Ketenagakerjaan

Daftar Isi

A. Kesempatan Kerja

1. Pengertian Kesempatan Kerja

Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang sangat penting. Manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Agar seseorang dapat bekerja dibutuhkan kesempatan kerja. Manusia harus bekerja untuk mempertahankan hidupnya. Di dalam produksi, tenaga manusia merupakan faktor produksi yang penting dan menentukan. Dengan bekerja, orang akan memperoleh uang atau imbalan jasa untuk membiayai kebutuhan hidupnya. Untuk itu, semua anggota masyarakat yang sudah dewasa harus memperoleh kesempatan kerja dan dapat memilih pekerjaan tertentu sesuai dengan bakat dan keahliannya.

Kesempatan kerja (demand for labour) ialah jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia untuk angkatan kerja. Di Indonesia masalah, kesempatan kerja ini dijamin di dalam UUD 1945 Pasal 27 Ayat (2) yang berbunyi, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.” Dengan begitu jelas, pemerintah bertanggung jawab atas penciptaan kesempatan kerja serta perlindungan terhadap tenaga kerja. Hal ini dimaksudkan agar melalui pekerjaannya setiap warga negara dapat hidup layak.

2. Angkatan Kerja

Tenaga kerja ialah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Adapun angkatan kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas yang secara aktif melakukan kegiatan ekonomis (Biro Pusat Statistik, 1983). Angkatan kerja terdiri atas penduduk yang berciri sebagai berikut:

  1. Bekerja;
  2. Mempunyai pekerjaan tetap, tetapi sementara tidak bekerja;
  3. Tidak memiliki pekerjaan sama sekali, tetapi mencari pekerjaan secara aktif.

Mereka yang berumur 15 tahun atau tidak bekerja atau tidak mencari pekerjaan karena bersekolah, mengurus rumah tangga, pensiun, atau secara fisik dan mental tidak memungkinkan untuk bekerja tidak dimasukkan dalam angkatan kerja (Ida Bagus Mantra, 2003: 225). Selanjutnya, perhatikan bagan berikut.

B. Karakteristik Penduduk Indonesia

Sebagaimana telah kita diketahui, Indonesia memiliki penduduk dalam jumlah besar yang persebarannya tidak merata dan laju pertumbuhannya relatif tinggi. Dilihat dari perspektif sosial sebagian besar penduduk tinggal di daerah pedesaan terutama di Pulau Jawa. Ketidak-merataan jumlah penduduk antardaerah menimbulkan masalah bagi kota yang didatangi atau menyangkut penyediaan lapangan kerja, pemukiman, kriminalitas, dan masalah-masalah sosial yang lain. Sekitar 60% penduduk Indonesia bermukim di Pulau Jawa yang luasnya hanya 7% dari luas wilayah seluruh Indonesia. Oleh karena itu, Pulau Jawa memiliki kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia.

Dalam perspektif jenis kelamin, proporsi penduduk perempuan lebih besar daripada penduduk laki-laki. Namun selisihnya sangat tipis. Sepanjang kurun waktu 1971-1990 terdapat kecenderungan penduduk laki-laki bertambah lebih cepat daripada pasangannya. Dilihat dari perspektif usia, jumlah penduduk berumur 10 tahun ke atas (batas usia kerja di Indonesia) tiga kali lebih besar daripada jumlah penduduk berumur kurang dari 10 tahun. Pemerintah menargetkan laju pertumbuhan ini turun menjadi 1,7% per tahun pada akhir Repelita VI dan pada akhir PJP II dapat ditekankan lagi menjadi hanya 0,9%. Dengan skenario laju pertumbuhan semacam ini, maka pada tahun 2020 kelak diperkirakan penduduk kita berjumlah sekitar 260 juta jiwa.

Dilihat dengan perspektif regional, provinsi berpenduduk terpadat adalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Luas DKI Jakarta hanya 0,03% dari seluruh wilayah Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 4,60% dari penduduk Indonesia. Akan tetapi, Jakarta bukanlah provinsi yang tertinggi laju pertumbuhannya. Predikat terakhir ini dipegang oleh Kalimantan Timur yang dalam periode 1980-1990 laju pertumbuhan penduduknya rata-rata 4,42% per tahun. Jumlah penduduknya sendiri hanya sekitar 1% proporsi nasional, dengan kepadatan 9 orang per kilo meter persegi.

Wilayah dengan penduduk terjarang adalah Provinsi Irian Jaya. Setiap kilometer persegi wilayahnya hanya dihuni oleh 4 orang, padahal luasnya lebih dari seperlima wilayah negara. Daerah Istimewa Jogjakarta merupakan provinsi dengan laju pertumbuhan penduduk terendah, rata-rata hanya 0,57% per tahun untuk kurun waktu 1980-1990. Akan tetapi kepadatannya menempati urutan kedua tertinggi sesudah DKI Jakarta, sekitar 10 kali kepadatan penduduk Indonesia.

Sampai dengan akhir Repelita VI komposisi penduduk Indonesia menurut jenis kelamin diperkirakan tidak akan berubah di mana penduduk perempuan masih tetap lebih banyak daripada laki-laki. Angka rata-rata harapan hidup meningkat dari 62,7 tahun pada akhir Pelita V yang lalu menjadi 64,6 tahun pada akhir Repelita VI yang akan datang.

1. Kualitas Penduduk

Taraf pendidikan penduduk Indonesia pada umumnya masih rendah. Sampai dengan tahun 1991, lebih dari tiga perempat penduduk yang berusia 10 tahun ke atas tidak mengenyam pendidikan sekolah menengah tingkat pertama, terutama mereka yang tinggal di pedesaan. Bahkan sekitar 12% dari penduduk berusia 10 tahun ke atas itu tidak sekolah sama sekali. Dalam perspektif spasial, penduduk berusia 10 tahun ke atas yang tidak sampai mengenyam bangku SMTP jauh lebih banyak di daerah pedesaan daripada di daerah perkotaan.

2. Angkatan Kerja Indonesia

Sekitar tiga perempat penduduk Indonesia termasuk di dalam batas usia kerja. Dengan kata lain seperempat penduduk tidak tergolong sebagai tenaga kerja karena belum berumur 10 tahun. Pada tahun 1993, jumlah tenaga kerja tercatat sebanyak 143,8 juta orang, namun tidak semua dari jumlah ini yang tergolong sebagai angkatan kerja. Proporsi tenaga kerja yang tergolong sebagai angkatan kerja hanyalah sekitar 55%-60%. Pertumbuhan jumlah tenaga kerja lebih tinggi daripada pertumbuhan jumlah penduduk secara keseluruhan. Hal itu disebabkan karena struktur penduduk kita menurut komposisi umur, masih didominasi penduduk berusia muda.

Angkatan kerja Indonesia pada tahun 1994 berjumlah 85,8 juta orang, yaitu sekitar 44,64% jumlah penduduk. Angka ini merupakan kenaikan sebanyak 4,4 juta orang atau 5,41% dibandingkan angkatan kerja tahun sebelumnya. Proporsi angkatan kerja terhadap jumlah seluruh penduduk berkisar 40%-45% dari tahun ke tahun. Jumlah angkatan kerja tumbuh jauh lebih cepat daripada jumlah penduduk, bahkan juga dibandingkan jumlah tenaga kerja. Angkatan kerja yang tumbuh sangat cepat akan membawa masalah tersendiri bagi perekonomian, yakni penciptaan atau perluasan lapangan kerja.

Jika kesempatan kerja baru tidak mampu menampung semua angkatan kerja baru, maka sebagian angkatan kerja baru itu akan memperpanjang barisan penganggur yang sudah ada. Penciptaan lapangan kerja inilah yang sekarang menjadi salah satu masalah rawan dalam pembangunan ekonomi di tanah air. Adapun kualitas tenaga kerja Indonesia, sebagaimana tercermin dari tingkat pendidikan angkatan kerja dan produktivitas pekerja masih relatif rendah.

Rendahnya tingkat pendidikan angkatan kerja Indonesia ditunjukkan dengan adanya 81,4 juta orang angkatan kerja pada tahun 1993, di mana sebanyak 59,6 juta orang (73,22%) hanya berpendidikan tamat sekolah dasar atau lebih rendah. Bahkan 9,8 juta orang dari seluruh angkatan kerja tidak pernah bersekolah sama sekali. Sementara yang bergelar sarjana tak lebih dari 1,23%. Tingkat pendidikan angkatan kerja yang relatif rendah kurang memadai untuk mendukung industrialisasi. Adapun industrialisasi merupakan sebuah proses pembangunan ekonomi yang justru menuntut tenaga-tenaga terdidik dan terampil.

C. Hubungan Jumlah Penduduk, Angkatan Kerja, dan Pengangguran

1. Angkatan Kerja

Seperti sudah disinggung di atas, angkatan kerja (labour force) merupakan sebagian dari jumlah penduduk yang seminggu sebelum sensus sudah bekerja, baik sedang bekerja atau sementara sedang tidak bekerja dengan berbagai alasan seperti sedang menunggu panen atau cuti. Tidak semua angkatan kerja akan mendapat kesempatan kerja, karena lapangan kerja yang tersedia belum tentu dapat menyerapnya.

2. Pengangguran

Angkatan kerja yang tidak terserap dalam kesempatan kerja sehingga belum kerja atau sudah bekerja tetapi karena sesuatu hal tidak bekerja secara optimal disebut pengangguran (unemployment).

3. Kesempatan Kerja

Kesempatan kerja (demand for labour) adalah suatu keadaan yang menggambarkan ketersediaan pekerjaan (lapangan kerja) untuk diisi oleh para pencari kerja. Kondisi perekonomian yang terjadi akhir-akhir ini menambah banyaknya jumlah pengangguran karena adanya PHK dari perusahaan yang gulung tikar atau merugi.

D. Macam-macam Pengangguran dan Penyebabnya

1. Macam-macam Pengangguran

Pengangguran tidak hanya menjadi masalah bagi pribadi yang bersangkutan tetapi juga bagi negaranya. Macam-macam pengangguran ditinjau dari penyebabnya, antara lain, sebagai berikut.

a. Pengangguran Konjungtur

Pada waktu kegiatan ekonomi mengalami kemunduran, perusahaan harus mengurangi kegiatan produksi, baik dengan mengurangi produksi maupun dengan mengurangi sebagian tenaga kerja. Kemunduran ekonomi akan menaikkan tingkat pengangguran dalam masyarakat. Pengangguran yang disebabkan oleh adanya siklus konjungtur (perubahan kegiatan perekonomian) disebut dengan pengangguran konjungtur.

b. Pengangguran Teknologi

Perusahaan membutuhkan banyak pekerja yang paham akuntansi untuk mengerjakan pembukuannya. Namun setelah ada komputer yang dilengkapi dengan sistem akuntansi, maka kehadiran pekerja-pekerja tersebut tidak dibutuhkan lagi. Perusahaan hanya membutuhkan pekerja yang menghasilkan sistem dalam komputer. Pengangguran yang disebabkan oleh penggunaan mesin-mesin yang modern dan serba otomatis, sehingga tenaga kerja manusia dikurangi, bahkan ditiadakan disebut pengangguran teknologi.

c. Pengangguran Musiman

Pengangguran musiman merupakan pengangguran yang disebabkan oleh pengaruh musim. Pada saat musim tanam dan panen, banyak petani yang turun ke sawah dan ladang untuk melakukan aktivitas mereka. Namun, di saat selang waktu antara kedua musim tersebut petani tidak banyak melakukan aktivitas. Mereka hanya menggembalakan ternak atau sekadar istirahat di rumah. Pada saat ini, petani merupakan pengangguran musiman.

d. Pengangguran Struktural

Pengangguran yang disebabkan oleh adanya perubahan struktur dan kegiatan ekonomi sebagai akibat perkembangan ekonomi. Ada dua kemungkinan yang menyebabkan pengangguran struktural, yaitu menurunnya permintaan dan teknik produksi yang semakin canggih.

1) Permintaan Menurun

Salah satu contoh pengangguran struktural yang disebabkan oleh berkurangnya permintaan ialah pengangguran yang terjadi di kalangan tukang jahit dan tukang sepatu tradisional. Hal ini disebabkan oleh adanya perkembangan industri garmen atau konveksi dan industri sepatu modern. Para konsumen lebih suka membeli baju dan sepatu siap pakai.

2) Makin Canggihnya Teknik Produksi

Faktor ini memungkinkan suatu perusahaan pada waktu yang sama menaikkan produksi sekaligus mengurangi tenaga kerja. Mesin berat dapat digunakan untuk mendorong dan meratakan tanah atau menggali parit untuk membersihkan kawasan. Penggunaan mesin-mesin ini akan mengurangi tenaga manusia yang diperlukan dalam kegiatan membangun jalan raya.

e. Pengangguran Normal

Pengangguran yang disebabkan memang belum mendapat pekerjaan karena pendidikan dan keterampilan yang tidak memadai.

f. Terselubung (Diseguiseed Unemployment)

Seorang lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Program Teknologi Pertanian, karena sesuatu hal terpaksa bekerja sebagai pelayan toko, yang sebenarnya tidak sesuai dengan bakat dan keterampilannya. Lulusan ini merupakan pengangguran terselubung. Pengangguran terselubung merupakan tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena sesuatu alasan tertentu, misalnya karena tidak memperoleh suatu pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

g. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment)

Pengangguran terbuka adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Ada yang sudah berusaha secara maksimal tapi belum memperoleh pekerjaan, tetapi ada juga yang tidak berusaha mencari pekerjaan karena malas.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal yang menyebabkan pengangguran sebagai berikut.

  • Penduduk yang relatif banyak, sedangkan lapangan kerja atau lapangan usaha belum dapat menampung.
  • Pendidikan dan keterampilan yang rendah dan tidak siap kerja.
  • Teknologi yang semakin modern.
  • Pengusaha yang selalu mengejar keuntungan dengan cara melakukan penghematan-penghematan.
  • Ketidakstabilan perekonomian, politik, dan keamanan suatu negara.

2. Struktur Penduduk Indonesia

Struktur penduduk dalam negara kita dapat digambarkan dalam piramida sebagai berikut.

Adapun rasio yang penting dalam hubungannya dengan penduduk dan angkatan kerja antara lain rasio angka ketergantungan, rasio tingkat partisipasi angkatan kerja dan rasio angka pengangguran.

a. Angka Ketergantungan

Rasio angka ketergantungan menunjukkan berapa banyak beban penduduk usia nonproduktif (bukan tenaga kerja) yang harus ditanggung oleh seorang penduduk produktif (tenaga kerja).

b. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Rasio tingkat partisipasi angkatan kerja menunjukkan proporsi penduduk usia produktif yang menawarkan diri di pasar kerja.

c. Angka Pengangguran

Rasio angka pengangguran menunjukkan proporsi angkatan kerja yang menganggur atau belum berhasil memperoleh pekerjaan.

E. Dampak Pengangguran terhadap Kegiatan Ekonomi Masyarakat

Setiap negara selalu berusaha meningkatkan kemakmuran masyarakat dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang pesat. Tingkat pengangguran yang relatif tinggi tidak memungkinkan masyarakat mencapai tujuan tersebut bahkan menimbulkan dampak negatif dalam masyarakat. Dampak negatif pengangguran antara lain sebagai berikut.

1. Tingkat Kemakmuran yang Mungkin Dicapai tidak Maksimal

Pengangguran menyebabkan pendapatan nasional yang dicapai lebih rendah dari pendapatan nasional potensial. Keadaan ini berarti tingkat kemakmuran masyarakat yang dicapai lebih rendah dari tingkat kemakmuran yang mungkin dapat dicapainya.

2. Kehilangan Kemampuan Keterampilan

Keterampilan dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan hanya dapat dipertahankan apabila keterampilan tersebut digunakan dalam praktik. Menganggur dalam periode yang lama akan menyebabkan tingkat keterampilan pekerja menjadi semakin menurun.

3. Ketidakstabilan Sosial dan Politik

Kegiatan ekonomi yang lesu dan pengangguran yang tinggi dapat menimbulkan rasa tidak puas masyarakat kepada pemerintah. Golongan yang memerintah semakin tidak disenangi oleh sebagian masyarakat. Berbagai tuntutan dan kritik akan dilontarkan kepada pemerintah yang disertai aksi unjuk rasa, sehingga mengganggu stabilitas politik. Pengangguran juga mengakibatkan kegiatan-kegiatan yang bersifat kriminal juga semakin meningkat.

F. Cara Mengatasi Pengangguran

Dalam rangka mengatasi pengangguran, ada beberapa usaha yang dapat dilakukan oleh pemerintah, antara lain sebagai berikut.

1. Mendorong Majunya Pendidikan

Dengan pendidikan yang memadai memungkinkan seseorang untuk memperoleh kesempatan kerja yang lebih baik.

2. Mengintensifikasi Pekerjaan di Daerah Pedesaan yang Bersifat Padat Karya

Tujuan mengintensifikasi pekerjaan di suatu pedesaan yang bersifat padat karya adalah untuk mengurangi pengangguran tenaga kasar di daerah pedesaan dan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk.

3. Mendirikan Pusat-pusat Latihan Kerja

Departemen tenaga kerja mendirikan pusat latihan kerja dengan tujuan melatih orang-orang menjadi manusia yang terampil dan menjadi manusia yang kreatif.

4. Meningkatkan Transmigrasi

Program peningkatan transmigrasi ditujukan untuk mengatasi pengangguran di daerah-daerah padat penduduk. Sekaligus untuk mengurangi kepadatan penduduk terutama di Pulau Jawa. Dengan demikian, tenaga kerja di Pulau Jawa dapat lebih dimanfaatkan untuk berproduksi di daerah-daerah di luar Pulau Jawa.

5. Industrialisasi

Dengan berdirinya banyak pabrik industri, berarti lebih banyak tenaga kerja yang dapat diserap.

6. Menggiatkan Pelaksanaan Program Keluarga Berencana (KB)

Program KB, antara lain, bertujuan untuk menghambat pertambahan penduduk dalam usaha mengurangi laju pertambahan golongan angkatan kerja. Jika antara pertambahan jumlah angkatan kerja seimbang dengan jumlah lapangan kerja yang tersedia maka masalah pengangguran dapat diatasi.

7. Mengadakan Proyek SP3 (Sariana Penggerak Pembangunan Pedesaan)

Sarjana-sarjana lulusan berbagai perguruan tinggi ditugaskan sebagai pelopor pembangunan dan pembaruan di daerah pedesaan, sekaligus menyerap tenaga kerja tamatan perguruan tinggi.

8. Membuka Kesempatan Bekerja di Luar Negeri

Pemerintah memberi kesempatan kepada masyarakat untuk bekerja di luar negeri melalui Departemen Tenaga Kerja dan perusahaan pengerah tenaga kerja. Masyarakat yang berminat dapat mendaftarkan diri, kemudian diberi pelatihan dan dikirim ke luar negeri untuk ditempatkan di berbagai perusahaan atau rumah tangga.

G. Perundang-Undangan Kerja dan Peraturan-peraturan Perburuhan

Di bawah ini dibicarakan beberapa perundang-undangan kerja, dan peraturan-peraturan perburuhan yang berlaku di Indonesia.

1. Undang-Undang Kerja (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1951)

Menurut undang-undang ini ditentukan sebagai berikut.

  1. Anak-anak yang berumur 14 tahun ke bawah tidak boleh menjalankan pekerjaan. Orang muda yaitu mereka yang berumur di atas 14 tahun dan di bawah 18 tahun, tidak boleh menjalankan pekerjaan pada malam Yang dimaksud dengan malam hari, yaitu dari jam 18.00 sampai 06.00. Orang muda tidak boleh bekerja di tambang dan tidak boleh menjalankan pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan dan keselamatannya.
  2. Wanita tidak boleh bekerja pada malam hari, kecuali karena sifat pekerjaan ini yang mengharuskan wanita melakukannya (misalnya perawatan). Wanita tidak boleh bekerja di Selanjutnya wanita tidak boleh bekerja yang berbahaya bagi kesehatannya, juga pada pekerjaan yang menurut sifat, tempat, dan keadaannya berbahaya bagi kesusilaan.
  3. Buruh tidak boleh bekerja lebih dan 7 jam sehari dan 40 jam Apabila pekerjaan dilakukan pada malam hari atau berbahaya bagi kesehatan atau keselamatan, maka tidak boleh bekerja lebih dari 6 jam sehari atau 35 jam seminggu.
  4. Waktu istirahat harus ada setelah bekerja 4 jam terus menerus, istirahat tidak boleh kurang daripada setengah Tiap-tiap minggu harus diadakan sedikit-dikitnya satu hari istirahat.
  5. Buruh wanita harus diberi istirahat selama satu setengah bulan sebelum saatnya ia menurut perhitungan akan melahirkan anak dan satu setengah bulan sesudah melahirkan anak atau gugur Pada waktu pertama dan kedua hari haid, buruh wanita tidak boleh diwajibkan bekerja.

2. Peraturan Istirahat Tahunan bagi Buruh (Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1954)

Menurut peraturan ini maka ditetapkan sebagai berikut.

  1. Buruh berhak istirahat tahunan tiap-tiap sekali setelah ia mempunyai masa kerja 12 bulan berturut-turut pada suatu majikan atau beberapa majikan dari satu organisasi majikan.
  2. Lama waktu istirahat tahunan dihitung untuk tiap-tiap 30 hari bekerja, satu hari istirahat sampai paling banyak 12 hari kerja.
  3. Hak atas istirahat itu harus dipergunakan dalam jangka waktu 6 bulan sesudah lahirnya hak itu.
  4. Istirahat tahunan harus terus-menerus.
  5. Selama istirahat tahunan buruh berhak atas upah penuh.

3. Undang-Undang Perjanjian Perburuhan (Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1954)

Dari undang-undang perburuhan ini dikutip beberapa patokan sebagai berikut. Perjanjian perburuhan adalah perjanjian yang harus diselenggarakan oleh serikat-serikat buruh yang telah didaftarkan pada Kementerian Perburuhan dengan majikan, majikan-majikan, perkumpulan atau perkumpulan-perkumpulan majikan yang berbadan hukum yang pada umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat yang harus diperhatikan di dalam perjanjian kerja.

4. Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957)

Dari undang-undang ini, dikutip beberapa patokan sebagai berikut.

  1. Perselisihan perburuhan ialah pertentangan antara majikan atau perkumpulan majikan dengan serikat buruh atau gabungan serikat buruh berhubungan dengan tidak adanya persesuaian paham mengenai hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan atau keadaan perburuhan.
  2. Bilamana terjadi perselisihan perburuhan, maka serikat buruh dan majikan mencari penyelesaian perselisihan secara damai dengan jalan perundingan.
  3. Majikan dan buruh yang terlibat dalam perselisihan perburuhan, atas kehendak mereka sendiri atau anjuran Panitia Daerah, dapat meminta supaya perselisihan mereka diselesaikan oleh juru pemisah.
  4. Putusan juru pemisah atau dewan pemisah sesudah disahkan oleh Panitia Pusat mempunyai kekuatan hukum sebagai putusan Panitia Pusat.

5. Peraturan Hari Libur bagi Buruh

Semua buruh mendapat istirahat dengan upah penuh pada hari libur. Hari libur nasional, selain hari Minggu, adalah hari-hari besar nasional. Hari besar nasional tersebut adalah Tahun Baru 1 Januari, Proklamasi Kemerdekaan (17 Agustus), Nuzulul Quran, Isra Mikraj, Idul Fitri (2 hari), Idul Adha, 1 Muharam, Maulid Nabi Muhammad saw., Wafat Isa Almasih, Paskah (hari kedua), Kenaikan Isa Almasih, Pantekosta (hari kedua), Natal (hari pertama), Hari Raya Nyepi, Hari Raya Waisak, dan Tahun Baru Imlek.

6. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek

Oleh Menteri Sekretaris Negara pada tanggal 17 Februari 1992 telah disahkan sekaligus ditetapkan undang-undang RI Nomor 3 tahun 1992 mengenai Jamsostek. undang-undang ini terkait dengan pemberian bantuan tunjangan kepada buruh dan keluarganya dalam hal sakit, hamil, bersalin, atau meninggal dunia.

Dalam undang-undang ini dijelaskan tentang tenaga kerja dan pengusaha. Menurut undang-undang tersebut, pengusaha adalah (a) orang, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; (b) orang, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; (c) orang, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia, mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) dan (b) yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

Dijelaskan juga batasan tentang kecelakaan kerja. Menurut undang-undang tersebut, kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja. Demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar.

Adapun ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) dalam undang-undang tersebut meliputi (a) jaminan kecelakaan kerja, (b) jaminan kematian, (c) jaminan hari tua, dan (d) jaminan pemeliharaan hari tua.

7. Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Dalam undang-undang ini dijelaskan tentang pengertian istilah-istilah yang lazim digunakan dalam ketenagakerjaan, seperti tenaga kerja, pengusaha, dan perusahaan. Di dalamnya, antara lain, diatur dengan cukup terperinci masalah hubungan kerja, pekerja anak, pekerja perempuan, perencanaan kerja, pelatihan kerja, dan penempatan tenaga kerja. Berikut ini dikutipkan beberapa pasal dari undang-undang Nomor 13 Tahun 2003.

  1. Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja (Pasal 1 Ayat 1).
  2. Pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk
  3. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan (Pasal 5).
  4. Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan (Pasal 9).
  5. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri (Pasal 31).