Makalah Kasus-kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Pancasila

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Kasus-kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Pancasila ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan yang berjudul Makalah Kasus-kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Pancasila ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Kasus-kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Pancasila ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Kasus-kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Pancasila ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Indonesia, Oktober 2024
Penyusun

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hak asasi manusia adalah prinsip-prinsip moral atau norma-norma, yang menggambarkan standar tertentu dari perilaku manusia, dan dilindungi secara teratur sebagai hak-hak hukum dalam hukum kota dan internasional. Mereka umumnya dipahami sebagai hal yang mutlak sebagai hak-hak dasar “yang seseorang secara inheren berhak karena dia adalah manusia dan yang melekat pada semua manusia terlepas dari bangsa, lokasi, bahasa, agama, asal-usul etnis atau status lainnya. Ini berlaku di mana-mana dan pada setiap kali dalam arti yang universal, dan ini egaliter dalam arti yang sama bagi setiap orang. HAM membutuhkan empati dan aturan hukum dan memaksakan kewajiban pada orang untuk menghormati hak asasi manusia dari orang lain. Mereka tidak harus diambil kecuali sebagai hasil dari proses hukum berdasarkan keadaan tertentu; misalnya, hak asasi manusia mungkin termasuk kebebasan dari penjara melanggar hukum, penyiksaan, dan eksekusi.

Doktrin dari hak asasi manusia telah sangat berpengaruh dalam hukum internasional, lembaga-lembaga global dan regional. Tindakan oleh negara-negara dan organisasi-organisasi non-pemerintah membentuk dasar dari kebijakan publik di seluruh dunia. Ide HAM menunjukkan bahwa jika wacana publik dari masyarakat global mengenai perdamaian dapat dikatakan memiliki bahasa moral yang umum, itu merujuk ke hak asasi manusia. Klaim yang kuat yang dibuat oleh doktrin hak asasi manusia terus membuat provokasi skeptisisme yang cukup besar dan perdebatan tentang isi, sifat dan pembenaran hak asasi manusia sampai hari ini.

Arti yang tepat dari hak asasi memicu kontroversial dan merupakan subyek perdebatan filosofis yang berkelanjutan; sementara ada konsensus bahwa hak asasi manusia meliputi berbagai hak seperti hak untuk mendapatkan pengadilan yang adil, perlindungan terhadap perbudakan, larangan genosida, kebebasan berbicara, atau hak atas pendidikan, ada ketidaksetujuan tentang mana yang hak tertentu harus dimasukkan dalam kerangka umum hak asasi manusia; beberapa pemikir menunjukkan bahwa hak asasi manusia harus menjadi persyaratan minimum untuk menghindari pelanggaran terburuk, sementara yang lain melihatnya sebagai standar yang lebih tinggi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah tentang Kasus-kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Pancasila ini adalah sebagai berikut:

  1. Apa yang dimaksud dengan substansi hak asasi manusia dalam Pancasila?
  2. Apa saja kasus pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia?
  3. Bagaimana upaya penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia?

C. Tujuan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah tentang Kasus-kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Pancasila ini adalah sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui substansi hak asasi manusia dalam Pancasila.
  2. Untuk mengetahui kasus pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia.
  3. Untuk mengetahui upaya penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia.

BAB II 
PEMBAHASAN

 

A. Substansi Hak Asasi Manusia dalam Pancasila

Salah satu karakteristik hak asasi manusia adalah bersifat universal Artinya, hak asasi merupakan hak yang dimiliki oleh setiap manusia di dunia tanpa membeda-bedakan suku bangsa, agama, ras maupun golongan. Oleh karena itu, setiap negara wajib menegakkan hak asasi manusia. Akan tetapi, karakteristik penegakan hak asasi manusia berbeda-beda antara negara yang satu dengan negara lainnya. Ideologi, kebudayaan, dan nilai-nilai khas yang dimiliki suatu negara akan mempengaruhi pola penegakan hak asasi manusia di suatu negara. Contohnya, di Indonesia, dalam proses penegakan hak asasi manusia dilakukan dengan berlandaskan kepada ideologi negara yaitu Pancasila.

Pancasila merupakan ideologi yang mengedepankan nilai-nilai kemanusian. Pancasila sangat menghormati hak asasi setiap warga negara maupun bukan warga negara Indonesia. Pancasila menjamin hak asasi manusia melalui nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai Pancasila dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu nilai ideal, nilai instrumental, dan nilai praksis. Ketiga kategori nilai Pancasila tersebut mengandung jaminan atas hak asasi manusia, sebagaimana dipaparkan berikut ini.

1. Hak Asasi Manusia dalam Nilai Ideal Sila-sila Pancasila

Nilai ideal disebut juga nilai dasar berkaitan dengan hakikat kelima sila Pancasila, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai dasar tersebut bersifat universal sehingga di dalamnya terkandung cita-cita, tujuan, serta nilai-nilai yang baik dan benar. Nilai dasar ini bersifat tetap dan terlekat pada kelangsungan hidup negara.

Hubungan antara hak asasi manusia dengan Pancasila dapat dijabarkan secara singkat sebagai berikut.

a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Menjamin hak kemerdekaan untuk memeluk agama, melaksanakan ibadah dan menghormati perbedaan agama.

b. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Menempatkan setiap warga negara pada keduduk an yang sama dalam hukum serta memiliki kewajiban dan hak-hak yang sama untuk mendapat jaminan dan perlindungan hukum.

c. Sila Persatuan Indonesia

Mengamanatkan adanya unsur pemersatu di antara warga negara dengan semangat rela berkorban dan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Hal ini sesuai dengan prinsip hak asasi manusia, bahwa hendaknya sesama manusia bergaul satu sama lainnya dalam semangat persaudaraan.

d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan

Dicerminkan dalam kehidupan pemerintahan, bernegara, dan bermasyarakat yang demokratis. Menghargai hak setiap warga negara untuk bermusyawarah mufakat yang dilakukan tanpa adanya tekanan, paksaan, ataupun intervensi yang membelenggu hak-hak partisipasi masyarakat.

e. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Mengakui hak milik perorangan dan dilindungi pemanfaatannya oleh negara serta memberi kesempatan sebesar-besarnya pada masyarakat.

2. Hak Asasi Manusia dalam Nilai Instrumental Sila-sila Pancasila

Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai-nilai dasar Pancasila. Nilai instrumental sifatnya lebih khusus dibandingkan dengan nilai dasar. Dengan kata lain, nilai instrumental merupakan pedoman pelaksanaan kelima sila Pancasila. Perwujudan nilai instrumental pada umumnya berbentuk ketentuan-ketentuan konstitusional mulai dari Undang-Undang Dasar sampai dengan peraturan daerah.

Hak asasi manusia juga dijamin oleh nilai-nilai instrumental Pancasila. Adapun, peraturan perundang-undangan yang menjamin hak asasi manusia di antaranya sebagai berikut.

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terutama Pasal 28 A – 28 J.
  2. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, di dalam Tap MPR tersebut terdapat Piagam HAM Indonesia.
  3. Ketentuan dalam Undang-Undang Organik.
    • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998 tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia.
    • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
    • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
    • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.
    • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
  4. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
  5. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah.
    • Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata cara Perlindungan terhadap Korban dan Saksi dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat.
    • Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, Rehabilitasi terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat.
  6. Ketentuan dalam Keputusan Presiden (Keppres).
    • Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
    • Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan untuk Berorganisasi.
    • Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Medan dan Pengadilan Negeri Makassar.
    • Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2001 tentang Perubahan Keppres Nomor 53 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
    • Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia Tahun 2004-2009. 

3. Hak Asasi Manusia dalam Nilai Praksis Sila-sila Pancasila

Nilai praksis merupakan realisasi nilai-nilai instrumental suatu pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Nilai praksis Pancasila senantiasa berkembang dan selalu dapat dilakukan perubahan dan perbaikan sesuai dengan perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat. Hal tersebut dikarenakan Pancasila merupakan ideologi yang terbuka.

Hak asasi manusia dalam nilai praksis Pancasila dapat terwujud apabila nilai-nilai dasar dan instrumental Pancasila itu sendiri dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari oleh seluruh warga negara. Hal tersebut dapat diwujudkan apabila setiap warga negara menunjukkan sikap positif dalam kehidupan sehari-hari. Adapun, sikap positif tersebut di antaranya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

No.

Sila Pancasila

Sikap yang Ditunjukkan yang Berkaitan dengan Penegakan Hak Asasi Manusia

1

Ketuhanan Yang Maha Esa

  • Hormat-menghormati dan bekerja sama antarumat beragama sehingga terbina kerukunan hidup
  • Saling menghormati kebebasan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
  • Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain

2

Kemanusian yang Adil dan Beradab

  • Mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban antara sesama manusia
  • Saling mencintai sesama manusia
  • Tenggang rasa kepada orang lain
  • Tidak semena-mena kepada orang lain
  • Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian
  • Berani membela kebenaran dan keadilan
  • Hormat-menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain

3

Persatuan Indonesia

  • Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan
  • Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara
  • Cinta tanah air dan bangsa
  • Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia
  • Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika

4

Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan

  • Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat
  • Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
  • Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama
  • Menerima dan melaksanakan setiap keputusan musyawarah
  • Mempertanggungjawabkan setiap keputusan musyawarah secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa

5

Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

  •  Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
  • Menghormati hak-hak orang lain c Suka memberi pertolongan kepada orang lain
  • Menjauhi sikap pemerasan kepada orang lain
  • Menjauhi sifat boros dan gaya hidup mewah
  • Rela bekerja keras
  • Menghargai hasil karya orang lain

B. Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia

1. Jenis-Jenis Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)

Secara yuridis, Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Dengan demikian, dalam konteks Negara Indonesia, pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan, baik dilakukan oleh individu maupun oleh institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi manusia.

Pelanggaran HAM berat menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dapat diklasifikasikan menjadi dua.

a. Kejahatan Genosida

Kejahatan genosida yaitu setiap perbuatan yang dilaku kan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelom pok bangsa, ras, kelompok etnis, ke lompok agama, dengan cara:

  • membunuh anggota kelompok;
  • mengakibatkan penderitaan fisik dan mental yang berat terhadap anggota-anggota ke lompok;
  • menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
  • memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
  • memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
b. Kejahatan Terhadap Kemanusian

Kejahatan terhadap kemanusian yaitu salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:

  • Pembunuhan;
  • Pemusnahan;
  • Perbudakan;
  • Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
  • perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
  • Penyiksaan;
  • Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
  • Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
  • Penghilangan orang secara paksa; atau
  • Kejahatan apartheid.

2. Penyimpangan Nilai-nilai Pancasila dalam Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia

a. Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia

Terdapat peristiwa-peristiwa yang dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia, di antaranya sebagai berikut.

  • Pembunuhan massal terhadap 40000 orang rakyat Sulawesi Selatan oleh tentara Belanda yang dipimpin oleh Kapten Westerling pada tanggal 12 Desember 1946.
  • Pembunuhan 431 penduduk Rawagede oleh tentara Belanda pada tanggal 5 Desember 1947.
  • Kerusuhan Tanjung Priok tanggal 12 September 1984, dalam kasus ini 24 orang tewas, 36 orang luka berat dan 19 orang luka ringan
  • Peristiwa Talangsari pada tanggal 7 Februari 1989, dalam kasus ini 27 orang tewas Sekitar 173 orang ditangkap, namun yang sampai ke pengadilan 23 orang.
  • Penembakan mahasiswa Universitas Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998, dalam kasus ini 5 orang tewas.
  • Tragedi Semanggi I pada tanggal 13 November 1998 Dalam kasus ini lima orang tewas Kemudian terjadi lagi tragedi Semanggi II pada tanggal 24 September 1999 yang memakan lima orang korban meninggal.
  • Berbagai macam bentuk kerusuhan dan konflik antarsuku yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, seperti konflik Poso, tragedi Mesuji, dan sebagainya.

Sebagai bangsa Indonesia, tentu saja kita sangat menyesalkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dicontohkan di atas. Tindakan itu melanggar nilai-nilai kemanusian sebagaimana sudah digariskan dalam Pancasila. Tidak hanya itu, penculikan juga tidak dibenarkan oleh ajaran agama apapun, serta dapat merusak persatuan, kedamaian dan keadilan yang menjadi hak setiap manusia 

b. Kasus Pelanggaran HAM Internasional

Kasus-kasus pelanggaran HAM internasional yang terjadi pada umumnya disebabkan belum dipahaminya konsep HAM dan banyaknya akses pelanggaran disiplin serta tata tertib oleh oknum di lapangan. Selain itu, sistem peradilan nasional di setiap negara tidak selalu efektif melakukan proses peradilan terhadap pelaku pelanggaran HAM tersebut. Kasus pelanggaran HAM internasional dapat dibedakan menjadi empat kategori.

1) Kejahatan Genosida (The Crime of Genocide)

Dalam sejarah penegakan HAM, di dunia ini pernah terjadi beberapa peristiwa yang tergolong ke dalam kejahatan genosida, di antaranya tragedi My Lai pada 16 Maret 1968 di Vietnam serta tragedi Shabra dan Shatila pada September 1982, di Beirut, Lebanon.

2) Kejahatan Melawan Kemanusian (Crime Againts Humanity)

Kejahatan kemanusian dapat berbentuk pembunuhan, pemusnahan, penyiksaan, perbudakan, pengusiran, perampasan kemerdekaan yang melanggar hukum internasional dan sebagainya Contoh kasus kejahatan melawan kemanusiaan yang pernah terjadi di dunia ini, di antaranya pembunuhan rakyat Uganda dan pembunuhan rakyat Kamboja.

3) Invasi Atau Agresi Suatu Negara Ke Negara Lain (The Crime of Aggression)

Invasi atau agresi ialah suatu bentuk penyerangan dengan menggunakan kekuatan militer yang dilakukan oleh suatu negara atau bangsa terhadap negara atau bangsa lainnya, dengan dasar untuk mencaplok wilayah yang dikuasai negara yang diinvasi, memerangi kejahatan internasional, dan sebagainya. Akan tetapi, hal tersebut dilakukan dengan tidak menggunakan dasar hukum yang kuat serta melegalkan tindakan tersebut. Contoh dari tindakan invasi tersebut di antaranya invasi Irak ke Iran pada 22 September 1980 dan invasi Amerika Serikat beserta sekutunya kepada Irak pada 20 Maret 2003.

4) Kejahatan Perang (War Crimes)

Kejahatan perang adalah suatu tindakan pelanggaran, dalam cakupan hukum internasional, terhadap hukum perang oleh satu atau beberapa orang, baik militer maupun sipil. Pelaku kejahatan perang ini disebut penjahat perang. Setiap pelanggaran hukum perang pada konflik antarbangsa merupakan kejahatan perang. Pelanggaran yang terjadi pada konflik internal suatu negara belum tentu dapat dianggap kejahatan perang.

Kejahatan perang meliputi semua pelanggaran terhadap perlindungan yang telah ditentukan oleh hukum perang, dan juga mencakup kegagalan untuk tunduk pada norma prosedur dan aturan pertempuran, seperti menyerang pihak yang telah mengibarkan bendera putih, atau sebaliknya, menggunakan bendera perdamaian itu sebagai taktik perang untuk mengecoh pihak lawan sebelum menyerang.

Beberapa mantan kepala negara dan kepala pemerintahan yang telah diadili karena kejahatan perang antara lain adalah Karl Dönitz dari Jerman, mantan Perdana Menteri Hideki Tojo dari Jepang, dan mantan Presiden Liberia Charles Taylor. Pada awal 2006 mantan Presiden Irak Saddam Hussein dan mantan Presiden Yugoslavia Slobodan Milošević juga diadili karena kejahatan perang.

C. Upaya Penyelesaian Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia

1. Peradilan dan Sanksi Atas Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia

Kasus pelanggaran HAM akan senantiasa terjadi jika tidak secepatnya ditangani. Negara yang tidak mau menangani kasus pelanggaran HAM yang terjadi di negaranya akan disebut sebagai unwillingness state atau negara yang tidak mempunyai kemauan menegakkan HAM. Kasus pelanggaran HAM yang terjadi di negara tersebut akan disidangkan oleh Mahkamah Internasional. Hal ini tentu saja menggambarkan bahwa kedaulatan hukum negara itu lemah dan wibawanya jatuh di dalam pergaulan bangsa-bangsa yang beradab.

Sebagai negara hukum dan beradab, tentu saja Indonesia tidak mau disebut sebagai unwillingness state. Indonesia selalu menangani sendiri kasus pelanggaran HAM yang terjadi di negaranya tanpa bantuan dari Mahkamah Internasional. Contoh-contoh kasus yang dikemukakan pada bagian sebelumnya merupakan bukti bahwa di negara kita terdapat proses peradilan untuk menangani masalah HAM, terutama yang sifatnya berat.

Sebelum berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, kasus pelanggaran HAM diperiksa dan diselesaikan di pengadilan HAM ad hoc yang dibentuk berdasarkan keputusan presiden dan berada di lingkungan peradilan umum. Setelah berlakunya undang-undang tersebut, kasus pelanggaran HAM di Indonesia ditangani dan diselesaikan melalui proses peradilan di Pengadilan HAM.

Berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dilakukan berdasarkan ketentuan Hukum Acara Pidana. Proses penyidikan dan penangkapan dilakukan oleh Jaksa Agung dengan disertai surat perintah dan alasan penangkapan, kecuali tertangkap tangan. Penahanan untuk pemeriksaan dalam sidang di Pengadilan HAM dapat dilakukan paling lama 90 hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari oleh pengadilan negeri sesuai dengan daerah hukumnya. Penahanan di Pengadilan Tinggi dilakukan paling lama 60 hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari. Penahanan di Mahkamah Agung paling lama 60 hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari.

Adapun penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh Komnas HAM. Dalam melakukan penyelidikan, Komnas HAM dapat membentuk Tim ad hoc yang terdiri dari Komnas HAM dan unsur masyarakat. Hasil penyelidikan Komnas HAM yang berupa laporan pelanggaran hak asasi manusia, diserahkan berkasnya kepada Jaksa Agung yang bertugas sebagai penyidik. Jaksa Agung wajib menindaklanjuti laporan dari Komnas HAM tersebut Jaksa Agung sebagai penyidik dapat membentuk penyidik ad hoc yang terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat.

Proses penuntutan perkara pelanggaran HAM yang berat dilakukan oleh Jaksa Agung Dalam pelaksanaan tugasnya, Jaksa Agung dapat mengangkat penuntut umum ad hoc yang terdiri dari unsur pemerintah atau masyarakat. Setiap saat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dapat meminta keterangan secara tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Jaksa penuntut umum ad hoc sebelum melaksanakan tugasnya harus mengucapkan sumpah atau janji.

Selanjutnya, perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat diperiksa dan diputuskan oleh Pengadilan HAM yang dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan HAM paling lama 180 hari setelah berkas perkara dilimpahkan dari penyidik kepada Pengadilan HAM. Majelis Hakim Pengadilan HAM yang berjumlah lima orang terdiri atas dua orang hakim pada Pengadilan HAM yang bersangkutan dan tiga orang hakim ad hoc yang diketuai oleh hakim dari Pengadilan HAM yang bersangkutan.

Dalam hal perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dimohonkan banding ke Pengadilan Tinggi, perkara tersebut diperiksa dan diputus dalam waktu paling lama 90 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi. Pemeriksaan perkara pelanggaran HAM di Pengadilan Tinggi dilakukan oleh majelis hakim yang terdiri atas dua orang hakim Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dan tiga orang hakim ad hoc. Kemudian, dalam hal perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dimohonkan kasasi ke Mahkamah Agung, perkara tersebut diperiksa dan diputus dalam waktu paling lama 90 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Mahkamah Agung. Pemeriksaan perkara pelanggaran HAM berat di Mahkamah Agung dilakukan oleh majelis hakim terdiri atas dua orang Hakim Agung dan tiga orang hakim ad hoc. Hakim ad hoc di Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden selaku Kepala Negara atas usulan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 

2. Peradilan dan Sanksi Atas Pelanggaran Hak Asasi Manusia Internasional

Proses penanganan dan peradilan terhadap pelaku kejahatan HAM internasional secara umum sama dengan penanganan dan peradilan terhadap pelaku kejahatan yang lain, sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana di Indonesia. Secara garis besar, apabila terjadi pelanggaran HAM yang berat dan berskala internasional, proses peradilannya sebagai berikut.

  1. Jika suatu negara sedang melakukan penyelidikan, penyidikan atau penuntutan atas kejahatan yang terjadi, maka pengadilan pidana internasional berada dalam posisi inadmissible (ditolak) untuk menangani perkara kejahatan tersebut. Akan tetapi, posisi inadmissible dapat berubah menjadi admissible (diterima untuk menangani perkara pelanggaran HAM), apabila negara yang bersangkutan enggan (unwillingness) atau tidak mampu (unable) untuk melaksanakan tugas investigasi dan penuntutan.
  2. Perkara yang telah diinvestigasi oleh suatu negara, kemudian negara yang bersangkutan telah memutuskan untuk tidak melakukan penuntutan lebih lanjut terhadap pelaku kejahatan tersebut, maka pengadilan pidana internasional berada dalam posisi inadmissible. Namun, dalam hal ini, posisi inadmissible dapat berubah menjadi admissible bila putusan yang berdasarkan keengganan (unwillingness) dan ketidakmampuan (unability) dari negara untuk melakukan penuntutan.
  3. Jika pelaku kejahatan telah diadili dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap, maka terhadap pelaku kejahatan tersebut sudah melekat asas nebus in idem. Artinya, seseorang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama setelah terlebih dahulu diputuskan perkaranya oleh putusan pengadilan peradilan yang berkekuatan tetap.

Putusan pengadilan yang menyatakan bahwa pelaku kejahatan itu bersalah, berakibat akan jatuhnya sanksi. Sanksi internasional dijatuhkan kepada negara yang dinilai melakukan pelanggaran atau tidak peduli terhadap pelanggaran hak asasi manusia di negaranya Sanksi yang diterapkan bermacam-macam, di antaranya:

  1. diberlakukannya travel warning (peringatan bahaya berkunjung ke negara tertentu) terhadap warga negaranya,
  2. pengalihan investasi atau penanaman modal asing,
  3. pemutusan hubungan diplomatik,
  4. pengurangan bantuan ekonomi,
  5. pengurangan tingkat kerja sama,
  6. pemboikotan produk ekspor,
  7. embargo ekonomi.

BAB III 
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pancasila merupakan ideologi yang mengedepankan nilai-nilai kemanusian. Dengan kata lain, Pancasila sangat menghormati hak asasi setiap warga negara maupun bukan warga negara Indonesia. Semua sila Pancasila mengandung nilai-nilai penghormatan atas hak asasi manusia. Jaminan hak asasi manusia oleh Pancasila dapat dilihat dari nilai-nilainya yang terdiri atas nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis.

Hak asasi manusia dalam nilai dasar Pancasila terletak pada ketentuan setiap sila Pancasila, yang kemudian dijabarkan dalam nilai instrumental yang berupa ketentuan peraturan perundang-undangan tentang hak asasi manusia, yang diimplementasikan dalam praktik kehidupan sehari-hari.

Pada dasarnya pelanggaran HAM merupakan bentuk penyimpangan terhadap kewajiban asasi manusia. Pemerintah Republik Indonesia dan lembaga peradilan internasional telah berupaya menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM Salah satunya adalah dengan menyelesaikannya melalui proses peradilan.

B. Saran

memahami kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia dalam perspektif Pancasila dapat memberikan pelajaran penting bagi bangsa Indonesia dan upaya memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara di masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Idrus dan Karim Suryadi. 2008. Hak Asasi Manusia (HAM). Jakarta: Universitas Terbuka.

Bakry, Noor Ms. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kansil, C.S.T. 1992. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Republik Indonesia. 2002. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta: Sinar Grafika.

Soekanto, Soerjono. 2002. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Download Contoh Makalah Kasus-kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Pancasila.docx