Makalah Pembaharuan Islam di Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Pembaharuan Islam di Indonesia ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan yang berjudul Makalah Pembaharuan Islam di Indonesia ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Pembaharuan Islam di Indonesia ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Pembaharuan Islam di Indonesia ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Indonesia, Oktober 2024
Penyusun

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan umat Islam di Indonesia tidak lepas dari peran tokoh dan berbagai organisasi keislaman yang secara aktif melakukan kegiatan amal usaha yang meliputi bidang agama, pendidikan, kemasyarakatan, dan lain sebagainya. Munculnya tokoh dan berbagai organisasi Islam merupakan pendorong bagi proses transformasi sosial dan budaya yang signifikan dalam sejarah bangsa Indonesia. Kolonialisme dan kehidupan masyarakat dalam masa tradisional feodal ditengarai sebagai faktor pendorong yang dominan bagi lahirnya berbagai organisasi keagamaan yang pada umumnya ingin menggunakan organisasi tersebut sebagai wadah gerakan sosial keagamaan.

Masyarakat kolonial yang eksploitatif dan penguasa feodal yang opresif dianggap sebagai biang keladi bagi kemiskinan dan keterbelakangan yang melilit kehidupan masyarakat pada umumnya. Kemiskinan dan keterbelakangan menimbulkan berbagai penyakit masyarakat seperti bid’ah, takhayul, khurafat, serta perilaku yang bertentangan dengan agama Islam. Masalah masyarakat yang kompleks itu menjadi setting bagi munculnya berbagai gerakan sosial keagamaan di berbagai tempat di Indonesia. Dalam tulisan ini, diketengahkan kondisi bagi lahirnya beberapa gerakan sosial Islam, kegiatan amal usaha yang dilakukan, serta peran kaum modernis dalam transformasi sosial yang terjadi di negeri ini.

B. Rumusan Masalah

  1. Bagaimana penyebaran gerakan Islam di Indonesia?
  2. Siapa saja tokoh-tokoh pembaharuan Islam di Indonesia?
  3. Bagaimana proses penyebaran gerakan pembaharuan Islam di Indonesia?
  4. Bagaimana pengaruh gerakan pembaharuan Islam di Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Penyebaran Gerakan Islam di Indonesia

Abad ke-20 dinilai sebagai awal terjadinya gerakan untuk menegakkan Islam demi kemuliaan agama Islam sebagai idealita dan kejayaan umat sebagai realitas dapat diwujudkan secara konkret dengan menggunakan organisasi sebagai alat perjuangannya. Kesadaran baru yang muncul saat itu adalah keyakinan bahwa cita-cita yang besar dan berat itu hanya dapat direalisasikan dengan organisasi yang efisien dan efektif. Disadari pula gagasan baru itu hanya akan tersebar luas jika digunakan media yaitu majalah. Gagasan perlunya pembaharuan memang telah muncul sebelum abad ke-20, yaitu sejalan dengan pulangnya ulama yang telah menuntut ilmu di Mekah yang bersamaan pula dengan berkembangnya gerakan Wahabi yang menginginkan pemurnian pelaksanaan ajaran Islam.

Gerakan yang muncul mulai dari upaya perseorangan dengan membuka surau atau madrasah, penerbitan majalah, serta pembentukan organisasi sosial, ekonomi, keagamaan, dan bahkan kemudian bergeser ke organisasi politik. Dalam bagian ini akan dikemukakan organisasi yang muncul di Sumatra Barat yang dipelopori oleh perseorangan atau ulama kemudian berhasil membuat jaringan dalam memerangi kemaksiatan dan kemungkaran. Gerakan itu semula bertujuan melawan dominasi Cina dalam perdagangan batik, serta gerakan yang bergiat dalam masalah sosial kemasyarakatan seperti Al-Irsyad, Persatuan Islam, serta Muhammadiyah.

Para peneliti sering mengaitkan munculnya kegiatan pendidikan Islam dengan masuknya Islam ke suatu daerah (Junus, 1985). Junus menyatakan bahwa masuknya Islam ke Sumatra Barat yang diperkirakan pada tahun 1250 merupakan tonggak pendidikan Islam di Mingkabau dimulai. Syekh Burhanuddin adalah ulama terkenal yang dipercaya sebagai pendiri surau atau madrasah di Ulakan, tempat beliau menetap. Surau ini dipercaya sebagai surau yang pertama kali didirikan di Minangkabau. Sebelumnya, ia belajar ilmu agama di Kotaraja, Aceh pada Syekh Abdul Rauf bin Ali dari Singkil. Selesai belajar di Kutaraja, Burhanuddin kembali ke Pariaman di Kampong Sintuk, tempat kelahirannya, baru kemudian beliau pindah ke Ulakan.

Meskipun data tentang sistem pendidikan yang dilakukan oleh Syekh Burhanuddin tidak diketahui, dikisahkan bahwa sebelum datang ke Minangkabau beliau belajar agama di Aceh selama 10 tahun. Di Minangkabau terdapat banyak ulama terkenal yang aktif mengajarkan agama bukan saja di kampung halamannya, tetapi juga ke daerah lain. Pada tahun 1603, terdapat tiga orang dari Minangkabau yaitu Datuk ri Bandang, Datuk Patimang, dan Datuk di Tiro pergi ke Sulawesi, untuk menyiarkan agama Islam. Syekh Burhanuddin mempunyai murid. Salah satu muridnya yang termasyhur adalah Tuanku Mansiang Nan Tuo di Paninjauan. Selain itu, datang pula seorang ulama, yaitu Tuanku di Tanah Rao dari Mekah, yang membawa ilmu mantiq dan Ma’ani, yang menurunkan ilmunya kepada Tuanku nan Kacik dalam negeri Koto Gedang.

Pada tahun 1803, tiga orang Minang, satu orang dari Sumanik, Tanah Datar, seorang dari Pandai Sikat, dan seorang dari Piobang, Lima Puluh Koto, pergi berhaji dan tinggal lima tahun di Mekah. Saat itu, gerakan Wahabi sedang berkembang di Mekah. Kaum Wahabi melarang orang merokok, makan sirih, berpakaian yang indah-indah, dan menyuruh rajin melakukan sembahyang. Sepulang ke Minang, mereka menyaksikan praktik kehidupan di Minang sangat berbeda dengan apa yang dilihatnya di Mekah. Ketiga orang ini membawa semangat Islam yang diilhami oleh gerakan Wahabi yang puritan. Sementara itu, di di Luhak Agam para tuanku mengadakan kebulatan tekad untuk menegakkan syara’ sekaligus memberantas kemaksiatan yang mulai semarak dikerjakan oleh kaum adat. Para ulama tersebut adalah Tuanku nan Renceh, Tuanku Bansa, Tuanku Galung, Tuanku Lubuk Aur, Tuanku Padang Lawas, Tuanku Padang Luar, Tuanku Kubu Ambelan, dan Tuanku Kubu Sanang. Di samping delapan tokoh itu, pembaharu Islam di Minangkabau adalah kaum Paderi yaitu Muhammad Syahab yang membangun benteng di Bonjol sehingga ia dikenal dengan Imam Bonjol.

Dalam melakukan pembaharuan banyak di antara mereka menggunakan cara kekerasan sehingga terjadi konflik antara kaum Paderi dan kaum adat, yang diakhiri dengan perang terbuka. Karena dalam pertempuran itu kaum adat selalu mengalami kekalahan, kemudian mereka minta bantuan kepada Kompeni. Dengan senang hati Kompeni menyanggupi. Perang babak baru dimulai setelah Kompeni mendatangkan bala bantuannya untuk memerangi kaum Paderi. Mulai saat itu, kaum Paderi bukan menghadapi kaum adat, melainkan perang melawan kaum kafir Belanda.

B. Tokoh-tokoh Pembaharuan Islam di Indonesia

Empat tokoh Islam berikut ini berperan besar dalam menjaga dan memperbarui Islam di Indonesia. Mereka mendirikan organisasi Islam sebagai sarana perubahan dalam berbagai bidang kehidupan.

1. K.H. Ahmad Dahlan

Muhammadiyah, salah organisasi Islam terpenting di Indonesia, didirikan Ahmad Dahlan pada 18 November 1912. Tujuannya, “menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumiputera” dan “memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya”. Organisasi ini bergerak di bidang kemasyarakatan, kesehatan, dan pendidikan ketimbang politik. Dari ruang gerak terbatas di Kauman, Yogyakarta, organisasi ini kemudian meluas ke daerah lain, termasuk luar Jawa.

Dahlan lahir di Kauman, Yogyakarta, pada 1 Agustus 1868 dengan menyandang nama kecil Muhammad Darwis. Ayahnya, KH Abubakar, seorang khatib masjid besar di Kesultanan Yogyakarta, sedangkan ibunya, Siti Aminah, putri seorang penghulu. Praktis, sejak kecil, dia mendapat didikan lingkungan pesantren serta menyerap pengetahuan agama dan bahasa Arab.

Ketika menetap di Mekah, di usia 15 tahun, dia mulai berinteraksi dan tersentuh dengan pemikiran para pembaharu Islam. Sejak itu, dia merasa perlunya gerakan pembaharuan Islam di kampung halamannya, yang masih berbaur dengan sinkretisme dan formalisme. Mula-mula dengan mengubah arah kiblat yang sebenarnya, kemudian mengajak memperbaiki jalan dan parit di Kauman. Robert W Hefner, Indonesianis asal Amerika Serikat, menyebut Dahlan merupakan sosok pembaharu Islam yang luar biasa di Indonesia, bahkan pengaruhnya melampaui batas puncak pemikiran Muhammad Abduh dari Mesir. Ahmad Dahlan wafat di Yogyakarta pada 23 Februari 1923 dan dimakamkan di Karang Kuncen, Yogyakarta.

2. Ahmad Surkati

Dalam Muktamar Islam I di Cirebon pada 1922, terjadi perdebatan antara Ahmad Surkati dari Al-Irsyad dan Semaun dari Sarekat Islam Merah. Temanya mentereng: “Dengan apa Indonesia ini bisa merdeka. Dengan Islamis mekah atau komunisme?” Perdebatan berlangsung alot. Masing-masing kukuh pada pendapatnya. Toh, ini tak mengurangi penghargaan di antara mereka. “Saya suka sekali orang ini, karena keyakinannya yang kokoh dan jujur bahwa hanya dengan komunismelah tanah airnya dapat dimerdekakan,” ujar Surkari.

Ahmad Surkati dilahirkan di pulau Arqu, daerah Dunggulah, Sudan, pada 1875. Sempat mengenyam pendidikan di Al-Azhar (Mesir) dan Mekah, Surkati kemudian datang ke Jawa pada Maret 1911. Ini bermula dari permintaan Jami’at Khair, organisasi yang didirikan warga keturunan Arab di Jakarta, untuk mengajar. Karena ketidakcocokkan, dia keluar serta mendirikan madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah di Jakarta pada 6 September 1914. Tanggal pendirian madrasah itu kemudian menjadi tanggal berdirinya Perhimpunan Al-Irsyad. Tujuan organisasi ini, selain memurnikan Islam, juga bergerak dalam bidang pendidikan dan kemasyarakatan.

Sejarawan Belanda G.F. Pijper dalam Beberapa Studi tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950 memandang hanya Al-Irsyad yang benar-benar gerakan pembaharuan yang punya kesamaan dengan gerakan reformis di Mesir sebagaimana dilakukan Muhammad Abduh dan Rashid Ridha. Dengan demikian, Surkati juga seorang pembaharu Islam di Indonesia. Sukarno bahkan menyebut Surkati ikut mempercepat lahirnya kemerdekaan Indonesia. Ahmad Surkati wafat pada 6 September 1943. Sejak itu, perkembangan Al-Irsyad tersendat, sekalipun tetap eksis hingga kini.

3. Ahmad Hasan

Sekalipun kerap berpolemik, Bung Karno pernah berpolemik dan melakukan surat-menyurat dengan Ahmad Hassan, sebagaimana tersurat dalam surat-surat dari Endeh dalam buku di Bawah Bendera Revolusi. Tak heran jika Bung Karno begitu menghargai pemikiran Islam Hassan. Nama kecilnya Hassan bin Ahmad, lahir di Singapura pada 1887 dari keluarga campuran, Indonesia dan India. Semasa remaja dia melakoni beragam pekerjaan; dari buruh hingga penulis, di Singapura maupun Indonesia. Hassan pernah tinggal di rumah Haji Muhammad Junus, salah seorang pendiri Persatuan Islam (Persis), di Bandung.

Ketika pabrik tekstilnya tutup, dia mengabdikan diri di bidang agama dalam lingkungan Persis, dan segera popular di kalangan kaum muda progresif. Di Bandung pula Hassan bertemu dengan Mohammad Natsir, kelak jadi tokoh penting Persis, yang kemudian bersama-sama menerbitkan majalah Pembela Islam dan Al-Lisan. Dia juga mendirikan pesantren Persis, di samping pesantren putri, untuk membentuk kader, yang kemudian dipindahkan ke Bangil, Jawa Timur.

Persis didirikan di Bandung pada 12 September 1923 oleh aktivis keagamaan yang dipimpin Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus, keduanya pedagang. Dalam Persatuan Islam: Pembaharuan Islam Indonesia Abad XX, Howard M. Federspiel menulis bahwa Persis adalah organisasi biasa, kecil, tak kukuh serta tak bergigi dalam percaturan politik saat itu. Namun, Persis berusaha keras memperbarui umat Islam saat itu yang mengalami stagnasi pemikiran dan penuh bid’ah, takhayul, dan khurafat.

Ahmad Hasan dikenal sebagai ulama pembaharu. Pikiran-pikirannya sangat tajam dan kritis terutama dalam cara memahami nash (teks) Alquran maupun hadits. Keahliannya dalam bidang hadits, tafsir, fikih, ushul fiqih, ilmu kalam, dan mantiq menjadikannya sebagai rujukan para penanya dan pemerhati kajian Islam. Dia juga ulama yang produktif menulis. Ahmad Hassan tutup usia pada 10 November 1958 dalam usia 71 tahun.

4. K.H. Hasyim Asy’ari

Lahir pada 14 Februari 1871 di Desa Nggedang-Jombang, Jawa Timur, Hasyim Asy’ari adalah pendiri Nahdlatul Ulama, artinya kebangkitan ulama, organisasi Islam terbesar di Indonesia. Dia mendirikannya bersama Kyai Wahab Chasbullah pada 31 Januari 1926 guna mempertahankan paham bermazhab dan membendung paham pembaharuan.

Hasyim pernah belajar pada Syaikh Mahfudz asal Termas, ulama Indonesia yang jadi pakar ilmu hadits pertama, di Mekah. Ilmu hadits inilah yang kemudian menjadi spesialisasi Pesantren Tebuireng, yang kelak didirikannya di Jombang sepulangnya dari Tanah Suci. Lewat pesantren inilah K.H. Hasyim melancarkan pembaharuan sistem pendidikan keagamaan Islam tradisional. Dia memperkenalkan pengetahuan umum dalam kurikulum pesantren, bahkan sejak 1926 ditambah dengan bahasa Belanda dan sejarah Indonesia. Dalam buku Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, Zamakhsyari Dhofier manggambarkan Hasyim Asy’ari sebagai sosok yang menjaga tradisi pesantren.

Di masa Belanda, Hasyim bersikap nonkooperatif. Dia mengeluarkan banyak fatwa yang menolak kebijakan pemerintah kolonial. Yang paling spektakuler adalah fatwa jihad: “Wajib hukumnya bagi umat Islam Indonesia berperang melawan Belanda.” Fatwa ini dikeluarkan menjelang meletusnya Peristiwa 10 November di Surabaya. Hasyim Asy’ari wafat pada 25 Juli 1947. Dalam perjalanannya, NU larut dalam politik praktis hingga akhirnya kembali ke khitah 1926.

C. Proses Penyebaran Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia

Gerakan pembaharuan Islam secara sederhana adalah upaya baik secara individu maupun kelompok pada kurun waktu atau situasi tertentu, untuk mengadakan perubahan dalam praktek-praktek keagamaan Islam dengan pemahaman dan pengalaman yang baru. Ide-ide pembaharuan di Indonesia terjadi pada abad ke 20 yang dibawa oleh para tokoh yang semula belajar di mekkah. Tokoh- tokoh tersebut antara lain ialah: Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), K.H. Hasyim Asy’ari (Nahdlatul Ulama) Ahmad Surkati (Al-Irshad), Zamzam (Persis).

Yang melatar belakangi ide pembaharuan di Indonesia adalah adanya ide-ide pembaharuan di luar Indonesia. Gerakan pembaharuan Islam tidaklah memiliki bentuk dan pola yang sama tetapi memiliki karakter dan orientasi yang sangat beragam. Gerakan pembaharuan Islam pada abad ke 20 tersebut bukan muncul secara mendadak tetapi tidak terlepas dari pembaharuan-pembaharuan yang terdahulu. Seperti pada abad ke 17 dan 18. Dikatakan pada abad 17 dan 18 adalah dasar dari pembaharuan yang terjadi di abad ke 20.

Menurut beberapa studi keislaman memandang bahwa gerakan pembaharuan Islam pada abad ke 17 cenderung menekankan pada pemikiran mistisisme yang dikembangkan oleh seorang sufi tertentu pada periode tertentu. Mistisisme sendiri adalah suatu paham yang memberikan ajaran yang serba mistis atau ajaran yang bersifatnya rahasia atau tersembunyi, gelap atau terselubung dalam kekelaman.

Menurut Azyumari Azra, tahapan gerakan pembaharuan Islam di Indonesia jika dilihat dari lingkungan situasi perkembangannya dapat di bagi menjadi 2 periode besar yaitu periode pertama perempatan kedua abad ke 17 sampai akhir abad ke 18. Pada periode ini, Islam sudah mempunyai landasan atau dasar yang kuat di seluruh nusantara. Meskipun secara pemikiran dan pemahaman keislamannya berkembang bersama dengan mistisme. Kedua, periode abad ke 19 sampai sekarang.

Ide- ide pembaharuan Islam di Indonesia masuk melalui beberapa jalur yaitu yang pertama jalur haji dan mukim. Para tokoh- tokoh pada saat itu ketika menunaikan haji mereka juga bermukim sementara untuk memperdalam pengetahuan dan ilmu agama. Dan ketika kembali ke tanah air pengetahuan tentang ilmu keagamaan atau ilmu lainnya meningkat. Ide-ide yang mereka dapatkan tak jarang mempengaruhi orientasi dakwah di Indonesia. Yang kedua adalah melalui jalur publikasi.

Pada waktu itu para muslim di Indonesia sangat tertarik untuk menerjemahkan majalah-majalah atau jurnal-jurnal terbitan Mesir maupun Beirut ke dalam bahasa Indonesia. Bukan tanpa alasan mereka menerjemahkannya. Karena di jurnal-jurnal atau majalah-majalah tersebut berisikan ide-ide pembaharuan Islam. Yang ketiga ialah peran para mahasiswa yang menimba ilmu di timur-tengah. Pada awalnya para pemimpin gerakan pembaharuan di Indonesia sebagian besar alumni Mekkah.

Secara umum alasan berkembangnya pembaharuan Islam di Indonesia adalah respons terhadap kemunduran Islam sebagai agama di Indonesia. Karena pada praktek-prakteknya yang menyimpang, keterbelakangan para pemeluknya dan adanya invasi politik, kultural, dan intelektual dari dunia barat. Dengan berkembangnya gerakan pembaharuan di Indonesia, secara umum pada awal abad ke 20 M tersebut, corak gerakan keagamaan dapat di petakan sebagai berikut:

Tradisionalisme konservatisme, yaitu para golongan orang-orang yang ingin melestarikan tradisi-tradisi lokal. Dan menolak adanya kecenderungan westernisasi budaya yang mengatasnamakan Islam yang secara pemahaman dan pengamalannya dapat melestarikan tradisi yang bersifat lokal. para pendukung kelompok ini kebanyakan atau rata-rata dari kalangan ulam, tarekat, dan penduduk desa yang masih kental dengan takhayul.

Reformis modernisasi, para golongan yang menegaskan bahwa relevansi Islam untuk semua lapangan baik privat maupun publik. Karena Islam di pandang memiliki karakter yang fleksibilitas yang dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

Radikal puritan, yaitu para golongan yang lebih percaya terhadap penafsiran ketimbangan ide-ide pembaharuan barat, karena penafsiran dianggap lebih murni Islami. Meskipun mereka sepakat bahwa Islam fleksibilitas di tengah arus zaman, tetapi mereka enggan menggunakan kecenderungan kaum modernisasi. Kelompok ini juga mengkritik pemikiran dan cara-cara implementatif kaum tradisionalis.

D. Pengaruh Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia

Gema pembaruan yang dilakukan oleh Jamaludin Al Afgani an syekh Muhammad Abdul Wahhab sampai juga ke Indonesia, terutama terhadap tokoh-tokoh seperti Haji Muhammad Miskin (Kabupaten Agam, Sumatera Barat), Haji Abdur Rahman (Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat), dan Haji Salman Faris (Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat). Mereka dikenal dengan nama Haji Miskin, Haji Pioabang dan Haji sumaniik. Sepulang dari tanah suci, mereka terilhami oleh paham syekh Muhammad Abdul Wahhab. Mereka pulang dari tanah suci pada tahun 1803 M dan sebagai pengaruh pemikiran para pembaru timur tengah tersebut adalah timbulnya gerakan Paderi. Gerakan tersebut ingin membersihkan ajaran Islam yang telah bercampur-baur dengan perbuatan-perbuatan yang bukan Islam. Hal ini menimbulkan pertentangan antara golongan adat dan golongan Paderi.

Pada tahun 1903 M murid-murid dari Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawy, seorang ulama besar bangsa Indonesia di makkah yang mendapat kedudukan mulia di kalangan masyarakat dan pemerintahan Arab, kembali dari tanah suci. Murid-murid dari Syekh Ahmad inilah yang menjadi pelopor gerakan pembaruan di Minangkabau dan akhirnya berkembang ke seluruh Indonesia. Mereka antara lain sebagai berikut: Syekh Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka), Syekh Daud Rasyidi, Syekh Jamil Jambik dan Kyai Haji Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah).

Munculnya berbagai organisasi dan kelembagaan Islam modern di Indonesia pada awal abad ke-20, baik yang bersifat keagamaan, politik maupun ekonomi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa gerakan pembaruan yang menyebabkan lahirnya organisasi keagamaan pada mulanya bersifat keagamaan, tetapi seiring dengan kondisi masyarakat pada saat itu kemudian menjelma menjadi kegiatan politik yang menuntut kemerdekaan Indonesia dan hal tersebut dirasakan mendapat pengaruh yang signifikan dari pemikir-pemikir para pembaru Islam, baik di tingkat nasional maupun internasional.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gerakan Islam merupakan satu fenomena yang mencerminkan jiwa zamannya. Lingkungan kultural dan sosial mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu dan membangun jaringan, merumuskan masalah, mencari jalan keluar, dan melakukan tindakan reformasi sosial dan kultural. Faktor eksternal yang merupakan faktor penentu bagi munculnya proses transformasi dapat berlangsung secara lebih cepat daripada faktor internal. Peran media massa sangat menunjang keberhasilan sosialisasi gagasan baru baik dalam skala nasional maupun internasional.

Gerakan reformasi Islam telah berhasil menunjukkan keberhasilannya secara fisik. Lembaga pendidikan, fasilitas pelayanan sosial, seperti rumah sakit, gedung perkantoran, dan sarana-prasarana fisik lainnya, sudah berhasil diwujudkan. Efektivitas dari gerakan reformasi yang sudah berlangsung hampir satu abad masih memendam pertanyaan besar yaitu seberapa jauh gerakan ini berhasil menjawab tantangan jaman. Negara Indonesia yang mengalami krisis kepemimpinan saat ini belum mampu menghadirkan tokoh yang bisa memberikan keteladanan.

B. Saran

Saran bagi yang sempat membaca makalah ini agar bisa mengambil hikmah dari sebuah cerita awal kelahiran Islam di Indonesia, terutama pada organisasi Islam seperti Muhammadiyah, Persatuan Islam, NU dan Masumi yang bertujuan untuk melancarkan kemurnian akidah Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik. 1987. Islam dan Masyarakat Pantulan Sejarah Indonesia. Jakarta: LP3ES.

Alfian, 1989. Muhammadiyah the Political Behavior of a Muslim Modernist Organization under Dutch

Colonialism. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Benda, H.J., 1980. Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam di Indonesia di Masa Pendudukan Jepang. Jakarta: Pustaka Jaya.

Dick, Howard. 1985. The Emergence of National Economy in the Netherlandsch Indie. Dordrecht: Foris Publication.

Dobbin, C. 1992. Kebangkitan Islam dalam Ekonomi Petani yang Sedang Berubah, Sumatra Tengah 1794-1847. Jakarta: INIS.

Junus, Mohammad. 1985. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung.

Noer, Deliar. 1985. Gerakan Modernisasi Islam di Indonesia Tahun 1840-1942. Jakarta: LP3ES.

Padmo, Soegijanto. 2004. Bunga Rampai Sejarah Sosial Ekonomi Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media.

Pasha, Musthafa Kamal dan Adaby Darban. 2002. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam dalam Perspektif Historis dan Ideologis. Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam.

Pringgodigdo, A.K., 1949. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta: Dian Rakjat.
Suhartono. 1991. Apanage dan Bekel. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Download Contoh Makalah Pembaharuan Islam di Indonesia.docx