Makalah HIV/AIDS

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah HIV/AIDS ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan yang berjudul Makalah HIV/AIDS ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah HIV/AIDS ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah HIV/AIDS ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Indonesia, April 2024
Penyusun

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Penyakit ini bukan penyakit keturunan atau diwarisi. Ia menyerang kekebalan tubuh (immune system), yaitu sistem pertahanan alami tubuh terhadap serangan organisme yang merupakan musuh. Penyakit ini mengakibatkan berkurangnya kemampuan tubuh dalam memerangi infeksi. Penyakit AIDS sampai saat ini masih menjadi ancaman terbesar bagi kesehatan penduduk dunia. Proses penularan yang begitu cepat dan belum ada yang bisa menahan laju perkembangan AIDS dalam tubuh.

AIDS merupakan penyakit baru dan unik yang ditemukan pertama kali tahun 1981 di kalangan pria homoseksual Amerika Serikat. Kala itu ditemukan gejala pneumonia yang disebabkan parasit yang disebut pneumocystis carinii. Ternyata gejala ini disertai dengan penurunan berat badan. Barulah pada tahun 1983, para ilmuwan menjawab misteri penyebab penyakit ini dan pada tahun 1986, WHO menetapkan HIV (Human Immunodeficiency Virus) sebagai penyebabnya.

Seperti kita ketahui, jumlah penderita AIDS semakin meningkat dari waktu ke waktu. Kenyataan tersebut tentunya menjadi sesuatu yang memprihatinkan bagi kita semua. Meskipun demikian, masih banyak di antara kita yang kekurangan informasi mengenai penyakit yang disebabkan oleh serangan virus HIV ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah tentang HIV/AIDS ini adalah sebagai berikut:

  1. Apa pengertian HIV/AIDS?
  2. Apa bahaya HIV/AIDS?
  3. Bagaimana proses penularan HIV/AIDS?
  4. Bagaimana perjalanan infeksi HIV di dalam tubuh manusia?
  5. Bagaimana upaya pencegahan penyakit HIV/AIDS?
  6. Bagaimana cara tes HIV?
  7. Bagaimana cara pengobatan penyakit AIDS?

C. Tujuan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah tentang HIV/AIDS ini adalah sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui pengertian HIV/AIDS.
  2. Untuk mengetahui bahaya HIV/AIDS.
  3. Untuk mengetahui proses penularan HIV/AIDS.
  4. Untuk mengetahui perjalanan infeksi HIV di dalam tubuh manusia.
  5. Untuk mengetahui upaya pencegahan penyakit HIV/AIDS.
  6. Untuk mengetahui cara tes HIV.
  7. Untuk mengetahui cara pengobatan penyakit AIDS.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian HIV/AIDS

1. Pengertian HIV

HIV adalah virus atau jasad renik yang sangat kecil yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Bentuk HIV seperti binatang bulu babi (binatang laut) yang berbulu tegak dan tajam. Tubuh manusia mempunyai sel-sel darah putih yang berfungsi untuk melawan dan membunuh bibit-bibit atau kuman-kuman penyakit yang masuk ke dalam tubuh manusia. Dengan demikian sel-sel darah putih melindungi seseorang dari jatuh sakit. Inilah yang disebut kekebalan tubuh manusia, yang merupakan daya tahan tubuh seseorang.

Seseorang yang terinfeksi oleh HIV, maka virus ini akan menyerang sel darah putih. Selanjutnya akan merusak dinding sel darah putih untuk masuk ke dalam sel dan merusak bagian yang memegang peranan pada kekebalan tubuh. Sel darah putih yang telah dirusak tersebut menjadi lemah dan tidak lagi mampu melawan kuman-kuman penyakit. Lambat-laun sel darah putih yang sehat akan sangat berkurang. Akibatnya, kekebalan tubuh orang tersebut menjadi menurun dan akhirnya sangat mudah terserang penyakit.

Seseorang yang terinfeksi oleh HIV, berarti mengidap HIV di dalam tubuhnya, disebut “HIV+” ( HIV positif) atau pengidap HIV. Orang yang telah terinfeksi HIV dalam beberapa tahun pertama belum menunjukkan gejala apapun. Sehingga secara fisik kelihatan tidak berbeda dengan orang lain yang sehat. Namun dia mempunyai potensi sebagai sumber penularan, artinya dapat menularkan virus kepada orang lain. Setelah periode 7 hingga 10 tahun, atau jika kekebalan tubuhnya sudah sangat melemah karena berbagai infeksi lain, seorang pengidap HIV mulai menunjukkan gejala-gejala dan tanda-tanda bermacam-macam penyakit yang muncul karena rendahnya daya tahan tubuh. Pada keadaan ini orang tersebut disebut sebagai penderita AIDS.

2. Pengertian AIDS

AIDS singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Syndrome yang bahasa Indonesianya adalah Sindroma, merupakan kumpulan gejala dan tanda penyakit. Deficiency dalam bahasa Indonesia berarti kekurangan. Immune berarti kekebalan, sedangkan Acquired berarti diperoleh atau didapat. Dalam hal ini, “diperoleh” mempunyai pengertian bahwa AIDS bukan penyakit keturunan. Seseorang menderita AIDS bukan karena keturunan dari penderita AIDS, tetapi karena terjangkit atau terinfeksi virus penyebab AIDS. Oleh karena itu, AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan tanda dan gejala penyakit akibat hilangnya atau menurunnya sistem kekebalan tubuh seseorang. AIDS merupakan fase terminal (akhir) dari infeksi HIV.

Telah disebutkan bahwa seorang pengidap HIV daya tahan tubuhnya terganggu sehingga mudah terserang penyakit, bahkan serangan sesuatu penyakit yang untuk orang lain dapat digolongkan sebagai penyakit ringan, bagi seorang pengidap HIV atau penderita AIDS penyakit tersebut dapat menjadi berat, bahkan dapat menimbulkan kematian. Misalnya penyakit influensa, pada orang sehat penyakit ini, akan sembuh dengan sendirinya dalam waktu kurang lebih satu minggu, meskipun tidak diobati sama sekali asalkan penderita makan, tidur dan istirahat yang cukup. Sedangkan pada pengidap HIV dan penderita AIDS, penyakit influensa ini akan menetap lebih lama bahkan semakin parah pada waktu tertentu. Seorang penderita AIDS dapat meninggal oleh penyakit infeksi lain yang menyerang dirinya akibat kekebalan tubuhnya yang terganggu (disebut infeksi oportunistik).

B. Bahaya HIV/AIDS

AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yang mudah menular dan mematikan. Virus tersebut merusak sistem kekebalan tubuh manusia, dengan akibat turunnya/hilangnya daya tahan tubuhnya sehingga mudah terjangkit dan meninggal karena penyakit infeksi, kanker lainnya. Dan sampai saat ini belum ditemukan vaksin pencegahnya atau obat untuk penyembuhannya. Bahaya besar penyakit HIV/AIDS di antarnya adalah:

1. Kematian

Menurut perhitungan WHO (1992) tidak kurang dari 3 orang di seluruh dunia terkena infeksi HIV/AIDS setiap menitnya. Dan yang mengerikan adalah jumlah penderita 70% adalah kalangan pemuda/usia produktif.

2. Serangan bagi Anak Muda

Kelompok resiko tinggi terjangkitnya penyakit bahaya ini adalah homoseksual, heteroseksual, promiskuitas (Perkawinan lebih dari satu), penggunaan jarum suntik pecandu narkotik dan seks bebas serta orang-orang yang mengabaikan nilai-nilai moral, etik, dan agama (khususnya para remaja atau generasi muda usia 13-25 tahun). Permasalahan lain yang berdampak sangat tinggi bagi penularan virus AIDS adalah remaja yang meninggalkan rumah tanpa izin dan menjadi anak jalanan, dan tuna susila yang melakukan seksual aktif dan pecandu narkoba secara bebas dan tidak terjaga kebersihan atau kesehatannya.

3. Tidak Bermoral

Pola dan gaya hidup barat sebagai konsekuensi modernisasi, industrialisasi, dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah menyebabkan perubahan-perubahan nilai kehidupan yang cenderung mengabaikan nilai-nilai moral, etik, dan agama, termasuk nilai-nilai hubungan seksual antar individu.

4. Bunuh Diri

Jika seseorang menderita penyakit ini, maka akan menimbulkan depresi yang mendalam, semangat hidup rendah dan hilang kepercayaan diri. Permasalahan ini telah banyak memakan korban jiwa, sebab dari mereka-mereka yang terjangkit penyakit ini selalu mengakhiri penyakit yang di deritanya dengan bunuh diri.

5. Gila

Orang yang hilang kepercayaan diri, banyak dijauhi orang karena penyakit yang dideritanya ini akan menimbulkan stres yang begitu berat, jika stres yang diderita terus dibiarkan maka akan menyebabkan kegilaan alias tidak mempunyai kesadaran normal.

C. Penularan HIV/AIDS

HIV bertahan lebih lama di luar tubuh manusia hanya bila darah yang mengandung HIV tersebut masih dalam keadaan belum mengering. HIV juga mudah mati oleh air panas, sabun dan bahan pencuci hama lain. Karena HIV cepat mati di luar tubuh manusia, maka HIV tidak dapat menular lewat udara seperti virus lainnya, misalnya virus influenza. Virus influensa dapat hidup di udara bebas di sekeliling kita, sehingga penularan influensa dapat terjadi melalui udara. Di dalam tubuh manusia, HIV terdapat pada cairan-cairan tubuh, yaitu: darah, air mani, cairan vagina (cairan kemaluan wanita).

Telah terbukti, bahwa ketiga cairan di atas inilah yang dapat menularkan HIV. Maksudnya, penularan akan terjadi jika salah satu atau lebih dari ketiga cairan itu tercemar oleh HIV, dan kemudian masuk ke aliran darah orang yang belum tertular. Selain di dalam ketiga cairan yang telah disebutkan di atas, HIV juga dapat ditemukan dalam jumlah yang sangat kecil di dalam air mata, air liur, cairan otak, keringat, dan air susu ibu (ASI). Namun sampai sekarang belum ada bukti bahwa HIV dapat ditularkan melalui cairan- cairan tersebut.

1. Cara Penularan HIV/AIDS

Penularan terjadi bila ada kontak atau percampuran dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, yaitu melalui:

  • Hubungan seksual dengan seseorang yang mengidap HIV. Hubungan seksual ini bisa homoseksual maupun heteroseksual.
  • Alat jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupunktur, tindik, tato) yang tercemar oleh HIV. Oleh sebab itu pemakaian jarum suntik secara bersama sama oleh para pecandu narkotika akan mudah menularkan HIV di antara mereka bila salah satu di antaranya seorang pengidap HIV.
  • Ibu hamil yang mengidap HIV kepada bayi yang dikandungnya.

2. Gejala Penularan HIV/AIDS

a. Gejala Awal Penularan HIV/AIDS

Gejala awal penularan HIV/AIDS terjadi beberapa hari atau beberapa minggu setelah terinfeksi HIV, seseorang mungkin akan menjadi sakit dengan gejala-gejala seperti flu, yaitu:

  1. Demam;
  2. Rasa lemah dan lesu;
  3. Sendi-sendi terasa nyeri;
  4. Batuk;
  5. Nyeri tenggorokan.

Gejala-gejala ini hanya berlangsung beberapa hari atau beberapa minggu saja, lalu hilang dengan sendirinya.

b. Gejala Selanjutnya

Gejala selanjutnya adalah memasuki tahap di mana sudah mulai timbul gejala-gejala yang mirip yang dengan gejala-gejala penyakit lain, yaitu:

  1. Demam berkepanjangan;
  2. Penurunan berat badan ( lebih dari 10% dalam waktu 3 hari);
  3. Kelemahan tubuh yang mengganggu/menurunkan aktivitas fisik sehari-hari;
  4. Pembengkakan kelenjar di leher, lipat paha, dan ketiak;
  5. Diare atau menceret terus menerus tanpa sebab yang jelas;
  6. Batuk dan sesak nafas lebih dari 1 bulan secara terus menerus;
  7. Kulit gatal dan bercak-bercak merah kebiruan.

Gejala-gejala di atas ini memang tidak khas, karena dapat juga terjadi pada penyakit- penyakit lain. Namun gejala-gejala ini menunjukkan sudah adanya kerusakan pada sistem kekebalan tubuh.

c. Gejala Penurunan Kekebalan Tubuh

Gejala penurunan kekebalan tubuh ditandai dengan mudahnya diserang penyakit lain, dan disebut infeksi oportunistik. Maksudnya adalah penyakit yang disebabkan baik oleh virus lain, bakteri, jamur, atau parasit (yang bisa juga hidup dalam tubuh kita), yang bila sistem kekebalan tubuh baik kuman ini dapat dikendalikan oleh tubuh. Pada tahap ini pengidap HIV telah berkembang menjadi penderita AIDS. Gejala AIDS yang timbul adalah:

  1. Radang paru;
  2. Radang saluran pencernaan;
  3. Radang karena jamur di mulut dan kerongkongan;
  4. Kanker kulit;
  5. TBC;
  6. Gangguan susunan saraf.

Pada umumnya penderita AIDS akan meninggal dunia sekitar 2 tahun setelah gejala AIDS ini muncul.

3. Perilaku Berisiko Tinggi Terjangkit HIV/AIDS

Orang-orang yang memiliki perilaku berisiko tinggi menularkan atau tertular HIV artinya orang-orang yang mempunyai kemungkinan besar terkena infeksi HIV atau menularkan HIV dikarenakan perilakunya. Mereka yang memiliki perilaku berisiko tinggi itu adalah:

  • Wanita dan laki-laki yang berganti-ganti pasangan dalam melakukan hubungan seksual, dan pasangannya.
  • Wanita dan pria tuna susila, serta pelanggan mereka.
  • Orang-orang yang melakukan hubungan seksual yang tidak wajar, seperti hubungan seks melalui dubur (anal) dan mulut misalnya pada homoseksual dan biseksual.
  • Penyalahgunaan narkotika dengan suntikan, yang menggunakan jarum suntik secara bersama (bergantian).

4. Hal-hal yang Tidak Menularkan HIV/AIDS

Sebagaimana telah disebutkan, HIV mudah mati di luar tubuh manusia. Oleh sebab itu HIV tidak dapat ditularkan melalui kontak sosial sehari-hari seperti:

  • Bersenggolan dengan pengidap HIV;
  • Berjabat tangan;
  • Penderita AIDS bersin atau batuk-batuk di depan kita;
  • Sama-sama berenang di kolam renang;
  • Menggunakan WC yang sama dengan pengidap HIV;
  • Melalui gigitan nyamuk dan serangga lainnya.

D. Perjalanan Infeksi HIV di Dalam Tubuh Manusia

1. Cara Kerja HIV di Dalam Tubuh Manusia

Kekebalan tubuh menggambarkan tentang fungsi sel darah putih dalam tubuh seseorang sebagai sistem kekebalan tubuh dalam menghadapi serangan kuman, virus, dan lainnya. Manusia dengan imunitas atau sistem kekebalan tubuh yang sehat mampu memerangi infeksi dan bakteri karena adanya sel darah putih dalam tubuh yang mampu memerangi bibit penyakit yang masuk. Sel darah putih bekerja memerangi berbagai jenis bibit penyakit yang ditemuinya dalam tubuh agar seseorang tetap sehat. Cara kerja sel darah putih adalah dengan memanggil bala bantuan sel lainnya guna memerangi infeksi secara langsung, atau dengan memproduksi bahan kimia yang kita kenal dengan nama antibodi guna menetralisir bibit penyakit itu. Bila virus masuk ke dalam tubuh, maka sel darah putih akan berusaha melumpuhkan bibit penyakit tersebut. Misalnya, virus influenza, diare dan batuk akan dilumpuhkan oleh sel darah putih.

Berbeda dengan virus lainnya, HIV adalah virus yang tidak mudah dilumpuhkan oleh sel darah putih. Apabila masuk ke dalam tubuh kita justru HIV yang akan melumpuhkan sel darah putih, terutama menyerang CD4 dan menggunakannya untuk memperbanyak HIV dalam tubuh pengidap sehingga tubuh tidak mampu melawan penyakit lain yang masuk. Sel CD4 adalah jenis sel darah putih atau limfosit. CD4 adalah bagian dari sel darah putih manusia yang menjadi sasaran penyerangan HIV apabila HIV masuk ke dalam darah manusia, sel CD4 inilah yang digunakan oleh HIV untuk memperbanyak dirinya. Jumlah CD4 pada seorang sehat adalah sekitar 500–1500 sel/mm3 darah.

Menurut teori yang telah diterima secara luas, HIV menyerang sel darah putih (khususnya yang dinamakan CD4) yang berperan menjaga kekebalan tubuh manusia. CD4 adalah pemimpin yang memegang komando mengatur pertahanan sistem kekebalan tubuh manusia karena kemampuannya yang baik untuk berkomunikasi dengan sel lain. Bila ada bibit penyakit masuk maka CD4 sebagai komandan yang memberikan tugas pada sel-sel lain untuk memerangi bibit penyakit tersebut hingga tuntas. Kehadiran CD4 sangatlah dibutuhkan dalam menjaga kesehatan tubuh manusia, karena itu tubuh secara terus-menerus memproduksinya untuk membantu memerangi berbagai infeksi.

HIV masuk ke dalam tubuh secara diam-diam dan seolah-olah dia adalah salah satu bala tentara CD4. Namun, kemudian HIV menyusup molekul reseptor CD4 agar HIV bisa masuk ke dalam CD4. Setelah masuk, HIV lalu membajak genetika sel CD4 tersebut dengan diam-diam kemudian menggunakan CD4 sebagai tempat HIV memperbanyak dirinya. Akibatnya yang terjadi adalah meningkatnya produksi HIV secara massal. Keadaan ini menyebabkan banyak CD4 yang rusak dan mati. Semakin banyak CD4 yang rusak dan mati dan semakin banyak HIV yang diproduksi, artinya semakin sedikit jumlah CD4 dalam tubuh kita, yang mengakibatkan sistem kekebalan tubuh manusia perlahan-lahan semakin lemah untuk dapat melawan bibit penyakit yang masuk menyerang tubuh.

HIV memakan waktu lama sebelum menampakkan diri. Ia bersembunyi dalam CD4 dalam waktu yang cukup lama sebelum mulai dengan pesat memperbanyak diri dalam jumlah sangat banyak serta merusak CD4. Dengan bersembunyi dalam sel CD4 itu pulalah ia dapat menghindari serangan antibodi yang sudah beredar dalam darah dan yang berusaha membunuhnya karena CD4 tidak dapat membunuh dirinya sendiri. Cara sembunyi HIV yang seperti ini berakhir ketika sudah cukup banyak sel darah putih dalam tubuh manusia yang dirusaknya dan jumlah HIV dalam darah sudah cukup banyak untuk melumpuhkan kemampuan manusia untuk memerangi penyakit.

Kemudian tubuh mulai memproduksi antibodi HIV untuk memberikan perlawanan pada HIV walaupun perlawanan ini tidak efektif bagi HIV. Saat HIV sudah masuk ke dalam tubuh manusia, maka dimulailah masa inkubasi yang cukup lama, yaitu antara 7 sampai 10 tahun. Masa inkubasi dari suatu penyakit adalah masa antara masuknya suatu bibit penyakit ke dalam tubuh (infeksi) sampai mulainya orang tersebut menunjukkan tanda-tanda dan gejala-gejala sakitnya.

2. Fase Perkembangan Perjalanan HIV di Dalam Tubuh Manusia

Fase perkembangan perjalanan HIV di dalam tubuh manusia secara umum dibagi dalam empat (4) fase, yaitu:

a. Fase Window Period (Periode Jendela)

Pada infeksi atau masuknya HIV ke dalam tubuh manusia dikenal adanya periode jendela (Window Period). Yaitu masa di mana orang tersebut telah terinfeksi HIV, tetapi bila dilakukan pemeriksaan darahnya maka belum menunjukkan hasil apa-apa (masih negatif) yang berarti zat anti (antibodi) terhadap HIV belum dapat terdeteksi oleh pemeriksaan laboratorium.

Periode jendela ini biasanya berlangsung antara 1-6 bulan dari sejak mulainya infeksi. Namun satu hal yang perlu diingat adalah bahwa sejak masuknya HIV, seseorang telah menjadi pengidap HIV dan ia dapat menularkan HIV sepanjang hidupnya. Sehingga walaupun dalam masa periode jendela, orang tersebut sudah menjadi sumber penularan. Ia dapat menularkan virusnya kepada orang lain pada setiap kesempatan yang memungkinkan terjadinya penularan itu.

Pada fase ini seseorang yang telah terinfeksi HIV sama sekali tidak menunjukkan gejala apapun. Beberapa kejadian yang bisa dialami seorang pengidap HIV pada fase ini antara lain adalah beberapa gejala flu (pusing, lemas, agak demam, lain lain). Hal ini biasanya terjadi antara 2-4 minggu setelah seseorang terinfeksi HIV. Pada fase periode jendela ini di dalam darah pengidap HIV belum terbentuk antibodi HIV sehingga apabila darahnya dites dengan jenis tes yang cara kerjanya adalah mencari antibodi HIV maka hasil tes akan negatif. Fase periode jendela ini bisa berlangsung selama sekitar 3 bulan sampai 6 bulan dari saat terinfeksi HIV.

Pada infeksi HIV, dari mulai masuknya HIV ke dalam tubuh sampai timbulnya gejala-gejala AIDS berlangsung cukup lama yaitu seperti telah disebutkan, antara 7 sampai 10 tahun. Selama 7 sampai 10 tahun ini orang tersebut disebut pengidap HIV, yang disebut juga ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Pengidap HIV ini tampak seperti orang sehat lainnya, karena belum adanya gejala sakit apapun. Namun walaupun demikian, ía dapat menularkan HIV kepada orang lain. Selanjutnya setelah periode 7-10 tahun ini dilalui barulah timbul gejala-gejala AIDS, dan orang tersebut disebut penderita AIDS. Gejala-gejala dan tanda-tanda sakit munculnya secara bertahap, bertambah lama bertambah berat sampai akhirnya penderita meninggal dunia.

b. Fase Asimptomatik atau Tanpa Gejala

Pada fase ini seorang pengidap HIV tidak menunjukkan gejala sama sekali. Perlahan-lahan jumlah CD4 dalam darah menurun karena diserang oleh HIV. Kadang ada keluhan berkaitan dengan pembengkakan di kelenjar getah bening, tempat dimana sel darah putih diproduksi.

c. Fase Simptomatik atau Bergejala

Pada fase ini seseorang yang mengidap HIV akan mengalami gejala-gejala ringan, namun tidak mengancam nyawanya, seperti: demam yang bertahan lebih dari sebulan, menurunnya berat badan lebih dari 10%, diare selama sebulan (konsisten atau terputus-putus), berkeringat di malam hari, batuk lebih dari sebulan dan gejala kelelahan yang berkepanjangan (fatigue). Sering kali gejala-gejala dermatitis mulai muncul pada kulit, infeksi pada mulut di mana lidah sering terlihat dilapisi oleh lapisan putih, herpes, dan lainnya. Kehadiran satu atau lebih tanda-tanda terakhir ini menunjukkan seseorang sudah berpindah dari tahap infeksi HIV menuju AIDS. Bila hitungan CD4 turun drastis di bawah 200 sel/mm3 maka pada umumnya gejala menjadi kian parah sehingga membutuhkan perawatan yang lebih intensif.

d. Fase AIDS

Pada fase ini seorang pengidap HIV telah menunjukkan gejala-gejala AIDS. Ini menyangkut tanda-tanda yang khas AIDS, yaitu adanya infeksi oportunistik (penyakit yang muncul karena kekebalan tubuh manusia sudah sangat lemah). Seperti Pneumocytis Carinii (PCP) atau radang paru-paru, Candidiasis atau jamur, Sarkoma Kaposis atau kanker kulit, Tuberkulosis (TB), berat badan menurun drastis, diare tanpa henti, dan penyakit lainnya yang berakibat fatal. Gangguan syaraf juga sering dilaporkan, di antaranya adalah hilangnya ketajaman daya ingat, timbulnya gejala gangguan mental (dementia), dan perubahan perilaku secara progresif. Disfungsi kognitif sering terjadi, dengan tanda awal di antaranya adalah tremor (gemetar tubuh) serta kelambanan bergerak. Hilangnya kemampuan melihat dan paraplegia (kelumpuhan kaki) juga bisa timbul di fase ini.

3. Masa Perkembangan HIV

Perjalanan cepat atau lamanya perkembangan HIV pada seorang pengidap HIV sangatlah bersifat individual. Setiap orang sangat mungkin mengalami kejadian atau gejala yang berlainan. Secara umum, pesatnya perkembangan dari HIV positif ke arah AIDS tergantung pada berbagai faktor: riwayat medis, status kekebalan tubuh atau imunitas, adanya infeksi lain, perawatan yang diperoleh dan lain-lain. Di samping itu, gizi dan kebersihan lingkungan hidupnya juga berpengaruh pada taraf kesehatannya secara umum. Polusi udara dan udara yang lembab tanpa ventilasi yang memadai, dapat dengan cepat menurunkan kesehatan paru-paru pengidap HIV. Pola makan yang kurang sehat dan gizi yang buruk juga dapat memperburuk kesehatan dari orang yang HIV positif.

Menurut WHO, awalnya diperkirakan hanya sebagian kecil dari mereka yang terinfeksi HIV akan menunjukkan gejala AIDS. Namun kini ditemukan bahwa sekitar 20% dari mereka yang HIV positif akan berkembang menjadi AIDS dalam waktu 10 tahun setelah terinfeksi. Sedangkan 50% lainnya, dalam waktu 15 tahun.

Berdasarkan keterangan di atas, seseorang bisa saja terkena HIV dan tidak menunjukkan gejala apapun (Asymptomatic) dalam waktu yang cukup lama (3-10 tahun). Karenanya, kita tidak bisa mendeteksi apakah seseorang adalah pengidap HIV atau tidak berdasarkan penampilan fisiknya saja. Meskipun seseorang tidak menunjukkan gejala apapun, ia sudah dapat menularkan HIV pada orang lain. Seringkali orang tersebut tidak menyadari dirinya sudah terkena HIV. Lebih jauh lagi, meskipun ia sudah tahu dirinya mengidap HIV, mungkin ia tidak bisa membuka statusnya dengan mudah karena tidak yakin terhadap reaksi orang lain.

E. Upaya Pencegahan Penyakit HIV/AIDS

Sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan maupun vaksin untuk mencegah penyakit ini. Upaya-upaya pencegahan harus dikaitkan dengan bagaimana penularan AIDS dapat terjadi, yang telah dibicarakan sebelumnya.

1. Pencegahan Penularan Melalui Hubungan Seksual

Telah kita ketahui bahwa infeksi HIV terutama terjadi melalui hubungan seksual. Oleh sebab itu pencegahan penularan melalui hubungan seksual memegang peranan paling penting. Untuk itu setiap orang perlu memiliki perilaku seksual yang aman dan bertanggungjawab, yaitu:

  • Tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah (abstinence). Hubungan seksual hanya dilakukan melalui pernikahan yang sah.
  • Bila telah menikah, hanya mengadakan hubungan seksual dengan pasangan sendiri, yaitu suami atau istri sendiri. Tidak mengadakan hubungan seksual di luar nikah.
  • Bila salah satu pasangan sudah terinfeksi HIV maka dalam melakukan hubungan seksual harus menggunakan kondom secara benar dan konsisten. Ketiga konsep pencegahan di atas ini dikenal dengan istilah ABCE (Abstinence, Be faithful, Condom, Education).
  • Mempertebal iman dan takwa agar tidak terjerumus ke dalam hubungan seksual di luar nikah.

2. Pencegahan Penularan Melalui Darah

Penularan HIV melalui darah menuntut kita untuk berhati-hati dalam berbagai tindakan yang berhubungan dengan darah maupun produk darah dan plasma.

a. Transfusi Darah

Harus dipastikan bahwa darah yang digunakan untuk transfusi tidak tercemar HIV. Perlu dianjurkan pada seseorang yang HIV (+) atau mengidap virus HIV dalam darahnya, untuk tidak menjadi donor darah. Begitu pula dengan mereka yang mempunyai perilaku berisiko tinggi, misalnya sering melakukan hubungan seks dengan berganti-ganti pasangan.

b. Penggunaan Produk Darah dan Plasma

Sama halnya dengan darah yang digunakan untuk transfusi, maka terhadap produk darah dan plasma (cairan darah) harus dipastikan tidak tercemar HIV.

c. Penggunaan Alat Suntik dan Alat Lain yang Dapat Melukai Kulit

Penggunaan alat-alat seperti, jarum suntik, alat cukur, alat tusuk untuk tindik, perlu memperhatikan masalah sterilisasinya. Tindakan desinfeksi dengan pemanasan atau larutan desinfektan merupakan tindakan yang sangat penting untuk dilakukan.

3. Pencegahan Penularan dari Ibu kepada Anak

Seorang ibu yang terinfeksi HIV, risiko penularan terhadap janin yang dikandungnya atau bayinya cukup besar, kemungkinannya sebesar 30-40 %. Risiko itu akan semakin besar bila si ibu telah terkena atau menunjukkan gejala AIDS. Oleh karena itu, bagi seorang ibu yang sudah terinfeksi HIV dianjurkan untuk mempertimbangkan kembali tentang kehamilan. Risiko bagi bayi terinfeksi HIV melalui susu ibu sangat kecil, sehingga tetap dianjurkan bagi si ibu untuk tetap menyusukan bayi dengan ASI-nya.

F. Tes HIV

Tes HIV adalah suatu tes darah yang khusus dipakai untuk memastikan seseorang telah terinfeksi HIV atau tidak. Terjadinya infeksi HIV ini dapat dideteksi dengan mengetes adanya zat anti atau disebut anti bodi terhadap HIV di dalam darah seseorang. Oleh sebab itu, tes semacam ini secara lengkap disebut tes antibodi HIV, walaupun kadang orang sering menyebut Tes HIV saja. Jadi, tes ini tidak untuk melihat adanya virus dalam darah penderita. Tes jenis inilah yang umumnya dipakai untuk penyaringan darah donor sebelum transfusi darah diberikan. Walaupun demikian, terdapat juga tes untuk mengetahui adanya partikel virus atau HIV itu sendiri, atau disebut antigen, yang dilakukan untuk tujuan tertentu.

Bila tubuh kemasukan suatu bibit penyakit, baik itu suatu bakteri, virus, atau lainnya (ini semua disebut antigen) maka tubuh kita akan membuat zat anti untuk melawan antigen tersebut. Zat anti ini disebut antibodi, yang keberadaannya di dalam darah dapat dideteksi dengan pemeriksaan menggunakan zat-zat tertentu (yang disebut reagensia). Tubuh membutuhkan waktu tertentu untuk membentuk antibodi, yang kemudian dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium.

Pada infeksi HIV, adanya antibodi yang dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium ini adalah setelah 1 sampai 6 bulan seseorang terinfeksi atau tertular HIV. Sedangkan sebelum waktu ini, permeriksaan darah tidak akan menunjukkan adanya antibodi HIV (disebut hasil tes negatif) walaupun sebenarnya di dalam tubuhnya sudah ada HIV. Periode inilah yang dikenal dengan sebutan periode jendela (window period). Walaupun pemeriksaan darahnya masih negatif namun orang tersebut sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.

1. Macam-macam Tes Untuk Mendeteksi Infeksi HIV

Dikenal dua macam tes yang saat ini sering dipakai untuk menentukan adanya antibodi HIV, yaitu:

a. Tes Secara Elisa (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)

Pemeriksaan adanya antibodi terhadap HIV secara Elisa dipakai untuk penyaringan adanya infeksi HIV atau skrining darah donor transfusi darah. Hasil positif dari tes Elisa ini, yang artinya kemungkinan ada antibodi terhadap HIV, masih perlu dipastikan dengan pemeriksaan lanjutan melalui tes secara Western Bloot.

b. Tes Secara Immunobloot atau Western Bloot

Pemeriksaan secara Western Bloot ini lebih spesifik terhadap HIV, walaupun lebih mahal dan lebih sulit dilakukan. Oleh sebab itu cara Western Bloot tidak digunakan untuk penyaringan, tetapi seperti telah disebutkan, digunakan untuk memastikan hasil tes Elisa.

2. Hasil Tes HIV

Hasil tes positif (+) berarti seseorang mempunyai antibodi (zat anti) terhadap virus HIV, dengan demikian ia tentu telah terinfeksi HIV. Hasil positif ini juga berarti, orang tersebut dapat menularkan HIV kepada orang lain. Hasil tes negatif dapat berarti orang tersebut tidak terinfeksi HIV atau orang tersebut terinfeksi HIV, tetapi tes tersebut dilakukan pada “periode jendela” yaitu masa 1-6 bulan sejak orang tersebut terinfeksi HIV. Tubuh masih belum membentuk antibodi, oleh karena antibodi baru terbentuk 1-6 bulan setelah infeksi. Hasil tes Elisa yang positif, harus dipastikan dengan cara Western Bloot. Bila hasil tes negatif, maka untuk memastikan, tes diulangi lagi setelah 3-6 bulan.

3. Penerapan Tes HIV

Tes HIV wajib dilakukan terhadap darah transfusi, alat tubuh atau jaringan tubuh, sel telur atau sperma yang disumbangkan atau didonorkan. Namun tes HIV sebaiknya dilakukan pada mereka yang:

  • Mempunyai perilaku berisiko tinggi.
  • Pernah menjalani transfusi darah beberapa tahun yang lalu.
  • Tidak sembuh-sembuh dari gejala demam, batuk atau diare yang lama.
  • Mengalami penurunan berat badan yang banyak tanpa sebab-sebab yang jelas.
  • Orang yang kuatir sudah tertular HIV.

4. Manfaat Tes HIV

Diketahuinya status HIV (positif/negatif), apalagi bila tes dilakukan lebih dini berarti adanya infeksi diketahui sejak dini. Dengan demikian dapat segera dimulai upaya-upaya perawatan agar gejala AIDS tidak segera muncul. Namun di samping manfaat ini, ada juga dampak negatif yang mungkin diderita oleh sebagian orang sebagai akibat tes HIV. Bagi mereka yang diberi tahu hasil tes HIV-nya positif, merasakan adanya masalah yang berat sehingga dapat terjadi gangguan emosi, rasa terpukul yang hebat juga dapat terjadi, karena adanya stigmatisasi terhadap mereka, berupa tindakan diskriminasi atas berbagai hal, seperti tempat tinggal/perumahan, pekerjaan, pendidikan atau lain-lain serta penderita mungkin dikucilkan. Oleh sebab itulah informasi yang benar dan tepat perlu disebarluaskan di kalangan masyarakat dan di semua sektor kehidupan, agar stigmatisasi, dan diskriminasi terhadap pengidap HIV tidak terjadi.

5. Persyaratan Tes HIV

Agak berbeda dari tes-tes atau pemeriksaan laboratorium lainnya maka ada persyaratan khusus untuk menjalani tes HIV, yaitu:

  • Harus dilaksanakan dengan sukarela.
  • Seseorang yang akan di tes harus diberikan informasi yang lengkap dan benar mengenai tes HIV.
  • Sesudah memahami benar-benar mengenai tes, maka harus memberikan persetujuan tertulis (informed consent).
  • Kepada orang yang akan menjalani tes harus diberikan konseling sebelum tes dan sesudah tes. Konseling ini dimaksudkan antara lain untuk membantu mempersiapkan mental penderita dan mengatasi masalah yang mungkin dihadapi.
  • Hasil tes dirahasiakan.

G. Pengobatan Penyakit AIDS

Sampai sekarang belum ada obat yang tepat untuk menyembuhkan penderita AIDS secara total. Pengobatan yang dibutuhkan seorang penderita AIDS diperlukan tidak saja untuk melawan infeksi sampingan yang muncul, tetapi juga untuk mencegah komplikasi virus ini lebih lanjut dan untuk memperbaiki fungsi tubuh penderita akibat sistem kekebalannya yang sudah rusak. Ada beberapa jenis obat yang telah ditemukan yang berfungsi hanya untuk menghambat perkembangan virus HIV. Obat-obat tersebut adalah:

  1. AZT (Azidothimidine).
  2. DDI (Dideoxynosine).
  3. DDC (Dideoxycytidine).

Akan tetapi obat AZT, DDI, DDC ini belum menjamin proses penyembuhan. Ini mungkin hanya memperpanjang hidup penderita untuk 1 atau 2 tahun saja. Karena sampai sekarang belum ada obat yang dapat membunuh virus ini secara total. Demikian juga cara perawatan yang optimal untuk menyempurnakan kembali sistem kekebalan penderita AIDS belum ditemukan. Penelitian-penelitian menemukan vaksin dan obat AIDS terus dilakukan oleh para dokter, terutama di negara-negara maju namun di samping itu pengidap HIV atau penderita AIDS membutuhkan cara perawatan/pengobatan lain yaitu psikoterapi, konseling, keluarga, dan terapi kelompok.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome. AIDS merupakan kumpulan gejala-gejala penyakit pada seseorang karena berkurangnya sistem kekebalan tubuh akibat serangan HIV. HIV mempunyai kemampuan mengubah diri sehingga mudah melakukan mutasi bila suatu kondisi tidak menguntungkan hidupnya. HIV hanya bisa hidup pada cairan/jaringan tubuh manusia. HIV masuk ke dalam pembuluh darah melalui “pintu masuk” berupa luka pada tubuh, kemudian menyerang sel-sel kekebalan tubuh sehingga sistem pertahanan tubuh penderita mengalami kelumpuhan.

Bila seseorang terinfeksi HIV maka hampir di seluruh cairan tubuhnya mengandung HIV tetapi dengan jumlah berbeda-beda. Walaupun demikian, yang terbukti dapat menularkan adalah HIV yang terdapat di darah, air mani, dan cairan serviks atau vagina. HIV menular melalui “pintu masuk” berupa luka, luka borok, dan yang memungkinkan terjadinya pertukaran cairan tubuh yang mengandung virus ke peredaran darah orang yang belum terinfeksi.

Virus HIV mengalami perkembangan di dalam tubuh penderita. Setelah 5–10 tahun tertular HIV, penderita mulai menunjukkan gejala bermacam penyakit yang disebabkan oleh rendahnya daya tahan tubuh sehingga ia menderita penyakit AIDS (Acuired Immuno Deficiency Syndrome). Penyakit AIDS bukan merupakan penyakit keturunan, tetapi penyakit ini diperoleh akibat terinfeksi HIV. Dalam tubuh manusia, terdapat sel-sel darah putih yang berfungsi melawan dan membunuh kuman atau bibit penyakit yang masuk ke dalam tubuh. Jika seseorang terserang virus HIV, sel-sel darah putih dihancurkan oleh virus tersebut sehingga tidak mampu lagi melawan kuman penyakit dan mudah terserang penyakit infeksi lain.

B. Saran

Melihat kondisi-kondisi di atas, yang bisa kita lakukan untuk pencegahan penyebaran HIV adalah berperilaku yang bertanggung jawab baik bagi diri kita sendiri maupun orang lain, dan berperilaku sesuai dengan tuntutan norma agama dan sosial yang berlaku dimasyarakat. Di samping itu, menyebarkan informasi tentang HIV/AIDS adalah cara lain untuk melindungi teman, keluarga, dan lingkungan dari penyebaran HIV/AIDS. Hal ini dapat diwujudkan dalam kegiatan sederhana:

1. Di Dalam Lingkungan Masyarakat

Berikan informasi yang benar dan tepat yang sudah diterima kepada lingkungan sekitar. Misalnya: keluarga, teman-teman, tetangga dan lain-lain. Jika dalam percakapan sehari-hari mendengar informasi yang salah tentang HIV/AIDS, langsung diperbaiki dengan cara yang benar.

2. Di Dalam Lingkungan Sekolah antar Institusi Pendidikan

Mengusulkan adanya diskusi dan seminar atau kegiatan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan pencegahan HIV/AIDS. Mengadakan kegiatan lain yang berkaitan dengan masalah HIV/AIDS, misalnya lomba poster, lomba mengarang, dan lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Hafid, Tarmudi B. dan Ahmad Rithaudin. 2011. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan untuk SMA, MA, dan SMK Kelas XI. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional.

Nursalam. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Empat.

Santoso, Soegeng dan Ranti, Anne. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Tim Penyusunan Bahan Ajar. 2010. Buku Bahan Ajar Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan. Bogor: PPPPTK Penjas & BK.

Download Contoh Makalah HIV/AIDS.docx