Makalah Fenomena Seni Rupa

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Fenomena Seni Rupa ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan yang berjudul Makalah Fenomena Seni Rupa ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Fenomena Seni Rupa ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Fenomena Seni Rupa ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Indonesia, November 2024
Penyusun

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan dengan rabaan. Kesan ini diciptakan dengan mengolah konsep titik, garis, bidang, bentuk, volume, warna, tekstur, dan pencahayaan dengan acuan estetika. Seni rupa dilihat dari segi fungsinya dibedakan menjadi dua yaitu seni rupa murni dan seni rupa terapan, proses penciptaan seni rupa murni lebih menitik beratkan pada ekspresi jiwa semata misalnya lukisan, sedangkan seni rupa terapan proses pembuatannya memiliki tujuan dan fungsi tertentu misalnya seni kriya.

Sedangkan, jika ditinjau dari segi wujud dan bentuknya, seni rupa terbagi 2 yaitu seni rupa 2 dimensi yang hanya memiliki panjang dan lebar saja dan seni rupa 3 dimensi yang memiliki panjang lebar serta ruang. Secara kasar terjemahan seni rupa di dalam Bahasa Inggris adalah fine art. Namun sesuai perkembangan dunia seni modern, istilah fine art menjadi lebih spesifik kepada pengertian seni rupa murni untuk kemudian menggabungkannya dengan desain dan kriya ke dalam bahasan visual arts. Seni rupa terbagi menjadi dua bagian yakni seni rupa murni dan seni rupa terapan.

Seni Kontemporer adalah perkembangan seni yang terpengaruh dampak modernisasi dan digunakan sebagai istilah umum sejak istilah Contemporary Art berkembang di Barat sebagai produk seni yang dibuat sejak Perang Dunia II. Istilah ini berkembang di Indonesia seiring makin beragamnya teknik dan medium yang digunakan untuk memproduksi suatu karya seni, juga karena telah terjadi suatu percampuran antara praktik dari disiplin yang berbeda, pilihan artistik, dan pilihan presentasi karya yang tidak terikat batas-batas ruang dan waktu. Istilah ini dianggap bisa menyertai sebutan seni visual, musik, tari, dan teater. Meskipun di Barat, istilah Contemporary Art jamak digunakan untuk menyebut praktik seni visual sesuai kebutuhan kegiatan museum maupun lembaga pencetus nilai seperti galeri seni dan balai lelang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah tentang Fenomena Seni Rupa ini adalah sebagai berikut:

  1. Bagaimana seni rupa pramodern?
  2. Bagaimana seni rupa modern?
  3. Bagaimana seni rupa posmodern?

C. Tujuan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah tentang Fenomena Seni Rupa ini adalah sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui seni rupa pramodern.
  2. Untuk mengetahui seni rupa modern.
  3. Untuk mengetahui rupa posmodern.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Seni Rupa Pramodern

Istilah seni rupa pramodern menunjukkan babakan sejarah di mana manifestasi karya seni rupa hadir sebelum zaman industri. Perkembangan seni rupa dilihat dari aspek kesejarahan merupakan rangkaian perubahan, baik dari aspek konseptual maupun aspek kebentukan. Berikut akan disampaikan aliran-aliran seni rupa hingga saat ini.

1. Primitivisme

Primitivisme adalah corak karya seni rupa yang memiliki sifat bersahaja, naif, sederhana, spontan, jujur, baik dari segi penggarapan bentuk maupun pewarnaan. Senimannya bebas dari belenggu profesionalisme, tradisi, teknik, dan latihan formal proses kreasi seni. Patung primitif dari Afrika merupakan karya tiga dimensi yang perwujudannya mengekspresikan makna seni dengan bahasa bentuk simbolik. Sementara patung Dewi Kecantikan Yunani klasik mengekspresikan makna seni dengan idealisasi bentuk mimesis (mengimitasi atau meniru) rupa manusia dalam wujud yang indah dan sempurna.

2. Naturalisme

Naturalisme adalah corak karya seni rupa yang teknik pelukisannya berpedoman pada peniruan alam untuk menghasilkan karya seni. Sehingga seniman terikat sekali pada hukum proporsi, anatomi, perspektif, dan teknik pewarnaan untuk mencapai kemiripan sesuai dengan perwujudan objek yang dicerap mata. Tokoh-tokohnya antara lain Abdullah SR, Wakidi, Pirngadi, Basoeki Abdullah, Trubus, Dullah, Rustamadji, Wahdi, dan lain-lain.

3. Realisme

Aliran seni rupa ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari naturalisme. Muncul di Belahan dunia Barat sekitar pertengahan abad ke-17. Inti sari filosofinya menunjukkan keyakinan seniman terhadap realitas duniawi yang kasat mata sebagai objek penciptaan karya seni. Pada umumnya realisme dibedakan menjadi beberapa katagori. Misalnya realisme sosialis (yang cenderung mengungkapkan adegan-adegan kehidupan manusia yang serba sengsara, getir, dan pahit). Herbert Read antara lain menyatakan, “Jenis seni rupa yang sepenuhnya dapat kita sebut sebagai realistis adalah yang berusaha dengan segala daya untuk menyatakan perwujudan objek dengan tepat, dan seni seperti ini, sebagaimana halnya filsafat realisme, selalu berdasar atas keyakinan atas keberadaan objektif dari sesuatu”.

Jadi dalam pengertian murni aliran realis berusaha melukiskan keadaan secara nyata, seniman realis memandang dunia ini tanpa ilusi, mereka menciptakan karya seni rupa yang nyata menggambarkan apa-apa yang nyata dan benar-benar ada di dunia ini. Dengan perkataan lain seniman realis mendasarkan seninya pada pencerapan pancaindranya tanpa mengikut-sertakan fantasi dan imajinasinya. Tokoh-tokoh realisme di Indonesia antara lain Raden Saleh (realisme romantis), S. Soedjojono, Dullah, Rustamadji (realisme fotografis), Dede Eri Supria, Ronald Manullang (Realisme Baru).

4. Dekorativisme

Karya seni rupa dekoratif senantiasa berhubungan dengan hasrat menyederhanakan bentuk dengan jalan mengadakan distorsi, ciri-cirinya bersifat kegarisan, berpola, ritmis, pewarnaan yang rata, dan secara umum mempunyai kecenderungan kuat untuk menghias. Tujuan dan sifat hias ini menyebabkan keindahan rupa dekoratif termasuk kategori seni yang mudah dicerna oleh masyarakat. Pada karya dua dimensi sering mengabaikan unsur perspektif dan anatomi, sedangkan pada karya tiga dimensi mengabaikan plastisitas bentuk (naturalistis). Karya seni rupa dekoratif dapat diklasifikasi menjadi dua bagian utama, yakni dekoratif figuratif dan dekoratif geometris.

a. Dekoratif Figuratif

Dekoratif figuratif biasanya ditandai dengan penggambaran wujud figur atau bentuk-bentuk di alam yang kita kenali. Seperti misalnya pemandangan, pasar, kota, hewan-hewan di tengah rimba, lukisan kehidupan sehari-hari, dan lain sebagainya. Namun teknik pelukisannya tidak berupaya untuk meniru rupa secara realistis, melainkan dikerjakan dengan bentuk yang datar tanpa memperhitungkan aspek volume dalam penggarapan bentuk visual.

b. Dekoratif Geometris

Dekoratif geometris adalah karya-karya seni rupa yang bebas dari peniruan alam, perwujudannya merupakan susunan motif, bentuk, atau pola tertentu ditata sedemikian rupa sehingga memiliki kapasitas untuk membangkitkan perasaan keindahan dalam diri pengamatnya. Lukisan-lukisan geometris cenderung rasional karena terikat pada pola, motif, atau bentuk-bentuk dan teknik pelukisan yang menuntut ketrampilan dan kesabaran dalam proses kreasinya.

Contoh seni rupa dekoratif geometris dapat dilihat pada ragam hias di daerah-daerah seluruh kepulauan Indonesia. Misalnya motif pilin berganda, lingkaran, elips, setengah lingkaran, segi tiga, prisma, empat persegi, dan lain-lain. Motif tersebut biasanya tersusun rapi dengan teknik pengulangan, sehingga tercipta suatu harmoni. Karena penempatannya mementingkan keteraturan dan kerapian, maka dalam bentuk tradisional komposisinya simetris. Namun kerap pula kita jumpai dalam era modern komposisi yang bebas, seperti pada karya Sapto Hudoyo dan Hatta Hambali.

Tokoh-tokoh pelukis dekoratif di Indonesia adalah Kartono Yudokusumo, Widayat, Suparto, Ratmoyo, Batara Lubis, Amrus Natalsya, Irsam, Sarnadi Adam, Ahmad Sopandi, Boyke Aditya, A.Y. Kuncana, I Gusti Nyoman Lempad, I Gusti Ketut Kobot, I Gusti Made Deblog, dan banyak lagi.

B. Seni Rupa Modern

Dasar filosofis dan gejala seni rupa modern pada hakikatnya merupakan kelanjutan perkembangan seni rupa sebelumnya, satu aspek dari perkembangan budaya secara menyeluruh. Perkembangan filsafat memunculkan tokoh-tokoh seperti Imanuel Kant, Hegel, Schopen-hauer, Nietze, Comte, Charles Darwin, dan lain-lain. Sementara di bidang Mikrobiologi tampil nama-nama Antoni van Leeuwenhoek, Pasteur, Robert Koch, Paul Ehrilch, dan lain-lain. Sedangkan di sektor sosial ekonomi tampil Adam Smith, seorang pelopor sistem persaingan bebas, dengan lawannya Karl Marx, Thomas Maltus, Le Bon, Montesque, dan Rousseu.

Selanjutnya di bidang ilmu jiwa muncul Sigmund Freud dengan psikoanalisis yang menelurkan teori takbir mimpi-mimpi dan metode katarsis. Carel Gustave Jung, Alferd Adler dan Kunkel bersaudara. Semua ini bersamaan dengan perkembangan disektor fisika dan astronomi, sehingga jadilah abad modern yang dikuasai oleh ilmu dan teknologi. Perkembangan “kemajuan” ini tentu bukan saja membahagiakan hidup manusia, tetapi juga menimbulkan efek samping, yakni eksploitasi industrialisasi, kolonialisme, imperialisme, kemiskinan di pihak lain, sehingga terjadi dua kali perang dunia di abad ke-20, dan beratus kali perang lokal dan perang dingin.

Faktor lain yang menjadi dominan menghakekati esensi seni rupa modern ialah kesadaran akan nilai individu sebagai karakter aktivitas manusia. Hal ini berakar dari budaya renaisans, humanisme universal yang akhirnya tampil sebagai abad pencerahan di Eropa. Mengkaji fenomena seni rupa modern, tentu bermula dari jasa kaum impresionisme Prancis, yang menyelenggarakan pameran-pameran mereka pada tahun-tahun 1874, 1877, 1879, 1880, 1881, 1882, dan 1886. Meskipun dalam tubuh impresionisme terjelma beberapa keunikan individu, tapi secara keseluruhan kelompok ini menunjukkan kesatuan sikap, yakni pemberontakan terhadap kaum akademis, seperti Jaques Louis David dan Jean Augustie Dominique Ingres.

Dalam tahun 1876 kritikus Duranty menulis “Dari intuisi ke intuisi, secara bertahap mereka tiba pada dekomposisi sinar matahari menjadi lapisan spektrum dan elemennya, kemudian mengonstruksikannya menjadi kesatuan dengan keselarasan baru, bagaikan warna pelangi yang bertaburan di atas kanvas mereka.”

Dengan kemunculan impresionisme membuka peluang perkembangan seni lukis secara lebih terbuka, sehingga melahirkan beberapa kecenderungan. Dari Seurat dan Signac yang pointilis, eksploitasi anasir cahaya dan warna muncul ekspresionisme Vincent van Gogh, kemudian melahirkan fauvisme dan abstrak ekspresionisme. Respons Paul Cezanne terhadap impresionisme, mengakibatkan lahirnya kubisme, dan perkembangannya kemudian sampai kepada konstruktivisme, minimal art, dan seterusnya.

1. Seni Pop

Budaya pop tumbuh dari pertemuan beberapa kecenderungan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat pada pertengahan tahun 1950-an. Budaya ini ditandai oleh ketiadaan pengangguran, konsumerisme, makin meningkatnya kesejahteraan, mobilitas sosial ke atas, melonggarnya struktur kelas dalam masyarakat, berubahnya pandangan sosial, dan kesejahteraan kaum muda, beserta budaya protesnya, pengalaman dan kepekaan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

Gerakan ini membentuk diri di sekitar identifikasi persoalan Amerika dan pengingkaran berbagai kaidah Eropa. Dimulai dengan para pelukis seperti Larry Rivers, Jasper John, dan Robert Raus-chenberg, bisa dijumpai selebriti yang bersifat Amerika, sehari-hari, populer. Di bawah pengaruh para pelukis, kritik awal terhadap budaya massa diabaikan demi merangkul penuh semangat teknologi reproduksi dan berbagai citra serta objek kehidupan industri Amerika Serikat yang direproduksi secara komersial.

Pop Art adalah produk sistem perekonomian kapitalis, di mana segala hal dalam kehidupan ini, termasuk hal-hal yang berada dalam wilayah realitas simbolisme diusahakan menjadi komoditi yang bisa dijual ke pasar luas. Oleh karena itu logika produk kesenian yang lahir dari sistem perekonomian ini adalah logika pasar, bukan logika artistik.

Dengan demikian, dalam dunia pop art, eksistensi sang pencipta juga tidak terlalu penting, yang lebih diperlukan adalah produknya yang bisa dikemas sebagai komoditi dan dijual ke pasar luas. Kecuali sosok seniman itu juga merupakan komoditi yang bisa dijual. Dengan kata lain rekayasa citra tentang dirinya lebih penting ketimbang pribadi seniman, karena semakin besar liputan media yang dia peroleh semakin laris karya-karyanya di pasar luas. Dalam bidang seni rupa, tampil seniman por art seperti Andy Warhol, Roy Lichtenstein, Tom Wesselmann, dan kawankawan.

Dalam seni musik pop menunjukkan pada berbagai jenis musik yang populer dalam masyarakat. Pop juga tampil dalam seni patung, poster, desain, seni grafiti, fashion, dan sebagainya. Pop Art dipandang pula sebagai salah satu manifestasi subkultur, gerakan kultural generasi muda. Pop identik dengan gaya hidup generasi muda dengan karakteristik perlawanan kepada kemapanan norma-norma masyarakat yang berlaku.

Artikulasinya oleh para peneliti media massa dan budaya telah dibangun sebuah segi tiga yang diberi “Triple M Theory” masyarakat massal, media massa, dan budaya massa. Pop Art merupakan suatu aktivitas seniman yang menggunakan cara pemberian kesan populer sebagai hasil dari revolusi industri dan sekaligus penggunaan dari hasil-hasil revolusi tersebut.

2. Seni Optik

a. Latar Belakang Seni Optik

Sebelum ditemukan seni optik seperti yang ada sekarang ini, ada beberapa faktor yang mempengaruhi, khususnya setelah munculnya berbagai ilmu, seperti ilmu fisika, anatomi manusia, teristimewa pada sistem optik dan beberapa teori warna, baik untuk warna sinar maupun warna pigmen. Ilmu optik pertama kali di pelajari selama bertahun-tahun di laboratorium oleh seorang ahli filsafat dan juga ahli ilmu fisika Inggris yang bernama Bacon (1220-1292), yang mempelajari struktur cahaya dan kaitannya dengan bagaimana mata manusia bisa menangkap warna.

Pada tahun 1642-1727 Sir Isac Newton mengadakan percobaan tentang cahaya menggunakan prisma yang dipantulkan menggunakan sinar matahari yang menimbulkan spektrum warna. Dari eksperimen ini lahir teori yang mengatakan bahwa cahaya matahari dapat diuraikan menjadi beberapa warna, yaitu; merah, jingga, kuning, biru, dan ungu. Brewster mengajukan teori warna dengan membagi campuran warna-warna pigmen menjadi warna primer, sekunder, tertier, sedangkan Munsell (Amerika) tahun 1958 mengadakan penelitian tentang warna yang didasarkan standarisasi untuk aspek fisik yang dikelompokkan menjadi hue, ligthness, saturation.

b. Searah Lahirnya Seni Optik

Kelahiran seni optik juga tidak lepas dari beberapa peranan termasuk dari Bauhaus, konsep konstruktivisme, dan abstrak geometris yang dasar pemikirannya, eksak, matematis, geometrik, serta bentuk-bentuk tiga dimensional melalui penggarapan ilmu cahaya dan ilmu warna untuk menampilkan efek kedalaman dan presisi tinggi. Seni optik pada kemunculannya meliputi seni dua dimensi dan tiga dimensi, yang mendasarkan diri pada ilmu optik, ilmu cahaya, dan ilmu warna untuk mengolah bentuk-bentuk tertentu yang digunakan untuk mengeksploitasi fallibilitas mata.

Seni optik pada umumnya berbentuk abstrak, formal, dan konstruktivisme melalui bentuk yang khas geometrik dan perulangan yang teratur, rapi, teliti, sehingga dapat menimbulkan efek-efek yang mengecoh mata dengan ilusi ruang. Warna-warna yang digunakan kebanyakan warna cerah atau ligthnes tinggi dengan memberikan batas pada hue atau saturation yang tajam dan tegas. Berbeda dengan seni kinetik, seni optik lebih menitikberatkan pada representasi gerakan atau bagaimana menggambarkan sesuatu sehingga seakan-akan bergerak dengan memanfaatkan efek ilusi pada mata. Seni optik sengaja mengeksploitasi elemen-elemen visual seperti garis, bidang, dan warna untuk mendapatkan efek optis, sehingga mata manusia terkecoh.

M.C. Escher, dapat dikatakan sebagai bapak seni optik, ia adalah seorang seniman grafik dari Belanda, dengan karya litografi pada tahun 1930-an menghasilkan karya-karya awalnya di Italia. Karya-karya Escher merupakan pengolahan mendasar akan ruang dan perspektif yang sangat unik dengan bentuk-bentuk yang mendetail. Dengan mengolah bentuk figur dan latar melalui perubahan bentuk ground dan langit menjadi bentuk burung dengan tepat dan sempurna sekali.

Bila pengolahan perspektif Escher sangat menarik dan mengecoh mata kita yang tidak bisa membedakan antara mana yang di atas atau yang di bawah atau mana yang jauh atau yang dekat seperti yang terdapat pada karyanya “Jendela Burung”. Pada karya ini mata kita dikecoh sedemikian rupa melalui perspektif yang jungkir balik melalui objek yang bidangnya diisi oleh garis-garis yang sengaja dimasukkan untuk mengganggu dengan ketepatan yang tinggi sehingga menimbulkan efek optik.

c. Perkembangan Seni Optik

Perkembangan selanjutnya banyak diadakan pameran-pameran baik di Prancis maupun negara Eropa antara lain yang terkenal pameran “Responsive Eye” yang di koordinasi oleh William G. Seitz di New York tahun 1965. Para pelukis yang terlibat dalam seni optik selain Vasarely dan Josepf Albers termasuk juga pelukis-pelukis muda lainnya Richard Anuskie-wiecz, Almir Mavigner, Larry Poons, Agam, de Soto, Bridget Riley, Jeffrey Steele, Tadasky, dan Yvaral.

Seperti yang dilakukan Richard Anuskiewiez melakukan eksplorasi berdasarkan ilmu warna. Dalam eksplorasinya ia menyusun paduan warna dan garis secara teratur, sistematis yang menimbulkan efek optik sebagai akibat bayangan warna-warna yang tembus pandang dari keteraturan garis yang diciptakan. Melalui eksperimen yang terus-menerus diperoleh berbagai bentuk dan efek optik yang beragam. Dia menyebut dirinya sebagai abstraksionisme geometrik. Anuskiewiecz dengan karyanya yang berjudul “All Things do Live in the Three” lebih banyak mengolah warna komplemen yang memberikan efek visual yang menakjubkan.

Berbeda dengan karya Agam yang berjudul “Double Methamorphosis II”, lebih jeli memanfaatkan jaring-jaring aluminium yang mempunyai keteraturan garis yang presisi. Dengan memanipulasi keteraturan garis yang berpotongan melalui perbedaan warna menghasilkan efek optik yang tak terduga.

Banyak persepsi dan prinsip dalam op art, yang mengambil teori psikologi fenomena imajinasi kontras, pancaran cahaya, warna mencolok yang mengagetkan dan membuat ilusi yang mengagumkan. Op Art kebanyakan menggunakan warna-warna kontras yang terkadang menyilaukan mata, misalnya warna merah didekatkan dengan warna biru bersamaan dengan penggunaan garis atau bentuk yang teratur seperti yang dilakukan oleh Vasarely dalam karyanya yang berjudul “L’ega”. Prosesnya dia menyusun elemen garis yang dipertentangkan dengan arah vertikal dan horizontal dengan mengolah bidang menyempit dan melebar dengan mengisi warna yang berselang-seling menghasilkan efek dimensi ruang, pantulan cahaya, dalam ruang yang bergetar. Sedangkan karya pelukis Briget Riley, Yvaral, dan Reginal Neal lebih banyak mengolah garis yang memberikan efek after image sebagai vibrasi kilauan pada mata karena adanya oscilation yang cepat pada sel retina.

3. Seni Konseptual

Istilah konseptual pertama kali dikemukakan oleh Edward Keinholz dan Herru Flint yang berasal dari California, tahun 1960. Istilah konseptual adalah sinonim dari idea art. Conseptus dalam bahasa Latin berarti: pikiran, gagasan, atau ide. Jadi konseptual adalah sesuatu yang berkaitan dengan konsep. Konsep atau ide adalah hal yang penting dalam penciptaan seni. Seni konseptual disatukan oleh satu sikap penggunaan bahasa verbal dan non verbal, analogi atau ilmu bahasa menjadi esensi dan seni.

Seni konseptual sangat kontroversial, menjungkirbalikkan segala kemapanan seni (nilai-nilai, gaya, galeri, pasar seni dan sebagainya). Para seniman konseptual menggunakan semiotika, feminisme dan budaya populer dalam berkarya, sehingga berlainan sekali dengan karya-karya seni konvensional. Karena itu konseptualisme akhirnya menjadi paham pemikiran yang memayungi bentuk-bentuk seni yang tidak berwujud piktorial dan skulptural seperti body art, eart art, vidoe art, performance art, process art, instalation art, dan lain-lain.

Seni konseptual menemukan spektrum baru dalam seni rupa, sebagai pengganti kiasan atau pantun dalam bahasa, surat kabar, majalah, periklanan, pos, telegram, buku-buku, katalogus, foto kopi, film, video, anggota badan, bahkan dunia ini bisa dijadikan medium atau objek seni. Sejak kehadiran seni konseptual batas-batas antara seni secara fisik mulai kabur, sebab seni konseptual mengakses hampir semua bentuk seni dan non seni.

4. Seni Kontemporer

Pada Encylopedia The World Art, estetika kontemporer disebutkan, bahwa estetika yang baru ini bertujuan untuk memfilsafatkan dalam pengertian anti metafisik, dan kemudian membedakannya dari estetika-estetika sebelumnya. Namun dia tidak akan membuang prinsip kategori-kategori, dan sebagai akibatnya menciptakan konsep mendua dan ragu tentang pengertian filsafat. Sementara Klaus Honnef mengidentifikasi seni rupa kontemporer sebagai perubahan paradoksal dari avant garde ke post avant garde, sedangkan John Grifith dan Endrew Benyamin menganggap seni rupa kontemporer bertentangan secara diametral dengan modernisme yang percaya pada universalisme. Seni rupa kontemporer tidak percaya lagi pada pusat-pusat perkembangan di mana pun, sebaliknya percaya pada perkembangan seni rupa dalam batas-batas kenegaraan.

Menurut teoretikus Jerman Udo Kulterman pengertian kontemporer dekat dengan paham posmodern dalam arsitektur, paham baru ini menentang kerasionalan modernisme yang dingin dan berpihak pada simbolisme instingtif. Dalam terori yang lebih baru tercatat prinsip pluralisme yang terbanyak mendasari pengertian kontemporer sekarang ini.

Dari berbagai keterangan di atas dapat ditentukan adanya dua paradigma aktivitas seni kontemporer. Pertama kelompok yang mementingkan aktivitas seni sebagai aktivitas mental senimannya. Kedua kelompok yang mementingkan aktivitas seni ditujukan bagi kepentingan masyarakat. Scruton melihat kecenderungan persepsi seperti itu sebagai sesuatu yang menyulitkan dalam penilaian estetik.

C. Seni Rupa Posmodern

Istilah posmodernisme muncul pertama kali di wilayah seni, yakni seni musik, seni rupa, fiksi, film, fotografi, arsitektur, kritik sastra, dan sebagainya. Di sisi lain istilah posmodern juga muncul di wilayah keilmuan yakni ilmu sosiologi, antropologi, geografi, filsafat, dan sebagainya. Peristilahan ini di definisikan sesuai dengan konteksnya, istilah posmodern diartikan untuk menunjukkan reaksi yang muncul dari dalam modernisme, sebuah gerakan yang menolak modernisme yang mandek dalam birokrasi museum dan akademi, menjelaskan siklus sejarah baru yang dimulai sejak berakhirnya dominasi barat, surutnya individualisme, kapitalisme dan kristenitas, serta kebangkitan budaya non barat, hilangnya batas antara seni, dan kehidupan sehari-hari. Tumbangnya batas antara budaya tinggi dan budaya pop, pencampuradukan gaya yang bersifat eklektik, parodi, pastiche, ironi, kebermainan, dan merayakan budaya “kepermukaan” tanpa peduli pada “kedalaman”. (Sugiharto, 1996: 24-26).

Dalam perkembangan selanjutnya, seni, khususnya seni rupa telah terjadi pemilahan antara seni murni (pure art) dengan seni pakai (applied art/useful art). Dalam konteks ini, posmodernisme dengan konsep pluralismenya telah menghapus pemilahan atau hierarki antara seni dan desain. Prinsip modernisme telah diubah menjadi “form follow fun”. Kedudukan fungsi yang selama ini diagung-agungkan oleh kalangan modernisme mengalami pergeseran pada era posmodernisme.

1. Karya-karya Seni Rupa Era Posmodernisme

Kebudayaan posmodern tidak dapat dipisahkan dari perkembangan konsumerisme. Perkembangan masyarakat konsumer telah mempengaruhi cara-cara pengungkapan seni. Dalam masyarakat konsumer terjadi perubahan-perubahan mendasar yang berkaitan dengan cara objek-objek seni secara umum dikonotasi, dan cara model konsumsi ini direkayasa oleh para produser.

Masyarakat konsumer memiliki tiga bentuk “kekuasaan” yang beroperasi di belakang produser dan kekuasaan media massa. Ketiga bentuk kekuasaan ini menentukan bentuk dan gaya seni. Di dalam masyarakat konsumer relasi antara subjek dan objek lebih tepat dijelaskan melalui peran subjek sebagai ‘konsumer’. Maksudnya melalui perkembangan mutakhir dalam teknologi produksi, yaitu; otomatisasi dan komputerisasi, peran pekerja dapat diminimalisasi sedemikian rupa, sehingga relasi produksi semakin kehilangan maknanya.

2. Bahasa Estetik Posmodernisme

Wacana estetik posmodern mencerminkan bahwa tanda dan makna pada estetika posmodern bersifat tidak stabil, mendua, dan plural (polysemy). Dalam wacana ini, lebih ditekankan pada permainan tanda, keterpesonaan pada permukaan dan diferensi, ketimbang makna-makna ideologis yang bersifat stabil dan abadi. Bahasa estetik posmodern bersifat hiperriil dan ironik yang meliputi:

a. Pastiche

Pastiche adalah karya sastra, seni atau arsitektur yang disusun dari elemen-elemen yang dipinjam dari berbagai pengarang, seniman atau arsitek dari masa lalu. Dalam mengimitasi karya masa lalu dalam rangka menghargai dan mengapresiasi seni. Sebagai karya yang mengandung unsur pinjaman pastiche mempunyai konotasi negatif sebagai miskin orisinalitas. Di samping itu pastiche adalah satu bentuk imitasi yang tanpa beban kritik dan perang menentang kemajuan serta sejarah, sebab sejarah tak dapat diulangi. Pastiche juga dikatakan sebagai penggunaan topeng bahasa pengungkapan yang telah mati.

b. Parodi

Parodi adalah sebuah komposisi dalam karya sastra, seni atau arsitektur yang di dalamnya kecenderungan pemikiran dan ungkapan khas dalam diri seorang pengarang, seniman, arsitek, atau gaya tertentu diimitasi (imitasi yang ditandai oleh kecenderungan ironik) sedemikian rupa untuk membuatnya humoristik atau absurd. Efek-efek kelucuan dan absurditas biasanya dihasilkan dari distorsi atau plesetan ungkapan yang ada. Melalui konteks ini penggunaan kembali karya masa lalu yang dimuati dengan ruang kritik yang menekankan perbedaan ketimbang persamaan. Titik berangkat parodi bukanlah penghargaan, akan tetapi kritik, sindiran, kecaman, sebagai ungkapan rasa tidak puas atau sekedar menggali rasa humor dari karya rujukan yang bersifat serius.

c. Kitch

Kitch berakar dari bahasa Jerman verkitchen (membuat murahan) dan kistchen berarti memungut sampah dari jalanan. Kitch dalam bahasa estetik posmodern sering ditafsirkan sebagai sampah artistik atau sering pula didefinisikan sebagai selera rendah karena lemahnya ukuran atau kriteria estetik. Strategi Kitch adalah, mengopi elemen-elemen gaya dari seni tinggi atau objek sehari-hari untuk kepentingan sendiri, yang produksinya didasari pada semangat memaksakan atau mendemitosasi seni tinggi.

d. Camp

Camp adalah satu bentuk dandysme (tanpa identitas seks), dan karenanya menyanjung tinggi kevulgaran. Camp sering menekankan dekorasi, tekstur, permukaan sensual, dan gaya, dengan mengorbankan isi. Camp juga anti antagonisme seksual maskulin atau feminin.

e. Skizophrenia

Skizophrenia didefinisikan sebagai putusnya rantai pertandaan, yaitu rangkaian sintagmatis penanda yang bertautan dan membentuk satu ungkapan atau makna. Dalam konteksnya semua kata atau penanda, gambar, teks, atau objeknya dapat digunakan untuk menyatakan suatu konsep atau petanda (Piliang, 1995: 39-41).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Istilah seni rupa pramodern menunjukkan babakan sejarah di mana manifestasi karya seni rupa hadir sebelum zaman industri. Perkembangan seni rupa dilihat dari aspek kesejarahan merupakan rangkaian perubahan, baik dari aspek konseptual maupun aspek kebentukan.

Seni rupa modern pada hakikatnya merupakan kelanjutan perkembangan seni rupa sebelumnya, satu aspek dari perkembangan budaya secara menyeluruh. Faktor seni rupa modern ialah kesadaran akan nilai individu sebagai karakter aktivitas manusia. Hal ini berakar dari budaya renaisans, humanisme universal yang akhirnya tampil sebagai abad pencerahan di Eropa.

Seni rupa posmodern diartikan untuk menunjukkan reaksi yang muncul dari dalam modernisme, sebuah gerakan yang menolak modernisme yang mandek dalam birokrasi museum dan akademi, menjelaskan siklus sejarah baru yang dimulai sejak berakhirnya dominasi barat, surutnya individualisme, kapitalisme dan kristenitas, serta kebangkitan budaya non barat, hilangnya batas antara seni, dan kehidupan sehari-hari.

B. Saran

Dalam belajar seni rupa, ada beberapa hal pokok yang harus dikuasai dan dimiliki, yakni pertama, kepekaan estetik atau keindahan, keterampilan teknik, dan imajinasi kreatif. Kepekaan estetik atau rasa keindahan harus dimiliki oleh setiap orang yang memilih profesi bidang kesenian karena inti dari seni adalah keindahan.

DAFTAR PUSTAKA

Carrol, Noell. 2005. Theories of Art Today. The University of Wisconsin Press.

Honnef , Klaus. 1992. Contemporary Art. Koln: Benedikt Taschen Verlag Gmbh.

Kulterman, Udo. 1988. Art-Event Happening. London: Mathew Miller Dunbar.

Lovejoy, Margot. 2004. Digital Current: Art in The Electronic Age. New York and London: Roudlege.

Papadakis, Andreas C. 1988. Art in the Age Pluralism. London: St. Martin Press.

Stangos, Nikos. 1994. Concepts of Modern Art. London: Thames and Hudson.

Supangkat, Jim. 1992. Seni Rupa Indonesia dalam Peta Seni Rupa Dunia. Seni, Jurnal Pengetahuan dan Penciptaan Seni. Yogyakarta: BP ISI II/02.

Whiteley, Nigel. 1987. “Pop Design”, Modernism to Mood. London: The Design Council

Wilson, Brent G. 1971. Evaluation of Learning in Art Education. Dalam B.S. Bloom, Hand Book Formative and Sumative Evaluation of Student Learning. New York: McGraw Hill.

Download Contoh Makalah Fenomena Seni Rupa.docx