KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Kemerdekaan Beragama dan Berkepercayaan di Indonesia ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Makalah PPKn yang berjudul Makalah Kemerdekaan Beragama dan Berkepercayaan di Indonesia ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Kemerdekaan Beragama dan Berkepercayaan di Indonesia ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Kemerdekaan Beragama dan Berkepercayaan di Indonesia ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.
Indonesia, Oktober 2024
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu ciri dari negara hukum adalah adanya jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia oleh negara kepada warga negaranya. Kebebasan beragama dan berkepercayaan merupakan salah satu bagian penting dari hak asasi manusia. Jaminan kebebasan beragama dan berkepercayaan warga negara dijamin secara konstitusional dalam Pasal 29 UUD 1945.
Hak beragama juga diakui sebagai hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun berdasarkan Pasal 28I Ayat (1) UUD 1945. Konsekuensi dari adanya jaminan tersebut, setiap orang wajib menghormati kebebasan beragama orang lain (Pasal 28 J ayat (1) UUD 1945). Sebagai hak konstitusional dan hak asasi, negara bertanggungjawab atau berkewajiban untuk mempromosikan (to promote), melindungi (to protect), memenuhi (to fulfill), kebebasan beragama dan berkepercayaan (Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945). Pasal 22 Ayat (1) Undang-Undang Hak Asasi Manusia No. 39 Tahun 1999 menyatakan bahwa setiap orang bebas memeluk agamanya dan beribadat sesuai dengan kepercayaanya yang diyakini.
Setiap warga negara memiliki hak untuk menganut dan melaksanakan agama dan kepercayaannya sesuai dengan keyakinan masing-masing, namun dalam konteks nasional, negara juga wajib mengatur agar dalam kehidupan beragama tidak terjadi benturan antara penganut agama yang satu dengan penganut agama lainya. Pasal 29 UUD 1945 secara tegas memberikan tugas kepada negara untuk menjamin kebebasan beragama dan beribadah bagi para pemeluknya. Peran negara diperlukan untuk menciptakan dan memelihara suasana kebebasan beragama dan kerukunan umat beragama guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang aman, damai, sejahtera, dan bersatu.
Pelaksanaan prinsip kebebasan beragama dan berkepercayaan tersebut, mengalami pasang surut. Timbulnya kebijakan negara yang menentukan aturan hukum mengenai apa yang seharusnya berlaku untuk mengatur kehidupan beragama dan berkepercayaan di Indonesia menjadi hal yang perlu dikaji, untuk menentukan kebijakan yang ideal yang sesuai dengan cita-cita berbangsa. Berdasarkan hal tersebut, maka tulisan ini disusun dalam upaya memahami politik hukum mengenai kebebasan beragama dan berkepercayaan di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
- Apa pengertian kemerdekaan beragama dan berkepercayaan?
- Bagaimana cara membangun kerukunan umat beragama?
- Bagaimana cara saling menghargai tanpa membedakan agama?
- Apa kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan kemerdekaan beragama dan berkepercayaan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kemerdekaan Beragama dan Berkepercayaan
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang beragama. Kehidupan beragama merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan seluruh masyarakat Indonesia, termasuk sebagai pelajar. Setiap awal pelajaran tentunya selalu dipersilakan untuk berdoa berdasarkan agama dan kepercayaannya masing-masing. Begitupun ketika berada di lingkungan keluarga atau masyarakat, kita dapat melakukan berbagai kegiatan keagamaan dengan nyaman, aman, dan tertib. Hal itu semua, dikarenakan di negara kita sudah ada jaminan akan kemerdekaan beragama dan kepercayaan yang dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia.
Kemerdekaan beragama dan berkepercayaan mengandung makna bahwa setiap manusia bebas memilih, melaksanakan ajaran agama menurut keyakinan dan kepercayaannya. Setiap manusia tidak boleh dipaksa oleh siapapun, baik itu oleh pemerintah, pejabat agama, masyarakat, maupun orang tua sendiri. Kemerdekaan beragama dan berkepercayaan muncul dikarenakan secara prinsip tidak ada tuntunan dalam agama apa pun yang mengandung paksaan atau menyuruh penganutnya untuk memaksakan agamanya kepada orang lain, terutama terhadap orang yang telah menganut salah satu agama.
Kemerdekaan beragama itu tidak dimaknai sebagai kebebasan untuk tidak beragama atau bebas untuk tidak beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kemerdekaan beragama bukan pula dimaknai sebagai kebebasan untuk menarik orang yang telah beragama atau mengubah agama yang telah dianut seseorang. Selain itu kemerdekaan beragama juga tidak diartikan sebagai kebebasan untuk beribadah yang tidak sesuai dengan tuntunan dan ajaran agama masing-masing. Setiap manusia tidak diperbolehkan menistakan agama dengan melakukan peribadatan yang menyimpang dari ajaran agama yang dianutnya.
Kemerdekaan beragama dan kepercayaan di Indonesia dijamin oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 28 E ayat (1) dan (2) sebagai berikut.
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Di samping itu, dalam Pasal 29 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ayat (2) disebutkan, bahwa “negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Ketentuan-ketentuan di atas, semakin menunjukkan bahwa di Indonesia telah dijamin adanya persamaan hak bagi setiap warga negara untuk menentukan dan menetapkan pilihan agama yang ia anut, menunaikan ibadah serta segala kegiatan yang berhubungan dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Dengan kata lain, seluruh warga negara berhak atas kemerdekaan beragama seutuhnya, tanpa harus khawatir negara akan mengurangi kemerdekaan itu.
Dikarenakan kemerdekaan beragama tidak boleh dikurangi dengan alasan apapun sebagaimana diatur dalam Pasal 28 I ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa “hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.” Oleh karena itu, untuk mewujudkan ketentuan tersebut, diperlukan hal-hal sebagai berikut.
- Adanya pengakuan yang sama oleh pemerintah terhadap agama-agama yang dipeluk oleh warga negara.
- Tiap pemeluk agama mempunyai kewajiban, hak dan kedudukan yang sama dalam negara dan pemerintahan.
- Adanya kebebasan yang otonom bagi setiap penganut agama dengan agamanya itu, apabila terjadi perubahan agama, yang bersangkutan mempunyai kebebasan untuk menetapkan dan menentukan agama yang ia kehendaki.
- Adanya kebebasan yang otonom bagi tiap golongan umat beragama serta perlindungan hukum dalam pelaksanaan kegiatan peribadatan dan kegiatan keagamaan lainnya yang berhubungan dengan eksistensi agama masing-masing.
B. Membangun Kerukunan Umat Beragama
Kemerdekaan beragama di Indonesia menyebabkan Indonesia mempunyai agama yang beraneka ragam. Di sekolah, mungkin saja warga sekolahnya (siswa dan guru) menganut agama yang berbeda-beda sesuai dengan keyakinannya. Atau mungkin saja, mempunyai tetangga yang tidak seagama. Hal itu semua, merupakan sesuatu yang wajar. Keberagaman agama yang dianut oleh bangsa Indonesia itu tidak boleh dijadikan hambatan untuk memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa. Hal tersebut tentu saja akan terwujud apabila dibangun kerukunan umat beragama.
Kerukunan umat beragama merupakan sikap mental umat beragama dalam rangka mewujudkan kehidupan yang serasi dengan tidak membedakan pangkat, kedudukan sosial dan tingkat kekayaan. Kerukunan umat beragama dimaksudkan agar terbina dan terpelihara hubungan baik dalam pergaulan antara warga yang seagama maupun yang berlainan agama. Di negara kita mengenal konsep Tri Kerukunan Umat Beragama, yang terdiri atas kerukunan internal umat seagama, kerukunan antar umat berbeda agama, dan kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah.
Kerukunan antar umat seagama berarti adanya kesepahaman dan kesatuan untuk melakukan amalan dan ajaran agama yang dipeluk dengan menghormati adanya perbedaan yang masih bisa ditolerir. Dengan kata lain, sesama umat seagama tidak diperkenankan untuk saling bermusuhan, saling menghina, saling menjatuhkan, tetapi harus mengembangkan sikap saling menghargai, menghormati dan toleransi apabila terdapat perbedaan, asalkan perbedaan tersebut tidak menyimpang dari ajaran agama yang dianut.
Kerukunan antar umat beragama adalah cara atau sarana untuk mempersatukan dan mempererat hubungan antara orang-orang yang tidak seagama dalam proses pergaulan di masyarakat, tetapi bukan ditujukan untuk mencampuradukkan ajaran agama. Ini perlu dilakukan untuk menghindari terbentuknya fanatisme ekstrem yang membahayakan keamanan dan ketertiban umum. Bentuk nyata yang bisa dilakukan adalah dengan adanya dialog antar umat beragama yang di dalamnya bukan membahas perbedaan, akan tetapi memperbincangkan kerukunan, dan perdamaian hidup dalam bermasyarakat. Intinya adalah bahwa masing-masing agama mengajarkan manusia untuk hidup dalam kedamaian dan ketenteraman.
Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah, maksudnya adalah dalam hidup beragama, masyarakat tidak lepas dari adanya aturan pemerintah setempat yang mengatur tentang kehidupan bermasyarakat. Masyarakat tidak boleh hanya menaati aturan dalam agamanya masing-masing, akan tetapi juga harus menaati hukum yang berlaku di negara Indonesia.
C. Saling Menghargai Tanpa Membedakan Agama
Negara Indonesia menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Dengan adanya kemerdekaan dalam beragama, negara Indonesia mengakui adanya enam agama yaitu agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Pemerintah membentuk lembaga keagamaan untuk menjaga kerukunan antarumat beragama yang berbeda. Lembaga keagamaan bertugas mengatur, mengurus, serta membahas dan menyelesaikan segala masalah yang menyangkut keagamaan. Adapun fungsi dari lembaga keagamaan sebagai berikut.
- Tempat untuk membahas dan menyelesaikan segala masalah yang menyangkut keagamaan.
- Media menyampaikan gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa.
- Wahana silaturahmi yang dapat menumbuhkan rasa persaudaraan dan kekeluargaan.
- Tempat berdialog antara sesama anggota dan antarkelompok agama.
Sikap saling menghargai antarwarga negara tanpa membedakan agama hanya dapat dibina dalam lingkungan kehidupan masyarakat dengan suasana seperti berikut.
- Toleransi antarumat beragama.
- Kemerdekaan beragama dilaksanakan dengan adil dan benar.
- Menumbuhkan kerukunan dalam pergaulan.
- Menumbuhkan saling pengertian dalam pergaulan.
- Tidak bersikap reaktif dan menentang.
Adapun bentuk sikap saling menghargai tanpa membedakan agama yang dapat ditunjukkan oleh warga negara Indonesia seperti berikut.
- Memberi kesempatan kepada pemeluk agama lain yang akan melaksanakan kegiatan keagamaannya dan tidak mengganggu atau mengacaukan kegiatan keagamaan agama lain.
- Saling membantu dalam bidang kemanusiaan atau sosial, seperti gotong royong, dan membantu korban bencana alam.
- Mengadakan musyawarah wakil-wakil agama yang berbeda secara mandiri maupun dengan pihak pemerintah demi kepentingan bersama.
D. Kebijakan Pemerintah dalam Pelaksanaan Kemerdekaan Beragama dan Berkepercayaan
Hak atas kebebasan beragama dan berkepercayaan menjadi tanggung jawab negara. Hak atas kebebasan beragama dengan tegas dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28E dan Pasal 29. Selain dijamin di dalam konstitusi, juga dijamin di berbagai peraturan perundangan. Tahun 2005 telah diratifikasi konvensi internasional hak-hak sipil dan politik melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005. Artinya secara yuridis, jaminan terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan sangat kuat di dalam sistem hukum di Indonesia. Bahkan, kalau diperhatikan ketentuan di dalam konstitusi, hak atas kebebasan beragama ini diberikan dengan kualitas non-derogable rights atau hak yang tidak boleh dicabut dalam situasi apapun. Jadi, kualitas dari hak kebebasan beragama dan berkepercayaan ini memiliki kedudukan atau status yang sangat tinggi di dalam hierarki hak asasi manusia. Oleh karena itu, Negara Republik Indonesia memiliki kewajiban konstitusional untuk menjamin terpenuhinya hak-hak ini.
Komponen hak-hak kebebasan beragama ada dua aspek kebebasan yang terkandung di dalam hak atas kebebasan beragama itu. Yang pertama adalah, aspek kebebasan internal atau disebut dengan forum internum, dan yang kedua adalah aspek kebebasan eksternal atau disebut forum eksternum. Internum adalah kebebasan individual yang dimiliki oleh setiap orang untuk meyakini, atau berpikir, atau memilih agama yang diyakininya, meyakini doktrin-doktrin keagamaan yang menurut dia benar. Forum internum tidak bisa diintervensi oleh negara. Sedangkan forum eksternal atau kebebasan eksternal, yang dimaksud dengan itu adalah kebebasan seseorang untuk mengekspresikan atau memanifestasikan agama yang diyakininya itu melalui dakwah, melalui pendidikan, dan melalui sarana-sarana yang lain.
Kebebasan ini juga harus dijamin untuk setiap orang pemeluk agama bebas menyampaikan misi agamanya, mendakwahkannya, mewariskannya kepada anak-cucunya, dan sebagainya. Itu harus dijamin oleh setiap negara. Kebebasan juga dikenakan pembatasan. Walaupun kualitas dari hak ini berstatus sangat tinggi karena bersifat non-derogable, tetapi terhadap kebebasan ini juga diterapkan pembatasan-pembatasan. Tetapi, pembatasannya ditujukan terutama kepada kebebasan yang bersifat eksternal, yaitu dalam konteks menyebarluaskan ajaran agama itu, mewariskannya, mendakwahkannya, dan seterusnya seperti itu.
Pembatasan yang diperkenankan untuk kebebasan adalah (1) pembatasan dari sudut keamanan masyarakat, (2) ketertiban masyarakat atau public order, kesehatan atau moralitas masyarakat, (3) hak dan kebebasan orang lain. Inilah alat ukur untuk membatasi kebebasan beragama itu, khususnya kebebasan dalam lingkup kebebasan eksternal, tetapi pembatasan-pembatasan harus dinyatakan oleh hukum, bukan didasarkan oleh kesepakatan atau apa pun, tetapi harus dinyatakan melalui hukum. Dalam tingkat praktik kenegaraan, negara membentuk satu kementerian khusus yang membidangi urusan agama yaitu Kementerian Agama. Hari-hari besar keagamaan dihormati dalam praktik bernegara. Demikian pula hukum agama dalam hal ini syari’at Islam yang terkait dengan ibadah haji, nikah, talak, rujuk, waris, hibah, zakat, wasiat, wakaf, ekonomi syari’ah, dan lain-lain telah menjadi hukum negara khususnya yang berlaku bagi pemeluk agama Islam, dasar falsafah negara, konstitusi negara, serta praktik dan kenyataan ketatanegaraan.
Penghormatan Negara Indonesia atas berbagai konvensi serta perangkat hukum internasional termasuk hak asasi manusia haruslah tetap berdasarkan pada falsafah dan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam kerangka itulah dimaknai prinsip negara hukum Indonesia yang tidak harus sama dengan prinsip negara hukum dalam arti rechtsstaat maupun the rule of law. Prinsip negara hukum Indonesia harus dilihat dengan cara pandang UUD 1945, yaitu negara hukum yang menempatkan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai prinsip utama, serta nilai-nilai agama yang melandasi gerak kehidupan bangsa dan negara, bukan negara yang memisahkan hubungan antara agama dan negara (separation of state and religion), serta tidak semata-mata berpegang pada prinsip individualisme maupun prinsip komunalisme.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kemajemukan atau pluralisme dalam beragama dan berkepercayaan adalah suatu hal yang wajar karena hal tersebut adalah sunatullah yang tidak dapat dihindari dan diingkari oleh umat manusia, oleh karena itu yang diharapkan adalah dari setiap warga masyarakat bisa menerima kemajemukan itu sebagaimana adanya dan negara dalam hal ini bertugas atau melaksanakan fungsi memberikan perlindungan serta jaminan pelaksanaan kebebasan beragama dan berkeyakinan tanpa membeda-bedakan umat mayoritas dan minoritas. Agama memainkan peran yang penting dalam kehidupan bernegara dan berbangsa terutama di Indonesia.
Kemerdekaan beragama di Indonesia diatur dalam Pasal 28 E, Pasal 28 I, dan Pasal 29 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kemerdekaan beragama merupakan hak setiap warga negara untuk memeluk dan beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaan yang diyakininya. Kemerdekaan beragama tidak diartikan sebagai kebebasan untuk tidak beragama, serta tidak diartikan sebagai kebebasan untuk memaksakan ajaran agama kepada orang lain.
B. Saran
Dalam prinsip persamaan kedudukan warga negara Indonesia, setiap warga negara mempunyai hak yang sama atas agama dan kepercayaannya. Hal ini berarti bahwa setiap warga masyarakat mempunyai status yang sama dalam kehidupan sosialnya. Tidak ada perbedaan di antara manusia yang satu dengan yang lain, suatu kelompok dengan kelompok lain sama-sama diakui hak-hak sipilnya, dan tidak ada satu golongan pun yang diistimewakan.
DAFTAR PUSTAKA
El-Muhtaj, Majda. 2007. Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Erwin, Muhammad. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia. Bandung: Refika Aditama.
Hamidi, Jajim & M. Husnu Abadi. 2001. Intervensi Negara terhadap Agama. Yogyakarta: UII Press.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Nuryadi, Heri M.S. Faridy. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan: Wawasan Kebangsaan. Jakarta, BSNP-BSE.
Pasha, Musthafa Kamal. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education). Yogyakarta: Citra Karsa mandiri.