APBN dan APBD

Daftar Isi

A. Keuangan Negara

1. Pengertian Keuangan Negara

Setiap bulan terlihat antrean orang membayar pajak listrik, pajak telepon, dan air. Uang yang disetorkan tersebut merupakan salah satu sumber penghasilan negara. Untuk apakah penghasilan negara tersebut digunakan? Adakah sumber penghasilan lain?

Penghasilan dan pengeluaran negara merupakan keuangan negara. Dengan demikian, keuangan negara merupakan pembelanjaan-pembelanjaan dan penerimaan yang dilakukan oleh rumah tangga negara (RTN) untuk melaksanakan tugasnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembelanjaan RTN tidaklah berbeda dengan pembelanjaan dalam suatu perusahaan (RTP). Perbedaannya terletak pada motif-motif yang menjadi pendorong pembelanjaan itu. Pembelanjaan pada RTN didorong oleh motif sosial ekonomi, yaitu motif mencari penghasilan untuk pembangunan dan kepentingan umum. Adapun pembelanjaan RTP didorong oleh motif mencari penghasilan untuk kepentingan pribadi.

2. Unsur Keuangan Negara

Keuangan negara merupakan segala sumber penerimaan dan belanja negara. Keuangan negara terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut.

a. Sumber Penerimaan Negara

Sumber pendapatan negara terdiri atas pajak, penerimaan bukan pajak, pinjaman, penciptaan uang, dan bantuan luar negeri.

1) Pajak (Tax)

Pajak berbeda dengan retribusi. Coba Anda sebutkan contoh pajak dan retribusi.

Pajak adalah sumbangan wajib yang harus dibayar oleh para wajib pajak kepada negara tanpa ada balas jasa (imbalan) secara langsung diterima oleh pembayar pajak.

2) Penerimaan Bukan Pajak (Nontax)

Penerimaan bukan pajak adalah penerimaan negara dari sumber lain, seperti laba perusahaan negara atau daerah, retribusi, tarif jasa pelabuhan, hasil sitaan atau lelang atau denda, dan hasil kegiatan perdagangan terutama kegiatan ekspor dan impor (di antaranya ekspor minyak dan gas).

3) Pinjaman atau Utang

Pinjaman dapat bersumber dari dalam negeri maupun dari luar negeri, misalnya Sertifikat Bank Indonesia (SBI), obligasi, dan surat-surat berharga lainnya. Adapun pinjaman dari luar negeri, misalnya pinjaman yang diberikan oleh Bank Dunia (IBRD), Bank Pembangunan Asia (ADB), serta Dana Keuangan Internasional (IMF) dan lain-lain.

4) Penciptaan Uang

Penciptaan uang ini sekarang diserahkan kepada Bank Indonesia (BI).

5) Bantuan Luar Negeri

Bantuan luar negeri dapat bersumber dari negara tetangga, lembaga swasta asing, maupun dari lembaga-lembaga internasional. Misalnya UNICEF, CGI, FAO, UNESCO, dan lain-lain. Bantuan luar negeri ini, digunakan untuk membiayai program-program pembangunan dan proyek-proyek pembangunan. Misalnya program KB, imunisasi, bendungan, jalan-jalan kota dan desa, dan lain-lain.

b. Pengeluaran atau Pembelanjaan Negara

Pembelanjaan negara dikelompokkan menjadi dua yaitu pembelanjaan rutin dan pembelanjaan pembangunan.

1) Pembelanjaan Rutin

Pembelanjaan rutin, yaitu pembelanjaan yang dikeluarkan secara tetap baik harian maupun bulanan. Pembelanjaan rutin dibagi dalam delapan jenis pengeluaran, yaitu sebagai berikut.

  • Belanja pegawai terdiri atas gaji atau upah, tunjangan keluarga, tunjangan-tunjangan lainnya, uang lembur, honorium atau vakasi, uang tunggu, dan lain-lain.
  • Belanja barang terdiri atas biaya kantor, inventaris kantor, listrik, telepon, gas dan lauk pauk, bahan-bahan, alat-alat dan barang lainnya.
  • Belanja pemeliharaan terdiri atas pemeliharaan gedung, jalan atau jembatan, bangunan bersejarah, rumah sakit, dan perlengkapan TNI.
  • Belanja perjalanan terdiri atas perjalanan dinas, pindah pegawai negeri di dalam dan di luar negeri, penampungan sementara atau uang pesangon bagi pegawai negeri yang dipindahkan.
  • Belanja subsidi atau bantuan terdiri atas sumbangan-sumbangan lembaga, badan-badan sosial lainnya.
  • Belanja subsidi daerah otonomi.
  • Belanja pensiun terdiri atas pembayaran pensiunan TNI atau sipil, pensiun janda atau pejabat negara, tunjangan veteran, tunjangan perintis kemerdekaan.
2) Pembelanjaan Pembangunan

Pembelanjaan pembangunan, yaitu pembelanjaan yang tujuannya untuk memajukan pembangunan di segala bidang. Misalnya pertanian, ekonomi, perhubungan, kesehatan, pendidikan, kebudayaan dan lain-lain. Pembelanjaan pembangunan harus disertai dengan Daftar Isi Kegiatan (DIK), Daftar Usulan Proyek (DUP), dan Daftar Isian Proyek (DIP).

B. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Budget)

1. Pengertian, Tujuan, dan Fungsi APBN

a. Pengertian APBN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah suatu daftar atau penjelasan yang terinci mengenai penerimaan dan pengeluaran negara untuk jangka waktu tertentu (biasanya 1 tahun). Periode APBN Indonesia adalah 1 Januari sampai dengan 31 Desember.

b. Tujuan APBN

Tujuan APBN adalah sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran negara dalam melaksanakan kegiatan produksi dan kesempatan kerja dalam rangka meningkatkan perekonomian. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan ringkasan dari Repeta (Rencana Pembangunan Tahunan). Repeta memuat keseluruhan kebijakan publik dan secara khusus membahas kebijakan publik yang terkait dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kebijakan tersebut ditetapkan secara bersama-sama oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah.

c. Fungsi APBN

Dengan cakupan dan cara penetapan tersebut, REPETA mempunyai fungsi pokok sebagai berikut.

  • Menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa dan masyarakat, karena memuat seluruh kebijakan publik.
  • Menjadi pedoman dalam menyusun APBN, karena memuat arah seluruh kebijakan pembangunan nasional dalam setahun.
  • Menciptakan kepastian kebijakan, karena merupakan komitmen bangsa yang ditetapkan bersama oleh eksekutif dan legislatif.

2. Prinsip, Asas, dan Cara Penyusunan APBN

a. Prinsip Penyusunan APBN

Prinsip-prinsip penyusunan APBN berdasarkan aspek pendapatan, antara lain, sebagai berikut.

  • Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.
  • Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara, serta sewa atas penggunaan barang-barang milik negara.
  • Penutupan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan denda yang telah dijanjikan.

Adapun prinsip-prinsip penyusunan APBN berdasarkan aspek pengeluaran negara, antara lain, sebagai berikut.

  • Hemat, tidak mewah, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang diisyaratkan.
  • Terarah dan terkendali sesuai dengan rencana program atau kegiatan.
  • Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memerhatikan kemampuan atau potensi nasional.

b. Asas Penyusunan APBN

Penyusunan program pembangunan tahunan dituangkan dalam APBN berdasarkan asas kemandirian, penghematan, dan prioritas.

  • Kemandirian, artinya sumber penerimaan dalam negeri semakin ditingkatkan.
  • Penghematan atau peningkatan efisiensi dan produktivitas.
  • Penajaman prioritas pembangunan.

c. Cara Penyusunan APBN

APBN disusun oleh pemerintah dalam bentuk rencana. Rencana tersebut diajukan kepada DPR, selanjutnya DPR membahas RAPBN dalam masa sidang. Sesudah RAPBN disetujui oleh DPR, RAPBN kemudian ditetapkan menjadi APBN melalui undang-undang. Apabila RAPBN tidak disetujui, pemerintah menggunakan APBN tahun sebelumnya. Agar pelaksanaan APBN sesuai dengan rencana, maka dikeluarkan Keputusan Presiden tentang pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara.

3. Sumber Penerimaan dan Pengeluaran APBN

Perhatikan Tabel 2.1 dengan saksama! Perhatikan kolom paling kiri dalam tabel tersebut! Apa yang dapat kamu simpulkan? Jika kita lihat pada tabel APBN/ RAPBN di sisi kiri menunjukkan rincian penerimaan (pendapatan) dan sisi kanan rincian pengeluaran (belanja) negara. Sumber perekonomian negara terdiri atas penerimaan dalam negeri dan penerimaan pembangunan.

a. Sumber Penerimaan

Penerimaan (pendapatan) negara adalah semua penerimaan dalam negeri dan penerimaan pembangunan yang digunakan untuk membiayai belanja negara. Sumber penerimaan negara terdiri atas penerimaan dalam negeri dan penerimaan pribumi.

1) Penerimaan Dalam Negeri

Penerimaan dalam negeri adalah semua penerimaan yang diterima negara dalam bentuk migas dan di luar migas.

a) Penerimaan Migas

Penerimaan minyak dan gas alam (migas) adalah penerimaan yang berasal dari penjualan minyak dan gas alam.

b) Penerimaan Nonmigas

Penerimaan nonmigas adalah penerimaan yang berasal dari pajak, bea cukai, non-pajak, dan penerimaan lain-lain.

c) Penerimaan Pajak

Penerimaan pajak terdiri atas pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, bea materai, serta pajak bumi dan bangunan.

d) Penerimaan Bea Masuk dan Cukai

Bea masuk dipungut atas sejumlah barang yang diimpor, sedangkan penerimaan cukai terdiri atas cukai tembakau, gula, bir, dan alkohol sulingan.

e) Penerimaan Bukan Pajak

Penerimaan bukan pajak terdiri dari penerimaan luar negeri, laba perusahaan negara, pengembalian pinjaman yang diberikan, penjualan barang negara, sewa jasa barang negara.

2) Penerimaan Pembangunan

Penerimaan pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari bantuan dan atau pinjaman luar negeri. Penerimaan pembangunan terdiri atas penerimaan dalam bentuk bantuan program dan bantuan proyek. Bantuan dari luar negeri di antaranya bantuan pinjaman yang disalurkan melalui IGGI atau CGI.

b. Pengeluaran Negara

Pengeluaran (belanja) negara adalah semua pengeluaran negara untuk membiayai tugas-tugas umum pemerintah dan pembangunan. Belanja negara terdiri atas pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.

1) Pengeluaran Rutin

Pengeluaran rutin terdiri atas belanja pegawai, belanja daerah, subsidi otonomi, pembayaran bunga dan cicilan utang serta subsidi BBM.

2) Pengeluaran Pembangunan

Pengeluaran pembangunan adalah semua pengeluaran negara untuk membiayai proyek pembangunan, misalnya pembangunan di sektor industri, pertanian dan kehutanan, serta sektor pendidikan.

4. Keseimbangan APBN

Kondisi keuangan negara tidak selamanya stabil. Adakalanya pengeluaran lebih sedikit dari penghasilan, atau dapat pula sama, bahkan mungkin lebih besar dibandingkan dengan penghasilan. Untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional sehingga kelancaran roda pembangunan tidak terhambat, maka keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran perlu dijaga.

  1. APBN dikatakan seimbang apabila jumlah pendapatan (penerimaan) negara dapat menutup semua belanja negara yang direncanakan.
  2. APBN dinyatakan defisit apabila pendapatan (penerimaan) negara lebih kecil daripada pengeluaran negara sehingga ditutup dengan pinjaman atau dengan cara lain.
  3. APBN dikatakan surplus apabila pendapatan (penerimaan) negara lebih besar daripada pengeluaran negara.

Keseimbangan APBN selain diusahakan dengan anggaran berimbang, diusahakan pula dengan jalan penghematan pengeluaran rutin, penambahan penerimaan negara, penambahan tabungan pemerintah, dan lain-lain.

5. Utang Negara

Pada suatu saat negara membutuhkan pengeluaran yang lebih besar dari pendapatannya. Misalnya pada saat perang dan bencana alam. Kelebihan pengeluaran ini ditutup dengan utang negara. Utang negara ada dua yaitu utang dalam negeri dan utang luar negeri.

Apakah APBN harus selalu seimbang? Pertanyaan ini dalam teori lama (Klasik) dijawab dengan: ya, harus, selalu! Tetapi pandangan teori Keynesian lain. Tentu saja, defisit yang disebabkan oleh salah urus jelas harus dihindarkan. Tetapi mungkin terjadi pengeluaran negara melebihi penerimaannya demi kestabilan ekonomi nasional. Misalnya pada waktu perang, bencana alam atau untuk mengatasi keadaan depresi dan pengangguran massal, yang penanggulangannya memerlukan biaya besar. Dalam hal seperti itu, kepentingan umum menuntut campur tangan negara, walaupun pengeluaran pemerintah melebihi penerimaannya. Dalam keadaan demikian pemerintah harus mencari pinjaman, sehingga timbul utang negara.

Utang dalam negeri biasanya melalui Bank Sentral dan dunia perbankan tidak menimbulkan banyak persoalan, karena pada akhirnya yang berutang dan berpiutang adalah bangsa Indonesia yang sama. Lain halnya dengan utang luar negeri, karena pelunasannya memerlukan valuta asing. Sebagai contoh pada tahun 1978 pemerintah Indonesia kali pertama menjual obligasi negara kepada luar negeri (Jepang). Pada waktu itu hal tersebut pada waktu itu menimbulkan kehebohan di kalangan masyarakat, tetapi di lain pihak dengan penjualan obligasi tersebut berarti kertas berharga Indonesia ikut beredar dalam pasaran modal internasional di masa datang.

Dalam rangka pembiayaan pembangunan nasional (Pelita), setiap tahun pemerintah Indonesia mengajukan pinjaman luar negeri melalui Intergovernmental Groups of Indonesia (IGGI) yang kemudian diubah menjadi Consultative Government for Indonesia (CGI) yang berpusat di Paris, Prancis.

6. Pengawasan Anggaran

APBN menyangkut kepentingan orang banyak, sehingga memerlukan pengawasan sasaran yang ditentukan tercapai. Adapun instansi yang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan APBN adalah sebagai berikut.

  1. Badan Pemeriksa Keuangan selaku instansi tertinggi sesuai dengan ketentuan Pasal 23 Ayat (5) UUD 45.
  2. Pengawasan intern pada tingkat eksekutif dijalankan oleh Direktur Pengawasan keuangan negara atas nama Menteri Keuangan.
  3. Dalam lingkungan departemen masing-masing, pengawasan intern dilakukan oleh Inspektorat Jenderal (maupun Inspektorat Jenderal Proyek-proyek Pembangunan), yang dibentuk berdasarkan Kep. Pres. No. 25 Tahun 1974.
  4. Khusus untuk program dan proyek-proyek pembangunan, dibentuk BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan).

7. Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN oleh Pemerintah Kepada DPR

Pertanggungjawaban pemerintah tentang keuangan negara kepada DPR dituangkan dalam bentuk penyusunan Perhitungan Anggaran Negara (PAN) dan yang terlebih dahulu harus diperiksa oleh BPK atau serta Neraca Kekayaan Negara. Hasil pemeriksaan oleh BPK diberitahukan kepada DPR. DPR (dalam hal ini komisi APBN), meneliti pertanggungjawaban APBN dan memberikan pendapat mengenai hasil pemeriksaan BPK tersebut selambat-lambatnya satu bulan setelah pemerintah menyampaikan RUU tentang perhitungan anggaran tersebut.

C. Sasaran Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta) Tahun 2003

Dengan melihat angka-angka APBN tahun 2002 dan tahun 2003, serta tabel Ringkasan Perkembangan Ekonomi Makro, secara lebih rinci, masing-masing prioritas pembangunan nasional terutama di bidang ekonomi adalah sebagai berikut.

1. Meningkatkan Penanggulangan Kemiskinan dan Menjamin Ketahanan Pangan

Kemiskinan merupakan masalah multidimensional, yang meliputi dimensi sosial, fisik, politik, atau kelembagaan mempunyai karakteristik tertentu. Untuk tiap kawasan penanggulangan kemiskinan tidak semata mencakup warga miskin, tetapi juga lingkungannya baik lingkungan sosial atau ekonomi, fisik atau politik dan kelembagaan.

2. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)

Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan kemampuan nasional, dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memerhatikan tantangan perkembangan global.

Salah satu indikator yang menunjukkan masih rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia adalah masih tingginya angka buta huruf penduduk dewasa. Data tahun 2000 (Indikator Kesejahteraan Rakyat) menunjukkan angka buta huruf di Indonesia masih 11,4%, yang artinya tiap 1000 orang yang berusia 15 tahun ke atas, 11 orang di antaranya masih buta huruf.

3. Menciptakan Stabilitas Ekonomi dan Keuangan

Beberapa langkah kebijakan pokok di bidang ekonomi yang perlu dilaksanakan, antara lain, memperbaiki koordinasi kebijakan fiskal, moneter dan sektor riil dalam rangka menghasilkan paket kebijakan ekonomi yang kredibel untuk mencapai kepercayaan para pelaku ekonomi.

Di sisi moneter, kebijakan diarahkan pada upaya mencapai sasaran uang primer yang konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi agar secara bertahap perkembangan suku bunga dapat menurun dan memberikan sinyal yang kondusif bagi percepatan pemulihan ekonomi dan fungsi intermediasi perbankan. Di sektor riil, meningkatkan upaya dan koordinasi lembaga terkait untuk membangun kesadaran dan komitmen akan pentingnya pengembangan dan pelaksanaan konsep daya saing nasional pada seluruh komponen produksi dan distribusi.

4. Mempercepat Restrukturisasi Utang Perusahaan dan Privatisasi Perusahaan Negara

Menjelang masa berakhirnya BPPN, jumlah utang perusahaan yang belum direstrukturisasi masih cukup besar. Langkah kebijakan pokok yang perlu dilakukan dalam rangka mempercepat restrukturisasi utang perusahaan dan privatisasi perusahaan negara, antara lain, sebagai berikut.

  1. Mempercepat penjualan aset-aset di BPPN.
  2. Menuntaskan divestasi bank-bank yang ditangani BPPN.
  3. Melakukan resolusi penyelesaian terhadap debitur-debitur non-kooperatif.
  4. Meningkatkan kapasitas dan kinerja peradilan niaga.
  5. Mempersiapkan upaya penanganan aset-aset di BPPN sehubungan akan berakhirnya masa tugas BPPN awal 2004.
  6. Menetapkan peraturan perundang-undangan dalam rangka memperkuat pelaksanaan privatisasi
  7. Melanjutkan upaya peningkatan kualitas pelayanan bumn.
  8. Melakukan sosialisasi program privatisasi dan restrukturisasi kepada berbagai pihak atau pemegang bumn.
  9. Mengembangkan jaringan komunikasi melalui internet dengan membangun BUMN online.

5. Memperluas Kesempatan Kerja

Permasalahan yang paling mendesak untuk diselesaikan adalah terciptanya aturan main yang jelas untuk mengurangi ketidakpastian dalam bidang ketenagakerjaan. Aturan main tersebut diharapkan dapat memberikan kepada pengusaha dan pekerja termasuk adanya keleluasaan bagi pekerja dalam mengorganisasikan dirinya sehingga dapat melakukan perundingan yang berkaitan dengan hak dan kewajibannya.

6. Meningkatkan Pembangunan Daerah melalui Otonomi Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat

Tantangan pemantapan otonomi daerah adalah bagaimana meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam hal manajerial maupun teknis dalam waktu yang cepat dan serentak. Adapun langkah-langkah kebijakan yang akan dilakukan, antara lain: (a) pemantapan pelaksanaan desentralisasi; (b) pengembangan wilayah; (c) pembangunan perkotaan; (d) pembangunan pedesaan melalui perluasan kesempatan kerja, penanggulangan kemiskinan, serta pemeliharaan sarana dan prasarana dasar penunjang pembangunan; (e) penataan ruang yang diutamakan pada penyesuaian peraturan-peraturan dan produk-produk penataan ruang.

7. Mendorong Pelaksanaan Pemilu 2004 yang lebih Demokratis

Permasalahan pokok yang masih dihadapi dalam pembangunan politik pada hakikatnya terkait dengan masih belum memadainya perangkat perundang-undangan dan peraturan pelaksanaannya untuk mendukung penyelenggaraan Pemilu 2004 yang lebih demokratis. Hal inilah yang seharusnya menjadi prioritas bagi pemerintah agar didapat hasil Pemilu yang representatif.

8. Membangun dan Memelihara Sarana dan Prasarana Dasar Penunjang Pembangunan Ekonomi

Pada tahun 2003, kebutuhan terhadap sarana dan prasarana dasar publik meningkat pesat sejalan dengan membaiknya perekonomian. Bahkan di beberapa daerah, sejalan dengan desentralisasi, peningkatan kebutuhan tersebut demikian pesat. Pembangunan sarana prasarana publik perlu lebih dipercepat untuk mengurangi kesenjangan antara permintaan dan penawaran sarana dan prasarana dasar, terutama dalam penyediaan listrik, prasarana transportasi dan komunikasi.

D. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

1. Pengertian APBD

APBD adalah perkiraan besarnya Rencana Pendapatan dan Belanja Daerah dalam suatu jangka waktu tertentu di masa yang akan datang, yang disusun secara sistematis dengan prosedur dan bentuk tertentu. Unsur-unsur yang harus ada dalam APBD, antara lain, sebagai berikut:

  1. Rencana besarnya biaya belanja dan pendapatan;
  2. Periodisasi atau jangka waktu 1 (satu) tahun;
  3. Disusun secara sistematis: (1) anggaran pendapatan dan anggaran belanja dan (2) anggaran belanja terdiri atas belanja rutin dan belanja pembangunan;
  4. Disusun dengan prosedur dan mekanisme yang telah ditetapkan, yaitu (1) penyusunan prakonsep oleh eksekutif, (2) penyampaian ke DPRD, (3) pembahasan di DPRD prosesnya juga melalui tahapan-tahapan, (4) penetapan anggaran.

2. Dasar Hukum tentang Keuangan Daerah dan APBD

Keuangan daerah dan APBD diatur dan disusun dengan dasar hukum tertentu. Landasan mengenai hal itu, antara lain, sebagai berikut:

  1. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Bab VIII, Pasal 78 s.d. 86).
  2. UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
  3. PP No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.

3. Siklus APBD

Yang dimaksud dengan siklus anggaran adalah tahapan-tahapan atau kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan setiap tahun secara berulang dalam proses penyusunan atau pembuatan anggaran daerah. Karena tahapan-tahapan tersebut setiap tahun berulang terus sehingga merupakan lingkaran (circle) yang tidak terputus, maka disebut siklus.

4. Penerimaan Anggaran APBD

Setiap dinas, lembaga, satuan kerja daerah lainnya yang mempunyai sumber pendapatan selambat-lambatnya pada bulan April tahun anggaran yang bersangkutan menetapkan bendaharawan dan atasan langsungnya yang diwajibkan menagih, menerima dan melakukan penyetoran pendapatan daerah. Wewenang menetapkan bendaharawan berada di tangan Kepala Daerah.

5. Pengeluaran Anggaran APBD

Pengeluaran anggaran belanja daerah dilakukan berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

  1. Hemat, tidak mewah, efisien dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang diisyaratkan.
  2. Terarah dan terkendali sesuai dengan rencana program atau kegiatan serta fungsi masing-masing dinas atau lembaga atau satuan kerja daerah lainnya.
  3. Keharusan penggunaan kemampuan dan hasil produksi dalam negeri sejauh ini dimungkinkan.

6. Penatausahaan Anggaran APBD

Setiap dinas, instansi, dan unit kerja pemungut retribusi daerah melakukan penatausahaan:

  1. Surat Setoran Retribusi (STR) yang diterbitkan.
  2. Benda berharga berupa karcis, materai, leges, formulir berharga dan yang sejenis yang dibubuhkan nilai nominal dan berfungsi sama dengan ketetapan.
  3. Blangko/benda berharga yang diterbitkan selambat-lambatnya 3 bulan sekali dalam 3 bulan harus didukung berita acara.
  4. Kartu retribusi daerah.
  5. Jumlah subjek dan objek.
  6. Penerimaan retribusi yang mengangsur pembayaran retribusi daerah.

7. Pengawasan Anggaran APBD

Kepala daerah melakukan pengawasan pendapatan dan belanja daerahnya dan kepala dinas/lembaga/satuan kerja daerah atau pemimpin proyek/atasan langsung bendaharawan (orang/badan yang menerima/menguasai anggaran daerah sebesar dana yang dikuasainya) wajib menyelenggarakan pembukuan uang/barang. Pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah dilakukan dengan cara sebagai berikut:

  1. Kepala daerah diwajibkan mengadakan pengawasan atas penerimaan, penyetoran, dan pembukuan penerimaan.
  2. Atasan langsung bendaharawan khusus penerima melakukan pengawasan melekat.
  3. Pelaksanaan pengawasan/pemeriksaan dilakukan oleh inspektorat wilayah provinsi/kabupaten/kotamadya.
  4. Hasil pemeriksaan/pengawasan dilaporkan kepada kepala daerah.