksi parah, membutuhkan oksigen, dan 5% infeksi kritis, membutuhkan ventilasi. Fraksi infeksi berat dan kritis ini akan lebih tinggi daripada yang diamati untuk infeksi influenza.
Mereka yang paling berisiko terkena infeksi influenza parah adalah anak-anak, wanita hamil, lansia, mereka yang memiliki kondisi medis kronis dan mereka yang tertekan kekebalannya. Untuk COVID-19, pemahaman kami saat ini adalah bahwa usia yang lebih tua dan kondisi yang mendasarinya meningkatkan risiko infeksi parah. Mortalitas untuk COVID-19 tampaknya lebih tinggi daripada influenza, terutama influenza musiman.
Sementara kematian COVID-19 yang sebenarnya akan membutuhkan waktu untuk sepenuhnya dipahami, data sejauh ini mengindikasikan bahwa rasio kematian kasar (jumlah kematian yang dilaporkan dibagi dengan kasus yang dilaporkan) adalah antara 3-4%, rasio kematian akibat infeksi (jumlah kematian yang dilaporkan dibagi dengan jumlah infeksi) akan lebih rendah. Untuk influenza musiman, kematian biasanya jauh di bawah 0,1%. Namun, kematian sebagian besar ditentukan oleh akses dan kualitas pelayanan kesehatan.
D. Penyebaran Virus Corona
Orang dapat terjangkit COVID-19 dari orang lain yang memiliki virus. Penyakit ini dapat menyebar dari orang ke orang melalui tetesan kecil dari hidung atau mulut seseorang yang terjangkit COVID-19 dan menyebar ketika batuk atau buang napas. Tetesan ini mendarat pada benda dan permukaan di sekitar orang tersebut. Orang lain kemudian terjangkit COVID-19 dengan menyentuh benda atau permukaan ini, kemudian menyentuh mata, hidung, atau mulut mereka.
Orang-orang juga dapat terjangkit COVID-19 jika mereka menghirup tetesan dari seseorang yang terjangkit COVID-19 ketika batuk atau mengeluarkan tetesan. Inilah sebabnya mengapa penting untuk tinggal lebih dari 1 meter (3 kaki) dari orang yang sakit. WHO sedang menilai penelitian yang sedang berlangsung tentang cara-cara COVID-19 tersebar dan akan terus berbagi temuan yang diperbarui.
Cara utama penyebaran penyakit ini adalah melalui tetesan pernapasan yang dikeluarkan oleh seseorang yang batuk. Risiko terkena COVID-19 dari seseorang tanpa gejala sama sekali sangat rendah. Namun, banyak orang yang terjangkit COVID-19 hanya mengalami gejala ringan. Ini mungkin benar pada tahap awal penyakit. Karena itu dimungkinkan untuk terjangkit COVID-19 dari seseorang yang, misalnya, hanya batuk ringan dan tidak merasa sakit.
WHO sedang menilai penelitian yang sedang berlangsung pada periode transmisi COVID-19 dan akan terus berbagi temuan terbaru. Penelitian hingga saat ini menunjukkan bahwa virus yang menyebabkan COVID-19 terutama ditularkan melalui kontak dengan tetesan pernapasan daripada melalui udara.
E. Tanda dan Gejala Terjangkit Virus Corona
Gejala COVID-19 yang paling umum adalah demam, kelelahan, dan batuk kering. Beberapa pasien mungkin mengalami sakit dan nyeri, hidung tersumbat, pilek, sakit tenggorokan atau diare. Gejala-gejala ini biasanya ringan dan mulai secara bertahap. Beberapa orang menjadi terinfeksi tetapi tidak mengembangkan gejala apa pun dan merasa tidak enak badan. Kebanyakan orang (sekitar 80%) pulih dari penyakit tanpa perlu perawatan khusus. Sekitar 1 dari setiap 6 orang yang mendapatkan COVID-19 sakit parah dan mengalami kesulitan bernapas. Orang yang lebih tua, dan mereka yang memiliki masalah medis yang memiliki riwayat seperti tekanan darah tinggi, masalah jantung atau diabetes, lebih memungkin untuk menjadi penyakit serius. Orang dengan demam, batuk, dan kesulitan bernapas harus mencari perhatian medis.
Orang-orang yang terinfeksi mungkin bersifat asimtomatik atau memiliki gejala ringan, seperti demam, batuk, dan kesulitan bernapas. Gejala diare atau infeksi saluran napas atas (misalnya bersin, pilek, dan sakit tenggorokan) lebih jarang ditemukan. Kasus dapat berkembang menjadi pneumonia berat, kegagalan multiorgan, dan kematian. Masa inkubasi diperkirakan antara 1–14 hari oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan 2–14 hari oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC). Tinjauan WHO terhadap 55.924 kasus terkonfirmasi di Tiongkok mengindikasikan tanda dan gejala klinis berikut:
- Jalur pertama, penyakit mungkin berbentuk ringan yang menyerupai penyakit pernapasan atas umum lainnya.
- Jalur kedua mengarah ke pneumonia, yaitu infeksi pada sistem pernapasan bawah.
- Jalur ketiga, yang paling parah, adalah perkembangan cepat ke sindrom gangguan pernapasan akut (acute respiratory distress syndrome atau ARDS).
Usia yang lebih tua, nilai d-dimer lebih besar dari 1 μg/mL, dan nilai SOFA yang tinggi (skala penilaian klinis yang menilai berbagai organ seperti paru-paru, ginjal, dsb.) diasosiasikan dengan prognosis terburuk. Begitu pula dengan peningkatan level interleukin-6 dalam darah, troponin I jantung sensitivitas tinggi, dehidrogenase laktat, dan limfopenia dikaitkan dengan kondisi penyakit yang lebih parah. Komplikasi COVID-19 adalah sepsis, serta komplikasi jantung seperti gagal jantung dan aritmia. Orang dengan gangguan jantung lebih berisiko mengalami komplikasi jantung. Juga, keadaan hiperkoagulopati tercatat pada 90% penderita pneumonia.
F. Diagnosis Virus Corona
WHO telah menerbitkan beberapa protokol pengujian untuk penyakit ini. Pengujian menggunakan reaksi berantai polimerase transkripsi-balik secara waktu nyata (rRT-PCR). Spesimen untuk pengujian dapat berupa usap pernapasan atau sampel dahak. Pada umumnya, hasil pengujian dapat diketahui dalam beberapa jam hingga 2 hari. Ilmuwan Tiongkok telah mengisolasi galur koronavirus dan menerbitkan sekuens genetika sehingga laboratorium di seluruh dunia dapat mengembangkan uji PCR secara independen untuk mendeteksi infeksi oleh virus.
Pedoman diagnostik yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Zhongnan dari Universitas Wuhan mengusulkan metode untuk mendeteksi infeksi berdasarkan fitur klinis dan risiko epidemiologis. Pedoman ini melibatkan mengidentifikasi pasien yang memiliki setidaknya dua gejala berikut selain riwayat perjalanan ke Wuhan atau kontak dengan pasien lain yang terinfeksi: demam, gambaran pencitraan pneumonia, jumlah sel darah putih normal atau berkurang, atau berkurangnya jumlah limfosit.
G. Pencegahan Virus Corona
Tindakan pencegahan untuk mengurangi kemungkinan infeksi antara lain tetap berada di rumah, menghindari bepergian dan beraktivitas di tempat umum, sering mencuci tangan dengan sabun dan air selama minimum 20 detik, tidak menyentuh mata, hidung, atau mulut dengan tangan yang tidak dicuci, serta mempraktikkan higiene pernapasan yang baik. CDC merekomendasikan untuk menutup mulut dan hidung dengan tisu saat batuk atau bersin dan menggunakan bagian dalam siku jika tidak tersedia tisu.
Mereka juga merekomendasikan higiene tangan yang tepat setelah batuk atau bersin. Strategi pembatasan fisik diperlukan untuk mengurangi kontak antara orang yang terinfeksi dengan kerumunan besar seperti dengan menutup sekolah dan kantor, membatasi perjalanan, dan membatalkan pertemuan massa dalam jumlah besar. Perilaku pembatasan fisik juga meliputi menjaga jarak dengan orang lain sejauh 6 kaki (sekitar 1,8 meter). Karena vaksin untuk SARS-CoV-2 baru tersedia paling cepat 2021, hal penting dalam penanganan pandemi penyakit koronavirus 2019 adalah menekan laju penyebaran virus atau yang dikenal dengan melandaikan kurva epidemi.
Hal ini dapat menurunkan risiko tenaga medis kewalahan dalam menghadapi lonjakan jumlah pasien, memungkinkan perawatan yang lebih baik bagi penderita, dan memberikan waktu tambahan hingga obat dan vaksin dapat tersedia dan siap digunakan. Berdasarkan WHO, penggunaan masker hanya direkomendasikan untuk orang yang sedang batuk atau bersin atau yang sedang menangani pasien terduga. Di sisi lain, beberapa negara merekomendasikan individu sehat untuk memakai masker, terutama Tiongkok, Hong Kong, dan Thailand.
Untuk mencegah penyebaran virus, CDC merekomendasikan untuk pasien agar tetap berada di dalam rumah, kecuali untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit. Sebelum ingin mendapatkan perawatan, pasien harus menghubungi rumah sakit. Selain itu, CDC merekomendasikan untuk menggunakan masker ketika berhadapan dengan orang atau berkunjung ke tempat yang diduga terdapat penyakit koronavirus, menutup mulut dengan tisu ketika batuk dan bersin, rutin mencuci tangan dengan sabun dan air, serta menghindari berbagi alat rumah tangga pribadi.
CDC juga merekomendasikan untuk mencuci tangan minimal selama 20 detik, terutama setelah dari toilet, ketika tangan kotor, sebelum makan, dan setelah batuk atau bersin. Lalu, rekomendasi berikutnya adalah menggunakan penyanitasi tangan dengan kandungan alkohol minimal 60% jika tidak tersedia sabun dan air. WHO menyarankan agar menghindari menyentuh mata, hidung, atau mulut dengan tangan yang belum dicuci. Meludah di sembarang tempat juga harus dihindari.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Banyak organisasi menggunakan genom yang diterbitkan untuk mengembangkan kemungkinan vaksin terhadap SARS-CoV-2. Badan yang mengembangkan vaksin terdiri dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tiongkok, Universitas Hong Kong,[94] dan Rumah Sakit Shanghai Timur. Tiga proyek vaksin ini sedang didukung oleh Koalisi Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI), termasuk satu proyek perusahaan bioteknologi Moderna dan proyek lainnya oleh Universitas Queensland Australia. Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat (NIH) bekerja sama dengan Moderna untuk membuat vaksin RNA yang cocok dengan protein permukaan (protein spike) koronavirus dan diharapkan untuk memulai produksi pada Mei 2020.
Di Australia, Universitas Queensland sedang menyelidiki potensi vaksin penjepit molekuler yang secara genetik akan memodifikasi protein virus untuk membuatnya meniru koronavirus dan merangsang reaksi kekebalan. Di Kanada, Pusat Vaksin Internasional (VIDO-InterVac) di Universitas Saskatchewan mulai mengembangkan vaksin[96] serta menargetkan produksi vaksin dan pengujian terhadap hewan pada Maret 2020 dan pengujian terhadap manusia pada 2021.
Pada akhir Januari 2020, Janssen Pharmaceutica mulai bekerja mengembangkan vaksin dengan memanfaatkan teknologi yang sama yang digunakan untuk membuat percobaan vaksin Ebola. Pada bulan berikutnya, Badan Penelitian dan Pengembangan Biomedis Lanjutan Kementerian Kesehatan dan Layanan Masyarakat Amerika Serikat (BARDA) mengumumkan bahwa mereka akan berkolaborasi dengan Janssen dan Sanofi Pasteur (Divisi vaksin Sanofi) untuk mengembangkan vaksin. Sanofi sebelumnya telah mengembangkan vaksin untuk SARS dan mulai berharap memiliki calon vaksin dalam waktu enam bulan yang dapat siap untuk diuji pada orang dalam satu tahun hingga 18 bulan.
Meskipun tidak ada pengobatan yang efektif untuk mencegah penyakit ini, manifestasi dan komplikasi klinis yang dihasilkan harus dikelola. WHO telah menerbitkan rekomendasi perawatan terperinci untuk pasien rawat inap dengan infeksi saluran pernapasan akut ketika dicurigai terdapat infeksi SARS-CoV-2. WHO juga merekomendasikan sukarelawan untuk mengambil bagian dalam uji coba terkontrol secara acak untuk menguji efektivitas dan keamanan perawatan secara potensial.
Karena pengobatan tersebut terbukti memiliki efek terhadap koronavirus lainnya dan memiliki mode tindakan yang menunjukkan pengobatan tersebut mungkin efektif, lopinavir/ritonavir menjadi target penelitian dan analisis yang signifikan. Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok cabang Beijing, meskipun mencatat bahwa saat ini tidak ada antivirus yang efektif, menyarankan penggunaan lopinavir/ritonavir sebagai bagian dari rencana perawatan. Obat-obatan ini sekarang dapat diklaim untuk asuransi kesehatan di beberapa negara.
B. Saran
Mencuci tangan, menjaga jarak dari orang yang batuk, dan tidak menyentuh wajah dengan tangan yang tidak bersih adalah langkah yang disarankan untuk mencegah penyakit ini. Disarankan untuk menutup hidung dan mulut dengan tisu atau siku yang tertekuk ketika batuk.
DAFTAR PUSTAKA
https://en.wikipedia.org/wiki/Coronavirus_disease_2019
https://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit_koronavirus_2019
https://www.who.int/news-room/q-a-detail/q-a-coronaviruses
https://www.who.int/news-room/q-a-detail/q-a-similarities-and-differences-covid-19-and-influenza