Makalah Ekonomi Islam

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Ekonomi Islam ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan yang berjudul Makalah Ekonomi Islam ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Ekonomi Islam ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Ekonomi Islam ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Indonesia, Maret 2024
Penyusun

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pandangan Islam terhadap masalah kekayaan berbeda dengan pandangan Islam terhadap masalah pemanfaatan kekayaan. Menurut Islam, sarana-sarana yang memberikan kegunaan adalah masalah lain. Karena itu, kekayaan dan tenaga manusia, dua duanya merupakan kekayaan sekaligus sarana yang biasa memberikan kegunaan atau manfaat. Sehingga, kedudukan kedua-duanya dalam pandangan Islam, dari segi keberadaan dan produksinya dalam kehidupan, berbeda dengan kedudukan pemanfaatan serta tata cara perolehan manfaatnya.

Prinsip utama dalam sistem ekonomi Islam yang diisyaratkan dalam Al- Quran. Hidup hemat dan tidak bermewah-mewah, bermakna juga bahwa tindakan-tindakan ekonomi hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan bukan memuaskan keinginan. Menjalankan usaha-usaha yang halal dari produk atau komoditi, manajemen, proses produksi hingga proses sirkulasi atau distribusi haruslah ada dalam kerangka halal. Usaha-usaha tadi tidak boleh bersentuhan dengan judi dan spekulasi atau tindakan-tindakan lainnya yang dilarang secara syariah. Meskipun begitu ada kaidah hukum dalam Islam yang cukup menjadi rujukan dalam beraktivitas ekonomi, yaitu pada dasarnya aktivitas apa pun hukumnya boleh sampai ada dalil yang melarang aktivitas itu secara syariah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

  1. Apa definisi ekonomi Islam?
  2. Bagaimana praktik ekonomi Islam?
  3. Bagaimana karakteristik ekonomi Islam?
  4. Bagaimana prinsip ekonomi Islam?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ekonomi Islam

Secara epistemologi ekonomi Islam dibagi menjadi dua disiplin ilmu, yang pertama yaitu ekonomi Islam normatif, yaitu studi tentang hukum-hukum syariah Islam yang berkaitan dengan urusan harta benda. Cakupannya adalah kepemilikan, pemanfaatan kepemilikan, dan distribusi kekayaan kepada masyarakat. Bagian ini merupakan pemikiran yang terikat nilai, karena diperoleh dari sumber nilai Islam yaitu Al-Quran dan As-Sunah melalui metode istinbat hukum. Kedua, ekonomi Islam positif, yaitu studi tentang konsep-konsep Islam yang berkaitan dengan urusan-urusan harta benda, khususnya yang berkaitan dengan produksi barang dan jasa.

Cakupannya adalah segala macam cara dan sarana yang digunakan dalam proses produksi barang dan jasa. Bagian ini tidak harus mempunyai dasar konsep dari Al-Quran dan As-Sunah, tapi cukup disyaratkan tidak boleh bertentangan dengan Al-Quran dan As-Sunah. Segala aturan yang diturunkan Allah SWT dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian halnya dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan akhirat.

Islam memiliki seperangkat tujuan dan nilai yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk di dalamnya urusan sosial, politik, dan ekonomi. Dalam hal ini tujuan Islam pada dasarnya ingin mewujudkan kebaikan hidup di dunia dan akhirat. Permasalahan ekonomi yang merupakan bagian dari permasalahan yang mendapatkan perhatian dalam ajaran Islam, tentu memiliki tujuan yang sama yakni tercapainya kemaslahatan di dunia dan akhirat. Adapun tujuan ekonomi Islam antara lain:

  1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.
  2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan dibidang hukum dan muamalah.
  3. Tercapainya kemaslahatan yang mencakup, keselamatan keyakinan agama, keselamatan jiwa, keselamatan akal, keselamatan keturunan dan keluarga serta keselamatan harta benda.

Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai sebuah studi tentang pengelolaan harta benda menurut perspektif Islam. Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan peraturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun Islam dan rukun iman. Ilmu ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.

B. Sejarah Ekonomi Islam

Sejarah ekonomi Islam berawal dari di angkatnya Muhammad sebagai utusan Allah pada usia ke 40. Rasulullah mengeluarkan berbagai kebijakan yang selanjutnya diikuti dan diteruskan oleh pengganti-penggantinya yaitu Khulafaur Rasyidin. Pemikiran ekonomi Islam didasarkan atas Al-Quran dan al-hadits. Rasulullah membentuk majelis syura yang sebagian bertugas mencatat wahyu, kemudian pada 6 H sekretaris telah terbentuk. Demikian juga delegasi ke negara-negara lain. Masalah kerumahtanggaan diurus oleh Bilal. Orang-orang ini mengerjakan tugas dengan sukarela tanpa gaji. Tentara formal tidak ada di masa ini, tentara tidak mendapat gaji tetap. Mereka mendapat ganimah sebelum turunnya Surat Al-Anfal ayat 41 yang menjelaskan orang-orang yang berhak mendapat bagian ganimah.

Pada masa Rasulullah, sistem ekonomi yang diberlakukan adalah sistem ekonomi yang telah disyariatkan dalam Islam. Sistem ekonomi di zaman Rasulullah sangat kompleks dan sempurna meskipun pada masa setelahnya tetap dilakukan perbaikan. Jenis-jenis kebijakan baik pendapatan dan pengeluaran keuangan di masa Rasulullah lebih terfokus pada masa perang dan kesejahteraan rakyat. Tidak seperti saat ini bahwa kebijakan-kebijakan ekonomi lebih difokuskan pada pencarian keuntungan. Sejarah ekonomi Islam pada dasarnya bersumber dari ide dan praktik ekonomi yang dilakukan oleh Muhammad Saw. dan para Khulafaur Rasyidin serta pengikut-pengikutnya sepanjang zaman. Diversifikasikan praktik ekonomi yang dilakukan masyarakat Muslim setelah masa Muhammad Saw., bisa dianggap sebagai acuan sejarah ekonomi Islam selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Perekonomian di zaman Khulafaur Rasyidin banyak diwarnai dengan perluasan wilayah kekuasaan dan inovasi-inovasi dalam bidang ekonomi. Seperti pada zaman Khalifa Umar bin Khattab di mana beliau memfungsikan secara optimal BMT dan membentuk Diwan Islam yang pertama. Salah seorang ekonom pada periode pertama adalah Abu Yusuf. Kitabnya yang berjudul Al-Kharaj, banyak membahas ekonomi publik, khususnya tentang perpajakan dan peran negara dalam pembangunan ekonomi. Kitab ini mencakup berbagai bidang antara lain tentang pemerintahan, keuangan negara, pertanahan, perpajakan, dan peradilan.

Pada periode berikutnya, hadir Al-Ghazali dengan kitabnya yang berjudul Ihya ‘Ulum al-Din. Bahasan ekonomi Al-Ghazali mencakup aspek luas, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi: pertukaran dan evolusi pasar, produksi, barter dan evolusi uang, serta peranan negara dan keuangan publik. Kemudian diikuti dengan lahirnya Mohd. Iqbal, dalam karyanya, Puisi dari Timur, ia menunjukkan tanggapan Islam terhadap kapitalisme Barat dan reaksi ekstrem dari komunisme. Sedangkan pada periode kontemporer hadirlah ekonom-ekonom, seperti Umer Chapra, Mannan dan lain-lain.

Hal ini menunjukkan bahwa pemikiran ekonomi Islam sudah lahir sejak jaman Rasulullah, dan mempunyai aturan yang baik dan jelas. Banyak pemikiran-pemikiran tersebut yang di adopsi oleh sistem perekonomian Barat, dan banyak pula yang kemudian seperti terlahir dari Barat, karena banyak hal yang disemukan. Pemikiran ekonomi di kalangan pemikir Muslim banyak mengisi khazanah pemikiran ekonomi dunia pada masa di mana Barat masih dalam masa kegelapan (dark age). Pada masa tersebut dunia Islam justru mengalami puncak kejayaan dalam berbagai bidang.

Sejarah membuktikan bahwa para pemikir Muslim merupakan penemu, peletak dasar dan pengembang dalam berbagai bidang ilmu. Nama-nama pemikir Muslim bertebaran di sana-sini menghiasi arena ilmu-ilmu pengetahuan. Baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial. Mulai dari filsafat, matematika, astronomi, ilmu optik, biologi, kedokteran, sejarah, sosiologi, psikologi, pedagogi, sampai sastra. Termasuk juga, tentunya ilmu ekonomi.

C. Jenis-jenis Ekonomi Islam

1. Syirkah

Salah satu macam-macam muamalah yaitu syirkah. Syirkah dalam arti bahasa adalah kerja sama, kongsi, atau bersyarikat. Syirkah pada praktiknya dalam kegiatan ekonomi merupakan suatu usaha untuk menggabungkan sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan bersama, sumber daya yang dimaksud bisa berupa modal uang, keahlian, bahan baku, jaringan kerja, dan dilakukan oleh dua orang atau lebih.

Dalam ekonomi konvensional akad ini biasa disebut joint venture. Tidak ada perbedaan secara signifikan pada akad ini kecuali bahwa dalam ekonomi Islam kegiatan usaha tidak boleh melanggar aturan syariat dan negara seperti perkongsian untuk kartel narkoba, minuman keras, atau jual beli komoditas yang diharamkan agama.

2. Mudarabah

Mudarabah adalah akad untuk mengikat kerja sama antara dua pihak yaitu pemodal (sahib al-mal) dan pelaksana usaha (mudharib), akad mudarabah juga disebut bagi hasil bagi sebagian orang. Caranya dengan menentukan berapa persen bagian keuntungan yang akan diterima oleh kedua pihak. Mudharib wajib mengembalikan modal yang dipinjamkan dan membayarkan bagian keuntungan yang telah ditentukan dengan tenggat waktu atau masa kontrak yang disetujui atau tanpa masa kontrak. Mudharib wajib mengikuti aturan yang telah di sepakati kedua belah pihak, semisal apabila pemodal menghendaki mudharib untuk tidak menjual komoditas tertentu misalnya, akan tetapi tetap menjualnya maka mudharib menanggung risiko penuh atas modal yang dipinjamnya.

Bagi pemodal atau sahib al-mal, ia menanggung risiko kehilangan modal yang ditanamnya, aset yang dibeli menggunakan uangnya merupakan milik pemodal. Apabila mudharib melanggar kontrak maka mudharib wajib menanggung risiko penuh untuk mengganti modal yang ia pinjam. Dalam akad mudarabah besaran nominal keuntungan tidak ditentukan di awal perjanjian, akan tetapi porsi keuntungan atau persentase yang didapat yang di tentukan di awal.

3. Jual beli (bai’ al murabahah)

Adalah akad yang berlaku untuk mengikat penjual dan pembeli dengan adanya penyerahan kepemilikan antara pedagang dan pembeli. Ayat Al-Quran terkait jual beli:“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.” ( Quran: al Baqarah: 198).

Beberapa akad yang ada dalam transaksi jual beli (bai’ al murabahah):

  • Bissamanil ajil, yaitu transaksi jual beli barang dengan harga yang berbeda antara kontan dan angsuran. Hal ini dapat kita temukan pada pembelian kredit barang semisal kendaraan bermotor, handphone, dan sebagainya. Yang tidak diperbolehkan pada transaksi ini adalah penambahan bunga yang naik turun sehingga membuat harga jual naik turun selama proses angsuran. Akan tetapi boleh untuk memberikan margin keuntungan tertentu dari harga kontan yang disepakati di awal.
  • Salam, yaitu jual beli barang secara tunai dengan penyerahan barang ditunda sesuai kesepakatan. Semisal seorang eksportir mebel Jepara yang akan mengekspor mebel ke luar negeri dengan jumlah barang yang besar. Hal ini tentu akan memberatkan pengrajin mebel yang memiliki kapasitas produksi dan modal yang kecil, sehingga eksportir membayar di depan sebagai modal awal.
  • Istisna, yaitu jual beli barang dengan pemesanan dan pembayarannya pada waktu pengambilan barang. Hal ini lazim kita temui dengan istilah cash on delivery untuk jual beli online. Hal ini memiliki keuntungan untuk meminimalisir kerugian bagi pembeli akibat perbedaan spesifikasi barang yang disebutkan oleh penjual.
  • Isti’jar, yaitu jual beli antara pembeli dengan penyuplai barang.
  • Ijarah, yaitu jual beli jasa dari benda (sewa) atau tenaga/keahlian (upah). Hal ini kita temui ketika kita membayar upah buruh atau pegawai atau selepas kita menyewa barang atau properti tertentu.
  • Sarf, yaitu jual beli pertukaran mata uang antar negara. Hal ini karena adanya perbedaan mata uang yang berlaku lintas negara. Akan tetapi jenis transaksi yang diperbolehkan hanya transaksi today spot yang transaksi dilaksanakan hari itu juga tanpa diberi hedging atau lindung nilai akibat dari penangguhan penyerahan.

4. Transaksi dengan pemberian kepercayaan

Transaksi pemberian kepercayaan adalah akad atau perjanjian mengenai penjaminan hutang atau penyelesaian dengan pemberian kepercayaan. Akad transaksi pemberian kepercayaan adalah sebagai berikut:

  • Jaminan (kafalah/damanah), yaitu mengalihkan tanggung jawab seseorang (yang dijamin) kepada orang lain (penjamin). Hal ini juga lazim terjadi pada ekonomi konvensional di mana pemberi jaminan meyakinkan kreditur untuk memberikan pinjaman kepada debitur.
  • Gadai (rahn), yaitu menjadikan barang berharga yang nilainya setara atau lebih dari nilai pinjaman sebagai jaminan yang mengikat dengan hutang dan dapat dijadikan sebagai bayaran hutang jika kreditur yang berhutang tidak mampu melunasi hutangnya. Akan tetapi akad rahn tidak bisa dijadikan satu dengan akad wadi’ah, semisal menggadaikan perhiasan dan pada proses gadai dikenai biaya tambahan atas simpanan, karena hal ini termasuk riba.
  • Pemindahan hutang (hiwalah), yaitu pemindahan kewajiban atas pembayaran hutang kepada orang lain yang memiliki sangkutan hutang.

5. Titipan (wadi’ah)

Adalah akad di mana seseorang menitipkan barang berharganya kepada seseorang yang ia percaya dan memberikan biaya atas jasa simpanan yang ia lakukan, pada akad ini kita dapati juga pada ekonomi konvensional semisal deposit box.

6. Transaksi pemberian/perwakilan dalam transaksi (wakalah)

Transaksi ini berupa pemberian kekuasaan untuk menyelesaikan transaksi tertentu, semisal penyerahan rumah atau transaksi jual beli surat berharga yang dilakukan oleh manajer investasi yang dilakukan pada bank kustodian.

D. Tujuan Prinsip Ekonomi Islam

Setiap sistem ekonomi mempunyai inti paradigma, inti paradigma ekonomi Islam bersumber dari Al-Quran dan Sunah. Ekonomi Islam mempunyai sifat dasar sebagai ekonomi Rabbani dan Insani. Disebut Ekonomi Rabbani karena sarat dengan arahan dan nilai-nilai Ilahiyah. Sedangkan ekonomi Insani karena ekonomi ini dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran manusia. Ilmu ekonomi Islam memiliki tiga prinsip dasar yaitu tauhid, akhlak, dan keseimbangan. Dua prinsip yang pertama kita sama-sama tahu pasti tidak ada dalam landasan dasar ekonomi konvensional. Prinsip keseimbangan pun, dalam praktiknya, justru yang membuat ekonomi konvensional semakin dikritik dan ditinggalkan orang. Ekonomi Islam dikatakan memiliki dasar sebagai ekonomi Insani karena sistem ekonomi ini dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran manusia.

Ekonomi Islam disebut juga sebagai ekonomi tauhid. Keimanan mempunyai peranan penting dalam ekonomi Islam, karena secara langsung akan mempengaruhi cara pandang dalam membentuk kepribadian, perilaku, gaya hidup, selera, dan preferensi manusia, sikap-sikap terhadap manusia, sumber daya dan lingkungan. Saringan moral bertujuan untuk menjaga kepentingan diri tetap berada dalam batas-batas kepentingan sosial dengan mengubah preferensi individual sesuai dengan prioritas sosial dan menghilangkan atau meminimalisasikan penggunaan sumber daya untuk tujuan yang akan menggagalkan visi sosial tersebut, yang akan meningkatkan keserasian antara kepentingan diri dan kepentingan sosial.

Disisi lain, ada yang menjelaskan bahwa prinsip ekonomi Islam ada dua, yaitu; pertama ialah prinsip umum, yaitu Aqidah Islamiyah yang menjadi landasan pemikiran bagi segala pemikiran Islam, seperti sistem ekonomi Islam, sistem politik Islam, sistem pendidikan Islam, dan sebagainya. Aqidah Islamiyah di sini dipahami bukan sekedar sebagai Aqidah Ruhiyah, yakni akidah yang menjadi landasan aktivitas-aktivitas spiritual murni seperti ibadah, namun juga sebagai Aqidah Siyasah, yakni akidah yang menjadi landasan untuk mengelola segala aspek kehidupan manusia tanpa kecuali termasuk ekonomi.

Kedua, prinsip khusus (cabang), yaitu sejumlah kaidah umum dan mendasar dalam syariah Islam yang lahir dari akidah Islam, yang secara khusus menjadi landasan bangunan sistem ekonomi Islam. Prinsip khusus ini terdiri dari tiga asas, yaitu: kepemilikan sesuai syariah, pemanfaatan kepemilikan sesuai syariah dan pendistribusian kekayaan kepada masyarakat. Dalam sistem ekonomi Islam, tiga asas tersebut tidak boleh tidak terikat dengan syariat Islam, sebab segala aktivitas manusia wajib terikat atau tunduk kepada syariat Islam.

Prinsip ekonomi Islam tersebut bertentangan secara kontras dengan prinsip sistem ekonomi kapitalis saat ini. Aqidah Islamiyah sebagai prinsip umum ekonomi Islam menerangkan bahwa Islam adalah agama dan sekaligus ideologi sempurna yang mengatur segala aspek kehidupan tanpa kecuali. Prinsip Islam ini berbeda dengan prinsip ekonomi kapitalis, di mana prinsip yang berkaitan dengan kepemilikan, pemanfaatan kepemilikan, dan distribusi kekayaan kepada masyarakat, semuanya dianggap lepas atau tidak boleh disangkutpautkan dengan agama.

Dalam masalah kepemilikan, kapitalis memandang bahwa asal usul adanya kepemilikan suatu barang adalah terletak pada nilai manfaat yang melekat pada barang itu, yaitu sejauh mana ia dapat memuaskan kebutuhan manusia. Jika suatu barang mempunyai potensi dapat memuaskan kebutuhan manusia, maka barang itu sudah sah untuk dimiliki, walaupun haram menurut agama. Ini berbeda dengan ekonomi Islam yang memandang asal usul kepemilikan adalah adanya izin Allah SWT kepada manusia untuk memanfaatkan suatu benda. Jika Allah mengizinkan berarti boleh dimiliki. Tapi jika tidak mengizinkan (mengharamkan sesuatu) berarti barang itu tidak boleh dimiliki.

Dalam masalah pemanfaatan kepemilikan, kapitalisme tidak membuat batasan tata caranya dan tidak ada pula batasan jumlahnya. Sebab pada dasarnya sistem ekonomi kapitalisme adalah cermin dari paham kebebasan dibidang pemanfaatan hak milik. Maka seseorang boleh memiliki harta dalam jumlah beberapa saja dan diperoleh dengan cara apa saja. sedangkan dalam ekonomi Islam menetapkan adanya batasan tata cara, tapi tidak membatasi jumlahnya. Tata cara itu berupa hukum-hukum syariah yang berkaitan dengan cara pemanfaatan harta, baik pemanfaatan yang berupa pembelanjaan, maupun berupa pengembangan harta. Seorang muslim boleh memiliki harta berapa saja sepanjang diperoleh dan dimanfaatkan sesuai syariah Islam.

Dalam masalah distribusi kekayaan, kapitalisme menyerahkannya kepada mekanisme pasar, yaitu melalui mekanisme harga keseimbangan yang terbentuk akibat interaksi penawaran dan permintaan. Harga berfungsi secara informasional yaitu memberikan informasi kepada konsumen mengenai siapa yang mampu memperoleh atau tidak memperoleh suatu barang atau jasa. Dalam ekonomi Islam, distribusi kekayaan terwujud melalui mekanisme syariah, yaitu mekanisme yang terdiri dari sekumpulan hukum syariah yang menjamin pemenuhan barang dan jasa bagi setiap individu rakyat. Mekanismenya melalui aktivitas ekonomi yang bersifat produktif, berupa berbagai kegiatan pengembangan harta dalam akad-akad muamalah. Mekanisme ini misalnya, ketentuan syariah yang membolehkan manusia bekerja disektor pertanian, industri, dan perdagangan, memberikan kesempatan berlangsungnya pengembangan harta melalui kegiatan investasi, dan memberikan kepada rakyat hak pemanfaatan SDA milik umum yang dikelola nagara seperti hasil hutan, barang tambang dan sebagainya demi kesejahteraan rakyat.

Mekanisme lain yaitu bisa dengan melalui aktivitas ekonomi non-produktif. Misalnya dengan pemberian sedekah, zakat, wakaf, hibah, dan lain-lain. Ini dimaksudkan untuk mengatasi pendistribusian kekayaan yang tidak berjalan sempurna jika hanya mengandalkan mekanisme ekonomi produktif semata. Selain itu juga demi terwujudnya keseimbangan ekonomi dan memperkecil jurang perbedaan antara kaya dengan miskin. Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar, antara lain:

  1. Seorang muslim dalam kehidupan berekonomi tidak berhubungan dengan bunga. Allah SWT berfirman, “Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah”. (QS. Al-Baqarah: 256-257). “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. (QS. Ali Imron: 130). Larangan yang terdapat dalam ayat di atas tertuju pada transaksi yang berbasis riba, baik memberi maupun menerima, baik berhubungan dengan sesama muslim maupun non muslim. Dan diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW mengutuk orang yang membayar bunga, mereka yang menerima, orang yang menuliskan kontrak perjanjiannya dan orang yang menjadi saksi transaksi tersebut.
  2. Seorang muslim tidak boleh mendapatkan harta atau kekayaan dengan jalan penipuan, pemalsuan, pencurian dan tindakan kriminal lainnya. “Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang yang beriman.” (QS. Al-A’raf: 85)
  3. Seorang muslim tidak boleh mengambil harta anak yatim yang berada di bawah perwaliannya. “Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar”. (QS. An-Nisa’: 2)
  4. Seorang muslim dilarang untuk mendapatkan penghasilan dari hasil perjudian, lotre, dari hasil produksi, penjualan dan distribusi alkohol. “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”. (QS. Al-Maidah: 90).
  5. Seorang muslim hendaknya mengambil barang sesuai dengan kebutuhan. Karena menimbun makanan dan kebutuhan dasar lainnya merupakan bentuk pelanggaran hukum dalam Islam yang sangat merugikan orang banyak. “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(QS. Ali Imron: 180).
  6. Zakat merupakan kewajiban yang berkaitan dengan harta seorang muslim. Bila telah sampai nisabnya atau kadar tertentu dari harta yang wajib untuk dizakatkan, seorang muslim harus mengeluarkannya. Allah SWT berfirman, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus“.(QS. Al-Bayyinah: 5). Setiap muslim yang memiliki kekayaan yang lebih dari jumlah tertentu untuk memenuhi kebutuhannya harus membayar zakat kepada orang yang membutuhkannya. Zakat adalah sarana untuk mempersempit kesenjangan antara si kaya dan si miskin, dan untuk menjamin kebutuhan semua orang terpenuhi.
  7. Setiap muslim dianjurkan untuk memberi sedekah. “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. dan barang siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, Maka mereka Itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. At-Taghobun: 15-16).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Ekonomi Islam berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan. Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan.. Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah yang teraplikasi dalam etika dan moral.

Ekonomi Islam pada dasarnya merupakan aktualisasi nilai-nilai Islam dalam aktivitas kehidupan manusia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat. Keberadaan ekonomi Islam tidak lain bertujuan mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat. Tujuan tersebut dalam pandangan para ahli dijabarkan dalam tiga permasalahan pokok yang terdiri atas pertama mewujudkan pertumbuhan ekonomi dalam Negara, kedua mewujudkan kesejahteraan manusia dan ketiga mewujudkan mekanisme distribusi kekayaan yang adil.

B. Saran

Untuk mewujudkan kegiatan ekonomi yang selaras dengan perintah Allah SWT, seorang muslim perlu mengetahui beberapa asas transaksi ekonomi menurut ajaran Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman, Karim. (2007). Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Efendi, Rustam. (2003). Produksi Dalam Islam. Yogyakarta: Megistra Insania Press.

Qardhawi, Yusuf. (2004). Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam. Jakarta: Robbani Press.

Sudarsono, Heri. (2002). Konsep Ekonomi Islam. Yogyakarta: Ekonsia.

Suherman, Rosyidi. (1998). Pendekatan kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Download Contoh Makalah Ekonomi Islam.docx