Makalah Pancasila Sebagai Dasar Negara

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Pancasila Sebagai Dasar Negara ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan yang berjudul Makalah Pancasila Sebagai Dasar Negara ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Pancasila Sebagai Dasar Negara ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Pancasila Sebagai Dasar Negara ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Indonesia, April 2024
Penyusun

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai negara merdeka, Indonesia harus memiliki dasar negara. Adapun dasar negara itu haruslah berupa suatu falsafah yang menyimpulkan kehidupan dan cita-cita bangsa dan negara Indonesia yang merdeka. Di atas dasar itulah akan didirikan gedung Republik Indonesia sebagai perwujudan kemerdekaan politik menuju pada kemerdekaan ekonomi, sosial, dan kebudayaan. Landasan atau dasar itu harus kuat dan kukuh agar gedung yang berdiri di atasnya dapat tegak selama-lamanya. Landasan harus pula tahan uji terhadap serangan baik dari dalam maupun luar negeri.

Sidang BPUPKI telah menerima secara bulat Pancasila sebagai dasar negara Indonesia Merdeka. Dalam keputusan sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tercantum secara resmi dalam Pembukaan UUD RI. Undang-Undang Dasar yang menjadi sumber ketatanegaraan harus mengandung unsur-unsur pokok yang kuat yang menjadi landasan hidup bagi seluruh bangsa dan negara agar peraturan dasar itu tahan uji sepanjang masa. Peraturan-peraturan selanjutnya yang disusun untuk mengatasi dan menyalurkan persoalan-persoalan yang timbul berhubung dengan penyelenggaraan dan perkembangan negara harus didasarkan dan berpedoman pada Undang-Undang Dasar. Peraturan-peraturan yang bersumber pada UUD itu disebut peraturan-peraturan organik, yang menjadi pelaksana dari UUD.

Pancasila tercantum dalam UUD 1945 dan bahkan menjiwai seluruh isi peraturan dasar tersebut yang berfungsi sebagai dasar negara sebagaimana jelas tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, semua peraturan perundang-undangan Republik Indonesia yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah Republik Indonesia haruslah pula sejiwa dengan Pancasila (dijiwai oleh dasar negara Pancasila). Isi dan tujuan dari peraturan perundang-undangan RI tidak boleh menyimpang dari jiwa Pancasila.

Pancasila adalah seperangkat nilai luhur yang terangkum dalam lima butir sila. Pancasila merupakan dasar dan ideologi negara kita, Indonesia. Sebagai dasar dan ideologi negara, Pancasila menjadi petunjuk untuk membuat aturan hukum, menjadi pedoman penataan kehidupan bernegara, menjadi penuntun berperilaku dan bertindak, dan sebagainya. Pancasila diambil dari nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia yang sudah ada sejak dahulu kala, sebelum Indonesia merdeka dan sebelum Pancasila dijadikan dasar negara. Karena itu, Pancasila sebenarnya merupakan bagian dari kepribadian asli bangsa Indonesia. Pancasila sudah menjadi bagian dari budaya dan kehidupan bangsa Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah tentang Pancasila sebagai Dasar Negara ini adalah sebagai berikut:

  1. Apa pengertian Pancasila sebagai dasar negara?
  2. Bagaimana sejarah perumusan Pancasila?
  3. Apa hakikat Pancasila?
  4. Apa dasar hukum penetapan Pancasila sebagai dasar negara?
  5. Apa saja nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara?

C. Tujuan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah tentang Pancasila sebagai Dasar Negara ini adalah sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui pengertian Pancasila sebagai dasar negara.
  2. Untuk mengetahui sejarah perumusan Pancasila.
  3. Untuk mengetahui hakikat Pancasila.
  4. Untuk mengetahui dasar hukum penetapan Pancasila sebagai dasar negara.
  5. Untuk mengetahui nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pancasila sebagai Dasar Negara

1. Pengertian Pancasila

Ditinjau dari asal-usulnya, kata “Pancasila” berasal dari bahasa Sanskerta yang mengandung dua suku kata, yaitu panca dan syila. Panca berarti lima dan syila dengan huruf i yang dibaca pendek mempunyai arti satu sendi, dasar, alas atau asas. Sedangkan syila dengan pengucapan i panjang (syi:la) berarti peraturan tingkah laku yang baik, utama atau yang penting. Dengan demikian Pancasila dapat diartikan berbatu sendi lima, atau lima tingkah laku utama, atau pelaksanaan lima kesusilaan Pancasyila Krama).

Apabila ditinjau dari segi kesejarahan (historis), istilah Pancasila pertama kali ditemukan dalam agama Budha. Dalam kitab Tri Pitaka, Pancasila diartikan sebagai lima aturan kesusilaan yang dipatuhi dan dilaksanakan oleh seluruh penganut agama Buddha. Dalam kitab Vinaya Pitaka, yang merupakan salah satu bagian dari kitab Tri Pitaka, disebut ada lima pantangan atau lima larangan yang wajib dihindari oleh setiap pemeluk Budha, yaitu: menghindari pembunuhan, menghindari pencurian, menghindari perzinaan, menghindari kebohongan, menghindari makanan dan minuman yang memabukkan yang menyebabkan ketagihan.

Masuknya agama Buddha ke Indonesia turut membawa ajaran Pancasila tersebut. Pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit di bawah Raja Hayam Wuruk istilah Pancasila dimasukkan dalam kitab Negara Kertagama karya Empu Prapanca. Dalam buku tersebut dituliskan “Yatnanggegwani Pancasyiila Kertasangskarbhisekaka Krama” yang artinya raja menjalankan ke lima pantangan (Pancasila) dengan setia. Istilah Pancasila juga dapat kita jumpai dalam sebuah kitab Sutasoma karya Empu Tantular. Dalam buku itu terdapat istilah Pancasila yang diartikan sebagai pelaksanaan kesusilaan yang lima (Pancasila Krama), yaitu:

  1. Tidak boleh melakukan kekerasan.
  2. Tidak boleh mencuri.
  3. Tidak boleh berwatak dengki.
  4. Tidak boleh berbohong.
  5. Tidak boleh mabuk minuman keras.

Menjelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, istilah Pancasila kembali mencuat ke permukaan. Pada sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang pertama tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno dalam pidatonya mengatakan “… namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa, namanya Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.” Setelah berakhirnya sidang BPUPKI tersebut dibentuklah Panitia Sembilan yang pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil merumuskan “Piagam Jakarta”. Pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah Indonesia merdeka, PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) menetapkan rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia sebagaimana terdapat Pembukaan UUD 1945, alinea IV dengan urutan sebagai berikut:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Persatuan Indonesia.
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Pengertian Dasar Negara

Dasar negara adalah dasar untuk mengatur penyelenggaraan ketatanegaraan suatu negara dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan. Dasar negara merupakan falsafah negara yang berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum. Falsafah negara atau dasar negara menjadi sikap hidup, pandangan hidup bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Dasar negara yang digunakan di Indonesia adalah Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara atau disebut juga dengan dasar falsafah negara berarti Pancasila digunakan sebagai dasar dalam mengatur dan menyelenggarakan pemerintahan negara.

B. Sejarah Perumusan Pancasila

Perumusan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia tidak terlepas dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk merebut kemerdekaan. Pada masa pendudukan Jepang tahun 1942, awalnya bangsa Indonesia menyambut baik kedatangan Jepang. Rupanya kedatangan Jepang tidak mengubah nasib bangsa ke arah yang lebih baik, bahkan sebaliknya, ternyata lebih kejam daripada pemerintah Hindia Belanda. Maka di daerah-daerah muncul perlawanan terhadap Jepang.

Pada tahun 1943 posisi Jepang semakin genting karena menghadapi gempuran tentara Sekutu. Di samping itu, mereka juga menghadapi perlawanan di setiap daerah. Kondisi semacam ini dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia untuk mendesak Jepang agar bersedia memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Desakan tersebut ternyata mendapatkan respons dari pemerintah Jepang. Pada tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Koyso menjanjikan kemerdekaan kelak di kemudian hari. Untuk meyakinkan bangsa Indonesia terhadap janji tersebut. dibentuklah BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Zyunbi Tyoshakai pada 1 Maret 1945. Anggota BPUPKI ini terdiri dari 60 anggota berasal dari Indonesia, 4 anggota keturunan Cina, satu anggota keturunan Belanda dan satu anggota dari keturunan Arab. Dalam salah satu sidang BPUPKI, tepatnya tanggal 1 Joni 1945, telah diadakan pembicaraan mengenai dasar negara Indonesia.

Dalam sidang tersebut Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya dan mengemukakan lima prinsip yang sebaiknya dijadikan dasar negara Indonesia Merdeka, yaitu:

  1. Kebangsaan Indonesia.
  2. Internasionalisme atau perikemanusiaan.
  3. Mufakat atau demokrasi.
  4. Kesejahteraan sosial.
  5. Ketuhanan.

Ir. Soekarno kemudian menegaskan bahwa kelima alas itu dinamakan Pancasila. Setelah Sidang I BPUPKI berakhir dibentuklah Panitia Kecil atau Panitia Sembilan untuk merumuskan ide dasar negara dengan bahan utama yang telah dibicarakan dalam sidang BPUPKI. Pada tanggal 22 Juni 1945 panitia kecil bersidang dan berhasil merumuskan Piagam Jakarta, yaitu:

  1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Persatuan Indonesia.
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

(Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Zyunbi Inkai pada tanggal 7 Agustus 1945. Tugas semula dari panitia ini adalah mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan serah terima kemerdekaan yang direncanakan pada tanggal 24 Agustus 1945. Namun dengan takluknya Jepang kepada Sekutu. maka pada tanggal 14 Agustus terjadi kekosongan kekuasaan di Indonesia. Kesempatan yang baik dan sempit itu akhirnya dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia untuk melakukan langkah besar dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Sehari setelah kemerdekaan, tanggal 18 Agustus 1945, PPKI bersidang dan berhasil menetapkan:

  1. Memilih Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
  2. Mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam UUD 1945 inilah rumusan Pancasila yang sah sebagai dasar negara dapat kita temui, yaitu dalam Pembukaan UUD 1945, alinea IV dengan rumusan sebagai berikut.

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Persatuan Indonesia.
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

C. Hakikat Pancasila

Bicara tentang hakikat sesuatu berarti membicarakan hal-hal yang hakiki atau mendasar. Demikian juga halnya dengan upaya memahami hakikat Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Berdasarkan catatan sejarah, tujuan bangsa Indonesia merumuskan Pancasila adalah untuk menjadi Dasar Negara Republik Indonesia. Sebagai dasar negara, Pancasila digali dari falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pada hakikatnya Pancasila mempunyai dua pengertian pokok, yaitu sebagai dasar negara dan sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Oleh karena Pancasila memiliki keluasan arti filosofis maka dari dua pengertian pokok tersebut dapat dikembangkan beberapa pengertian, antara lain sebagai berikut.

1. Pancasila sebagai Dasar Negara

Pancasila bukan lahir secara mendadak pada 1945, melainkan melalui proses yang panjang yang didasari oleh sejarah perjuangan bangsa Indonesia serta melihat pengalaman bangsa-bangsa lain. Akan tetapi, Pancasila tetap berakar pada kepribadian dan gagasan bangsa Indonesia sendiri. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia atau disebut juga dengan dasar falsafah negara atau ideologi negara, menunjukkan bahwa Pancasila digunakan sebagai dasar dalam mengatur pemerintahan negara dan penyelenggaraan negara.

Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara, sebagaimana yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, merupakan sumber tertib hukum tertinggi yang mengatur kehidupan negara dan masyarakat. Hal ini mengandung makna bahwa Pancasila sebagai kaidah dasar negara bersifat mengikat dan memaksa. Maksudnya, Pancasila mengikat dan memaksa segala sesuatu yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum negara Republik Indonesia agar setia melaksanakan, mewariskan, mengembangkan, dan melestarikan nilai-nilai Pancasila. Jadi, semua warga negara, penyelenggara negara, dan segala macam peraturan perundang-undangan yang ada harus bersumber dan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Dengan demikian, jelaslah bahwa kedudukan Pancasila adalah sebagai Dasar Negara Republik Indonesia yang mempunyai fungsi pokok sebagai ideologi negara.

Adapun pokok kaidah negara yang fundamental atau mendasar adalah Pembukaan UUD 1945, di dalamnya terdapat Pancasila. Itulah sebabnya seluruh isi UUD 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara Republik Indonesia semuanya bersumber dan merupakan penjabaran dari sila-sila Pancasila sebagai pokok kaidah negara Indonesia yang fundamental. Bahkan, pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan penjabaran dari nilai-nilai Pancasila.

2. Pancasila sebagai Pandangan Hidup

Fungsi pokok Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia adalah sebagai pegangan hidup, pedoman hidup, dan petunjuk arah bagi semua kegiatan hidup dan penghidupan bangsa Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia. Hal ini berarti semua sikap dan perilaku setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran pengamalan sila-sila Pancasila.

Hakikat Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia adalah semua sila dalam Pancasila merupakan pencerminan atau gambaran dari sikap dan cara pandang manusia Indonesia terhadap keagamaan (Ketuhanan Yang Maha Esa), terhadap sesama manusia (Kemanusiaan yang adil dan beradab), terhadap bangsa dan negaranya (Persatuan Indonesia), terhadap pemerintahan demokrasi (Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan), dan terhadap kepentingan bersama (Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia).

3. Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia

Kepribadian, artinya gambaran tentang sikap dan perilaku atau amal perbuatan manusia. Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia, berarti Pancasila merupakan gambaran tertulis dari pola sikap dan perilaku, atau gambaran tentang pola amal perbuatan bangsa Indonesia yang khas yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain. Ciri-ciri khas kepribadian bangsa Indonesia tercermin dalam sila-sila Pancasila, yaitu bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan dan kesatuan bangsa, berjiwa musyawarah mufakat untuk mencapai hikmat kebijaksanaan, dan bercita-cita mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

4. Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia

Istilah “Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia” ini muncul dalam pidato kenegaraan Presiden Soekarno di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) pada 16 Agustus 1967. Pancasila dinyatakan sebagai perjanjian luhur seluruh rakyat Indonesia, yang berarti Pancasila harus dibela untuk selama-lamanya. Perjanjian luhur yang dimaksud telah dilakukan pada 18 Agustus 1945, yakni pada saat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) (sebagai wakil seluruh rakyat Indonesia) menetapkan dasar negara Pancasila secara konstitusional dalam Pembukaan UUD 1945.

5. Pancasila sebagai Cita-cita dan Tujuan Bangsa Indonesia

Dasar negara Pancasila yang dirumuskan dan terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, juga memuat cita-cita dan tujuan nasional. Cita-cita dan tujuan nasional itu kemudian dijabarkan dalam tujuan pembangunan nasional. Gambaran tentang Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia tampak dalam rincian dan tujuan bangsa dan negara Indonesia dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu:

  1. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
  2. memajukan kesejahteraan umum;
  3. mencerdaskan kehidupan bangsa;
  4. ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

D. Dasar Hukum Penetapan Pancasila sebagai Dasar Negara

Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara dan ideologi negara bukan karena kebetulan dan secara tiba-tiba. Akan tetapi, sudah direncanakan dan disiapkan bangsa Indonesia sebelum membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dasar hukum yang menetapkan bahwa Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara dikeluarkan setelah Indonesia merdeka. Peraturan perundang-undangan (dasar hukum) Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara dikeluarkan agar Pancasila benar-benar mengikat seluruh warga negara Indonesia secara hukum dan secara moral. Dasar hukum tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 mengesahkan UUD 1945 sebagai UUD yang sah merupakan landasan konstitusional negara Republik Indonesia. Di dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 ditegaskan bahwa pembentukan pemerintahan negara Indonesia dilandasi oleh Pancasila.
  2. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menegaskan berlakunya kembali UUD 1945 yang berarti Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara dan ideologi negara.
  3. Instruksi Presiden No. 12 Tahun 1968 yang menegaskan tentang rumusan Pancasila yang benar dan sah yang berarti Pancasila ditegaskan sebagai dasar negara dan ideologi negara.
  4. Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang pen­ cabutan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa) dan penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara dinyatakan bahwa Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Catatan risalah/penjelasan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Ketetapan tersebut menyatakan bahwa dasar negara yang dimaksud dalam Ketetapan ini di dalamnya mengandung makna sebagai ideologi nasional sebagai cita-cita dan tujuan negara.

E. Nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Negara

Pancasila sebagai suatu ideologi mengandung nilai-nilai yang disaring dan digali dari nilai-nilai luhur dan kepribadian bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut memberikan pengaruh bentuk sikap dan perilaku yang positif. Nilai dapat diartikan sebagai kualitas atau isi dari sesuatu. Orang yang akan menilai berarti menimbang sesuatu. Artinya, suatu kegiatan manusia rang menghubungkan sesuatu dengan sesuatu untuk selanjutnya mengambil suatu keputusan. Keputusan tersebut dapat menggambarkan apakah sesuatu itu berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, religius atau tidak religius. Sesuatu dikatakan bernilai apabila ia mempunyai kegunaan, keberhargaan (nilai kebenaran), keindahan (nilai estetis), kebaikan (nilai moral atau etis) maupun mengandung unsur religius (nilai agama). Sesuatu yang bernilai akan selalu dihargai dan dihormati di manapun sesuatu itu berada.

Suatu contoh, sebatang emas akan tetap menjadi barang yang dicari dan diminati orang banyak, walaupun berada di tempat yang kotor sekalipun, karena emas dianggap sebagai barang yang berharga. Demikian pula seseorang yang selalu mematuhi dan menjalankan ketentuan-ketentuan agama akan selalu dihormati oleh orang lain karena orang itu mencerminkan nilai-nilai religius. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Sila pertama Pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” mengandung dua pengertian pokok, yaitu tentang Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, yaitu zat yang maha kuasa, yang menciptakan alam semesta. Oleh karena itu, Tuhan sering disebut Causa Prima, yaitu penyebab pertama yang tidak disebabkan lagi. Tuhan selaku Causa Prima mempunyai sifat yang abadi, yang sempurna, yang kuasa, tidak berubah, tidak terbatas, Dzat yang mutlak yang adanya tidak terbatas, pengatur segala tertib alam. Sedangkan Yang Maha Esa dapat diartikan yang Mahasatu atau yang Mahatunggal, dan tidak ada yang mempersekutukan-Nya. Hal ini berarti Tuhan tidak tersusun dari beberapa unsur. Ia esa pada dzat-Nya, esa pada sifat-Nya dan esa dalam perbuatan-Nya. Oleh sebab itu, tidak satu pun yang dapat menyamai-Nya, Dia dzat yang Mahasempurna.

Dengan demikian, Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung pengertian bahwa bangsa Indonesia percaya dan takwa kepada Tuhan: Yang Maha Esa, Tuhan Pencipta Alam Semesta beserta isinya. Kepercayaan dan ketakwaan tersebut mengandung pengertian selalu berusaha menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. menurut ajaran agama dan kepercayaannya masing-masing. Ketuhanan Yang Maha Esa juga mengandung makna monoteisme yang absolut. yaitu dzat yang senantiasa memberikan berkat dan rahmat-Nya kepada umat manusia, pencipta segala sesuatu yang ada, pengatur alam semesta. dialah dzat yang maha tunggal dan tiada sekutu bagi-Nya.

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa juga mengandung arti bahwa bangsa dan negara Republik Indonesia dalam hidup dan kehidupannya harus benar-benar meyakini dan menyadari akan kekuasaan Tuhan yang bersifat mutlak tidak terbagi, sehingga sila ini mempunyai kedudukan yang terpuncak, yang teramat luhur dan mulia. Untuk memperkuat sila Ketuhanan Yang Maha Esa maka dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 1 disebutkan “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa” dan ayat 2 “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu”. Hal ini berarti negara Indonesia yang terdiri dari ratusan juta jiwa mempunyai keyakinan sesuai dengan agama yang dianutnya dan menghendaki adanya kerukunan antarumat beragama.

2. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Kemanusiaan yang adil dan beradab mencerminkan sifat hakiki manusia sebagai makhluk sosial (homo socius). Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yang merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan melengkapi manusia dengan jasmani dan rohani, yang keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan sering disebut pribadi manusia. Manusia tanpa unsur rohani adalah mati karena tidak mempunyai arti apa-apa, tidak punya rasa, keinginan, daya pikir maupun roh atau nyawa. Manusia dengan segala kesempurnaan rohani, tanpa jasmani hanya merupakan sekumpulan keinginan-keinginan, perasaan dan cita-cita yang tak mungkin untuk diwujudkan karena manusia itu tanpa bentuk dan tanpa sarana untuk mencapai cita-citanya.

Adil dalam pengertian yang objektif diartikan sebagai apa adanya. Seseorang dikatakan adil apabila memberikan kepada seseorang sesuai dengan haknya. Memperlakukan seseorang dengan pilih kasih dan berat sebelah bisa dikatakan sebagai perlakuan tidak adil. Dengan demikian, perang yang bersikap adil tentunya tidak akan mempunyai sifat yang sewenang-wenang. Beradab berasal dari kata adab yang diartikan budaya, sedangkan beradab berarti berbudaya. Manusia yang beradab berarti manusia yang tingkah lakunya selalu dijiwai oleh nilai-nilai kebudayaan. Dan nilai budaya merupakan nilai-nilai yang luhur yang dijunjung tinggi oleh manusia. Oleh sebab itu, nilai-nilai luhur tersebut dapat dijadikan pedoman dan tuntunan dalam kehidupan sehari-hari.

Kemanusiaan yang adil dan beradab merupakan suatu kebulatan pengertian yang lengkap tentang manusia. Hal ini berarti di samping sebagai makhluk individu manusia juga sebagai makhluk sosial, di mana keduanya harus ditempatkan pada tempat yang sesuai. Kemanusiaan yang adil dan beradab dapat pula diartikan sebagai suatu penghargaan dan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia yang luhur, tanpa membeda-bedakan perbedaan keyakinan hidup, status sosial, politik, ras, warna kulit, keturunan, bahasa, agama, budaya, adat-istiadat maupun suku.

3. Sila Persatuan Indonesia

Sila Persatuan Indonesia terdiri dari dua kata yang penting yaitu persatuan dan Indonesia. Persatuan berasal dari kata satu, yang berarti utuh, tidak pecah-belah. Sedangkan persatuan mengandung pengertian disatukannya berbagai macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kesatuan. Keanekaragaman masyarakat Indonesia diharapkan dapat diserasikan menjadi satu dan utuh, tidak bertentangan antara yang satu dengan yang lain. Indonesia dapat diartikan secara geografis, atau dapat dilihat sebagai bangsa. Indonesia dalam pengertian geografis adalah bagian bumi yang membentang dari 95–141 derajat Bujur Timur dan 6 derajat Lintang Utara sampai dengan 11 derajat Lintang Selatan. Sedangkan Indonesia dalam pengertian bangsa adalah suatu bangsa yang secara politis hidup dalam wilayah tersebut.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persatuan Indonesia mengandung arti persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia. Persatuan yang didorong untuk mencapai kehidupan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Persatuan Indonesia mengandung arti kebangsaan (nasionalisme), yaitu bangsa Indonesia harus memupuk persatuan yang erat antara sesama warga negara, tanpa membeda-bedakan suku atau golongan serta berdasarkan satu tekad yang bulat dan satu cita-cita bersama. Kebangsaan Indonesia bukanlah kebangsaan yang sempit, yang hanya mengagungkan bangsanya sendiri dan merendahkan bangsa lain, tetapi kebangsaan yang menuju persaudaraan dunia, yang menghendaki bangsa-bangsa saling menghormati dan saling menghargai.

4. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan

Untuk menjelaskan sila ini ada beberapa kata perlu dipahami, yaitu kerakyatan, hikmat kebijaksanaan, permusyawaratan, dan perwakilan. Kerakyatan berasal dari kata “rakyat” yang berarti sekelompok manusia yang mendiami suatu wilayah tertentu. Kerakyatan berarti suatu prinsip yang mengakui bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Kerakyatan juga sering disebut kedaulatan rakyat. Hal ini berarti rakyatlah yang berkuasa, rakyatlah yang memerintah atau sering disebut dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.

Hikmat kebijaksanaan mempunyai arti suatu sikap yang dilandasi penggunaan akal sehat dan selalu mempertimbangkan kepentingan persatuan dan kesatuan. Kepentingan rakyat akan dijamin dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab serta didorong itikad baik sesuai dengan hati nurani. Permusyawaratan berarti suatu tata cara yang khas bagi bangsa Indonesia untuk merumuskan atau memutuskan sesuatu berdasarkan kehendak rakyat sehingga tercapai keputusan berdasarkan mufakat. Pelaksanaan dari kebenaran ini, memerlukan semangat mengutamakan kepentingan nasional dibandingkan kepentingan daerah, golongan maupun pribadi. Hal ini merupakan itikad yang baik dan ikhlas dilandasi pikiran yang sehat, ditopang oleh kesadaran bahwa kepentingan bangsa dan negara mengalahkan kepentingan yang lain.

Perwakilan berarti suatu tata cara untuk mengusahakan ikut sertanya rakyat mengambil bagian dalam urusan negara. Bentuk keikutsertaan itu ialah badan-badan perwakilan, baik pusat maupun daerah. Keanggotaan badan-badan perwakilan itu ditentukan melalui suatu pemilihan yang bersifat langsung, umum, bebas, dan rahasia.

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung arti bahwa rakyat dalam menjalankan kekuasaannya, dilakukan melalui perwakilan. Keputusan-keputusan yang diambil oleh wakil-wakil rakyat dilakukan melalui musyawarah yang dipimpin oleh akal sehat Berta penuh rasa tanggung jawab baik kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun kepada rakyat yang diwakilinya.

5. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Keadilan sosial adalah keadaan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik material maupun spiritual. Artinya, keadilan itu tidak untuk golongan tertentu saja tetapi untuk seluruh masyarakat Indonesia, tanpa membedakan kekayaan, jabatan maupun suku tertentu. Keadilan sosial dapat diartikan suatu pengaturan yang tepat dari suatu masyarakat nasional yang bertujuan untuk memupuk dan mendorong perkembangan segenap kemampuan yang setinggi mungkin dari seluruh kepribadian anggota masyarakat. Seluruh rakyat Indonesia adalah setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia baik yang mendiami wilayah kekuasaan Republik Indonesia maupun warga negara yang berada di negara lain. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah setiap rakyat Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik. ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Pengertian adil juga mencakup pengertian adil dan makmur.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai dasar negara, Pancasila menjadi sumber nilai, norma, dan kaidah bagi segala peraturan hukum dan perundang-undangan yang dibuat dan berlaku di Indonesia. Termasuk peraturan yang harus bersumber pada Pancasila adalah konstitusi negara baik yang tertulis (UUD) maupun yang tak tertulis (konvensi). Sebagai dasar negara, secara hukum Pancasila memiliki kekuatan mengikat terhadap semua WNI. Pengertian mengikat ialah bahwa ketentuan mengenai pembuatan segala peraturan dan hukum untuk bersumber pada Pancasila bersifat wajib dan imperatif (memaksa). Dengan kata lain, tidak boleh ada satu pun peraturan di Indonesia termasuk juga konstitusi yang bertentangan dengan Pancasila. Sebagai dasar negara, Pancasila sudah menjadi kesepakatan nasional sebagai sumber dari segala sumber hukum yang bersifat tetap dan tidak dapat diubah-ubah lagi.

Pancasila sebagai dasar negara artinya Pancasila sebagai sumber kaidah hukum konstitusional yang mengatur negara beserta unsur-unsurnya. Di samping itu, Pancasila juga memiliki kekuatan mengikat secara hukum, baik tertulis ataupun hukum dasar tidak tertulis dalam praktik penyelenggaraan negara. Pancasila merupakan sarana yang sangat ampuh untuk mempersatukan keanekaragaman Bangsa Indonesia. Istilah Pancasila sudah ada sejak jaman dahulu, yaitu pada saat masuknya agama Budha ke Indonesia, di mana Pancasila diartikan berbatu sendi lima atau tingkah laku yang utama. Ada beberapa rumusan dasar negara, baik dari para tokoh maupun dalam Piagam Jakarta. Namun rumusan Pancasila yang sah dan benar hanya terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV. Pancasila sebagai dasar negara dapat diartikan Pancasila menjadi dasar atau pedoman dalam penyelenggaraan negara.

B. Saran

Dalam kehidupan sehari-hari, kita diharapkan dapat bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan sila-sila dalam Pancasila. Untuk dapat memahami masalah ini terlebih dulu kita paham arti Pancasila di negara kita.

DAFTAR PUSTAKA

Daman, Rozikin. 1992. Pancasila Dasar Falsafah Negara. Bandung: PT Raja Grafindo Persada.

Darmodihardjo, Dardji, dkk. 1978. Santiaji Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.

Emran, Ali. 1982. Pokok-pokok Materi Kuliah Pancasila. Bandung: IKIP.

Heuken, A. SJ dkk. 1988. Ensiklopedi Populer Politik Pembangunan Pancasila. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka.

Kaelan. 2002. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.

Kansil, C.S.T. Drs. S.H. dan Kansil, Christine. 2003. Modul Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: PT Pradya Paramita.

Notonagoro. 1971. Pancasila secara Ilmiah Populer. Jakarta: Bina Aksara.

Pasha, Mustaka Kamal. 2002. Pancasila dalam Tinjauan Historis, Yuridis, dan Filosofis. Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri.

Syarbaini, Syahrial. 2000. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Cetakan Pertama. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Download Contoh Makalah Pancasila Sebagai Dasar Negara.docx