KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Dampak Perubahan Sosial ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Makalah Sosiologi yang berjudul Makalah Dampak Perubahan Sosial ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Dampak Perubahan Sosial ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Dampak Perubahan Sosial ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.
Indonesia, Oktober 2024
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kajian Sosiologis, mengenal pula adanya hukum sebab-akibat. Sebagaimana telah Anda pelajari sebelumnya bahwa perubahan terjadi karena adanya kehidupan, dan berdampak pada kehidupan yang baru. Dengan demikian setelah ada penyebab perubahan, kemudian berdampak pada kehidupan masyarakat yang mengalami perubahan tersebut. Perubahan sosial budaya yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, berdampak pada perubahan perilaku masyarakat itu sendiri dalam kesehariannya. Masyarakat harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan tersebut, karena jika tidak dapat menyesuaikan diri, maka akan menjadi korban dari perubahan sosial budaya tersebut. Adapun dampak dari perubahan sosial budaya tersebut dapat bersifat positif, namun dapat juga berdampak negatif. Berdampak positif apabila perubahan tersebut membawa ke arah kebaikan dan kemajuan yang berarti dalam tatanan kehidupan masyarakat. Sedangkan berdampak negatif apabila perubahan itu membawa dampak yang destruktif atau negatif bagi masyarakat.
Menanggapi terjadinya perubahan sosial budaya dalam masyarakat, maka perlu ditumbuhkan sikap kritis terhadap makna perubahan tersebut. Sikap kritis ini dapat ditumbuhkan baik melalui kritik ke dalam maupun kritik ke luar. Kritik ke dalam maksudnya menganalisis masalah sosial budaya masyarakat yang menjadi faktor pendorong perubahan. Sedangkan kritik ke luar dimaksudkan untuk mengkritisi pengaruh luar yang masuk sehingga menimbulkan perubahan. Dalam pandangan yang kritis, akan ditemukan titik di mana faktor dalam bertemu dengan faktor luar kemudian bertemu dalam momentum yang tepat maka terjadilah apa yang disebut perubahan. Bagaimana dampak perubahan sosial bagi kehidupan masyarakat, bagaimana sikap masyarakat, dan bagaimana pula perilaku masyarakat sebagai dampak perubahan tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah tentang Dampak Perubahan Sosial ini adalah sebagai berikut:
- Apa pengertian modernisasi?
- Apa pengertian globalisasi?
- Apa saja dampak dari perubahan sosial?
- Apa saja akibat dari perubahan sosial dan budaya?
- Bagaimana perilaku masyarakat sebagai dampak perubahan sosial?
- Bagaimana sikap kritis terhadap dampak perubahan sosial?
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah tentang Dampak Perubahan Sosial ini adalah sebagai berikut:
- Untuk mengetahui pengertian modernisasi.
- Untuk mengetahui pengertian globalisasi.
- Untuk mengetahui dampak perubahan sosial.
- Untuk mengetahui akibat perubahan sosial dan budaya.
- Untuk mengetahui perilaku masyarakat sebagai dampak perubahan sosial.
- Untuk mengetahui sikap kritis terhadap dampak perubahan sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Modernisasi
Salah satu bentuk nyata dari perubahan adalah modernisasi, yakni perubahan sosial budaya yang terarah yang didasarkan pada suatu perencanaan. Modernisasi merupakan suatu persoalan yang harus dihadapi masyarakat yang bersangkutan, oleh karena proses tersebut meliputi bidang-bidang yang sangat luas yang menyangkut proses disorganisasi, masalah-masalah sosial, konflik antar-kelompok, hambatan-hambatan terhadap perubahan, dan lain sebagainya. Suatu modernisasi akan mengakibatkan disorganisasi dalam masyarakat, terlebih jika modernisasi tersebut menyangkut nilai-nilai masyarakat dan norma-norma masyarakat. Dalam proses modernisasi, tercakup suatu transformasi total dari kehidupan bersama yang tradisional atau pra-modern dalam artian teknologi dan organisasi sosial, ke arah pola-pola ekonomis dan politis sebagaimana halnya yang terjadi di negara-negara Barat.
Ketika kita mendengar kata “modern”, maka sepintas kemudian kita membayangkan adanya peralatan yang serba modern, dan tatanan kehidupan modern. Namun demikian, lebih jauh lagi bahwa modernisasi tidak sekedar menyangkut aspek yang materiil saja, melainkan juga aspek-aspek yang immateriil, seperti pola pikir, tingkah laku, dan lain sebagainya. Dengan demikian kita dapat mendefinisikan bahwa, modernisasi merupakan proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk dapat hidup sesuai dengan tuntutan masa kini. Dalam ilmu sosiologi modernisasi merupakan dampak dari rasa nafsu manusia dalam mencari kebutuhan hidupnya. Dengan demikian modernisasi akan membelenggu masyarakat dalam budaya konsumtif, hedonisme, dan lain sebagainya. Jika kita telusuri tentang batasan modernisasi, maka akan ditemukan kompleksitas tentang definisi tersebut tergantung dari sudut mana kita memandangnya.
Modernisasi secara umum menyangkut perubahan dari cara-cara tradisional menuju masyarakat yang maju mengikuti perkembangan masyarakat lainnya yang telah dianggap lebih dahulu maju. Misalnya modernisasi di Indonesia dalam teknologi, banyak meniru kemajuan teknologi yang telah dicapai negara-negara Eropa dan Amerika. Secara lebih rinci, dapat dikemukakan beberapa konsep modernisasi dan globalisasi menurut para ahli adalah sebagai berikut.
1. Konsep Modernisasi dalam Arti Khusus
Menurut Piotr Sztompka, konsep modernisasi dalam arti khusus yang disepakati teoretisi modernisasi di tahun 1950-an dan tahun 1960-an, didefinisikan dalam tiga cara, yaitu historis, relatif, dan analisis.
a. Historis
Menurut definisi historis, modernisasi sama dengan westernisasi atau amerikanisasi. Dalam hal ini, modernisasi dilihat sebagai gerakan menuju ciri-ciri masyarakat yang dijadikan model. Seperti pendapat tiga tokoh terkemuka, yakni sebagai berikut.
1) Eisenstadt
Secara historis, modernisasi merupakan proses perubahan menuju tipe sistem sosial, ekonomi, dan politik yang telah maju di Eropa Barat dan Amerika Utara dari abad ke-17 hingga 19 dan kemudian menyebar ke negara Eropa lain dan dari abad ke-19 dan 20 ke negara Amerika Selatan, Asia, dan Afrika.
2) Wilbert Moore
Moore mengemukakan bahwa, modernisasi adalah transformasi total masyarakat tradisional atau pra-modern ke tipe masyarakat teknologi dan organisasi sosial yang menyerupai kemajuan dunia Barat yang ekonominya makmur dan situasi politiknya stabil.
3) Chodak
Senada dengan Eisenstdadt dan Moore, Chodak menyatakan bahwa modernisasi merupakan contoh khusus dan penting dari kemajuan masyarakat, contoh usaha sadar yang dilakukan untuk mencapai standar kehidupan yang lebih tinggi.
b. Relatif
Dalam pengertian dan terminologi relatif, modernisasi berarti upaya yang bertujuan untuk menyamai standar yang dianggap modern baik oleh rakyat banyak maupun oleh elite penguasa. Tetapi, standar ini berbeda-beda, tergantung pada “sumber” atau “pusat rujukan” tempat asal prestasi yang dianggap modern. Menurut Tiryakian, pusat modernitas bergeser mulai dari bibitnya, yaitu masyarakat Yunani dan Israel melalui Romawi, Eropa Utara, dan Barat Laut di abad pertengahan, kawasan pengaruh Amerika Serikat, dan kini bergeser ke Timur Jauh, pinggiran Pasifik atau di masa mendatang mungkin kembali ke Eropa.
c. Analisis
Dalam definisi analisis, mempunyai ciri lebih khusus, yaitu melukiskan dimensi masyarakat modern dengan maksud untuk ditanamkan dalam masyarakat tradisional atau masyarakat pra-modern.
2. Konsep Modernisasi Menurut Para Ahli
Beberapa konsep modernisasi menurut para ahli adalah sebagai berikut.
a. Neil Smelser
Smelser melukiskan modernisasi pada enam bidang utama, yakni sebagai berikut.
- Ekonomi, ditandai dengan mengakarnya teknologi dalam ilmu pengetahuan, bergerak dari pertanian substansi ke pertanian komersial, penggantian tenaga binatang dan manusia oleh energi benda mati dan produksi mesin, serta berkembangnya bentuk pemukiman urban dan konsentrasi tenaga kerja di tempat tertentu.
- Politik, ditandai dengan adanya transisi dari kekuasaan suatu sistem hak pilih, perwakilan, partai politik, dan kekuasaan demokratis.
- Pendidikan, meliputi penurunan angka buta huruf dan peningkatan perhatian pada pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan.
- Agama, ditandai dengan adanya sekularisasi.
- Kehidupan keluarga, ditandai dengan berkurangnya peran ikatan kekeluargaan dan makin besarnya spesialisasi fungsional keluarga.
- Stratifikasi, ditandai dengan penekanan pada mobilitas dan prestasi individual daripada status yang diwarisi.
b. Alex Inkeles dan Smith
Inkeles dan Smith menggambarkan adanya tipe kepribadian khusus yang menurut pandangannya sebagai ciri masyarakat modern. Adapun ciri-ciri kepribadian modern menurut kedua tokoh ini adalah sebagai berikut.
- Bebas dari kekuasaan tradisional, anti dogmatis dalam berpikir.
- Memperhatikan masalah publik.
- Terbuka terhadap pengalaman baru.
- Yakin terhadap sains dan nalar.
- Berencana, tanggap berorientasi ke masa depan, mampu menunda kepuasan.
- Aspirasi tinggi, berpendidikan, berbudaya, dan profesional.
c. Soerjono Soekanto
Syarat-syarat suatu modernisasi secara umum menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut.
- Cara berpikir ilmiah.
- Sistem administrasi negara yang baik dan benar-benar mewujudkan birokrasi modern.
- Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur dan terpusat pada suatu lembaga atau badan tertentu.
- Penciptaan iklim yang favourable dari masyarakat terhadap modernisasi dengan cara penggunaan alat-alat komunikasi massa, di mana hal ini dilakukan secara bertahap karena berkaitan dengan sistem kepercayaan masyarakat (belief system).
- Tingkat organisasi yang tinggi, di satu sisi berarti disiplin, sementara di sisi lain berarti pengurangan kemerdekaan.
- Sentralisasi wewenang dalam perencanaan sosial (social planning).
3. Gejala-gejala Modernisasi
Modernisasi sejatinya meliputi bidang-bidang yang sangat kompleks. Mau tidak mau masyarakat harus menghadapi modernisasi. Modernisasi pada awal-awalnya akan mengakibatkan disorganisasi dalam masyarakat. Terlebih lagi bila sudah menyangkut nilai-nilai dan norma-norma masyarakat. Modernisasi bersifat preventif dan konstruktif, memproyeksikan kecenderungan yang ada dalam masyarakat di masa mendatang. Indonesia termasuk negara yang sedang berkembang, sehingga upaya mencapai kemajuan dilakukan dengan berbagai strategi. Kita melaksanakan pembangunan sebagai proses modernisasi untuk mencapai kualitas kehidupan manusia Indonesia agar tidak kalah dengan bangsa-bangsa lain yang sudah maju. Untuk itu, peran aktif masyarakat sangat diperlukan.
Perlu diingat, bahwa dalam melakukan modernisasi kita tidak boleh menghilangkan unsur-unsur asli kebudayaan Indonesia yang masih relevan. Bangsa Indonesia harus selektif mencapai kemajuan, dengan memfilter (menyaring) unsur-unsur kebudayaan dari luar yang tidak sesuai dengan ideologi dan nilai-nilai moral. Modernisasi bukan berarti westernisasi (pembaratan), sebab banyak budaya Barat yang tidak sesuai dengan budaya bangsa kita. Gejala-gejala modernisasi di Indonesia yang bisa diamati mencakup berbagai bidang, yakni sebagai berikut.
a. Gejala Modernisasi di Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gejala yang menyangkut ilmu pengetahuan dan teknologi ditandai dengan penemuan dan pembaharuan berbagai unsur teknologi baru yang dapat meningkatkan kemakmuran rakyat. Misalnya pembuatan pesawat terbang oleh PTDI Bandung, pembuatan sistem air bersih Goa Bribin di Gunung Kidul Yogyakarta dengan menarik air di sungai bawah tanah yang bekerja sama dengan Jerman.
b. Gejala Modernisasi di Bidang Ekonomi
Kemajuan bidang ekonomi mendorong kemajuan bidang industri menggunakan tenaga modern untuk meningkatkan ekspor dan menarik tenaga kerja. Bidang ekonomi yang menyangkut pola produksi, distribusi, dan konsumsi melibatkan seluruh komponen masyarakat. Oleh karena itu, gejala modernisasi yang muncul juga sangat mudah diamati oleh berbagai kalangan masyarakat, baik yang bersikap terbuka, maupun tertutup terhadap gejala modernisasi.
c. Gejala Modernisasi di Bidang Politik dan Ideologi
Upaya demokratisasi yang berasaskan Pancasila dengan mengedepankan persamaan-persamaan hak atas ekonomi, hukum, pendidikan, kesehatan, sosial tanpa diskriminasi, menjadi harapan dan tumpuan bagi segenap lapisan masyarakat. Gejala politik dan ideologi modern bercirikan pemikiran-pemikiran baru tentang ketatanegaraan dan falsafah negara.
d. Gejala Modernisasi di Bidang Agama dan Kepercayaan
Membangun kehidupan agama dan kepercayaan yang mampu memegang keseimbangan antara nilai-nilai keagamaan dan kemajuan, keseimbangan meraih nilai kehidupan dunia dan akhirat. Kemajuan dalam bidang agama dan kepercayaan menyangkut aspek nilai maupun pemikiran yang terbuka terhadap berbagai perubahan, dan menyikapinya secara positif, sehingga ada keseimbangan antara masalah-masalah keduniawian dan masalah-masalah non-keduniawian.
Perubahan sosial terjadi di setiap bagian kehidupan manusia. Mau tidak mau, suka tidak suka, manusia harus menyesuaikan diri terhadap perubahan tersebut. Perubahan-perubahan yang sifatnya positif, harus diterima dengan tangan terbuka. Sementara perubahan sosial budaya yang merugikan nilai-nilai budaya masyarakat dan bangsa harus ditanggulangi. Upaya penanggulangan perubahan negatif bisa dilakukan dengan pengembangan pendidikan moral dan agama. Keduanya menuntun bangsa Indonesia untuk menunjukkan eksistensinya sebagai bangsa yang mempunyai budaya adiluhung.
B. Globalisasi
Konsep globalisasi dapat diartikan sebagai pengglobalan atau penyatuan seluruh aspek kehidupan di dunia ini. Penyatuan ini dilakukan melalui upaya penyeragaman yang mendunia meliputi seluruh negara yang ada. Ketika suatu istilah baru menjadi populer, hal ini seringkali meliputi suatu perubahan penting sebagai bagian dari dunia ini. Ide baru ini dibutuhkan untuk menggambarkan kondisi baru. Sebagai contoh, ketika seorang filsuf, Jeremy Bentham mengistilahkan “internasional” pada tahun 1780, dianggap sebagai suatu pencerahan, dari apa yang merupakan pendalaman dari kenyataan hidup keseharian, yaitu berkembangnya negara/bangsa dan transaksi yang terjadi melintasi batas di antara masyarakat di dunia.
Pada tahun 1980, terjadi perkembangan yang cukup signifikan. Hal ini dilihat dari perbincangan mengenai globalisasi telah tersebar luas. Istilah ini kemudian secara cepat menjadi standar kata-kata di berbagai bidang, baik di lingkungan akademis, jurnalis, politisi, bankir, periklanan, ekonomi, dan hiburan. Lambat-laun, globalisasi menjadi suatu proses hubungan sosial secara relatif yang menemukan tidak adanya batasan jarak dan menghilangnya batasan-batasan secara nyata, sehingga ruang lingkup kehidupan manusia semakin bertambah dengan memainkan peranan yang lebih luas di dalam dunia sebagai satu kesatuan tunggal.
Globalisasi mengharuskan pergerakan barang dan jasa antar-negara di seluruh dunia bergerak bebas dalam perdagangan, tanpa halangan apapun. Bukan hanya barang dan jasa, tetapi juga teknologi, pola konsumsi, pendidikan, nilai budaya, dan lain-lain. Jargon globalisasi muncul dari neoliberalisme yang memiliki agenda restrukturisasi perekonomian dunia. Prinsip dari neoliberalisme adalah menolak campur tangan negara dalam bidang perekonomian, membuka pasar seluas mungkin tanpa menghiraukan masalah kedaulatan, keadilan, dan hak asasi manusia.
Dalam globalisasi ekonomi, hegemoni adalah sesuatu yang selalu dipertanyakan oleh para penentangnya dengan berlandaskan pada kedaulatan dan keadilan. Dalam hal ini, kompetisi penuh melalui konsep pasar bebas merupakan satu-satunya cara untuk bertahan. Siapa yang bisa bertahan dialah yang terbaik (the fittest the best). Kedaulatan negara saja bisa disingkirkan, apalagi kedaulatan rakyat dalam pengelolaan sumber daya alam akan mengalami nasib yang lebih parah lagi. Oleh karena itu, bagaimana sikap kita dalam menyikapi era global ini. Apakah kita akan digilas oleh berbagai perspektif global, atau dapat berperan aktif dalam percaturan global ini.
Proses globalisasi yang berlangsung semenjak akhir abad ke-20 semakin dalam menusuk jantung kehidupan bangsa dan telah menimbulkan pelbagai problematika baru. Adapun problematika yang menjadi tantangan global terhadap eksistensi jati diri bangsa adalah sebagai berikut:
- Pluralitas masyarakat Indonesia tidak hanya berkaitan dengan budaya, tetapi juga dimensi sosial, politik, dan ekonomi masyarakat sehingga proses globalisasi informasi membawa dampak yang sangat kompleks.
- Salah satu dampak globalisasi informasi bagi bangsa Indonesia yaitu dimulai dari timbulnya krisis moneter yang kemudian berkembang menjadi krisis multidimensi. Dalam waktu yang relatif singkat Indonesia mengalami empat kali pergantian pemerintahan. Tidak hanya itu, di era reformasi muncul berbagai macam kerusakan dan pemberontakan yang disertai isu anarkis, SARA, dan separatisme. Isu separatisme dimulai dengan lepasnya provinsi Timor Timur menjadi negara merdeka, kemudian Aceh dan Papua yang masih bergejolak menuntut kemerdekaan. Adapun isu anarkis dan SARA mencuat di beberapa daerah, antara lain kasus Sambas (Kalimantan Barat), Palu (Sulawesi Tengah), dan Ambon (Maluku).
- Kemajuan teknologi informasi telah menjadikan jarak spasial semakin menyempit dan jarak waktu semakin memendek. Akibatnya bagi bangsa Indonesia yang berorientasi pada negara-negara maju, dalam waktu relatif singkat dapat beradaptasi terutama di bidang teknologi, ekonomi, sosial, dan budaya. Akhirnya, tidak menutup kemungkinan timbul kehidupan sosial budaya dalam kondisi persaingan yang sangat tajam, rasa solidaritas semakin menipis, manusia seolah tidak begitu peduli lagi dengan kehidupan orang lain. Bangsa Indonesia yang dulu dipandang sebagai masyarakat yang kuat solidaritasnya, sekarang menjadi masyarakat yang mementingkan diri sendiri, egoisme semakin menonjol, yang mewarnai kehidupan masyarakat.
C. Dampak Perubahan Sosial
Suatu perubahan sosial berdampak pada terciptanya tatanan baru dalam masyarakat. Modernisasi sebagai gejala perubahan sosial memiliki dampak terhadap kehidupan masyarakat dalam tatanan baru. Ada dua dampak modernisasi dan globalisasi bagi masyarakat, yakni dampak positif dan negatif.
1. Dampak Positif Perubahan Sosial
Dampak positif, mengarah pada kemajuan dengan menuju terciptanya masyarakat yang adil dan sejahtera. Hal inilah yang dijadikan harapan masyarakat. Dengan adanya kegunaan yang positif dari modernisasi maka masyarakat dapat mewujudkan ketepatan dalam hidupnya. Dampak positif perubahan sosial budaya yang terjadi akibat modernisasi dan globalisasi antara lain sebagai berikut.
a. Adanya Kemudahan dalam Komunikasi
karena dengan globalisasi maka batas-batas antar-daerah menjadi hilang, seperti dengan maraknya fasilitas handphone yang sekarang ini bisa dengan mudah dijumpai di berbagai lapisan masyarakat.
b. Kemajuan Teknologi di Berbagai Bidang
Hal-hal positif yang berkaitan dengan teknologi sebaiknya diadopsi untuk kepentingan yang bersifat positif. Meskipun tidak bisa dipungkiri di samping dampak positif juga selalu disertai dengan dampak negatif.
2. Dampak Negatif Perubahan Sosial
Dampak negatif, mengarah pada kemunduran, ditandai dengan adanya tindak kriminalitas, konflik sosial, deviasi sosial, serta berbagai masalah sosial lainnya. Hal inilah yang menjadi titik jenuh dari perubahan sosial dalam masyarakat. Adapun dampak negatif dari perubahan sosial budaya yang terjadi akibat modernisasi dan globalisasi yang dapat dijumpai sekarang ini, di antaranya sebagai berikut.
- Bergesernya selera orang ketika dulunya biasa makan nasi, sekarang ini lebih suka makanan siap saji (fast food), seperti McDonald, KFC, Texas, dan lain-lain. Orang tidak lagi memakan makanan demi memenuhi kebutuhan rasa lapar yang dialami, tetapi sekarang ini lebih didominasi oleh adanya rasa gengsi atau prestise yang tinggi apabila makan di restoran terkenal yang merupakan produk dari luar negeri. Hal ini ditengarai juga merupakan dampak dari iklan yang sering ditayangkan di berbagai media, bahwa kalau orang ingin modern maka harus mengikuti gaya hidup modern termasuk dalam hal pola makan yang diakibatkan pada cara-cara dan pola-pola Barat. Ini semua adalah dampak dari adanya globalisasi dan modernisasi di segala bidang.
- Dalam hal pakaian, sekarang ini banyak orang yang kemudian cenderung meniru cara berpakaian ala barat.
- Dalam hal bergaul pun, sekarang ini telah banyak pergaulan bebas yang diadopsi dari cara pergaulan di luar negeri. Seks bebas sekarang ini sudah menjamur. Orang tidak malu lagi bila hidup bersama tanpa nikah. Dalam hal ini bisa dikaji bahwa budaya malu telah bergeser akibat hanya mengejar hedonisme (kesenangan duniawi) sehingga kontrol sosial pun juga sekarang ini sudah sulit untuk ditemui.
- Dalam hal lingkungan, sekarang ini banyak sekali limbah yag mencemari lingkungan akibat perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. Seperti kasus Buyat, di mana warga banyak yang menjadi korban terkena penyakit minamata akibat limbah Mercury yang dihasilkan dari limbah PT Newmont Minahasa Raya yang selama ini dialirkan ke Teluk Buyat telah mencemari ikan dan air di teluk tersebut. Sementara itu warga di sana menggantungkan kehidupan pada hasil ikan tangkapan nelayan serta dalam kehidupan sehari-hari tidak lepas juga memakan ikan yang telah tersebar tersebut.
- Banyak pulau-pulau di Indonesia yang digadaikan kepada perusahaan/ negara asing. Sebagai contoh, Pulau Bintan telah dikontrakkan untuk dikelola Singapura selama 80 tahun. Sampai saat ini baru berjalan 15 tahun. Bisa dibayangkan betapa banyaknya kekayaan Indonesia yang sebenarnya bisa dinikmati banyak orang untuk menyejahterakan kehidupan masyarakat telah terampas oleh dominasi asing begitu saja. Tentu saja ini tidak terlepas dari kurangnya kontrol dari masyarakat atas kebijakan pemerintah daerah setempat yang hanya mencari keuntungan semata. Demikian pula yang terjadi dengan perusahaan Newmont. Selama ini penghasilan besar masuk ke tangan asing juga.
D. Akibat Perubahan Sosial dan Budaya
Akibat perubahan sosial dan budaya yang terjadi tidak jarang berdampak beberapa gejala sosial lainnya yang bisa diamati, misalnya sebagai berikut.
1. Anomie
Anomie, yaitu keadaan di mana seseorang sudah tidak mempunyai pegangan apapun dalam menjalani kehidupan. Nilai-nilai yang ada sudah mulai luntur bahkan hilang sama sekali. Sebagai contoh, maraknya pornografi dan pornoaksi serta munculnya berbagai kasus bunuh diri pada anak dan remaja akhir-akhir ini.
2. Culture Shock atau Keguncangan Budaya
Culture shock atau keguncangan budaya, yaitu keadaan di mana seseorang atau masyarakat tidak siap menerima kebudayaan baru yang sifatnya asing yang tiba-tiba datang. Misalnya, ketika terdapat orang dari desa melakukan urbanisasi ke kota, maka banyak hal baru yang membuatnya terkaget-kaget atau terperangah melihat kehidupan kota dengan berbagai budaya yang berbeda, baik dari segi berpakaian, berbahasa, bekerja, dan sebagainya. Apabila hal ini tidak diantisipasi sebelumnya, maka seseorang atau masyarakat tersebut akan mengalami keguncangan jiwa atau mental dalam menyikapi pola hidup yang berbeda.
3. Culture Lag atau Ketertinggalan Budaya
Culture lag atau ketertinggalan budaya, yaitu kondisi di mana salah satu komponen budaya tidak bisa menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan komponen budaya lainnya yang sudah mengalami perubahan terlebih dahulu. Sebagai contoh, seseorang yang terbiasa merokok di sembarang tempat, ketika ia pergi ke Jakarta di mana terdapat aturan dari Pemda untuk tidak boleh merokok di tempat umum, dan apabila melanggar maka akan dikenai denda atau hukuman. Ketika orang tersebut belum bisa mengikutinya karena belum terbiasa atau beradaptasi di Jakarta, maka dia akan terkena sanksi peraturan tersebut.
Dengan demikian, sudah seharusnyalah sebagai bangsa yang mempunyai tradisi ketimuran, kita tetap mempertahankan nilai-nilai lokal, seperti gotong-royong, keramahan, kesopanan, keagamaan, yang menunjang dalam pola perilaku dalam kehidupan sehari-hari, meskipun harus dengan tegas menghadapi berbagai godaan yang terus saja menerpa, baik dari modernisasi, westernisasi, liberalisasi, dan lain sebagainya.
E. Perilaku Masyarakat sebagai Dampak Perubahan Sosial
Sebagai dampak perubahan sosial, masyarakat akan bersikap dan berperilaku sesuai dengan tuntutan perubahan tersebut. Meskipun terjadi perubahan sosial, tetapi masyarakat pada umumnya tetap mengharapkan adanya kestabilan atau keseimbangan dan harmonisasi dalam kehidupan masyarakat. Keseimbangan dalam masyarakat merupakan situasi yang menjadi harapkan setiap masyarakat. Keseimbangan ini dimaksudkan sebagai situasi di mana lembaga-lembaga kemasyarakatan yang pokok dari masyarakat berfungsi pada tempatnya.
Dalam kondisi yang demikian, individu akan merasakan ketenteraman karena tidak ada benturan dalam norma dan nilai-nilai. Jika muncul gangguan terhadap situasi tenteram tersebut, maka masyarakat dapat menolaknya, atau merubah susunan pranata kemasyarakatan untuk menerima suatu unsur yang baru. Namun demikian, masuknya unsur-unsur baru tersebut dipaksakan oleh suatu kekuatan. Ketika masyarakat tidak dapat menolaknya, oleh karena masuknya unsur-unsur baru tersebut tidak menimbulkan keguncangan, namun pengaruhnya akan tetap ada, namun tidak membahayakan hakikat norma yang ada. Norma-norma dan nilai-nilai sosial tidak akan terpengaruh, dan dapat berfungsi secara wajar. Adapun perilaku masyarakat sebagai dampak perubahan sosial ditunjukkan dengan sikap-sikap sebagai berikut.
1. Penyesuaian atau Adaptasi
Apabila ada stimulus, maka akan menimbulkan respons. Demikian juga ketika terjadi perubahan sosial, maka akan ada sikap-sikap dan perilaku dari masyarakat yang terkena perubahan tersebut, baik yang dengan sengaja menyesuaikan, menerima, menyaring, maupun yang menolaknya. Pada praktiknya, terdapat dua kecenderungan perilaku masyarakat sebagai akibat adanya perubahan sosial budaya. Kedua kecenderungan tersebut adalah sebagai berikut.
a. Adjustment (Penyesuaian)
Penyesuaian merupakan sikap masyarakat yang cenderung mengadaptasikan diri, di mana ketika terjadi ketidakseimbangan dalam masyarakat dapat dipulihkan kembali setelah terjadi suatu perubahan. Karakteristik masyarakat yang seperti ini merupakan karakter masyarakat yang lentur atau tidak kaku, sehingga dengan mudah dapat menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan. Dalam pandangan mereka, perubahan tidak untuk dihindarkan apalagi ditolak, melainkan memerlukan kearifan lokal sehingga dapat menyikapinya dengan bijaksana. Mengingat adanya dua sisi, yakni positif dan negatif, maka masyarakat yang dapat menyesuaikan dengan perubahan harus dapat mengambil sisi positif untuk kemaslahatan kehidupannya. Penyesuaian diri terhadap berbagai perubahan sosial juga dapat dibedakan menjadi dua kriteria, yaitu penyesuaian individu dan penyesuaian lembaga-lembaga kemasyarakatan.
1) Penyesuaian Individu
Penyesuaian ini bersifat individual sebagai reaksi seseorang terhadap perubahan sosial. Penyesuaian ini menunjuk kepada upaya-upaya perorangan untuk menyesuaikan diri dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang telah diubah atau diganti, agar terhindar dari disorganisasi psikologis. Dikenalnya kehidupan dan praktik ekonomi yang berasal dari Barat, menyebabkan semakin pentingnya peranan pranata ekonomi sebagai lembaga produksi, distribusi, maupun konsumsi. Dengan demikian, orang-perorangan, agar tidak mengalami tekanan psikologis, harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan tersebut.
Misalnya, perubahan-perubahan dalam bidang pemerintahan dan administrasi yang menuju ke arah demokrasi. Dengan adanya perubahan tersebut, individu berusaha untuk mendapat pendidikan yang lebih tinggi sebagai bekal hidup dalam suasana yang demokratis, di mana kemampuan yang merupakan unsur terpenting untuk dapat bertahan dan menyesuaikan diri dengan perubahan. Apabila tidak mempunyai bekal pendidikan dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan, maka individu yang demikian hanya akan menjadi “budak” dari perubahan. Individu yang bersangkutan tidak memiliki identitas diri karena tidak mampu melakukan penyesuaian. Akan lain dengan mereka yang dapat menyesuaikan diri dengan situasi baru, maka eksistensinya dalam masyarakat akan dominan.
2) Penyesuaian Lembaga-lembaga Kemasyarakatan
Suatu situasi, di mana masyarakat berhasil menyesuaikan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada dengan keadaan yang mengalami perubahan sosial dan kebudayaan. Penyesuaian yang demikian dinamakan sebagai penyesuaian lembaga.
b. Maladjustment (Ketidakpenyesuaian Sosial)
Maladjusment adalah kebalikan dari adjustment, di mana masyarakat tidak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang memungkinkan terjadinya anomie. Kemampuan dan ketidakmampuan masyarakat dalam menyesuaikan diri, adakalanya diakibatkan oleh adanya pertentangan antara unsur baru dengan unsur lama, dan secara bersamaan mempengaruhi norma-norma dan nilai-nilai yang kemudian berpengaruh pula terhadap warga masyarakat.
2. Disintegrasi dan Reintegrasi
a. Disintegrasi
Dampak perubahan sosial yang destruktif adalah munculnya perpecahan di kalangan masyarakat. Perpecahan dalam konsep umum disebut dengan istilah disintegrasi. Disintegrasi merupakan suatu keadaan di mana tidak ada suatu keserasian pada bagian-bagian dari satu kebulatan. Disintegrasi dapat dirumuskan sebagai suatu proses berpudarnya norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat, hal mana disebabkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Contohnya, ketika dalam lembaga pemerintahan yang sebelumnya bersifat otoriter, kemudian karena adanya suatu revolusi maka berubah menjadi demokratis, maka untuk sementara waktu terjadi disintegrasi antara pihak-pihak yang mempertahankan sistem otoriter dengan pihak-pihak yang menghendaki sistem demokrasi. Padahal sebelumnya, mereka merupakan suatu kebulatan lembaga. Apabila tidak cepat dilakukan upaya penyelesaian oleh pihak-pihak terkait, maka akan menimbulkan disintegrasi fisik yang menyeret
b. Reintegrasi
Adanya kesadaran masyarakat untuk menyatukan pandangan terhadap berbagai perubahan merupakan suatu proses reintegrasi. Dengan demikian, reintegrasi adalah suatu proses pembentukan norma-norma dan nilai-nilai yang baru untuk menyesuaikan diri dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang telah mengalami perubahan. Tahap reintegrasi dilakukan apabila norma-norma dan nilai-nilai yang baru telah melembaga dalam diri warga-warga masyarakat.
Sebagai contoh, disintegrasi yang terjadi pada petani desa di Jawa yang pindah ke kota-kota untuk mencari penghidupan di kota. Di daerah asalnya, mereka merupakan bagian dari masyarakat yang masih tradisional. Sedangkan di kota, mereka dihadapkan pada masyarakat modern yang memiliki pola kehidupan yang berbeda. Muncullah disintegrasi norma-norma dan nilai-nilai yang terjadi pada individu yang mengalami perubahan keadaan sosial budaya tersebut. Adapun sikap dari individu tersebut, dapat menolak ataupun menerima keadaan masyarakat baru yang hendak ia tempati.
Ketika disintegrasi terjadi dengan sangat cepat, misalnya karena adanya revolusi, maka akan muncul hal-hal yang sulit untuk dikendalikan. Dalam keadaan yang demikian reintegrasi tidak dapat terjadi dengan cepat, oleh karena terlebih dahulu harus menyesuaikan diri dengan masyarakat. Dalam situasi ini, akan terjadi suatu keadaan di mana norma-norma yang lama sudah hilang karena disintegrasi tadi, sementara norma-norma baru belum terbentuk. Hal ini menimbulkan krisis norma dan nilai dalam masyarakat. Dalam kondisi demikian, akan dijumpai suatu anomie, yaitu suatu keadaan di mana tidak ada pegangan terhadap apa yang baik dan apa yang buruk, sehingga anggota-anggota masyarakat tidak mampu untuk mengukur tindakan-tindakannya, oleh karena batas-batas tidak ada. Anomie tersebut dapat pula terjadi pada waktu disintegrasi meningkat ke tahap reintegrasi.
3. Penolakan Perubahan Sosial
Terkadang, adanya perubahan tidak disadari oleh masyarakat, sehingga secara tidak sadar pula masyarakat telah berubah dalam tatanan baru. Tetapi apabila perubahan menyangkut hal yang mendasar, terutama yang terkait dengan norma-norma yang berlaku, maka perubahan tersebut akan mengalami hambatan. Itu artinya masyarakat dapat menerima atau tidak terhadap perubahan tersebut. Dengan demikian, tidak semua perubahan diterima dengan baik oleh masyarakat, melainkan ada pula yang ditolak. Menurut Spicer, suatu perubahan akan mengalami penolakan apabila dalam prosesnya perubahan tersebut mengalami hal sebagai berikut.
- Perubahan itu dipaksakan oleh pihak lain yang menghendaki perubahan, sementara masyarakat setempat menolaknya.
- Perubahan sosial budaya yang tidak sejalan dengan norma yang berlaku dan tidak dipahami oleh masyarakat.
- Perubahan sosial budaya tersebut dinilai sebagai ancaman terhadap nilai-nilai yang ada dalam masyarakat setempat.
Dengan demikian, telah berlaku proses penerimaan selektif, karena beberapa perubahan diterima dengan beberapa penyesuaian lainnya memerlukan penundaan yang lama, ada perubahan yang ditolak sepenuhnya, dan ada pula beberapa perubahan lainnya yang hanya diterima sebagian. Penerimaan dan penolakan itu dapat dilihat dalam beberapa contoh sebagai berikut.
- Masyarakat kita menerima jenis jagung orang Indian sepenuhnya.
- Menerima dan memodifikasi tembakau India.
- Menerima sebagian kecil dan menolak sebagian besar budaya luar.
- Menolak agama yang datang dari luar.
- Menerima gaya perumahan dari Spanyol.
- Menerima sebagian seni bangunan masjid, dan lain sebagainya.
4. Penerimaan Perubahan Sosial
Penerimaan terhadap perubahan tidak pernah bersifat menyeluruh, tetapi bersifat selektif dan didasarkan pada beberapa pertimbangan sebagai berikut.
a. Sikap dan Nilai-nilai Khusus yang Terdapat dalam Masyarakat
Dalam sistem sosial, setiap masyarakat memiliki banyak sikap dan nilai-nilai khusus yang berkaitan dengan objek dan kegiatan masyarakat. Perasaan senang atau tidak senang yang sudah mapan dalam masyarakat merupakan faktor yang penting dalam perubahan sosial. Jika objek itu dinilai baik berdasarkan manfaat yang diberikannya, maka perubahan yang diajukan akan diterima dengan baik. Namun jika sebuah objek kebudayaan tradisional dipandang secara intrinsik, yakni dinilai dari sudut objek itu sendiri dan terlepas dari kegunaan yang dapat diberikannya, maka perubahan yang diajukan kurang siap untuk diterima.
Sebagai contoh, pada masyarakat pedesaan biasa mengolah lahan pertanian, misalnya adanya traktor untuk membajak, mesin pemanen, maka masyarakat cenderung selektif dalam menerima perubahan itu. Ada yang langsung menerapkannya terutama mereka yang berpikiran maju, namun ada pula yang menolaknya dengan alasan bahwa pertanian itu adalah tradisional. Jika tidak dilaksanakan secara tradisi, maka dianggap bukan lagi pertanian. Itu berarti dalam masyarakat pertanian terutama yang tradisional masih memegang tradisinya dalam bertani. Bahkan yang lebih parah lagi pada saat sekarang di mana para petani padi selalu merugi karena harga jual tidak sebanding dengan biaya produksi, tetapi petani tatap saja menanam padi. Sangat sulit untuk memanfaatkan lahan pertaniannya untuk menanami jenis tanaman lain yang lebih memberikan keuntungan. Ini tidak lain karena adanya nilai-nilai khusus petani yang sangat sulit untuk diubah.
b. Pembuktian Perubahan Sosial
Suatu perubahan akan diterima secara cepat jika kegunaannya dapat ditunjukkan dengan mudah. Namun demikian, kita baru dapat menentukan kegunaan praktis dari kebanyakan perubahan sosial setelah menerapkannya. Situasi inilah yang memperlambat penerimaan perubahan sosial. Sebagai contoh masih dalam bidang pertanian, di mana pemerintah menawarkan jenis padi baru yang lebih baik karena umurnya pendek tapi buahnya bagus. Meskipun telah diberikan penyuluhan berkali-kali, tetapi masyarakat sulit untuk mencobanya. Mereka baru akan mencoba kalau ada orang lain yang sudah mencoba dan berhasil. Begitu pula pada kasus pupuk tablet yang ditawarkan pemerintah. Para petani tetap saja tidak mau menggunakan pupuk tablet, melainkan sampai sekarang tetap lebih memilih menggunakan pupuk serbuk.
c. Kesesuaian dengan Budaya yang Berlaku
Perubahan akan sangat mudah diterima jika sesuai dengan budaya yang berlaku. Tetapi tidak semua perubahan dapat diterima dengan baik. Ketidaksesuaian perubahan dengan budaya yang berlaku mengejawantahkan sekurang-kurangnya dalam tiga bentuk sebagai berikut.
- Perubahan tersebut bertentangan dengan pola budaya yang ada dalam masyarakat, maka akan menimbulkan setidaknya hal-hal sebagai berikut.
- Perubahan tersebut akan ditolak sebagaimana halnya Amerika menolak komunisme dan budaya timur.
- Perubahan itu diterima dan unsur-unsur budaya yang bertentangan dimodifikasi agar dapat disesuaikan dengan unsur-unsur budaya yang ada dalam masyarakat. Misalnya, perubahan yang menyangkut pemberian kesempatan kerja kepada anak-anak demi terlaksananya kebijakan wajib belajar.
- Perubahan dapat diterima dan pertentangannya dengan budaya yang ada dalam masyarakat disembunyikan, untuk kemudian dikikis melalui proses rasionalisasi.
- Perubahan sosial dapat saja memerlukan pola baru yang belum ada dalam budaya masyarakat. Karena kebanyakan perubahan memerlukan pola-pola baru dalam budaya masyarakat, sehingga diperlukan waktu untuk mengembangkannya. Suatu masyarakat memang pada umumnya mencoba menggunakan perubahan dengan cara lama yang biasa dilakukan. Tetapi jika cara tersebut gagal, barulah masyarakat mencoba cara baru untuk memanfaatkan unsur budaya baru tersebut bagi perkembangan masyarakat.
- Beberapa perubahan merupakan unsur pengganti, bukannya unsur tambahan sehingga kurang siap untuk diterima. Masyarakat lebih mudah menerima perubahan yang dapat ditambahkan ke dalam budaya masyarakat, dan yang tidak memerlukan adanya pengabaian seketika terhadap beberapa unsur budaya yang sudah dikenal. Misalnya, banyak orang-orang Timur telah menerima cara pengobatan dan obat-obatan yang berdasarkan ilmu kesehatan modern, seperti inokulasi, antibiotik, analgesik, bahkan pembedahan karena keberadaannya dapat berdampingan dengan cara pengobatan tradisional. Contoh lain juga dalam bidang kebidanan di mana masyarakat menerima kehadiran bidan untuk mengurus kelahiran anak dan bersama-sama dengan dukun bayi dalam pelaksanaannya. Akan lain halnya apabila bidan merasa anti atas kehadiran dukun bayi, maka masyarakat akan menolaknya.
d. Risiko Perubahan Sosial
Setiap perubahan menimbulkan dampak sosial bagi masyarakat. Dalam pada itu, hampir semua perubahan mengandung risiko besar. Perubahan sosial tidak saja menggoyahkan budaya yang berlaku dalam masyarakat dan merusak nilai-nilai dan kebiasaan yang dihormati, melainkan pula mengandung risiko tertentu. Tidak banyak perubahan yang secara mudah dapat dimasukkan ke dalam kebiasaan yang baru. Kebanyakan perubahan memerlukan modifikasi tertentu dari kebiasaan yang berlaku. Ini menunjukkan bahwa risiko perubahan sangat besar bagi masyarakat, baik mengenai dampaknya yang langsung maupun dampak normatif yang harus disikapinya.
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, pada Pemilu 2004 menerapkan sistem pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat, hal mana sebelumnya melalui parlemen. Di samping itu, ada pula kepentingan pribadi dalam perubahan, karena hampir setiap orang mempunyai kepentingan pribadi baik orang kalangan atas maupun kalangan bawah. Kebanyakan perubahan sosial mengandung ancaman nyata terhadap orang mempunyai kepentingan pribadi. Karena posisinya terancam, maka mereka akan menentang perubahan itu. Contohnya, pemerintah Indonesia yang menerapkan kebijakan menaikkan harga BBM, kemudian banyak pihak yang mendukung dan menolaknya. Mereka yang mendukung adalah masyarakat yang merasa kepentingannya teradopsi, sedangkan bagi mereka yang menolak karena kebijakan itu akan merugikannya baik bagi dirinya maupun kelompoknya.
e. Peranan Agen Perubahan
Perubahan sosial budaya tidak terlepas dari adanya peranan agen perubahan. Para agen perubahan yang berhasil acapkali berupaya menampilkan kesan baik menyangkut perubahan dengan cara mengidentifikasikannya dengan unsur-unsur budaya yang sudah dikenal. Banyak agen perubahan yang merupakan penyimpangan. Seorang non-konformis mungkin saja secara tidak sengaja melahirkan mode, gaya, bahasa, atau gerak tari baru. Para penemu merupakan orang yang senang mengerjakan hal yang aneh-aneh, mereka lebih tertarik pada tantangan ide baru daripada pesona kekayaan. Dalam hal ini, para pembaharu sosial merupakan orang yang jelas merasa kecewa terhadap tatanan lama. Dalam hal ini, misalnya apa yang dilakukan kaum reformis Indonesia yang berusaha mengganti tatanan lama dengan tatanan baru yang dianggap lebih baik. Yang jelas tanpa peranan para penyimpang, tidak mungkin terjadi perubahan sosial budaya. Ini menunjukkan bahwa peranan agen perubahan baik yang bernuansa positif maupun gejala-gejala negatif memiliki kontribusi terhadap perubahan sosial.
f. Efek Sosial dari Perubahan Sosial
Menurut Ogburn, setidaknya ada tiga bentuk efek sosial dari perubahan sosial yaitu:
- Efek beruntun dari sebuah perubahan mekanik.
- Efek sosial budaya lanjutan dari sebuah perubahan. Ini berarti sebuah perubahan menciptakan perubahan baru, lalu perubahan tersebut menimbulkan perubahan selanjutnya.
- Munculnya beberapa pengaruh dari beberapa perubahan secara bersamaan.
F. Sikap Kritis terhadap Dampak Perubahan Sosial
Apabila seseorang mempelajari perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat, perlu diamati ke arah mana perubahan dalam masyarakat tersebut bergerak. Pada umumnya, perubahan meninggalkan faktor yang diubah, namun setelah meninggalkan faktor tersebut, mungkin perubahan itu bergerak kepada suatu bentuk yang sudah ada di dalam waktu yang lampau. Usaha-usaha masyarakat Indonesia ke arah pembaharuan dalam pemerintahan, pendidikan, sistem ekonomi, militer, yang disertai dengan usaha untuk menemukan kembali kepribadian Indonesia, merupakan contoh dari kedua arah yang berlangsung pada waktu yang sama dalam menyikapi pengaruh perubahan sosial budaya dalam masyarakat, dapat bersifat konservatif, progresif, maupun moderat.
1. Konservatif
Pada dasarnya sikap konservatif merupakan suatu sikap yang berusaha mempertahankan keadaan, kebiasaan, dan tradisi yang berlaku dalam masyarakatnya. Seseorang bersifat konservatif karena adanya penyesuaian terhadap perubahan sosial budaya, masih berupaya mempertahankan pola lama, yang telah menjadi tradisi dengan menghindarkannya dari kerusakan dan sikap masa bodoh, sesudah datang perubahan dan pembaharuan.
2. Progresif
Bersifat progresif karena ada hasrat untuk mengganti tradisi lama dengan tradisi yang betul-betul baru. Orang yang memiliki sikap progresif, maka pemikirannya berorientasi ke masa depan atau future oriented terkait dengan dinamika dan perubahan yang berlangsung dalam masyarakat. Orang yang bersikap demikian biasanya dapat menyesuaikan diri dengan perubahan.
3. Moderat
Seseorang yang bersikap moderat selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem, berkecenderungan ke arah jalan tengah, dan dalam pandangannya ia mau mempertimbangkan pada pihak lain. Bersifat moderat berarti mendahulukan sesuatu yang baru daripada yang sudah menjadi tradisi, terutama disebabkan oleh penerapan ilmu pengetahuan positif, sehingga modernisasi merupakan suatu pikiran yang hendak berkuasa mengharmoniskan hubungan antara lembaga-lembaga yang telah lama ada dengan ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki peranan yang penting dalam proses modernisasi, maka cara berpikir yang kritis, sistematis, analitis, logis rasional, pikiran yang merelativiskan segenap nilai sosial budaya, cara berpikir yang mengarah ke desakralisasi dan profanisasi dalam kehidupan yang berpegang teguh kepada kebenaran ilmiah menjadi dasar yang kuat bagi upaya modernisasi tersebut. Artinya, di era modern perlu ditumbuhkan sikap kritis dalam melihat suatu perubahan sosial budaya agar dapat menyesuaikan diri. Sikap kritis di era modern ini menurut Alex Inkeles sebagaimana dikutip Harsojo adalah sebagai berikut.
- Memiliki sikap untuk siap menerima hal-hal atau pengalaman yang baru dan terbuka untuk inovasi dan perubahan
- Memiliki pendapat tentang berbagai masalah yang timbul tidak semata-mata di lingkungan saja, tetapi juga di luar lingkungannya.
- Memiliki orientasi ke masa yang akan datang daripada ke masa silam.
- Mengadakan perencanaan dan pengorganisasian untuk mengatur kehidupan.
- Pentingnya belajar dalam batas-batas tertentu untuk menguasai lingkungan guna mencapai dan memajukan tujuannya.
- Segala sesuatu dapat dilaksanakan dengan perhitungan, dan bahwa lembaga-lembaga yang terdapat dalam masyarakat akan mampu memecahkan segala persoalan.
- Menghargai eksistensi dan kedudukan manusia lain dalam masyarakat.
- Ilmu dan teknologi merupakan hal yang penting bagi dinamisasi kehidupan masyarakat.
- Memahami peranan dan kedudukan dalam masyarakat.
Lebih lanjut menurut Harsojo, saran yang dapat dipakai untuk menghadapi persoalan yang praktis mengenai masalah perubahan sosial sebagai berikut.
- Dalam menerima maupun menolak pengaruh perubahan sosial budaya, masyarakat pada umumnya memakai prinsip kegunaan, artinya apa yang penting baginya akan mendapat sambutan baik.
- Pengaruh baru itu diterima atau ditolak, tergantung pada sistem nilai yang berlaku bagi masyarakat yang menerima, bukan dari sistem nilai masyarakat yang memberi.
- Suatu pembaharuan harus dapat diintegrasikan dalam sistem nilai yang berlaku, artinya bahwa unsur-unsur baru tersebut harus dapat diterima tanpa merusak sistem kebudayaan.
- Jika ada suatu adat-istiadat yang perlu dihilangkan, sedapat mungkin harus ada penggantinya untuk mengurangi terjadinya disintegrasi.
- Apabila perubahan sosial budaya melalui paksaan, di mana ada kelompok yang ditekan maka dapat menimbulkan usaha kontra akulturasi yang sewaktu-waktu dapat meledak dalam suatu gerakan radikal.
- Untuk kepentingan integrasi kebudayaan, tiap-tiap kelompok dalam masyarakat harus sadar akan pentingnya integrasi kebudayaan tersebut.
- Dalam hal mempelajari masalah perubahan sosial budaya perlu memperhatikan soal moral, disintegrasi sosial, dan disintegrasi individual.
- Perubahan sosial budaya perlu mengikutsertakan tokoh-tokoh masyarakat untuk mengurangi disintegrasi sosial.
- Perubahan besar harus mempertimbangkan adanya disintegrasi sosial.
- Perlu disiapkan sarana untuk menangani masalah konflik sosial yang diakibatkan oleh adanya perubahan sosial budaya.
- Dalam melaksanakan perubahan sosial budaya, perlu dipersiapkan sumber daya manusia yang andal.
- Diperlukan adanya mediator dalam menghadapi pertentangan-pertentangan yang diakibatkan oleh adanya perubahan-perubahan sosial budaya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Modernisasi adalah proses mengubah sikap hidup dan tujuan hidup sesuai dengan tuntutan kehidupan masa kini dalam bentuk perubahan sosial yang terarah, didasarkan pada perencanaan yang menyangkut berbagai bidang. Adapun syarat penting untuk melakukan modernisasi adalah kesadaran dan partisipasi masyarakat untuk mencoba melaksanakan metode baru yang sebelumnya belum dikenal. Gejala-gejala modernisasi mencakup berbagai bidang yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi, bidang ekonomi, politik, ideologi, agama, dan lain sebagainya. Adapun perubahan sosial budaya dapat berdampak positif maupun negatif. Sedangkan gejala-gejala sosial sebagai akibat perubahan sosial yang dapat diamati berupa anomie, culture shock, dan culture lag.
Perilaku masyarakat sebagai dampak terjadinya perubahan sosial budaya, dapat berupa: penyesuaian atau adjusment dan ketidakpenyesuaian atau maladjusment. Penyesuaian diri juga dapat dibedakan menjadi dua kriteria, yakni penyesuaian lembaga-lembaga kemasyarakatan dan penyesuaian individual. Proses perubahan sosial budaya memiliki saluran-saluran yang dilalui oleh suatu proses perubahan dalam masyarakat yang pada umumnya adalah lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam bidang pemerintahan, ekonomi, pendidikan, agama, politik, dan lain sebagainya. Namun demikian, tidak semua perubahan diterima dengan baik oleh masyarakat, melainkan ada pula yang ditolak.
Menurut Spicer, suatu perubahan akan mengalami penolakan jika perubahan itu dipaksakan oleh pihak lain, perubahan sosial budaya tidak dipahami oleh masyarakat, dan perubahan sosial budaya tersebut dinilai sebagai ancaman terhadap nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Penerimaan dan penolakan itu dapat dilihat dalam beberapa contoh berikut, yaitu: masyarakat kita menerima jenis jagung orang Indian sepenuhnya, menerima dan memodifikasi tembakau India, menerima sebagian kecil dan menolak sebagian besar budaya luar, menolak agama yang datang dari luar. Efek sosial dari perubahan sosial budaya menurut Ogburn, setidaknya ada tiga bentuk, yaitu efek beruntun dari sebuah perubahan mekanik, efek sosial budaya lanjutan dari sebuah perubahan. Ini berarti sebuah perubahan menciptakan perubahan baru, lalu perubahan tersebut menimbulkan perubahan selanjutnya, dan munculnya beberapa pengaruh dari beberapa perubahan secara bersamaan.
Dalam menyikapi pengaruh perubahan sosial budaya dalam masyarakat harus bersikap kritis. Sikap kritis di era modern ini menurut Alex Inkeles sebagaimana dikutip Harsojo adalah: memiliki sikap untuk siap menerima hal-hal atau pengalaman yang baru dan terbuka untuk inovasi dan perubahan; memiliki pendapat tentang berbagai masalah yang timbul tidak semata-mata di lingkungan saja tetapi juga di luar lingkungannya; memiliki orientasi ke masa yang akan datang daripada ke masa silam; mengadakan perencanaan dan pengorganisasian untuk mengatur kehidupan; pentingnya belajar dalam batas-batas tertentu untuk menguasai lingkungan guna mencapai dan memajukan tujuannya; segala sesuatu dapat dilaksanakan dengan perhitungan dan bahwa lembaga-lembaga yang terdapat dalam masyarakat akan mampu memecahkan segala persoalan; menghargai eksistensi dan kedudukan manusia lain dalam masyarakat; ilmu dan teknologi merupakan hal yang penting bagi dinamisasi kehidupan masyarakat; memahami peranan dan kedudukan dalam masyarakat.
B. Saran
Dalam menyikapi dampak perubahan itu sendiri, maka perlu sikap yang arif dan bijak dari setiap masyarakat, sehingga tidak terjebak pada cara-cara penerimaan yang menimbulkan konflik dan keruntuhan tatanan kemasyarakatan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 1991. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Anggota IKAPI Rineka Cipta.
Richard, L.P. 1965. Social Change. Tokyo: Kogakusho Coy.
Soekanto, Soerjono. 1984. Teori Sosiologi tentang Dampak Perubahan Sosial. Cetakan ke-2. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Soelaeman, M. Munandar. 1998. Dinamika Masyarakat Transisi: Mencari Alternatif Teori Sosiologi dan Arah Perubahan. Yogyakarta: Anggota IKAPI Pustaka Pelajar.
Soemardi, Soelamean dan Selo Sumarjan. 1974. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Sztompka, Piotr. 2004. Sosiologi Dampak Perubahan Sosial. Edisi ke-1. Jakarta: Prenada.