KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Pantun ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Makalah Bahasa Indonesia yang berjudul Makalah Pantun ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Pantun ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Pantun ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.
Indonesia, Oktober 2024
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pantun merupakan sastra lisan yang dibukukan pertama kali oleh Haji Ibrahim Datuk Kaya Muda Riau, seorang sastrawan yang hidup sezaman dengan Raja Ali Haji. Antologi pantun yang pertama itu berjudul Perhimpunan Pantun-pantun melayu. Genre pantun merupakan genre yang paling bertahan lama.
Mengungkapkan perasaan tidak hanya dapat diceritakan dan ditulis dalam bentuk prosa. Ungkapan perasaan pun dapat dinyatakan dalam bentuk puisi, seperti puisi lama yang disebut pantun. Selain pantun, masih ada bentuk puisi lama lainnya, seperti pantun kilat (karmina), talibun, seloka, gurindam, dan syair.
Pantun sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak dahulu. Misalnya, wawangsalan, paparikan, sisindiran, sesebred dalam masyarakat sunda; pantun ludruk, dan gandrung dalam masyarakat jawa; serta ende-ende dalam masyarakat Mandailing. Bahkan, di sebagian daerah Sumatra, masyarakat Minangkabau menggunakan pantun sebagai pembuka acara di perayaan-perayaan. Selain dibaca, pantun juga kerap dinyanyikan.
Pantun di Indonesia sangat banyak dan beraneka ragam, untuk itu dengan mempelajari hakikat pantun akan menambah banyak wawasan mengenai budaya asli yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Pantun tidak hanya dianggap sebagai warisan nenek moyang tetapi jika ditelusuri pantun memiliki banyak kegunaan di antara yang paling penting sebagai saran komunikasi dan pelupapan ekspresi seseorang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
- Apakah pengertian pantun?
- Bagaimanakah sejarah dari pantun?
- Bagaimanakah ciri-ciri pantun?
- Apa sajakah peran dan fungsi pantun?
- Bagaimanakah struktur sebuah pantun?
- Apa sajakah jenis-jenis pantun?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pantun
Dalam pengertian umum, pantun merupakan salah satu bentuk sastra rakyat yang menyuarakan nilai-nilai dan kritik budaya masyarakat. Pantun adalah puisi asli Indonesia (Waluyo, 1987: 9). Pantun juga terdapat dalam beberapa sastra daerah di Indonesia seperti “parika” dalam sastra jawa atau “paparikan” dalam sastra sunda. Orang yang pertama kali membentangkan pikiran dari hal pantun Indonesia ini adalah H.C. Klinkert dalam tahun 1868. Karangannya bernama “De pantuns of minnenzangen der Maleier”. Sesudah itu datang Prof. Pijnapple juga beliau memaparkan pikirannya dari hal ini dalam tahun 1883. Pantun tepat untuk suasana tertentu, seperti halnya juga karya seni lainnya hanya tepat untuk suasana tertentu pula.
Menurut Surana (2001: 31), pantun ialah bentuk puisi lama yang terdiri atas 4 larik sebait berima silang (a-b-a-b). Larik I dan II disebut sampiran, yaitu bagian objektif. Biasanya berupa lukisan alam atau apa saja yang dapat diambil sebagai kiasan. Larik III dan IV dinamakan isi, bagian subjektif. Sama halnya dengan karmina, setiap larik terdiri atas 4 perkataan. Jumlah suku kata setiap larik antara 8-12. Namun, dalam buku Bahan Ajar Sastra Rakyat (2005: 70) mengatakan bahwa:
Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Pantun berasal dari kata patuntun dalam bahasa Minangkabau yang berarti “petuntun”. Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai parikan, dalam bahasa Sunda dikenal sebagai paparikan, dan dalam bahasa Batak dikenal sebagai umpasa (uppasa). Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, bersajak akhir dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.
Pantun adalah genre kesusastraan tradisional Melayu yang berkembang di seluruh dunia khususnya di Nusantara sejak ratusan tahun lampau. Pantun adalah simbol artistik masyarakat Nusantara dan ia adalah lambang kebijaksanaan berpikir. Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian yaitu sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut. Karmina dan talibun merupakan bentuk kembangan pantun, dalam artian memiliki bagian sampiran dan isi. Karmina merupakan pantun “versi pendek” (hanya dua baris), sedangkan talibun adalah “versi panjang” (enam baris atau lebih).
B. Sejarah Pantun
Pada mulanya pantun merupakan senandung atau puisi rakyat yang dinyanyikan (Fang, 1993: 195). Pantun pertama kali muncul dalam Sejarah Melayu dan hikayat-hikayat popular yang sezaman dan disisipkan dalam syair-syair seperti Syair Ken Tambuhan. Pantun dianggap sebagai bentuk karma dari kata Jawa Parik yang berarti pari, artinya paribahasa atau peribahasa dalam bahasa Melayu. Arti ini juga berdekatan dengan umpama atau seloka yang berasal dari India. Dr. R. Brandstetter mengatakan bahwa kata pantun berasal dari akar kata tun, yang terdapat dalam berbagai bahasa Nusantara, misalnya dalam bahasa Pampanga, tuntun yang berarti teratur, dalam bahasa Tagalog ada tonton yang berarti bercakap menurut aturan tertentu; dalam bahasa Jawa kuno, tuntun yang berarti benang atau atuntun yang berarti teratur dan matuntun yang berarti memimpin; dalam bahasa Toba pula ada kata pantun yang berarti kesopanan, kehormatan.
Van Ophuysen dalam Hamidy (1983: 69) menduga pantun itu berasal dari bahasa daun-daun, setelah dia melihat ende-ende Mandailing dengan mempergunakan daun-daun untuk menulis surat-menyurat dalam percintaan. Menurut kebiasaan orang Melayu di Sibolga dijumpainya kebiasaan seorang suami memberikan ikan belanak kepada istrinya, dengan harapan agar istrinya itu beranak. Sedangkan R.J. Wilkinson dan R.O. Winsted dalam Hamidy (1983: 69) menyatakan keberatan mengenai asal mula pantun seperti dugaan Ophuysen itu. Dalam bukunya “Malay Literature” pertama terbit tahun 1907, Wilkinson malah balik bertanya, ‘tidakkah hal itu harus dianggap sebaliknya?’. Jadi bukan pantun yang berasal dari bahasa daun-daun, tetapi bahasa daun-daunlah yang berasal dari pantun.
C. Ciri-ciri Pantun
- Pantun terdiri dari sejumlah baris yang selalu genap yang merupakan satu kesatuan yang disebut bait/kuplet.
- Setiap baris terdiri dari empat kata yang dibentuk dari 8-12 suku kata (umumnya 10 suku kata).
- Separuh bait pertama merupakan sampiran (persiapan memasuki isi pantun), kemudian separuh bait berikutnya merupakan isi (pesan yang mau disampaikan).
- Setiap bait terdiri dari 4 baris.
- Bait pertama dan kedua adalah sampiran.
- Baris ketiga adalah isi.
- Bersajak a-b-a-b.
D. Peran dan Fungsi Pantun
Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata kemampuan menjaga alur berpikir. Pantun terdiri dari sejumlah baris yang selalu genap, yang merupakan satu kesatuan yang disebut bait/kuplet. Pantun turut berfungsi sebagai media untuk menyampaikan hasrat yang seni atau rahasia yang tersembunyi melalui penyampaian yang berkias. Orang melayu mencipta pantun untuk melahirkan perasaan mereka secara berkesan tetapi ringkas, kemas, tepat, dan menggunakan bahasa yang indah-indah.
Pada zaman dahulu kala masyarakat melayu belum lagi pandai menulis dan membaca. Hal ini demikian karena, masyarakat melayu pada waktu itu belum lagi bertamadun. Keadaan ini telah membuktikan bahwa orang melayu sebelum tahu menulis dan membaca telah pandai mencipta dan berbalas-balas pantun antara satu sama lain. Pantun sering digunakan dalam upacara peminangan dan perkawinan atau sebagai pembuka atau penutup bicara dalam majelis-majelis resmi. Pantun sering dijadikan sebagai alat komunikasi.
E. Struktur Pantun
Adapun struktur pantun pada umumnya ialah terdiri dari dua baris sampiran dan dua baris isi. Sampiran merupakan sandaran dan isi merupakan saran misi atau pesan. Menurut Sutan Takdir Alisjahbana fungsi sampiran terutama menyiapkan rima dan irama untuk mempermudah pendengaran memahami isi pantun. Ini dapat dipahami karna pantun merupakan sastra lisan.
F. Jenis-jenis Pantun
1. Pantun Biasa
Pantun biasa, yaitu pantun yang terdiri dari empat baris tiap bait.
Contoh:
Kalau ada jarum patah
Jangan masukkan ke dalam peti
Kalau ada kata yang salah
Jangan masukkan ke dalam hati
2. Pantun Kilat/Karmina
Pantun kilat/karmina, yaitu pantun yang hanya tersusun atas dua baris.
Contoh:
Dahulu parang, sekarang besi
Dahulu sayang, sekarang benci
3. Pantun Berkait
Pantun berkait, yaitu pantun yang tersusun secara berangkai, saling mengait antara bait pertama dan bait berikutnya.
Contoh:
Lurus jalan ke Payakumbuh
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati yang tak rusuh
Ibu mati bapak berjalan
4. Talibun
Talibun, yaitu pantun yang terdiri lebih dari empat baris tetapi selalu genap jumlahnya, separuh merupakan sampiran, dan separuh lainnya merupakan isi.
Contoh:
Kalau anak pergi berjalan
Ibu sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu
5. Seloka
Seloka, yaitu pantun yang terdiri dali empat baris sebait tetapi persajakannya datar (a-a-a-a).
Contoh:
Lurus jalan ke Payakumbuh
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati yang tak rusuh
Ibu mati bapak berjalan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pantun adalah Puisi Indonesia, tiap bait (kuplet) biasa terdiri atas empat baris yang bersajak (a-b-a-b) tiap larik biasanya berjumlah empat kata; baris pertama dan baris kedua biasanya tumpuan (sampiran) saja dan baris ketiga dan keempat merupakan isi; setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata; merupakan peribahasa sindiran; jawab (pada tuduhan dan sebagainya).
Ciri-ciri pantun dapat dinyatakan yaitu pantun tersusun atas empat baris dalam tiap baitnya. Baris pertama dan baris kedua berupa sampiran. Baris ketiga dan keempat merupakan isi/ maksud yang hendak disampaikan. Jumlah suku kata dalam tiap baitnya rata-rata berkisar delapan sampai dua belas. Jenis pantun dapat dibedakan berdasarkan tingkatan umur pemakainya, berdasarkan isinya, dan berdasarkan bentuknya atau susunannya.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan adalah hendaknya ilmu tentang kesusastraan selalu digali dan dipelajari serta diterapkan, khususnya tentang pantun oleh para sastrawan, ilmuan, dan lebih spesifik lagi oleh mahasiswa bahasa dan sastra Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Djoko, Damono. (2004). Puisi Indonesia Sebelum Kemerdekaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Gawa,John. 2007. Kebijakan dalam 1001 Pantun. Jakarta: Buku Kompas.
Mafrukhi, dkk. (2006). Kompetensi Berbahasa Indonesia Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Rosidi, Ajip. (1983). Kapankah Kesusteran Indonesia Lahir?. Jakarta: Gunung Agung.
Widjoko dan Endang Hidayat. (2007). Teori dan Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: UPI Press.