Makalah Konsep Kefarmasian

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Konsep Kefarmasian ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan yang berjudul Makalah Konsep Kefarmasian ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Konsep Kefarmasian ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Konsep Kefarmasian ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Indonesia, November 2024
Penyusun

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Farmasi tetap merupakan suatu fungsi dari kedokteran, sampai meningkatnya jenis obat-obatan dan semakin rumitnya cara pembuatannya, yang membutuhkan para ahli yang dapat mencurahkan segenap perhatiannya pada pekerjaan ini. Secara resmi farmasi terpisah dari kedokteran sejak tahun 1240 setelah Masehi. Saat itu ada perintah dari raja Jerman Frederick II, dan untuk mengatur pekerjaan kefarmasian di bawah pemerintahannya yang disebut “Two Sicilies”. Dekretnya yang membagi dua profesi tersebut dan mengakui bahwa farmasi membutuhkan ilmu, keterampilan, inisiatif, dan tanggung jawab yang khusus.

Ilmu Farmasi baru menjadi ilmu pengetahuan yang sesungguhnya pada abad XVII di Perancis. Pada tahun 1797 telah berdiri sekolah farmasi yang pertama di Perancis dan buku tentang farmasi mulai diterbitkan dalam beberapa bentuk antara lain buku pelajaran, majalah, Farmakope maupun komentar. Kemajuan di Perancis ini diikuti oleh negara Eropa yang lain, misalnya Italia, Inggris, Jerman, dan lain-lain. Di Amerika sekolah farmasi pertama berdiri pada tahun 1821 di Philadelphia. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka ilmu farmasi pun mengalami perkembangan hingga terpecah menjadi ilmu yang lebih khusus, tetapi saling berkaitan, misalnya farmakologi, farmakognosi, galenika, dan kimia farmasi.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah tentang Konsep Kefarmasian ini adalah sebagai berikut:

  1. Apa pengertian ilmu resep?
  2. Bagaimana jalannya sejarah kefarmasian?
  3. Bagaimana perkembangan farmasi di Indonesia?
  4. Apa saja ketentuan umum Farmakope Indonesia IV?
  5. Bagaimana cara pembuatan obat yang baik (CPOB)?

C. Tujuan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah tentang Konsep Kefarmasian ini adalah sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui pengertian ilmu resep.
  2. Untuk mengetahui sejarah kefarmasian.
  3. Untuk mengetahui perkembangan farmasi di Indonesia.
  4. Untuk mengetahui ketentuan umum Farmakope Indonesia IV.
  5. Untuk mengetahui cara pembuatan obat yang baik (CPOB).

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Resep

Ilmu resep adalah ilmu yang mempelajari tentang cara penyediaan obat-obatan menjadi bentuk tertentu hingga siap digunakan sebagai obat. Ada anggapan bahwa ilmu ini mengandung sedikit kesenian, maka dapat dikatakan bahwa ilmu resep adalah ilmu yang mempelajari seni meracik obat (art of drug compounding), terutama ditujukan untuk melayani resep dari dokter. Penyediaan obat-obatan di sini mengandung arti pengumpulan, pengenalan, pengawetan dan pembakuan dari bahan obat-obatan.

Melihat ruang lingkup dunia farmasi yang cukup luas, maka mudah dipahami bahwa ilmu resep tidak dapat berdiri sendiri tanpa kerja sama yang baik dengan cabang ilmu yang lain, seperti fisika, kimia, biologi dan farmakologi. Pada waktu seseorang mulai terjun masuk ke dalam pendidikan kefarmasian berarti dia mulai mempersiapkan dirinya untuk melayani masyarakat dalam hal:

  1. Memenuhi kebutuhan obat-obatan yang aman dan bermutu.
  2. Pengaturan dan pengawasan distribusi obat-obatan yang beredar di masyarakat.
  3. Meningkatkan peranan dalam bidang penyelidikan dan pengembangan obat-obatan.

Mempelajari resep berarti mempelajari penyediaan obat-obatan untuk kebutuhan si sakit. Seseorang akan sakit bila mendapatkan serangan dari bibit penyakit, sedangkan bibit tersebut telah ada semenjak diturunkannya manusia pertama.

B. Sejarah Kefarmasian

Ilmu resep sebenarnya telah ada dikenal yakni semenjak timbulnya penyakit. Dengan adanya manusia di dunia ini mulai timbul peradaban dan mulai terjadi penyebaran penyakit yang dilanjutkan dengan usaha masyarakat untuk melakukan usaha pencegahan terhadap penyakit. Sebelum zamannya para pendeta, orang yang dianggap bijak dari suatu suku, yang mempunyai ilmu penyembuhan dengan tumbuh-tumbuhan yang mereka dapatkan dari pengalaman atau diperoleh secara turun-temurun, biasanya dipanggil untuk mengobati orang sakit atau luka dan melakukan pengobatannya. Dari penyediaan bahan obat inilah ilmu dari perapotekan dimulai. Sepanjang sejarah, pengetahuan obat-obatan dan penggunaannya untuk penyakit selalu diartikan sebagai sesuatu kekuatan. Dalam “Homeric Epics” istilah pharmakon (bahasa Yunani) yang merupakan asal kata farmasi berarti suatu guna-guna atau suatu obat yang dapat dipakai untuk maksud baik atau maksud jahat.

Banyak kegagalan pada cara pengobatan suatu suku jelas disebabkan obat yang tidak kuat, obat yang tidak sesuai, obat dengan dosis yang terlalu rendah, dosis obat yang terlalu tinggi dan bahkan menimbulkan keracunan. Keberhasilan suatu pengobatan mungkin disebabkan obat yang diberikan sesuai berdasarkan pengalaman, terapi yang benar secara kebetulan, atau efek yang tidak ada akibat dari suatu terapi untuk seseorang dengan penyakit yang tidak fatal, disebut efek plasebo, yaitu berhasilnya suatu pengobatan yang disebabkan oleh pengaruh psikologi dan tidak karena efek terapi. Berdasarkan penemuan ahli arkeologi, telah ditemukan tulisan-tulisan dari batu yang ditulis 3000 tahun sebelum Masehi, yang memuat formula atau ramuan obat yang digunakan pada zaman itu.

Mungkin yang paling terkenal dari catatan-catatan yang ada adalah Papyrus Ebers, suatu kertas yang panjangnya 60 kaki dan lebarnya satu kaki dari abad ke 16 sebelum Masehi. Dokumen ini sekarang disimpan di University of Leipig, untuk mengingat seorang ahli berkebangsaan Jerman bernama Georg Ebers, yang menemukan dokumen tentang Mesir tersebut di suatu “mummy”. Menurut isi dari dokumen tersebut, hampir tidak disangsikan lagi bahwa sampai tahun 1550 sebelum Masehi bangsa Mesir masih menggunakan obat-obatan serupa dan bentuk sediaannya masih digunakan sampai sekarang.

Isi dari Ebers Papirus, terutama formula-formula obat dengan menguraikan lebih dari 800 formula atau resep dan di samping itu disebutkan juga sekitar 700 obat-obatan yang berbeda. Obat-obatan tersebut terutama berasal dari tumbuh-tumbuhan walaupun tercatat juga obat-obatan yang berasal dari mineral dan hewan. Obat-obatan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sampai sekarang masih dipakai antara lain, seperti akasia, biji jarak (castor), dan anisi, bersama-sama dengan yang berasal dari mineral, seperti besi oksida, natrium bikarbonat, natrium klorida dan sulfur. Hasil sekresi dari binatang juga dipakai sebagai obat dalam terapi. Pada saat itu bahan pembawa yang dipakai untuk sediaan adalah bir, anggur, susu dan madu.

Sepanjang sejarah banyak telah banyak yang memberikan sumbangan pemikiran untuk kemajuan ilmu farmasi. Yang dapat dicatat para ilmuwan-ilmuwan yang berjasa dalam perkembangan farmasi dan kedokteran adalah:

1. Hipocrates (460-370 Sebelum Masehi)

Hipocrates adalah dokter Yunani yang memperkenalkan farmasi dan kedokteran secara ilmiah. Hasil pekerjaannya di antaranya uraian dari beratus-ratus obat-obatan yang ada masa itu timbul istilah farmakon, diartikan sebagai obat yang dimurnikan hanya untuk tujuan kebaikan melebih arti dari terdahulu. Berdasarkan kerjanya sebagai pelopor dalam ilmu kedokteran maka Hipocrates diberi penghargaan dengan disebut sebagai Bapak Ilmu Kedokteran.

2. Dioscorides (Abad Ke-1 Setelah Masehi)

Dioscorides adalah ahli botani Yunani, merupakan orang pertama yang menggunakan tumbuh-tumbuhan sebagai ilmu farmasi terapan. Karyanya De Materia Medica, dianggap sebagai awal dari pengembangan botani farmasi. Ilmu dalam bidang ini sekarang dikenal sebagai farmakognosi suatu istilah yang dibentuk. dari dua kata Yunani, pharmakon yang berarti obat dan gnosis yang berarti pengetahuan Obat-obatan yang dibuatnya yaitu aspiridium, opium, ergot, hyosyamus dan cinnamon.

3. Galen (130-200 Setelah Masehi)

Galen adalah dokter dan ahli farmasi bangsa Yunani. Karyanya dalam ilmu kedokteran dan obat-obatan yang berasal dari alam, formula dan sediaan farmasi yaitu Farmasi Galenika. Formula yang paling terkenal adalah krim pendingin yang disebut Galen’s Cerats, yang sangat mirip sekali dengan sediaan yang masih dipakai sampai sekarang.

4. Philipus Aureulus Theopratus Bombatus Van Hohenheim (1493-1541 Setelah Masehi)

Philipus Aureulus Theopratus Bombatus Van Hohenheim adalah seorang dokter dan ahli kimia dari Swiss yang menyebut dirinya Paracelcus, sangat besar pengaruhnya terhadap perubahan farmasi, menyiapkan bahan obat spesifik dan memperkenalkan zat kimia sebagai obat internal.

C. Perkembangan Farmasi di Indonesia

Perkembangan farmasi di Indonesia sudah dimulai semenjak zaman Belanda, sehingga buku pedoman maupun undang-undang yang berlaku pada waktu itu berkiblat pada negeri Belanda. Setelah kemerdekaan, buku pedoman maupun undang-undang yang dirasa masih cocok tetap dipertahankan, sedangkan yang tidak sesuai lagi dihilangkan. Pekerjaan kefarmasian terutama pekerjaan meracik obat-obatan dikerjakan di apotek yang dilakukan oleh Asisten Apoteker di bawah pengawasan Apoteker. Bentuk apotek yang pernah ada di Indonesia ada 3 macam: apotek biasa, apotek darurat, dan apotek dokter.

Dalam melakukan kegiatan di apotek mulai dari mempersiapkan bahan sampai penyerahan obat, kita harus berpedoman pada buku resmi farmasi yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan, antara lain buku Farmakope (berasal dari kata “pharmacon” yang berarti racun atau obat dan “pole” yang berarti membuat). Buku ini memuat persyaratan kemurnian, sifat kimia dan fisika, cara pemeriksaan, serta beberapa ketentuan lain yang berhubungan dengan obat-obatan. Hampir setiap negara mempunyai buku farmakope sendiri, seperti:

  1. Farmakope Indonesiamilik negara Indonesia.
  2. United State Pharmakope(U.S.P.) milik Amerika.
  3. British Pharmakope(B.P.) milik Inggris.
  4. Nederlands Pharmakopemilik Belanda.

Pada farmakope-farmakope tersebut ada perbedaan dalam ketentuan, sehingga menimbulkan kesulitan bila suatu resep dari negara A harus dibuat di negara B. Oleh karena itu badan dunia dalam bidang kesehatan, WHO (World Health Organization) menerbitkan buku Farmakope Internasional yang dapat disetujui oleh semua anggotanya. Tetapi sampai sekarang masing-masing negara memegang teguh farmakopenya. Sebelum Indonesia mempunyai farmakope, yang berlaku adalah farmakope Belanda. Baru pada tahun 1962 pemerintah RI menerbitkan buku farmakope yang pertama, dan semenjak itu farmakope Belanda dipakai sebagai referensi saja. Buku-buku farmasi yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan:

  1. Farmakope Indonesia edisi I jilid I terbit tanggal 20 Mei 1962.
  2. Farmakope Indonesia edisi I jilid II terbit tanggal 20 Mei 1965.
  3. Formularium Indonesia (FOI) terbit 20 Mei 1966.
  4. Farmakope Indonesia edisi II terbit 1 April 1972.
  5. Ekstra Farmakope Indonesia terbit 1 April 1974.
  6. Formularium Nasional terbit 12 November 1978.
  7. Farmakope Indonesia III terbit 9 Oktober 1979.
  8. Farmakope Indonesia IV terbit 5 Desember 1995.

D. Ketentuan Umum Farmakope Indonesia IV

Farmakope memuat persyaratan kemurnian, sifat kimia dan fisika, cara pemeriksaan, serta beberapa ketentuan lain yang berhubungan dengan obat-obatan. Farmakope edisi terbaru yang berlaku hingga saat ini adalah Farmakope Indonesia edisi Empat. Judul tersebut dapat disingkat menjadi Farmakope Indonesia edisi IV atau FI IV. Jika digunakan istilah FI tanpa keterangan lain selama periode berlakunya Farmakope Indonesia ini, maka yang dimaksudkan adalah FI IV dan semua suplemennya.

1. Tata Nama

Judul monografi memuat berturut-turut nama Latin dan nama Indonesia. Bagi yang mempunyai nama lazim disertai nama lazim dan bagi zat kimia organik yang rumus bangunnya dicantumkan, pada umumnya disertai nama rasional. Jika yang dimaksud adalah zat resmi, bahan obat resmi atau sediaan farmasi resmi, maka huruf permulaan namanya ditulis dengan huruf besar; untuk nama yang terdiri dari dua kata atau lebih, tiap huruf permulaan kata yang ditulis dengan huruf besar, kecuali apabila kata yang kedua atau berikutnya hanya menyatakan sifat keterangan. Untuk zat dalam pengertian umum dan sebagai pereaksi, huruf permulaan namanya ditulis dengan huruf kecil. Nama zat, bahan obat dan sediaan farmasi dan paparan atau lampiran, termasuk pereaksi, pada umumnya ditulis dengan nama Indonesia.

2. Bahan dan Proses

Sediaan resmi dibuat dari bahan-bahan yang memenuhi persyaratan dalam monografi Farmakope untuk masing-masing bahan yang bersangkutan, yang monografinya tersedia dalam Farmakope. Air yang digunakan sebagai bahan dalam sediaan resmi harus memenuhi persyaratan untuk air, air untuk injeksi atau salah satu bentuk steril air yang tercantum dalam monografi dalam FI ini. Air yang dapat diminum dan memenuhi persyaratan air minum yang diatur oleh pemerintah dapat digunakan dalam memproduksi sediaan resmi.

Bahan resmi harus dibuat sesuai dengan prinsip-prinsip cara pembuatan yang baik dan dari bahan yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan, untuk menjamin agar bahan yang dihasilkan memenuhi semua persyaratan yang tertera pada monografi Farmakope. Apabila monografi suatu sediaan memerlukan bahan yang jumlahnya dinyatakan sebagai zat yang telah dikeringkan, bahan tersebut tidak perlu dikeringkan terlebih dahulu sebelum digunakan, asalkan adanya air atau zat lain yang mudah menguap diperkenankan dalam jumlah yang ditetapkan.

3. Bahan Tambahan

Bahan resmi yang dibedakan dari sediaan resmi tidak boleh mengandung bahan yang ditambahkan kecuali secara khusus diperkenankan dalam monografi. Apabila diperkenankan pada penandaan harus tertera nama dan jumlah bahan tambahan tersebut.

4. Tangas Uap

Jika dinyatakan penggunaan tangas uap, yang dimaksud adalah tangas dengan uap panas mengalir. Dapat juga digunakan pemanas lain yang dapat diatur hingga suhunya sama dengan uap panas mengalir.

5. Tangas Air

Jika dinyatakan penggunaan tangas air, tanpa menyebutkan suhu tertentu, yang dimaksud adalah tangas air yang mendidih kuat.

6. Larutan

Kecuali dinyatakan lain, larutan untuk pengujian atau penetapan kadar dibuat dengan air sebagai pelarut. Pernyataan 1 dalam 10 mempunyai arti 1 bagian volume cairan atau 1 bagian bobot zat padat diencerkan dengan atau dilarutkan dalam pengencer atau pelarut secukupnya hingga volume akhir 10 bagian volume. Pernyataan 20:5:2 mempunyai arti beberapa cairan dengan perbandingan volume seperti yang disebutkan, dicampur.

7. Bobot Jenis

Kecuali dinyatakan lain, bobot jenis adalah perbandingan bobot zat diudara pada suhu 25o terhadap bobot air dengan volume sama pada suhu 25o.

8. Suhu

Kecuali dinyatakan lain, semua suhu di dalam Farmakope dinyatakan dalam derajat Celsius dan semua pengukuran dilakukan pada suhu 25o. Jika dinyatakan suhu kamar terkendali, yang dimaksud adalah suhu 15o dan 30o.

9. Air

Kecuali dinyatakan lain, yang dimaksud dengan air dalam pengujian dan penetapan kadar adalah air yang dimurnikan.

10. Pemerian

Pemerian memuat paparan mengenai sifat zat secara umum terutama meliputi wujud, rupa, warna, rasa, bau dan untuk beberapa hal dilengkapi dengan sifat kimia atau sifat fisika, dimaksudkan untuk dijadikan petunjuk dalam pengelolaan, peracikan, dan penggunaan. Pernyataan dalam pemerian tidak cukup kuat dijadikan syarat baku, tetapi meskipun demikian secara tidak langsung dapat membantu dalam penilaian pendahuluan terhadap mutu zat yang bersangkutan.

11. Kelarutan

Kelarutan zat yang tercantum dalam farmakope dinyatakan dengan istilah sebagai berikut:

Istilah Kelarutan

Jumlah Bagian Pelarut yang Diperlukan untuk Melarutkan Satu Bagian Zat

Sangat mudah larut

Kurang dari 1

Mudah larut

1 sampai 10

Larut

10 sampai 30

Agak sukar larut

30 sampai 100

Sukar larut

100 sampai 1.000

Sangat sukar larut

1.000 sampai 10.000

Praktis tidak larut

lebih dari 10.000

12. Wadah dan Penyimpanan

Wadah dan sumbatnya tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan di dalamnya baik secara kimia maupun secara fisika, yang dapat mengakibatkan perubahan kekuatan, mutu atau kemurniannya hingga tidak memenuhi persyaratan resmi. Jika pengaruh itu tidak dapat dihindarkan, maka perubahan yang terjadi tidak boleh sedemikian besar sehingga menyebabkan bahan yang disimpan tidak memenuhi syarat baku. Kecuali dinyatakan lain, persyaratan wadah yang tertera di Farmakope juga berlaku untuk wadah yang digunakan dalam penyerahan obat oleh apoteker.

a. Kemasan Tahan Rusak

Wadah suatu bahan steril yang dimaksudkan untuk pengobatan mata atau telinga, kecuali yang disiapkan segera sebelum diserahkan atas resep dokter, harus disegel sedemikian rupa hingga isinya tidak dapat digunakan tanpa merusak segel.

b. Wadah tidak Tembus Cahaya

Wadah tidak tembus cahaya harus dapat melindungi isi dari pengaruh cahaya, dibuat dari bahan khusus yang mempunyai sifat menahan cahaya atau dengan melapisi wadah tersebut. Wadah yang bening dan tidak berwarna atau wadah yang tembus cahaya dapat dibuat tidak tembus cahaya dengan cara memberi pembungkus yang buram. Dalam hal ini pada etiket harus disebutkan bahwa pembungkus buram diperlukan sampai isi dari wadah habis karena diminum atau digunakan untuk keperluan lain. Jika dalam monografi dinyatakan “terlindung dari cahaya” dimaksudkan agar penyimpanan dilakukan dalam wadah tidak tembus cahaya.

c. Wadah Tertutup Baik

Wadah tertutup baik harus melindungi isi terhadap masuknya bahan padat dan mencegah kehilangan bahan selama penanganan, pengangkutan, penyimpanan dan distribusi dalam keadaan biasa dan dengan cara biasa.

d. Wadah Tertutup Rapat

Harus melindungi isi terhadap masuknya bahan cair, bahan padat atau uap dan mencegah kehilangan, merekat, mencair atau menguapnya bahan selama penanganan, pengangkutan dan distribusi dan harus dapat ditutup rapat kembali. Wadah tertutup rapat dapat diganti dengan wadah tertutup kedap untuk bahan dosis tunggal.

e. Wadah Tertutup Kedap

Harus dapat mencegah menembusnya udara atau gas selama penanganan, pengangkutan, penyimpanan dan distribusi.

f. Wadah Satuan Tunggal

Digunakan untuk produk obat yang dimaksudkan untuk digunakan sebagai dosis tunggal yang harus digunakan segera setelah dibuka. Wadah atau pembungkusnya sebaiknya dirancang sedemikian rupa, hingga dapat diketahui apabila wadah tersebut pernah dibuka. Tiap wadah satuan tunggal harus diberi etiket yang menyebutkan identitas, kadar atau kekuatan, nama produsen, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.

g. Wadah Dosis Tunggal

Adalah wadah satuan tunggal untuk bahan untuk bahan yang hanya digunakan secara parenteral.

h. Wadah Dosis Satuan

Adalah wadah satuan tunggal untuk bahan yang digunakan bukan secara parenteral dalam dosis tunggal, langsung dari wadah.

i. Wadah Satuan Ganda

Adalah wadah yang memungkinkan dapat diambil isinya beberapa kali tanpa mengakibatkan perubahan kekuatan, mutu atau kemurnian sisa zat dalam wadah tersebut.

j. Wadah Dosis Ganda

Adalah wadah satuan ganda untuk bahan yang digunakan hanya secara parenteral.

13. Suhu Penyimpanan

a. Dingin

Dingin adalah suhu tidak lebih dari 8o Lemari pendingin memiliki suhu antara 2o dan 8o sedangkan lemari pembeku mempunyai suhu antara -20o dan -10o.

b. Sejuk

Sejuk adalah suhu antara 8o dan 15o. Kecuali dinyatakan lain harus disimpan pada suhu sejuk dapat disimpan di dalam lemari pendingin.

c. Suhu Kamar

Suhu kamar adalah suhu pada ruang kerja. Suhu kamar terkendali adalah suhu yang diatur antar 15o dan 30o.

  • Hangat adalah suhu antara 30o dan 40o.
  • Panas berlebih adalah suhu di atas 40o.

14. Penandaan

Bahan dan sediaan yang disebutkan dalam farmakope harus diberi penandaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

15. Persen

  • Persen bobot per bobot (b/b), menyatakan jumlah gram zat dalam 100 gram larutan atau campuran.
  • Persen bobot per volume (b/v), menyatakan jumlah gram zat dalam 100 ml larutan, sebagai pelarut dapat digunakan air atau pelarut lain.
  • Persen volume per volume (v/v), menyatakan jumlah ml zat dalam 100 ml larutan.

Pernyataan persen tanpa penjelasan lebih lanjut untuk campuran padat atau setengah padat, yang dimaksud adalah b/b, untuk larutan dan suspensi suatu zat padat dalam cairan yang dimaksud adalah b/v, untuk larutan cairan di dalam cairan yang dimaksud adalah v/v dan untuk larutan gas dalam cairan yang dimaksud adalah b/v.

16. Daluwarsa

Daluwarsa adalah waktu yang menunjukkan batas terakhir obat masih memenuhi syarat baku. Daluwarsa dinyatakan dalam bulan dan tahun, harus dicantumkan dalam etiket.

17. Tetesan

Obat-obat sering juga diberikan atau dipergunakan dengan memakai tetesan, tetapi menurut pengalaman, pemakaian dengan cara tetesan sering mendatangkan kekeliruan. Sebaiknyalah obat-obatan ini diberikan dalam bentuk sediaan lain, seperti obat minum, dll. Botol tetes sering dipergunakan terutama pada obat paten, tutup botolnya merupakan pipet atau alat penetes. Hal ini tentu saja harus memenuhi syarat-syarat seperti penetes internasional. Untuk meneteskan biasanya dipergunakan pipet yang sudah ditentukan yaitu penetes internasional.

E. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

CPOB adalah pedoman dasar dalam pembuatan obat yang menyangkut seluruh aspek dalam produksi dan pengendalian mutu yang meliputi seluruh rangkaian pembuatan obat. Tujuan CPOB adalah untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, maka aspek-aspek CPOB meliputi:

  1. Manajemen mutu;
  2. Personalia;
  3. Bangunan dan fasilitas;
  4. Perlatan;
  5. Sanitasi dan higiene;
  6. Produksi;
  7. Pengawasan mutu;
  8. Inspeksi diri, audit mutu dan audit & persetujuan pemasok;
  9. Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian;
  10. Dokumentasi;
  11. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak;
  12. Kualifikasi dan validasi.

Industri farmasi wajib menerapkan CPOB dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Pengaturan di dalam CPOB ini meliputi obat dan bahan obat. Selain industri farmasi yang wajib menerapkan CPOB adalah:

  1. Lembaga yang melakukan proses pembuatan sediaan radiofarmaka dan telah mendapat pertimbangan dari lembaga yang berwenang di bidang pengawasan tenaga nuklir;
  2. Instalasi farmasi rumah sakit yang melakukan proses pembuatan obat untuk keperluan pelaksanaan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang bersangkutan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Ilmu resep adalah ilmu yang mempelajari tentang cara penyediaan obat-obatan menjadi bentuk tertentu hingga siap digunakan sebagai obat. Sepanjang sejarah, pengetahuan obat-obatan dan penggunaanya untuk penyakit selalu diartikan sebagai sesuatu kekuatan. Dalam “Homeric Epics” istilah pharmakon (bahasa Yunani) yang merupakan asal kata farmasi berarti suatu guna-guna atau suatu obat yang dapat dipakai untuk maksud baik atau maksud jahat. Ilmuwan-ilmuwan yang berjasa dalam perkembangan farmasi dan kedokteran adalah Hipocrates, Dioscorides, Galen, dan Philipus Aureulus Theopratus Bombatus Van Hohenheim.

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka ilmu farmasi pun mengalami perkembangan hingga terpecah menjadi ilmu yang lebih khusus, tetapi saling berkaitan, misalnya farmakologi, farmakognosi, galenika dan kimia farmasi. Perkembangan farmasi di Indonesia sudah dimulai semenjak zaman Belanda, sehingga buku pedoman maupun undang-undang yang berlaku pada waktu itu berkiblat pada negeri Belanda. Setelah kemerdekaan, buku pedoman maupun undang-undang yang dirasa masih cocok tetap dipertahankan, sedangkan yang tidak sesuai lagi dihilangkan.

Pekerjaan kefarmasian terutama pekerjaan meracik obat-obatan dikerjakan di apotek yang dilakukan oleh Asisten Apoteker di bawah pengawasan Apoteker. Bentuk apotek yang pernah ada di Indonesia ada 3 macam yaitu apotek biasa, apotek darurat, dan apotek dokter. Dalam melakukan kegiatan di apotek mulai dari mempersiapkan bahan sampai penyerahan obat, kita harus berpedoman pada buku resmi farmasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan, antara lain buku Farmakope. Buku ini memuat persyaratan kemurnian, sifat kimia dan fisika, cara pemeriksaan, serta beberapa ketentuan lain yang berhubungan dengan obat-obatan.

Cara Pembuatan Obat Yang Baik yang disingkat CPOB adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. Cara Pembuatan Obat Yang Baik yang disingkat CPOB adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan.

B. Saran

Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu, objektif, jujur, teliti, cermat, tekun, hati-hati, bertanggung-jawab, terbuka, kritis, kreatif, inovatif dan peduli lingkungan) dalam setiap tindakan sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan dasar-dasar kefarmasian.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 1984. Ilmu Farmasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Anief, Moh. 1990. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Ansel, H.C., 1981. Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms. Philadelphia: Lea & Febiger.

Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Martin. 1970. Physical Pharmacy. Second Edition. Philadelphia: Lea & Febiger.

Download Contoh Makalah Konsep Kefarmasian.docx