Makalah Landasan Ideal dan Konstitusional Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Landasan Ideal dan Konstitusional Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan yang berjudul Makalah Landasan Ideal dan Konstitusional Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Landasan Ideal dan Konstitusional Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Landasan Ideal dan Konstitusional Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Indonesia, April 2024
Penyusun

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada tanggal 2 September 1948 Mohammad Hatta dalam berpidato dalam sidang BP KNIP. Bagian dari pidato tersebut berbunyi:

“… pendirian yang harus kita ambil ialah supaya kita jangan menjadi objek dalam pertarungan politik internasional, melainkan kita harus menjadi subjek yang menentukan sikap kita sendiri, berhak memperjuangkan tujuan kita sendiri, yaitu Indonesia merdeka seluruhnya ….”

Pidato tersebut secara substansial merupakan pemikiran awal yang kemudian menjadi cikal bakal kebijakan politik luar negeri Indonesia bebas aktif. Pada 2 September 1948, sebagai Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan Mohammad Hatta memberikan keterangan kepada Badan Pekerja KNIP tentang kedudukan politik Negara Indonesia saat itu RI menghadapi berbagai kesulitan yang tidak sedikit. Perundingan dengan Belanda yang dimediasi oleh Komisi Tiga Negara dari PBB terputus. Dari dalam negeri oposisi dari aksi Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang dipimpin oleh Muso menghebat.

Untuk menangkis serangan-serangan yang ditujukan kepada pemerintah RI, diadakan sidang BP KNIP. Mengenai pertentangan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet dalam perang dingin di masa itu, fraksi FDR PKI dalam Badan Pekerja mendesak supaya RI memilih pihak Uni Soviet. Terkait desakan tersebut, Hatta menyatakan bahwa politik RI tidak memilih pro ini atau pro itu, melainkan memilih jalan sendiri untuk mencapai kemerdekaan. Sejak keterangan Hatta tersebut politik luar negeri RI disebut politik bebas dan aktif. Bebas artinya menentukan jalan sendiri, tidak terpengaruh oleh pihak manapun juga dan aktif artinya menuju perdamaian dunia dan bersahabat dengan segala bangsa.

Dalam situasi dunia yang terbelah dalam dua blok, Amerika Serikat dan Uni Soviet, yang saling berusaha memasukkan negara-negara yang baru merdeka pasca Perang Dunia Kedua ke dalam bloknya masing-masing, Indonesia telah mempunyai sikap yang tegas, sebagaimana diungkapkan Hatta dalam pidatonya. Meskipun saat ini perang dingin telah berakhir dan dunia tidak terbelah dalam dua blok, bukan berarti tantangan bagi Indonesia berakhir juga.

Kini mulai tampak kecenderungan kuat munculnya Republik Rakyat Cina sebagai kekuatan yang dapat menghadapi Amerika Serikat dan memungkinkan Indonesia dihadapkan pada pilihan atau mempengaruhi bebas aktif kita. Oleh karena itu maka esensi pidato Hatta masih relevan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang ditimbulkan dari pertikaian kepentingan politik antar bangsa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah tentang Kewirausahaan Landasan Ideal dan Konstitusional Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif ini adalah sebagai berikut:

  1. Apa landasan ideal politik luar negeri Indonesia bebas aktif?
  2. Apa landasan konstitusional politik luar negeri Indonesia bebas aktif?
  3. Apa landasan operasional politik luar negeri Indonesia bebas aktif?

C. Tujuan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah tentang Landasan Ideal dan Konstitusional Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif ini adalah sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui landasan ideal politik luar negeri Indonesia bebas aktif.
  2. Untuk mengetahui landasan konstitusional politik luar negeri Indonesia bebas aktif.
  3. Untuk mengetahui landasan operasional politik luar negeri Indonesia bebas aktif.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan Ideal Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif

Landasan ideal dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dijadikan sebagai pedoman, pijakan dalam melaksanakan politik luar negeri Indonesia. Mohammad Hatta menyebutnya sebagai salah satu faktor yang membentuk politik luar negeri Indonesia. Kelima sila yang termuat dalam Pancasila, berisi pedoman dasar bagi pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ideal dan mencakup seluruh sendi kehidupan manusia. Hatta lebih lanjut mengatakan, bahwa Pancasila merupakan salah satu faktor objektif yang berpengaruh atas politik luar negeri Indonesia. Hal ini karena Pancasila sebagai falsafah negara mengikat seluruh bangsa Indonesia, sehingga golongan atau partai politik manapun yang berkuasa di Indonesia tidak dapat menjalankan suatu politik negara yang menyimpang dari Pancasila.

B. Landasan Konstitusional Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif

Sedangkan landasan konstitusional dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 alinea pertama “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” dan alinea keempat “… dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial ….”.

C. Landasan Operasional Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif

1. Landasan Operasional Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif pada Masa Orde Lama

Sejak awal kemerdekaan hingga masa Orde Lama, landasan operasional dari politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif sebagian besar dinyatakan melalui maklumat dan pidato-pidato Presiden Soekarno. Beberapa saat setelah kemerdekaan, dikeluarkanlah Maklumat Politik Pemerintah tanggal 1 November 1945 yang isinya adalah; politik damai dan hidup berdampingan secara damai; tidak campur tangan dalam urusan dalam negeri negara lain; politik bertetangga baik dan kerja sama dengan semua negara di bidang ekonomi, politik dan lain-lain; serta selalu mengacu pada piagam PBB dalam melakukan hubungan dengan negara lain.

2. Landasan Operasional Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif pada Masa Demokrasi Terpimpin

Selanjutnya pada masa Demokrasi Terpimpin 1959-1965 landasan operasional politik luar negeri Indonesia adalah berdasarkan UUD 1945 yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 alinea pertama, pasal 11 dan pasal 13 ayat 1 dan 2 UUD 1945, Amanat Presiden yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” pada 17 Agustus 1959 atau dikenal sebagai “Manifesto Politik Republik Indonesia”.

Amanat Presiden itu sendiri kemudian dijadikan sebagai Garis Besar Haluan Negara. Berkaitan dengan kebijakan politik luar negeri, Manifesto tersebut memuat tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek, yaitu: Tujuan jangka pendek yaitu melanjutkan perjuangan anti imperialisme ditambah dengan mempertahankan kepribadian Indonesia di tengah-tengah tarikan-tarikan ke kanan dan ke kiri yang sekarang sedang berlaku kepada negara kita dalam pergolakan dunia menuju kepada suatu imbangan baru. Sementara dalam jangka panjang di bidang luar negeri, Revolusi Indonesia bertujuan melenyapkan imperialisme di mana-mana, dan mencapai dasar-dasar bagi perdamaian dunia yang kekal dan abadi. Menurut Manipol, diplomasi yang sesuai dengan fungsinya sebagai ajang berhubungan dengan cara melaksanakannya harus tidak mengenal kompromi, harus radikal, dan revolusioner.

Tujuan jangka pendek dan jangka panjang tidak terlepas dari sejarah Indonesia, sebagai bangsa yang pernah mengalami penjajahan. Walaupun Indonesia sudah merdeka, perjuangan untuk melenyapkan imperialisme belum berakhir, sebab negara-negara yang dianggap imperialis dan kolonialis (Barat), masih ada dan berusaha menanamkan pengaruhnya. Indonesia berusaha pula menghindari dari keberpihakan pada dua blok yang bersengketa dan masuk menjadi anggota Non Blok.

Pedoman Pelaksanaan Manifesto Politik (Manipol) Indonesia berdasarkan pada amanat Presiden tanggal 17 Agustus 1960 yang terkenal dengan nama “Djalanja Revolusi Kita”, yang menetapkan penegasan mengenai cara-cara pelaksanaan Manipol di bidang politik luar negeri. Politik luar negeri Indonesia tidak netral, tidak menjadi penonton dan tidak tanpa prinsip. Politik bebas tidak sekedar cuci tangan, tidak sekedar defensif, tapi aktif dan berprinsip serta berpendirian. Manipol, Djarek (Djalanja Revolusi Kita), merupakan embrio kelahiran serta doktrin baru, yaitu dunia tidak terbagi dalam Blok Barat, Blok Timur, dan Blok Asia Afrika (Blok Ketiga). Akan tetapi dunia terbagi menjadi dua Blok yang saling bertentangan yaitu New Emerging Forces /Nefos dan Old Established Forces/Oldefos.

Nefos merupakan kekuatan-kekuatan baru yang sedang bangkit. Sementara Oldefos merupakan kekuatan-kekuatan lama yang sudah mapan. Doktrin Nefos dan Oldefos menjadi dasar politik luar negeri anti imperialis dan kolonialis yang lebih militan. Soekarno mewujudkan gagasan Nefos dan Oldefos itu dengan suatu strategi diplomasi yang agresif dan konfrontatif dengan negara-negara barat.

3. Landasan Operasional Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif pada Masa Orde Baru

Pada masa Orde Baru, landasan operasional politik luar negeri Indonesia kemudian semakin dipertegas dengan beberapa peraturan formal, di antaranya adalah Ketetapan MPRS Nomor XII/MPRS/1966 tanggal 5 Juli 1966 tentang penegasan kembali landasan kebijaksanaan politik luar negeri Indonesia. TAP MPRS ini menyatakan bahwa sifat politik luar negeri Indonesia adalah:

  1. Bebas aktif, anti-imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk manifestasinya dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;
  2. Mengabdi kepada kepentingan nasional dan amanat penderitaan rakyat.

Selanjutnya landasan operasional kebijakan politik luar negeri RI dipertegas lagi dalam Ketetapan MPR tanggal 22 Maret 1973, yang berisi:

  1. Terus melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif dengan mengabdikannya kepada kepentingan nasional, khususnya pembangunan ekonomi;
  2. Mengambil langkah-langkah untuk memantapkan stabilitas wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat Daya, sehingga memungkinkan negara-negara di wilayah ini mampu mengurus masa depannya sendiri melalui pembangunan ketahanan nasional masing-masing, serta memperkuat wadah dan kerja sama antara negara anggota perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara;
  3. Mengembangkan kerja sama untuk maksud-maksud damai dengan semua negara dan badan-badan internasional dan lebih meningkatkan peranannya dalam membantu bangsa-bangsa yang sedang memperjuangkan kemerdekaannya tanpa mengorbankan kepentingan dan kedaulatan nasional.

Ketetapan-ketetapan MPR era Orde Baru dijabarkan dalam pola umum pembangunan jangka panjang dan pola umum pelita dua hingga enam, pada intinya menyebutkan bahwa dalam bidang politik luar negeri yang bebas dan aktif diusahakan agar Indonesia dapat terus meningkatkan peranannya dalam memberikan sumbangannya untuk turut serta menciptakan perdamaian dunia yang abadi, adil dan sejahtera. Namun demikian, menarik untuk dicatat bahwa TAP MPR RI Nomor IV/MPR/1973 berbeda dengan TAP MPRS tahun 1966. Perbedaan ini seiring dengan pergantian pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, sehingga konsep perjuangan Indonesia yang selalu didengung-dengungkan oleh Soekarno sebagai anti-kolonialisme dan anti-imperialisme tidak lagi memunculkan dalam TAP MPR tahun 1973 di atas. selain itu, sosok politik luar negeri Indonesia juga lebih difokuskan pada upaya pembangunan bidang ekonomi dan peningkatan kerja sama dengan dunia internasional.

Selanjutnya TAP MPR RI Nomor IV/MPR/1978, pelaksanaan politik luar negeri Indonesia juga telah diperluas, yaitu ditujukan untuk kepentingan pembangunan di segala bidang. Realitas ini berbeda dengan TAP-TAP MPR sebelumnya, yang pada umumnya hanya mencakup satu aspek pembangunan saja, yaitu bidang ekonomi. Pada TAP MPR RI Nomor II/MPR/1983, sasaran politik luar negeri Indonesia dijelaskan secara lebih spesifik dan rinci. Perubahan ini menandakan bahwa Indonesia sudah mulai mengikuti dinamika politik internasional yang berkembang saat itu.

4. Landasan Operasional Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif pada Masa Reformasi

Pasca-Orde Baru atau dikenal dengan periode Reformasi yang dimulai dari masa pemerintahan B.J. Habibie sampai pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono secara substantif landasan operasional politik luar negeri Indonesia dapat dilihat melalui: ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 tanggal 19 Oktober 1999 tentang garis-garis besar haluan negara dalam rangka mewujudkan tujuan nasional periode 1999-2004. GBHN ini menekankan pada faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya krisis ekonomi dan krisis nasional pada 1997, yang kemudian dapat mengancam integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Di antaranya adanya ketidakseimbangan dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi yang demokratis dan berkeadilan. Oleh karena itu, GBHN juga menekankan perlunya upaya reformasi di berbagai bidang, khususnya memberantas segala bentuk penyelewengan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme serta kejahatan ekonomi dan penyalahgunaan kekuasaan. Selanjutnya ketetapan ini juga menetapkan sasaran-sasaran yang harus dicapai dalam pelaksanaan politik dan hubungan luar negeri, yaitu:

  1. Menegaskan kembali pelaksanaan politik bebas dan aktif menuju pencapaian tujuan nasional;
  2. Ikut serta di dalam perjanjian internasional dan peningkatan kerja sama untuk kepentingan rakyat Indonesia;
  3. Memperbaiki performa, penampilan diplomat Indonesia dalam rangka suksesnya pelaksanaan diplomasi pro-aktif di semua bidang;
  4. Meningkatkan kualitas diplomasi dalam rangka mencapai pemulihan ekonomi yang cepat melalui intensifikasi kerja sama regional dan internasional;
  5. Mengintensifkan kesiapan Indonesia memasuki era perdagangan bebas;
  6. Memperluas perjanjian ekstradisi dengan negara-negara tetangga;
  7. Mengintensifkan kerja sama dengan negara-negara tetangga dalam kerangka ASEAN dengan tujuan memelihara stabilitas dan kemakmuran di wilayah Asia Tenggara.

Ketetapan MPR di atas, secara jelas menegaskan arah politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif, berorientasi untuk kepentingan nasional, menitikberatkan pada solidaritas antarnegara berkembang, mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa, menolak segala bentuk penjajahan serta meningkatkan kemandirian bangsa dan kerja sama internasional bagi kesejahteraan rakyat.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Politik luar negeri suatu negara lahir ketika negara itu sudah dinyatakan sebagai suatu negara yang berdaulat. Setiap entitas negara yang berdaulat memiliki kebijakan yang mengatur hubungannya dengan dunia internasional, baik berupa negara maupun komunitas internasional lainnya. Kebijakan tersebut merupakan bagian dari politik luar negeri yang dijalankan negara dan merupakan pencerminan dari kepentingan nasionalnya. Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat juga menjalankan politik luar negeri yang senantiasa berkembang disesuaikan dengan kebutuhan dalam negeri dan perubahan situasi internasional.

Tujuan politik luar negeri bebas aktif adalah untuk mengabdi kepada tujuan nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang menyatakan: “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial ….” Kemudian agar prinsip bebas aktif dapat dioperasionalisasikan dalam politik luar negeri Indonesia, maka setiap periode pemerintahan menetapkan landasan operasional politik luar negeri Indonesia yang senantiasa berubah sesuai dengan kepentingan nasional..

B. Saran

Mempelajari sejarah Indonesia dalam panggung dunia merupakan hal yang sangat penting agar kita bisa mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi lahirnya kebijakan politik luar negeri bebas aktif serta implementasi atau penerapannya sejak proklamasi kemerdekaan RI tahun 1945 hingga masa Reformasi.

DAFTAR PUSTAKA

Hatta, Mohammad. 1948. “Mendayung Antara Dua Karang: Keterangan Pemerintah tentang Politiknya kepada Badan Pekerja K.N.P, 2 September 1948”, dalam Sejarah Asal Mula Rumusan Haluan Politik Luar Negeri Bebas Aktif. hlm. 12-65.

Kementerian Luar Negeri. 2004. Sejarah Diplomasi RI dari Masa ke Masa. Jakarta: Kementerian Luar Negeri.

Leifer, Michael. 1983. Politik Luar Negeri Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Mackie, Jamie. 2005. Bandung 1955: Non-Alignment and Afro-Asian Solidarity. Singapura: Didier Miller PTE Ltd.

Download Contoh Makalah Landasan Ideal dan Konstitusional Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif.docx