KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Tafsir Ayat-ayat tentang Pendidikan Sekolah ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Makalah PAI yang berjudul Makalah Tafsir Ayat-ayat tentang Pendidikan Sekolah ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Tafsir Ayat-ayat tentang Pendidikan Sekolah ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Tafsir Ayat-ayat tentang Pendidikan Sekolah ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.
Indonesia, Oktober 2024
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan sekolah merupakan tempat untuk menerima pelajaran ataupun pendidikan kedua setelah pendidikan keluarga. Di mana di sekolah ini para siswa diberikan materi pelajaran, dibina, dibimbing watak dan akhlaknya. Di sekolah ini juga para siswa akan berteman dengan berbagai orang yang berasal dari berbagai daerah.
Dan Al-Quran pun telah memberikan petunjuk kepada kita mengenai pendidikan di sekolah ini. Untuk itulah pemakalah membuat tulisan ini agar kita semua mengetahui ayat-ayat tentang pendidikan di sekolah yang telah diturunkan oleh Allah di dalam Al-Quran yang akan kita tafsirkan berikut ini.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang ada, maka dapat diambil sebuah rumusan masalah sederhana sebagai berikut:
- Bagaimana tafsir Surah Al-An’am ayat 105 tentang pendidikan sekolah?
- Bagaimana tafsir Surah Al-A’araf ayat 169 tentang pendidikan sekolah?
- Bagaimana tafsir Surah Ali Imran ayat 79 tentang pendidikan sekolah?
- Bagaimana tafsir Surah Al-Qalam ayat 37 tentang pendidikan sekolah?
- Bagaimana tafsir Surah Saba’ ayat 44 tentang pendidikan sekolah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tafsir Surah Al-An’am Ayat 105 dan 156
وَكَذَٰلِكَ نُصَرِّفُ ٱلۡأٓيَٰتِ وَلِيَقُولُواْ دَرَسۡتَ وَلِنُبَيِّنَهُۥ لِقَوۡمٖ يَعۡلَمُونَ ١٠٥
Artinya:
“Demikianlah Kami mengulang-ulangi ayat-ayat Kami supaya (orang-orang yang beriman mendapat petunjuk) dan supaya orang-orang musyrik mengatakan: “Kamu telah mempelajari ayat-ayat itu (dari Ahli Kitab)”, dan supaya Kami menjelaskan Al-Quran itu kepada orang-orang yang mengetahui.”
أَن تَقُولُوٓاْ إِنَّمَآ أُنزِلَ ٱلۡكِتَٰبُ عَلَىٰ طَآئِفَتَيۡنِ مِن قَبۡلِنَا وَإِن كُنَّا عَن دِرَاسَتِهِمۡ لَغَٰفِلِينَ ١٥٦
Artinya:
“(Kami turunkan Al-Quran itu) agar kamu (tidak) mengatakan: “Bahwa kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan saja sebelum kami, dan sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa yang mereka baca.”
Allah SWT menerangkan bahwa Dia telah memberikan bukti-bukti kebenaran secara berulang-ulang di dalam ayat-ayat-Nya dengan gaya bahasa yang beraneka ragam dengan maksud supaya dapat memberikan keyakinan yang penuh kepada sekalian kepada manusia dan untuk menghilangkan keragu-raguan, juga untuk memberikan daya tarik kepada mereka agar mereka dapat menerima kebenaran itu dengan penuh kesadaran. Lagi pula untuk memberikan alasan kepada kaum muslimin dalam menghadapi bantahan orang-orang musyrikin. Hal itu adalah karena orang-orang musyrikin mendustakan ayat-ayat Allah dengan mengatakan Nabi Muhammad SAW mempelajari ayat-ayat itu dari orang lain atau menghafal berita-berita dari orang-orang yang terdahulu.
Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa Rasulullah telah menjelaskan bukti-bukti yang terkandung di dalam Al-Quran kepada manusia. Namun orang-orang yang sesat, mereka akan berkata: “Anda telah mempelajari semua itu dari Ahli Kitab, kemudian Anda kini mempertahankannya”.
Ini jika dibaca “daa rasta” maka artinya mempelajari dan membela (mempertahankannya). Jika dibaca “darasta” berarti belajar dan membaca. Demikianlah Allah memberi hidayah kepada yang Dia kehendaki sehingga beriman, sedang yang sesat terpengaruh oleh prasangkanya yang jahat terhadap ajaran Allah dan tuntunan Rasulullah.
Al-Maraghi menjelaskan kata “darasta” dengan makna yang umum, yaitu membaca berulang-ulang dan terus-menerus melakukannya serta menganalisa sehingga sampai pada tujuan. Al-Khawrizmi, Ath-Thabari, dan Ash-Shuyuti mengartikan kalimat “darasta” dengan makna, “engkau membaca dan mempelajari”.
Dalam Tafsir Al-Maraghi ayat ini menjelaskan atau menceritakan tentang tuduhan orang-orang kafir terhadap Nabi Muhammad SAW, yang mereka mengatakan bahwa Nabi Muhammad belajar dari budak romawi.
Dalam pengulangan ayat-ayat terdapat banyak faedah di antaranya adalah:
- Agar ayat-ayat itu dijadikan petunjuk oleh orang-orang yang mempunyai kesiapan untuk beriman, sesuai dengan perbedaan akal dan pemahamannya.
- Agar kaum musyrikin yang ingkar dan menentang berkata, “Sebelumnya Anda telah pernah mempelajarinya. Jadi, ini bukan wahyu yang diturunkan, sebagaimana yang Anda katakan”. Perkataan yang dilontarkan mereka ini adalah dusta dan palsu. Mereka menuduh, bahwa Muhammad pernah belajar dari seorang budak Romawi yang membuat pedang di Mekkah. Dalam hal ini, banyak terjadi perselisihan.
- Agar kami menerangkan Al-Quran ini yang mengandung pengulangan ayat-ayat, dan yang dikatakan oleh orang-orang yang ingkar bahwa ia adalah hasil belajar dan ijtihad kepada kaum yang mempunyai kesiapan untuk mengetahui berbagai hakikat yang ditunjukkan oleh ayat-ayat, dan kebahagiaan akibat mengikuti petunjuknya, tanpa terhalang oleh taklid dan penentangan.
Ringkasnya, orang-orang yang berkata kepada Rasul, bahwa beliau telah mempelajari Al-Quran dari manusia, adalah orang-orang bodoh yang tidak memahami ayat-ayat yang telah diulang-ulang oleh Allah dengan berbagai macam, dan tidak mendalami rahasianya serta kewajiban untuk mengutamakannya dari manfaat dunia.
Adapun mereka yang mengetahui apa yang diisyaratkan oleh ayat-ayat itu, dan akibat baik dari mengikuti petunjuknya, adalah orang-orang yang mengetahui hakikat Al-Quran dengan jelas, di samping kandungannya berupa pengulangan yang baik, yang dikuatkan dengan hujah dan keterangan.
Sesuai dengan makna ayat bahwa relevansi ayat ini dengan pendidikan adalah bahwa kita dituntut untuk selalu dan banyak membaca dan juga belajar dalam rangka menuntut ilmu, agar kita tidak mudah terpengaruh atau sesat dari jalan Allah dan beriman kepada-Nya.
B. Tafsir Surah Al-A’raf Ayat 169
فَخَلَفَ مِنۢ بَعۡدِهِمۡ خَلۡفٞ وَرِثُواْ ٱلۡكِتَٰبَ يَأۡخُذُونَ عَرَضَ هَٰذَا ٱلۡأَدۡنَىٰ وَيَقُولُونَ سَيُغۡفَرُ لَنَا وَإِن يَأۡتِهِمۡ عَرَضٞ مِّثۡلُهُۥ يَأۡخُذُوهُۚ أَلَمۡ يُؤۡخَذۡ عَلَيۡهِم مِّيثَٰقُ ٱلۡكِتَٰبِ أَن لَّا يَقُولُواْ عَلَى ٱللَّهِ إِلَّا ٱلۡحَقَّ وَدَرَسُواْ مَا فِيهِۗ وَٱلدَّارُ ٱلۡأٓخِرَةُ خَيۡرٞ لِّلَّذِينَ يَتَّقُونَۚ أَفَلَا تَعۡقِلُونَ ١٦٩
Artinya:
“Maka datanglah sesudah mereka generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat, yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata: “Kami akan diberi ampun”. Dan kelak jika datang kepada mereka harta benda dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan mengambilnya (juga). Bukankah perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka, yaitu bahwa mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar, padahal mereka telah mempelajari apa yang tersebut di dalamnya? Dan kampung akhirat itu lebih bagi mereka yang bertakwa. Maka apakah kamu sekalian tidak mengerti.”
Lahirlah dari Bani Israil yang terdiri dari orang saleh dan durjana itu suatu golongan generasi yang mewarisi Taurat. Yakni generasi yang mengetahui isi Taurat itu dan mengerti hukum-hukum yang ada di dalamnya, sesudah wafatnya generasi tua. Padahal mereka lebih mementingkan harta dan kemewahan duniawi, sekalipun harus memakan barang haram, suap, menjual belikan agama dan berpilih kasih dalam memberi keputusan. Mereka mengatakan, “Kami akan diampuni, Allah tak akan menghukum kami atas perbuatan ini. Bukankah kita ini adalah kekasih-kekasih-Nya, dan keturunan-keturunan Nabi-Nya. Juga umat yang dipilih-Nya dari sekalian umat manusia.” Semua itu hanyalah berupa angan-angan dan khayalan yang menyesatkan. Sementara itu mereka tetap tenggelam dalam dosa-dosa mereka, dan tidak ingin berhenti dari perbuatan-perbuatan mereka yang durjana.
Apabila datang kepada mereka harta lain seperti yang telah mereka ambil dengan cara yang batil terdahulu, mereka pasti akan mengambil harta itu pula tanpa banyak pertimbangan tentang halal-haramnya. Padahal, mereka tahu bahwa Allah menjanjikan ampunan hanyalah bagi mereka yang mau bertobat, yaitu orang-orang yang berhenti dari perbuatan dosa dengan rasa menyesal dan takut kepada Tuhan, memperbaiki apa yang telah mereka rusak.
Setelah itu, Allah pun memberi jawaban kepada mereka atas persangkaan mereka yang mengatakan, “kami akan diampuni”, sedang mereka tetap saja berbuat zalim dan kerusakan, bahkan mereka lebih mencintai dunia. Mereka telah dilarang merubah kitab itu dan mengganti hukum-hukum yang ada padanya. Padahal mereka benar-benar telah mempelajari kitab itu dan paham isinya. Jadi mereka tentu ingat akan pengharaman memakan harta orang lain secara batil dan berbuat dusta atas nama Allah.
Dan Allah mengatakan bahwa negeri akhirat itu dengan segala isinya merupakan kenikmatan bagi orang-orang yang menghindari kemaksiatan, akan lebih baik daripada harta benda dunia. Apakah kalian tidak mengerti semua itu, padahal itu semua telah jelas, bagi siapa pun yang akalnya belum tertutup oleh keinginan-keinginan nafsu, dan hatinya belum buta oleh harta benda dunia. Jadi itu semua merupakan isyarat bahwa cinta kepada harta dunia itulah yang telah merusak mental Bani Israil, dan membuat mereka lebih menyukai kenikmatan duniawi, sehingga lenyaplah kesadaran mereka.
Dalam tafsir Ibnu Katsir dikatakan bahwa generasi Yahudi yang datang ini, mereka itu mewarisi (Taurat) akan tetapi diselewengkan untuk mencari keuntungan dunia semata. Bahkan mereka mengatakan, kami dijamin akan diampuni dan bila ada tawaran lagi untuk kepentingan dunia, mereka terima lagi, padahal mereka telah disumpah dalam perjanjian kitab Taurat. Mereka tidak boleh mengatakan sesuatu atas nama Allah kecuali yang baik, mereka juga telah mempelajari isi kitab. Sedang tempat yang disediakan Allah di akhirat itu jauh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa.
Mereka menukarkan kebenaran ajaran dan hukum agama Allah dengan kepentingan dan kekayaan dunia, dan mereka merasa tetap akan mudah diampuni dosa dan penyelewengan mereka itu. Jadi kapan saja bila ditawarkan kepada mereka kekayaan dengan syarat menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, mereka tidak merasa keberatan dusta atas nama agama Allah, asalkan dapat keuntungan dunia dan kekayaan, yang berarti mereka mempermainkan agama dan tidak bersungguh-sungguh dalam agama Allah, yang berarti tidak ada Iman.
Adapun kaitan ayat ini dengan pendidikan adalah bahwa, apabila kita mendapatkan ilmu, maka janganlah ilmu itu kita selewengkan atau disalahgunakan demi kepentingan pribadi ataupun untuk mencari keuntungan dan sebagainya. Akan tetapi amalkanlah dan gunakanlah ilmu yang kita peroleh dari hasil belajar itu di jalan yang benar dan mengharapkan rida dari Allah SWT.
C. Tafsir Surah Ali-Imran Ayat 79
مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَن يُؤۡتِيَهُ ٱللَّهُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحُكۡمَ وَٱلنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُواْ عِبَادٗا لِّي مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلَٰكِن كُونُواْ رَبَّٰنِيِّۧنَ بِمَا كُنتُمۡ تُعَلِّمُونَ ٱلۡكِتَٰبَ وَبِمَا كُنتُمۡ تَدۡرُسُونَ ٧٩
Artinya:
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah”. Akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.”
Ayat ini menjelaskan bahwa tidak patut bagi seseorang yang telah diberinya oleh Allah Al-Kitab, hikmah dan kenabian lalu meminta-minta orang menyembahnya tanpa Allah atau menyembahnya bersama-sama dengan Allah. Jika hal yang demikian tidak patut bagi seorang nabi atau rasul, maka lebih-lebih bagi seorang lain yang bukan nabi atau rasul. Karena itu berkata Hasan Al-Bashri: “tidak patut bagi seorang Mukmin meminta dari orang lain untuk menyembahnya.” Janganlah seperti ahli Kitab yang menyembah para pendeta-pendetanya.
Celaan Allah terhadap para rahib dan pendeta yang disembah oleh pengikut-pengikutnya itu tidak menjangkau para rasul dan para ulama yang diikuti dan diturut oleh pengikut-pengikutnya karena Nabi dan Rasul ini hanya memerintahkan apa yang diperintahkan oleh Allah dan menyampaikan kepada umatnya apa yang dirisalahkan dan diwahyukan kepada mereka. Dan melarang apa yang dilarang oleh Allah. Karena para Rasul itu adalah utusan Allah kepada hamba-hamba-Nya, menyampaikan apa yang diamanatkan kepada mereka tugas yang telah dilaksanakannya dengan sebaik-baiknya.
Allah memberi tahu para rasul itu untuk mengajak umat manusia agar menjadi ahli ibadah dan bertakwa (rabbaniyin) sesuai dengan apa yang mereka pelajari dan ketahui dari Al-Quran dan kitab-kitab Allah. Sekali-kali rasul itu tidak pernah mengajak umat manusia untuk menjadikan malaikat dan nabi sebagai Tuhan yang disembah, bahkan para rasul itu tidak menyuruh orang menyembah selain Allah, apakah itu seorang nabi atau seorang malaikat. Para Rasul itu hanya menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukannya.
Sesuai dengan ayat ini bahwa dalam belajar apabila kita mempunyai ilmu yang tinggi dan berpengetahuan luas maka janganlah kita sesekali untuk sombong kepada orang lain, ingin dipuji atau ingin disanjung oleh orang lain, akan tetapi kita hendaknya selalu bersikap rendah hati dan tidak sombong kepada orang lain. Dan ilmu yang telah kita pelajari itu hendaknya kita amalkan dalam bentuk ibadah dan bertakwa kepada Allah SWT.
D. Tafsir Surah Al-Qalam Ayat 37
أَمۡ لَكُمۡ كِتَٰبٞ فِيهِ تَدۡرُسُونَ ٣٧
Artinya:
“Atau adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan Allah) yang kamu membacanya?”
Kata “tadrusun” berarti mempelajari atau meneliti sesuatu guna diambil manfaatnya. Dalam konteks ini, “tadrusun” adalah membahas dan mendiskusikan kitab suci untuk mengambil informasi dan pesan-pesan yang dikandungnya. Pertanyaan yang menyangkut adanya kitab suci yang mereka baca dan pelajari merupakan sindiran terhadap orang-orang musyrik Mekah karena seandainya mereka memiliki kitab suci, mereka juga tidak bisa membacanya karena kebanyakan dari mereka buta huruf.
Sesuai dengan ayat di atas, bahwa dalam pendidikan di sekolah kita harus banyak membaca buku-buku atau sumber pelajaran dan juga kita harus membahas serta mendiskusikan materi pelajaran yang diajarkan kepada kita. Hal itu bertujuan agar kita bisa mengambil manfaat dari apa yang telah kita pelajari dan diskusikan tersebut. Bisa mengambil informasi dari pelajaran tersebut dan juga bisa mengambil pesan-pesan yang ada di dalam pelajaran tersebut.
E. Tafsir Surah Saba’ Ayat 44
وَمَآ ءَاتَيۡنَٰهُم مِّن كُتُبٖ يَدۡرُسُونَهَاۖ وَمَآ أَرۡسَلۡنَآ إِلَيۡهِمۡ قَبۡلَكَ مِن نَّذِيرٖ ٤٤
Artinya:
“Dan Kami tidak pernah memberikan kepada mereka kitab-kitab yang mereka baca dan sekali-kali tidak pernah (pula) mengutus kepada mereka sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun.”
Kata “yadrusuunaha” rambil dari kata “darasa” yang berarti membaca secara perlahan disertai dengan upaya sungguh-sungguh untuk memahami, yakni mempelajari dengan tekun. Selanjutnya Firman Allah: “sekali-kali tidak pernah (pula) mengutus kepada mereka sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun”. Yang dimaksud adalah pengutusan yang bersifat menyeluruh mencakup semua manusia. Karena itu pernyataan ayat ini tidak bertentangan dengan kehadiran Nabi Ibrahim dan Ismail AS. yang juga diutus kepada masyarakat Mekah, sebab risalah mereka itu adalah risalah yang terbatas. Dapat juga Ayat di atas dipahami dalam arti Allah belum pernah mengutus seorang pemberi peringatan pun kepada masyarakat Mekah, sebelum Nabi Muhammad SAW yakni sejak masa Isa AS.
Ibnu Katsir mengatakan dalam Tafsirnya bahwa, sebelum Al-Quran tidak pernah ada kitab suci kepada mereka (orang-orang Arab) dan tidak pula pernah datang seorang rasul kepada mereka sebelum Muhammad, padahal mereka mengharap-harapkan dan selalu berkata: “andaikan datang kepada kami seorang Rasul atau diturunkan kitab kepada kami, niscaya kami akan menjadi lebih berhidayah dari orang lain”. Akan tetapi sesudah harapan mereka itu menjadi kenyataan dan datanglah seorang rasul (Muhammad) dengan membawa sebuah kitab (Al-Quran), mereka mengingkarinya, menentangnya dan mendustakannya, padahal mereka itu belum menerima sepersepuluh dari apa yang telah Allah berikan kepada umat-umat terdahulu sebelum mereka yang telah mendustakan rasul-rasul-Nya.
Sesuai dengan ayat ini bahwa dalam pendidikan di sekolah, kita dituntut untuk bersungguh-sungguh dan tekun dalam mengikuti proses pembelajaran, dengan kata lain kita harus tekun dalam menuntut ilmu. Sehingga ilmu yang telah dipelajari itu bisa dicerna dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa di dalam Al-Quran Allah SWT telah menjelaskan kepada kita semua tentang ayat-ayat yang berkenaan dengan pendidikan seperti Surat Al-An’am ayat 105, Al-A’raf ayat 169, Ali-Imran ayat 79, Saba’ ayat 44 dan Al-Qalam ayat 37 seperti yang telah kami bahas dalam uraian di atas. Di mana di dalam ayat-ayat tersebut kita dapat mengambil pelajaran ataupun pedoman dalam menjalani kehidupan, khususnya dalam kegiatan belajar mengajar (pendidikan di sekolah).
B. Saran
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu pemakalah mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan dan pelajaran bagi pemakalah untuk tulisan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mustafa Al-Maraghi. 1992. Tafsir Al-Maraghi Jilid 9. Semarang: CV. Toha Putra Semarang.
A. Mudjab Mahali. 2002. Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Quran Surah Al-Baqarah dan An-Nas. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Jalaluddin Al-Mahalliy dan Jalaluddin As-Suyuthi. 1990. Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul. Bandung: Sinar Baru.
Jalaluddin as-Suyuthi. 2008. Asbabun Nuzul: Sebab Turunnya Ayat Al-Quran Terjamah. Jakarta: Gema Insani.
M. Quraish Shihab. 2002. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran volume 11. Jakarta: Lentera Hati.
Salim Bahreisy dan Said Bahreisy. 1990. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid II. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Salim Bahreisy dan Said Bahreisy. 1990. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid III. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Salim Bahreisy dan Said Bahreisy. 1990. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid IV. Surabaya: PT Bina Ilmu.