KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Proses Perubahan Sosial di Masyarakat ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Makalah Sosiologi yang berjudul Makalah Proses Perubahan Sosial di Masyarakat ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Proses Perubahan Sosial di Masyarakat ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Proses Perubahan Sosial di Masyarakat ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.
Indonesia, Oktober 2024
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Faktor Terjadinya Perubahan Sosial
Terdapat dua faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sosial, yakni yang berasal dari dalam serta yang berasal dari luar masyarakat.
1. Faktor dari Dalam
Faktor yang berasal dari dalam masyarakat itu sendiri (faktor dalam), antara lain meliputi:
a. Perubahan Jumlah Penduduk
Bertambahnya jumlah penduduk yang sangat cepat, dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam struktur masyarakat, terutama yang menyangkut masalah lembaga-lembaga kemasyarakatannya. Sedangkan berkurangnya jumlah penduduk terutama yang diakibatkan oleh proses migrasi (seperti urbanisasi, transmigrasi, dan lain-lain) juga dapat mengakibatkan kekosongan, misalnya pada bidang pembagian kerja, dan stratifikasi sosial yang pada gilirannya dapat berpengaruh pula terhadap lembaga-lembaga kemasyarakatan di daerah yang ditinggalkannya.
Pada umumnya, masalah kependudukan yang sering menimbulkan perubahan sosial budaya tersebut adalah akibat pertambahan penduduk yang disebabkan oleh arus urbanisasi (ke kota), dan juga akibat berkurangnya jumlah penduduk terutama di daerah-daerah yang ditinggalkan oleh orang-orang yang berurbanisasi tersebut. Adanya urbanisasi penduduk ke kota-kota besar atau tempat-tempat lain yang menjanjikan harapan telah menimbulkan ketidak-seimbangan antara luas daerah beserta sumber-sumber kehidupannya dengan jumlah penduduk yang ada.
b. Pertentangan (Konflik) dan Pemberontakan (Revolusi) di Masyarakat
Suatu pertentangan (konflik), baik itu berupa pertentangan nilai dan norma-norma, pertentangan agama, etnik, politik, dan lain-lain dapat pula menimbulkan terjadinya perubahan-perubahan sosial yang cukup luas. Suatu pertentangan individu terhadap nilai-nilai dan norma-norma, serta adat-istiadat yang telah berjalan lama misalnya, akan dapat menimbulkan perubahan apabila individu-individu yang bersangkutan beralih dari nilai-nilai, norma, serta adat-istiadat yang telah lama diikutinya tersebut. Sebagai contoh, anggapan umum masyarakat Indonesia bahwa “makin banyak anak makin banyak rezeki”, dan “setiap anak yang dilahirkan telah memiliki rezekinya masing-masing”, sehingga tidak menimbulkan kecemasan setiap kali anaknya lahir.
Namun kini pandangan semacam itu mengalami perubahan, yakni bahwa “makin banyak anak makin besar beban ekonominya”. Menurut yang percaya, perubahan tersebut diyakini dapat mengurangi angka pertambahan penduduk dan kesejahteraan juga makin meningkat, sebab terdapat keseimbangan antara kemampuan ekonomi dan tanggung jawab membiayai anak. Contoh lain misalnya, pandangan masyarakat Batak bahwa di dalam keluarga harus ada anak laki-laki untuk meneruskan garis keturunan keluarga.
c. Penemuan-penemuan Baru dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Akibat perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin tinggi dan meluas ternyata berdampak pada penemuan-penemuan baru berupa teknologi canggih, yang kemudian berdampak pula terhadap perubahan kehidupan manusia. Misalnya, jika pada jaman dahulu manusia bertempat tinggal di gua-gua, di rumah-rumah dengan dinding alang-alang, maka pada saat ini manusia tinggal di rumah-rumah yang lebih sehat dengan bermacam-macam model dan gaya. Jika dahulu alat angkut manusia sangat sederhana (misalnya hanya menggunakan tenaga hewan), maka sekarang manusia telah menggunakan alat-alat transportasi mesin, yang sudah super canggih.
Adanya penemuan-penemuan baru akibat perkembangan ilmu pengetahuan, baik itu berupa teknologi maupun berupa gagasan-gagasan baru yang menyebar ke masyarakat tersebut, akhirnya dikenal, diakui, dan selanjutnya diterima oleh masyarakat sehingga berdampak pada timbulnya perubahan sosial.
2. Faktor dari Luar
Faktor yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri (faktor luar), antara lain dapat meliputi:
a. Pengaruh Kebudayaan
Hubungan atau kontak secara fisik antara satu masyarakat (budaya) dengan masyarakat (budaya) lainnya cenderung dapat menyebabkan terjadinya saling memengaruhi di antara masing-masing masyarakat atau kebudayaan tersebut. Artinya, suatu masyarakat (budaya) itu bisa memengaruhi masyarakat (budaya) lainnya, namun sekaligus juga dapat terkena (mau menerima) pengaruh dari masyarakat (budaya) lainnya itu. Namun apabila hubungan atau kontak tersebut dilakukan secara tidak langsung, misalnya melalui alat-alat komunikasi massa seperti radio, televisi, film, koran, dan lain-lain, maka komunikasinya cenderung bersifat satu arah saja, yaitu dari masyarakat yang secara aktif menggunakan alat-alat komunikasi tersebut, sedangkan pihak lain (yakni masyarakat penerima) tidak memiliki kesempatan untuk memberikan pengaruhnya. Apabila pengaruh tersebut diterima tidak karena paksaan dari pihak yang mempengaruhi, maka hasilnya di dalam ilmu ekonomi dinamakan demonstration effect. Sedangkan proses penerimaan pengaruhnya, di dalam ilmu antropologi budaya dinamakan akulturasi.
b. Terjadinya Peperangan
Peperangan yang terjadi antara negara (masyarakat) satu dengan negara (masyarakat) lainnya juga dapat menimbulkan berbagai dampak seperti halnya dampak yang ditimbulkan oleh adanya pemberontakan dan pertentangan-pertentangan. Akan tetapi dampak negatif yang ditimbulkan oleh adanya peperangan jauh lebih dahsyat, karena peralatan perang biasanya juga lebih canggih. Selain perubahan di bidang sosial, peperangan dengan negara (masyarakat) lain dapat pula menyebabkan terjadinya perubahan di bidang kebudayaan, hal ini oleh karena biasanya negara yang menang akan memaksakan kepada negara yang kalah, untuk menerima kebudayaannya yang dianggap lebih tinggi tarafnya. Negara-negara yang kalah perang dalam Perang Dunia II seperti Jerman dan Jepang (Blok Poros/As), harus menerima ide-ide yang dipaksakan dari negara-negara pemenang (Blok Sekutu), sehingga mengalami perubahan-perubahan besar pada masyarakatnya
c. Pengaruh Perubahan Lingkungan Alam
Perubahan sosial budaya dapat juga terjadi karena penyebab alam, seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir besar, angin taufan, dan lain-lain. Peristiwa-peristiwa alam semacam itu mungkin dapat menyebabkan bahwa masyarakat-masyarakat yang mendiami daerah-daerah tersebut terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya. Apabila masyarakat tersebut mendiami tempat tinggal yang baru, maka mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang baru pula. Dengan kejadian semacam itu, kemungkinan akan mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatannya. Misalnya masyarakat petani yang terkena musibah banjir besar, kemudian mereka harus pindah ke suatu daerah yang tidak memungkinkan bagi adanya kegiatan pertanian, maka terpaksa harus menyesuaikan mata pencahariannya menjadi seorang nelayan.
B. Tipe Perubahan Sosial
Perubahan-perubahan yang terjadi di dunia ini memang telah berlangsung sejak dahulu kala, hanya saja pada jaman sekarang perubahan-perubahan tersebut telah berjalan dengan sangat cepat. Bahkan berkat adanya kemajuan yang begitu pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi, maka pengaruh-pengaruhnya pun telah menjalar secara cepat ke bagian-bagian dunia lainnya. Ditinjau dari aspek historis, terjadinya perubahan sosial adalah suatu proses yang akan berlangsung terus sepanjang kehidupan manusia. Sementara ditinjau dari aspek bentuknya, terjadinya perubahan sosial itu akan meliputi:
1. Perubahan Lambat (Evolusi) dan Perubahan Cepat (Revolusi)
Proses terjadinya perubahan sosial dapat berlangsung secara lambat dan dapat pula berlangsung secara cepat. Jika perubahan sosial itu berlangsung secara lambat dan memerlukan waktu yang lama, di dalamnya juga terdapat serentetan perubahan-perubahan kecil yang saling mengikuti secara lambat, maka perubahan semacam itu dinamakan evolusi. Perubahan secara evolusi biasanya terjadi dengan sendirinya, tanpa suatu rencana ataupun suatu kehendak tertentu. Perubahan-perubahan semacam ini berlangsung karena adanya upaya-upaya masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan-keperluan, keadaan-keadaan dan kondisi-kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Apabila suatu perubahan terjadi secara cepat, di mana hal tersebut bahkan mampu mengenai dasar-dasar atau sendi-sendi pokok dari kehidupan masyarakat (yaitu lembaga-lembaga kemasyarakatan), maka perubahan tersebut dinamakan revolusi.
2. Perubahan Kecil dan Perubahan Besar
Suatu perubahan dikatakan kecil apabila perubahan itu tidak sampai membawa pengaruh yang langsung atau berarti bagi masyarakat, sedangkan sebaliknya, suatu perubahan dikatakan besar apabila perubahan-perubahan tersebut mampu membawa pengaruh yang besar bagi masyarakat (khususnya lembaga-lembaga kemasyarakatannya). Suatu perubahan dalam mode pakaian, gaya rambut, dan model aksesoris misalnya, tidak akan membawa pengaruh yang berarti bagi masyarakat dalam keseluruhannya, oleh karena tidak mengakibatkan perubahan-perubahan dalam lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Namun sebaliknya, suatu proses industrialisasi pada masyarakat yang agraris misalnya, merupakan perubahan yang akan membawa pengaruh yang besar pada masyarakat yang bersangkutan. Dalam proses tersebut (industrialisasi), diperkirakan berbagai lembaga-lembaga kemasyarakatan akan terpengaruh olehnya, seperti misalnya hubungan kerja, sistem milik tanah, hubungan-hubungan kekeluargaan, stratifikasi sosial, dan sebagainya. Dengan demikian terjadinya proses industrialisasi pada masyarakat yang masih agraris merupakan suatu perubahan sosial yang besar bagi masyarakat yang bersangkutan.
3. Perubahan yang Dikehendaki (direncanakan) dan Perubahan yang Tidak Dikehendaki (tidak direncanakan)
Perubahan sosial dapat berlangsung karena dikehendaki atau direncanakan (intended change), dan dapat pula tidak dikehendaki atau tanpa suatu perencanaan (unintended change). Walaupun suatu perubahan sosial telah direncanakan ke arah suatu tujuan yang hendak dicapai, namun perubahan yang terjadi tidak selamanya berhasil seperti yang dikehendaki. Oleh karena itu, keberhasilan suatu perubahan sosial yang direncanakan akan banyak bergantung kepada kemampuan rekayasa sosial yang dilakukan oleh para perencana sosialnya.
Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan (telah direncanakan) terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan dalam masyarakat. Pihak-pihak yang menghendaki suatu perubahan biasanya menyebut para perencana sosial, yakni seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Dengan demikian, dalam konteks perubahan yang dikehendaki maka pada perencana sosial inilah yang akan memimpin masyarakat dalam mengubah sistem sosialnya.
Sementara sebaliknya, perubahan-perubahan sosial budaya yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan, merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki serta berlangsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat, serta dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan oleh masyarakat. Sedangkan apabila perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki tersebut berlangsung bersamaan dengan suatu perubahan yang dikehendaki, maka perubahan tersebut mungkin mempunyai pengaruh yang demikian besarnya terhadap perubahan-perubahan yang dikehendaki, sehingga keadaan tersebut tidak mungkin dirubah tanpa mendapat halangan-halangan dari masyarakat itu sendiri.
C. Faktor Pendorong dan Penghambat Perubahan Sosial
Proses perubahan sosial akan senantiasa berlangsung sepanjang kehidupan umat manusia. Namun begitu, berlangsung cepat (lancar) atau tidaknya suatu perubahan sosial akan sangat tergantung dari sedikit banyak (ada tidaknya) faktor-faktor yang diduga dapat mendorong atau menghambatnya. Apabila di dalam suatu masyarakat terdapat banyak faktor pendorongnya maka perubahan sosial akan cepat berlangsung, atau apabila telah berlangsung maka akan semakin cepat atau lancar pula proses berlangsungnya (perubahannya). Namun sebaliknya, jika di dalam suatu masyarakat banyak sekali faktor-faktor yang menghambatnya, maka akan semakin sulit atau terhambat pula proses-proses perubahan sosial yang akan terjadi.
1. Faktor-faktor yang Mendorong Jalannya Proses Perubahan Sosial
Proses perubahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat dapat berlangsung secara cepat atau lancar, dan dapat pula berlangsung secara tidak cepat atau tidak lancar, misalnya saja dengan cara yang lambat atau tersendat-sendat. Adapun secara umum, faktor-faktor yang diperkirakan dapat mendorong (memperlancar/mempercepat) bagi jalannya proses perubahan sosial itu antara lain:
a. Adanya Kontak dengan Kebudayaan Masyarakat Lain
Salah satu proses yang menyangkut hal ini adalah misalnya diffusion. Difusi adalah suatu proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari seseorang kepada orang lain, dan dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Dengan terjadinya difusi, suatu penemuan baru yang telah diterima oleh masyarakat misalnya, dapat diteruskan dan disebarluaskan pada masyarakat lain, sampai masyarakat tersebut dapat menikmati kegunaan dari hasil-hasil peradaban bagi kemajuan manusia. Maka proses semacam itu merupakan pendorong bagi pertumbuhan suatu kebudayaan dan memperkaya kebudayaan-kebudayaan umat manusia.
b. Adanya Sikap Terbuka terhadap Karya serta Keinginan Orang Lain untuk Maju
Sikap menghargai karya orang lain dan keinginan-keinginan untuk maju merupakan salah satu pendorong bagi jalannya perubahan-perubahan. Apabila sikap tersebut telah melembaga, maka masyarakat akan memberikan pendorong bagi usaha-usaha untuk mengadakan penemuan-penemuan baru. Pemberian hadiah nobel dan yang sejenisnya misalnya, merupakan pendorong bagi individu-individu maupun kelompok-kelompok lainnya untuk menciptakan karya-karya yang baru lagi.
c. Adanya Sistem Pendidikan Formal yang Maju
Sistem pendidikan yang baik yang didukung oleh kurikulum adaptif maupun fleksibel misalnya, akan mampu mendorong terjadinya perubahan-perubahan sosial budaya. Pendidikan formal, misalnya di sekolah, mengajarkan kepada anak didik berbagai macam pengetahuan dan kemampuan yang dibutuhkan oleh para siswa. Di samping itu, pendidikan juga memberikan suatu nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka pikirannya serta menerima hal-hal baru dan juga bagaimana cara berpikir secara ilmiah. Namun jika dikelola secara baik dan maju, pendidikan bukan hanya sekedar dapat mengajarkan pengetahuan, kemampuan ilmiah, skill, serta nilai-nilai tertentu yang dibutuhkan siswa, namun lebih dari itu juga mendidik anak agar dapat berpikir secara obyektif. Dengan kemampuan penalaran seperti itu, pendidikan formal akan dapat membekali siswa kemampuan menilai apakah kebudayaan masyarakatnya akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan jamannya atau tidak. Nah, di sinilah kira-kira peranan atau faktor pendorong bagi pendidikan formal yang maju untuk berlangsungnya perubahan-perubahan dalam masyarakat.
d. Sikap Berorientasi ke Masa Depan
Adanya prinsip bahwa setiap manusia harus berorientasi ke masa depan, menjadikan manusia tersebut selalu berjiwa (bersikap) optimistis. Perasaan dan sikap optimistis, adalah sikap dan perasaan yang selalu percaya akan diperolehnya hasil yang lebih baik, atau mengharapkan adanya hari esok yang lebih baik dari hari sekarang. Sementara jika di kalangan masyarakat telah tertanam jiwa dan sikap optimistis semacam itu maka akan menjadikan masyarakat tersebut selalu bersikap ingin maju, berhasil, lebih baik, dan lain-lain. Adanya jiwa dan sikap optimistik, serta keinginan yang kuat untuk maju itu pula sehingga proses-proses perubahan yang sedang terjadi dalam masyarakat itu dapat tetap berlangsung.
e. Sistem Lapisan Masyarakat yang Bersifat Terbuka (Open Stratification)
Sistem stratifikasi sosial yang terbuka memungkinkan adanya gerak vertikal yang luas yang berarti memberi kesempatan bagi individu-individu untuk maju berdasar kemampuannya. Dalam keadaan demikian, seseorang mungkin akan mengadakan identifikasi dengan warga-warga yang mempunyai status yang lebih tinggi. Dengan demikian, seseorang merasa dirinya berkedudukan sama dengan orang atau golongan lain yang dianggapnya lebih tinggi dengan harapan agar mereka diperlakukan sama dengan golongan tersebut. Identifikasi terjadi di dalam hubungan superordinat-subordinat. Pada golongan yang lebih rendah kedudukannya, sering terdapat perasaan tidak puas terhadap kedudukan sosial yang dimilikinya. Keadaan tersebut dalam sosiologi dinamakan “status-anxiety”. “Status-anxiety” tersebut menyebabkan seseorang berusaha untuk menaikkan kedudukan sosialnya.
f. Adanya Komposisi Penduduk yang Heterogen
Pada kelompok-kelompok masyarakat yang terdiri dari berbagai latar belakang seperti kebudayaan, ras (etnik), bahasa, ideologi, status sosial, dan lain-lain, atau yang lebih populer dinamakan “masyarakat heterogen”, lebih mempermudah bagi terjadinya pertentangan-pertentangan ataupun keguncangan-keguncangan. Hal semacam ini juga merupakan salah satu pendorong bagi terjadinya perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat.
g. Nilai Bahwa Manusia Harus Senantiasa Berikhtiar untuk Memperbaiki Hidupnya
Nasib manusia memang sudah ditentukan oleh Tuhan, namun adalah menjadi tugas dan kewajiban manusia untuk senantiasa berikhtiar dan berusaha guna memperbaiki taraf kehidupannya. Lagi pula, menurut ajaran agama juga ditekankan bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib sesuatu umat (termasuk individu) selama umat (individu) tersebut tidak berusaha untuk mengubahnya. Dengan demikian tugas manusia adalah berusaha, lalu berdoa, sedangkan hasil akhir adalah Tuhan yang menentukannya. Adanya nilai-nilai hidup serta keyakinan yang semacam itu menyebabkan kehidupan manusia menjadi dinamik, dan adanya dinamisasi kehidupan inilah sehingga perubahan-perubahan sosial budaya dapat berlangsung.
h. Ketidakpuasan Masyarakat terhadap Bidang Kehidupan Tertentu
Munculnya ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu, misalnya adanya pelaksanaan pembangunan yang hanya menguntungkan golongan ter-tentu, pembagian hasil pembangunan yang tidak merata, semakin melebarnya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, dan lain-lain, dapat menyebabkan terjadinya kekecewaan dalam masyarakat. Bah-kan jika dibiarkan sampai berlarut-larut, hal semacam itu dapat mengakibatkan terjadinya demo ataupun protes-protes yang semakin meluas, atau bahkan kerusuhan-kerusuhan, dan revolusi. Dengan demikian adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu dapat mendorong bagi bergulirnya perubahan-perubahan sosial budaya.
2. Faktor-faktor yang Menghambat Jalannya Proses Perubahan Sosial
Dalam dinamika masyarakat, selain terdapat faktor-faktor yang dapat mendorong bagi berlangsungnya proses perubahan sosial, juga terdapat faktor-faktor yang dapat menghalangi atau menghambatnya. Adapun faktor-faktor yang diperkirakan dapat menghambat atau menghalangi bagi terjadinya proses perubahan sosial tersebut antara lain:
a. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang Lambat
Salah satu aspek pendorong terjadinya perubahan sosial budaya adalah majunya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Majunya perkembangan iptek menjadi indikator pula majunya taraf perkembangan budaya suatu masyarakat. Sementara maju dan tingginya taraf peradaban suatu masyarakat menyebabkan masyarakat tersebut akan cepat atau mudah mengadakan adaptasi (penyesuaian) terhadap munculnya perubahan-perubahan yang datang dari luar masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu, apabila di dalam suatu masyarakat terjadi hal yang sebaliknya, yakni mengalami kelambanan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologinya, maka akan menyebabkan terhambatnya laju perubahan-perubahan sosial budaya pada masyarakat yang bersangkutan.
b. Kurangnya Hubungan dengan Masyarakat Lain
Adanya kehidupan masyarakat yang tertutup, hingga menyebabkan setiap warganya sulit untuk melakukan kontak atau hubungan dengan masyarakat lain, menyebabkan warga masyarakat tersebut terasing dari dunia luar. Akibatnya, bahwa masyarakat tersebut tidak dapat mengetahui perkembangan-perkembangan apa yang terjadi pada masyarakat lain di luarnya. Jika hal tersebut tetap berlangsung, atau bahkan tidak sepanjang masa maka akan menyebabkan kemunduran bagi masyarakat yang bersangkutan, sebab mereka tidak memperoleh masukan-masukan misalnya saja pengalaman dari kebudayaan lain, yang dapat memperkaya bagi kebudayaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, faktor ketertutupan atau kurangnya hubungan dengan masyarakat atau kebudayaan lain, menjadi salah satu faktor yang dapat menghambat atau menghalangi bagi proses perubahan sosial dan budaya di dalam masyarakat.
c. Rasa Takut Akan Terjadinya Kegoyahan pada Integrasi Kebudayaan
Adanya kekhawatiran di kalangan masyarakat akan terjadinya kegoyahan seandainya terjadi integrasi di antara berbagai unsur-unsur kebudayaan, juga menjadi salah satu faktor lain terhambatnya suatu proses perubahan sosial budaya. Memang harus diakui bahwa tidak mungkin suatu proses integrasi di antara unsur-unsur kebudayaan itu akan berlangsung secara damai dan sempurna, sebab biasanya unsur-unsur dari luar dapat menggoyahkan proses integrasi tersebut, serta dapat menyebabkan pula terjadinya perubahan-perubahan pada aspek-aspek tertentu dalam masyarakat.
d. Adat dan Kebiasaan
Setiap masyarakat di manapun tempatnya, pasti memiliki adat serta kebiasaan tertentu yang harus ditaati dan diikuti oleh seluruh anggota masyarakat. Adat dan kebiasaan adalah seperangkat norma-norma (aturan tidak tertulis) yang berfungsi sebagai pedoman bertingkah laku bagi seluruh anggota masyarakat. Adat biasanya berisi pola-pola perilaku yang telah diyakini dan diterima oleh masyarakat secara turun-temurun, bersifat kekal (abadi), dan oleh karena itu harus ditaati oleh seluruh anggota masyarakat, serta bersifat mengikat. Artinya, apabila ada sebagian anggota masyarakat yang tidak mengindahkan aturan adat maka akan mendapat sanksi yang berat baik sanksi moral maupun sosial dari masyarakat. Sedangkan kebiasaan adalah perbuatan yang pantas dikerjakan maka diterima oleh masyarakat. Karena pantas dikerjakan dan telah diterima oleh masyarakat, maka kebiasaan menjadi perilaku yang diulang-ulang dari generasi terdahulu ke generasi berikutnya (secara turun-temurun) sehingga menjadi semacam aturan (norma) yang harus diikuti oleh setiap anggota masyarakat. Meskipun tidak sekuat adat, norma kebiasaan juga memiliki daya pengikat tertentu yang dapat menyebabkan setiap anggota berperilaku sesuai dengan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
e. Adanya Kepentingan-kepentingan yang Telah Tertanam Kuat (Vested Interests)
Dalam setiap organisasi sosial yang mengenal sistem berlapis-lapisan, pasti akan ada sekelompok orang-orang yang menikmati kedudukan dalam suatu proses perubahan. Pada masyarakat-masyarakat yang sedang mengalami masa transisi, misalnya saja dari otoritarianisme ke sistem demokrasi biasanya terdapat segolongan orang-orang yang merasa dirinya berjasa atas terjadinya perubahan-perubahan. Pada segolongan masyarakat yang berjasa itu biasanya akan selalu mengidentifikasikan diri dengan usaha serta jasa-jasanya tersebut, sehingga sulit sekali bagi mereka untuk melepaskan kedudukan yang baru diperolehnya itu dalam suatu proses perubahan. Hal inilah yang juga dirasa menjadi salah satu faktor penghalang berikutnya bagi jalannya suatu proses perubahan.
f. Prasangka Terhadap Hal-hal Baru atau Asing atau Sikap Tertutup
Adanya sikap semacam itu, misalnya dapat saja dialami oleh suatu masyarakat (bangsa) yang pada masa lalunya pernah mengalami pengalaman pahit selama berinteraksi dengan masyarakat (bangsa) lainnya di dunia. Sebut saja misalnya pada masyarakat-masyarakat yang dahulunya pernah mengalami proses penjajahan oleh bangsa lain, seperti bangsa-bangsa di kawasan Asia dan Afrika oleh penjajahan bangsa Barat. Mereka tidak akan melupakan begitu saja atas berbagai pengalaman pahit yang pernah diterimanya pada masa lalu, dan hal tersebut ternyata berdampak pada munculnya kecurigaan di kalangan bangsa-bangsa yang pernah dijajah itu terhadap sesuatu atau apa-apa yang datang dari barat. Selanjutnya, karena secara kebetulan unsur-unsur baru yang masuk itu juga kebanyakan berasal dari negara-negara barat, maka prasangka-prasangka (negatif) juga tetap ada, terutama akibat rasa kekawatiran mereka akan munculnya penjajahan kembali yang masuk melalui unsur-unsur budaya tersebut. Dengan demikian munculnya prasangka serta adanya sikap menolak terhadap kebudayaan asing juga akan menjadi salah satu faktor penghambat lain bagi jalannya proses perubahan sosial budaya suatu masyarakat.
g. Nilai Bahwa Hidup Ini Buruk dan Tidak Mungkin Dapat Diperbaiki
Di kalangan masyarakat terdapat kepercayaan bahwa hidup di dunia itu tidak perlu ngoyo (terlalu berambisi) sebab baik buruknya suatu kehidupan (nasib/takdir) itu sudah ada yang mengatur, oleh karena itu harus dijalaninya secara wajar. Sementara jika manusia diberikan kehidupan yang jelek, maka harus diterimanya pula apa adanya (nrimo ing pandum) serta dengan penuh kepasrahan karena memang nasib yang harus diterimanya demikian. Dengan demikian manusia tidak perlu repot-repot berusaha, apalagi sampai ngoyo, karena tidak ada gunanya sebab hasilnya pasti akan jelek, sebab sudah ditakdirkan jelek. Adanya keyakinan dari masyarakat untuk selalu menerima setiap nasib yang diberikan Tuhan kepada manusia dengan penuh kepasrahan, termasuk bila harus menerima nasib (takdir) buruk, menyebabkan kehidupan masyarakat menjadi bersifat pesimistis dan statis, atau bahkan fatalistik. Adanya pemahaman yang keliru tentang nasib manusia itulah, sehingga di dalam masyarakat tidak muncul dinamisasi, yang berarti tidak ada perubahan, atau jika ada perubahan maka hal tersebut akan berjalan secara lambat.
h. Hambatan yang Bersifat Ideologis
Adanya faktor penghambat yang bersifat ideologis, karena biasanya setiap usaha mengadakan perubahan-perubahan pada unsur-unsur kebudayaan rohaniah, akan diartikan sebagai suatu usaha yang berlawanan dengan ideologi masyarakat yang merupakan dasar bagi terciptanya integrasi dari masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu faktor-faktor yang bersifat ideologis akan tetap menjadi perintang bagi jalannya perubahan-perubahan.
i. Sikap Masyarakat yang Sangat Tradisional
Apabila di dalam masyarakat muncul suatu sikap mengagung-agungkan akan tradisi masa lampau serta menganggap bahwa tradisi tersebut secara mutlak tak dapat dirubah, maka sudah dapat dipastikan bahwa pada masyarakat tersebut akan mengalami hambatan-hambatan dalam proses perubahan sosial budayanya. Keadaan tersebut akan menjadi lebih parah lagi apabila golongan yang berkuasa dalam masyarakat juga berasal dari golongan yang bersifat konservatif, yakni suatu golongan yang notabenenya adalah penentang atau anti terhadap perubahan-perubahan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perubahan sosial adalah gerakan atau suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima yang disebabkan perubahan kondisi geografis, kebudayaan, materiil, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru. Faktor terjadinya perubahan sosial ada 2 yaitu dari dalam, di antaranya perubahan jumlah penduduk, pertentangan, konflik dan pemberontakan dimasyarakat dan penemuan-penemuan baru dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Faktor dari luar adalah pengaruh budaya lain, terjadinya peperangan, dan pengaruh perubahan fisik atau lingkungan alam. Tipe perubahan sosial ada 3, yaitu perubahan lambat atau cepat, perubahan kecil dan besar, serta perubahan yang dikehendaki dan perubahan yang tidak dikehendaki.
Faktor yang mendorong perubahan sosial adalah adanya kontak dengan kebudayaan masyarakat lain, adanya sikap yang mau menghargai hasil karya orang lain, adanya sistem pendidikan yang maju, sikap berorientasi ke masa depan, sistem lapisan yang bersifat terbuka, adanya komposisi penduduk yang heterogen, nilai yang senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya, ketidakpuasan masyarakat, toleransi terhadap penyimpangan. Faktor penghambat adalah perkembangan iptek, kurangnya hubungan masyarakat, rasa takut akan terjadinya kegoyahan, adat dan kebiasaan, adanya kepentingan yang tertanam kuat, prasangka terhadap hal-hal baru, nilai bahwa hidup ini buruk, hambatan ideologis, dan sikap masyarakat yang tradisional.
B. Saran
Kehidupan sosial selalu akan mengalami perubahan, oleh karena itu kita harus bijak dalam menyikapi segala perubahan sosial yang terjadi di dalam kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Budiati, Atik Catur. 2009. Sosiologi Kontekstual: Untuk SMA & MA Kelas XII. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional..
Judistira, K. Garna. 1992. Teori-teori Perubahan Sosial. Bandung: PPS Unpad.
Paul B, Horton. dan Chester L. Hunt. 1999. Sosiologi Jilid 1. Terjemahan Aminudin Ram dan Tita Sobari. Jakarta: Erlangga Pr.
Soerjono, Soekanto. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Rajawali.