Makalah Mahkamah Agung (MA)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Mahkamah Agung (MA) ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan yang berjudul Makalah Mahkamah Agung (MA) ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Mahkamah Agung (MA) ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Mahkamah Agung (MA) ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Indonesia, November 2024
Penyusun

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketentuan yang menunjuk ke arah badan Kehakiman yang tertinggi adalah pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945. Eksistensi Mahkamah Agung ditetapkan setelah diundangkannya Undang-Undang No. 7 tahun 1947 tentang susunan kekuasaan Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung yang mulai berlaku pada tanggal 3 Maret 1947. Undang-Undang No. 7 tahun 1947 kemudian diganti dengan Undang-Undang No. 19 tahun 1948 yang dalam pasal 50 ayat 1 menyebutkan Mahkamah Agung Indonesia ialah pengadilan tertinggi. Undang-Undang No. 14 tahun 1970 tentang “Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman” tanggal 17 Desember 1970, antara lain dalam pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara tertinggi dalam arti Mahkamah Agung sebagai badan pengadilan kasasi (terakhir) bagi putusan-putusan yang berasal dari Pengadilan-pengadilan lain yaitu yang meliputi keempat lingkungan peradilan yang masing-masing terdiri dari Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara.

Pembentukan Mahkamah Agung (MA) pada pokoknya memang diperlukan karena bangsa kita telah melakukan perubahan-perubahan yang mendasar atas dasar undang-undang dasar 1945. Dalam rangka perubahan pertama sampai dengan perubahan keempat UUD 1945. Bangsa itu telah mengadopsi prinsip-prinsip baru dalam sistem ketatanegaraan, yaitu antara lain dengan adanya sistem prinsip “Pemisahan kekuasaan dan cheeks and balance” sebagai pengganti sistem supremasi parlemen yang berlaku sebelumnya. Sebagai akibat perubahan tersebut, maka perlu diadakan mekanisme untuk memutuskan sengketa kewenangan yang mungkin terjadi antara lembaga-lembaga yang mempunyai kedudukan yang satu sama lain bersifat sederajat, yang kewenangannya ditentukan dalam Undang-Undang Dasar. Maka dari itu MA di bentuk agar (the supreme law of the land ) benar-benar dijalankan atau ditegakkan dalam penyelenggaraan kehidupan kenegaraan sesuai dengan prinsip-prinsip negara hukum modern, di mana hukumlah yang menjadi faktor bagi penentu bagi keseluruhan dinamika kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu bangsa.

B. Rumusan Masalah

  1. Apa pengertian Mahkamah Agung?
  2. Bagaimana sejarah Mahkamah Agung?
  3. Apa tugas pokok dan fungsi Mahkamah Agung?
  4. Apa wewenang Mahkamah Agung?
  5. Bagaimana struktur organisasi Mahkamah Agung?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mahkamah Agung

Mahkamah Agung Republik Indonesia (disingkat MA RI atau MA) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi dan bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya. Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara.

B. Sejarah Mahkamah Agung

Masa penjajahan Belanda atas bumi pertiwi Indonesia, selain mempengaruhi roda pemerintahan juga sangat besar pengaruhnya terhadap peradilan di Indonesia. Dari masa dijajah oleh Belanda (Mr. Herman Willem Daendels – Tahun 1807), kemudian oleh Inggris (Mr. Thomas Stanford Raffles – Tahun 1811 Letnan Jenderal) dan masa kembalinya Pemerintahan Hindia Belanda (1816-1842). Pada masa penjajahan Belanda Hooggerechtshof merupakan Pengadilan Tertinggi dan berkedudukan di Jakarta dengan wilayah Hukum meliputi seluruh Indonesia. Hooggerechtshof beranggotakan seorang ketua, 2 orang anggota, seorang pokrol jenderal, 2 orang advokat jenderal dan seorang panitera dimana perlu dibantu seorang panitera muda atau lebih. Jika perlu gubernur jenderal dapat menambah susunan Hoogerechtshoof dengan seorang wakil dan seorang atau lebih anggota.

Setelah kemerdekaan, tepatnya tanggal 19 Agustus 1945, Presiden Soekarno melantik/mengangkat Mr. Dr. R.S.E. Koesoemah Atmadja sebagai Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia yang pertama. Hari pengangkatan itu kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Mahkamah Agung, melalui Surat Keputusan KMA/043/SK/VIII/1999 tentang Penetapan Hari Jadi Mahkamah Agung Republik Indonesia. Tanggal 19 Agustus 1945 juga merupakan tanggal disahkannya UUD 1945 beserta pembentukan dan pengangkatan Kabinet Presidensial Pertama di Indonesia. Mahkamah Agung terus mengalami dinamika sesuai dinamika ketatanegaraan. Antara tahun 1946 sampai dengan 1950 Mahkamah Agung pindah ke Yogyakarta sebagai ibukota Republik Indonesia. Pada saat itu terdapat dua Lembaga Peradilan Tertinggi di Indonesia yaitu MPR Hoogerechtshof di Jakarta dengan Mahkamah Agung Republik Indonesia di Yogyakarta.

Kemudian terjadi kapitulasi Jepang, yang merupakan Badan Tertinggi disebut Saikoo Hooin yang kemudian dihapus dengan Osamu Seirei (Undang-Undang No. 2 Tahun 1944). Pada tanggal 1 Januari 1950 Mahkamah Agung kembali ke Jakarta dan mengambil alih (mengoper) gedung dan personil serta pekerjaan Hoogerechtschof. Dengan demikian maka para anggota Hoogerechtschof dan Procureur General meletakkan jabatan masing-masing dan pekerjaannya diteruskan pada Mahkamah Agung Republik Indonesia Serikat (MA-RIS). Dapat dikatakan sejak diangkatnya Mr. Dr. Koesoemah Atmadja sebagai Ketua Mahkamah Agung, secara operasional pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman di bidang Pengadilan Negara Tertinggi adalah sejak disahkannya Kekuasaan dan Hukum Acara Mahkamah Agung yang ditetapkan tanggal 9 Mei 1950 dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1950 tentang Susunan Kekuasaan dan Jalan Pengadilan Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Dalam kurun waktu tersebut Mahkamah Agung telah dua kali melantik dan mengambil sumpah Presiden Soekarno, yaitu tanggal 19 Agustus 1945 sebagai Presiden Pertama Republik Indonesia dan tanggal 27 Desember 1945 sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS). Waktu terus berjalan dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1950 sudah harus diganti, maka pada tanggal 17 Desember 1970 lahirlah Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman yang Pasal 10 ayat (2) menyebutkan bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi dalam arti Mahkamah Agung sebagai Badan Pengadilan Kasasi (terakhir) bagi putusan-putusan yang berasal dari Pengadilan di bawahnya, yaitu Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tingkat Banding yang meliputi 4 (empat) Lingkungan Peradilan, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan TUN.

Sejak Tahun 1970 tersebut kedudukan Mahkamah Agung mulai kuat dan terlebih dengan keluarnya Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, maka kedudukan Mahkamah Agung sudah mulai mapan, dalam menjalankan tugas-tugasnya yang mempunyai 5 fungsi, yaitu: fungsi peradilan, fungsi pengawasan, fungsi pengaturan, fungsi memberi nasihat, dan fungsi administrasi. Situasi semakin berkembang dan kebutuhan baik teknis maupun non-teknis semakin meningkat, Mahkamah Agung harus bisa mengatur organisasi, administrasi dan keuangan sendiri tidak bergabung dengan Departemen Kehakiman (sekarang Kementerian Hukum dan HAM). Waktu terus berjalan, gagasan agar badan kehakiman sepenuhnya ditempatkan di bawah pengorganisasian Mahkamah Agung terpisah dari Kementerian Kehakiman.

Pada Mei 1998 di Indonesia terjadi perubahan politik yang radikal dikenal dengan lahirnya Era Reformasi. Konsep Peradilan Satu Atap dapat diterima yang ditandai dengan lahirnya TAP MPR No. X/MPR/1998 yang menentukan kekuasaan kehakiman bebas dan terpisah dari kekuasaan eksekutif. Ketetapan ini kemudian dilanjutkan dengan diundangkannya Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang tersebut memberi batas waktu lima tahun untuk pengalihannya sebagaimana tertuang dalam Pasal II ayat (1) yang berbunyi:“Pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial dilaksanakan secara bertahap paling lama 5 tahun sejak undang-undang ini berlaku”.

Berawal dari Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 inilah kemudian konsep satu atap dijabarkan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Pada tanggal 23 Maret 2004 lahirlah Keputusan Presiden RI No. 21 Tahun 2004 tentang Pengalihan Organisasi, Administrasi dan Finansial dan Lingkungan Peradilan Umum dan Tata Usaha Negara, Pengadilan Agama ke Mahkamah Agung, yang ditindaklanjuti dengan:

  1. Serah terima Pengalihan organisasi, administrasi dan finansial di lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara dari Departemen Kehakiman dan HAM ke Mahkamah Agung pada tanggal 31 Maret 2004.
  2. Serah terima Pengalihan organisasi, administrasi dan finansial lingkungan Peradilan Agama dari Departemen Agama ke Mahkamah Agung yang dilaksanakan tanggal 30 Juni 2004.

C. Tugas Pokok dan Fungsi Mahkamah Agung

1. Fungsi Peradilan

Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang di seluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat, dan benar. Di samping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir.

  • Semua sengketa tentang kewenangan mengadili.
  • Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 28, 29,30,33 dan 34 Undang-undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985).
  • Semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku (Pasal 33 dan Pasal 78 Undang-undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985).

Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan di bawah Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).

2. Fungsi Pengawasan

Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada asas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970). Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan:

  • Terhadap pekerjaan pengadilan dan tingkah laku para hakim dan perbuatan pejabat pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok kekuasaan kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan hakim (Pasal 32 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
  • Terhadap penasihat hukum dan notaris sepanjang yang menyangkut peradilan (Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).

3. Fungsi Mengatur

Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-undang No. 14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No. 14 Tahun 1985). Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-undang.

4. Fungsi Nasehat

Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985). Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada presiden selaku kepala negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada presiden selaku kepala negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya.

Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan di semua lingkungan peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38 Undang-undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).

5. Fungsi Administratif

Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No. 14 Tahun 1970 secara organisatoris, administratif dan finansial sampai saat ini masih berada di bawah departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja kepaniteraan pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman).

6. Fungsi Lain-lain

Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 serta Pasal 38 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat diserahi tugas dan kewenangan lain berdasarkan undang-undang.

D. Wewenang Mahkamah Agung

  1. Mahkamah Agung memutus permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan tingkat banding atau tingkat terakhir dari semua lingkungan peradilan.
  2. Mahkamah Agung menguji peraturan secara materiil terhadap peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang.
  3. Melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman.

E. Struktur Organisasi Mahkamah Agung

Mahkamah Agung terdiri dari Pimpinan Hakim Anggota, Kepaniteraan Mahkamah Agung, dan Sekretariat Mahkamah Agung. Pimpinan dan hakim anggota Mahkamah Agung adalah hakim agung. jumlah hakim agung paling banyak 60 (enam puluh) orang.

1. Pimpinan

Pimpinan Mahkamah Agung terdiri dari seorang ketua, 2 (dua) wakil ketua, dan beberapa orang ketua muda. Wakil Ketua Mahkamah Agung terdiri atas wakil ketua bidang yudisial dan wakil ketua bidang non-yudisial. wakil ketua bidang yudisial yang membawahi ketua muda perdata, ketua muda pidana, ketua muda agama, dan ketua muda tata usaha negara sedangkan wakil ketua bidang non-yudisial membawahi ketua muda pembinaan dan ketua muda pengawasan. Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung, dan diangkat oleh Presiden. Pada tanggal 8 Februari 2012, Hatta Ali terpilih menjadi Ketua MA, menggantikan Harifin A. Tumpa, dengan mendapatkan suara mayoritas yaitu 28 suara dari 54 hakim agung. Urutan kedua, Ahmad Kamil 15 suara, Abdul Kadir Mappong 5 suara dan M Saleh 3 suara dan Paulus Effendi Lotulung 1 suara dan suara tidak sah 3 orang.

2. Hakim Anggota

Hakim Anggota Mahkamah Agung adalah Hakim Agung. Pada Mahkamah Agung terdapat Hakim Agung sebanyak maksimal 60 orang. Hakim agung dapat berasal dari sistem karier atau sistem non-karier. Calon hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat, untuk kemudian mendapat persetujuan dan ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. Tugas Hakim Agung adalah mengadili dan memutus perkara pada tingkat kasasi.

3. Kepaniteraan

Kepaniteraan Mahkamah Agung mempunyai tugas melaksanakan pemberian dukungan di bidang teknis dan administrasi justisial kepada Majelis Hakim Agung dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara, serta melaksanakan administrasi penyelesaian putusan Mahkamah Agung. Kepaniteraan Mahkamah Agung dipimpin oleh satu orang Panitera dan dibantu oleh 7 Panitera Muda yakni:

  • Panitera Muda Perdata.
  • Panitera Muda Perdata Khusus.
  • Panitera Muda Pidana.
  • Panitera Muda Pidana Khusus.
  • Panitera Muda Perdata Agama.
  • Panitera Muda Pidana Militer.
  • Panitera Muda Tata Usaha Negara.

4. Sekretariat

Sekretariat Mahkamah Agung dipimpin oleh seorang Sekretaris dan dibantu oleh 6 unit eselon satu yakni:

  • Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum.
  • Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama.
  • Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara.
  • Badan Pengawasan.
  • Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan.
  • Badan Urusan Administrasi.

5. Pengadilan Tingkat Banding

Pengadilan tingkat banding yang berada di bawah Mahkamah Agung terdiri:

  • Pengadilan Tinggi.
  • Pengadilan Tinggi Agama.
  • Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
  • Pengadilan Militer Utama.
  • Pengadilan Militer Tinggi.

6. Pengadilan Tingkat Pertama

Pengadilan tingkat pertama yang berada di bawah Mahkamah Agung terdiri:

  • Pengadilan Negeri.
  • Pengadilan Agama.
  • Pengadilan Tata Usaha Negara.
  • Pengadilan Militer.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Salah satu produk informasi ketatanegaraan yang kita bangun setelah perubahan pertama (1999), kedua (2000), ketiga (2001), dan keempat (2002), UUD 1945 adalah dibentuknya MA. Mahkamah agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara. Maka dari itu MA dibentuk agar (the supreme law of the land) benar-benar dijalankan atau ditegakkan dalam penyelenggaraan kehidupan kenegaraan sesuai dengan prinsip-prinsip negara hukum modern, di mana hukumlah yang menjadi faktor bagi penentu bagi keseluruhan dinamika kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu bangsa.

B. Saran

Mengenai Perekrutan Hakim Agung, perlu diatur bahwa seluruh hakim baik hakim agung maupun hakim konstitusi, pengusulannya harus diusulkan oleh KY. Dengan demikian seluruh hakim akan diawasi oleh pengawas eksternal yaitu KY. MA maupun MK tidak perlu membentuk majelis kehormatan yang bertugas mengawasi perilaku hakim, yang anggotanya diambil dari lingkungan hakim itu sendiri. Dengan kata lain, ke depan tugas mengawasi hakim cukup diserahkan ke KY baik hakim, Hakim Agung Maupun Hakim Konstitusi. Hasil pengawasan KY direkomendasikan kepada ketua MA maupun MK untuk ditindaklanjuti. Dewan kehormatan di MA maupun MK bersifat ad hoc saja, dan mereka ada dan bertindak setelah rekomendasi KY.

DAFTAR PUSTAKA

http://ndar3006. blogspot. co. id/2015/06/makalah-mahkamah-agung. html

https://www. mahkamahagung. go. id/id/tugas-pokok-dan-fungsi

https://id. wikipedia. org/wiki/Mahkamah_Agung_Republik_Indonesia

http://fendygoo. blogspot. co. id/2015/05/makalah-mahkamah-agung. html

Download Contoh Makalah Mahkamah Agung (MA).docx