KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Demokrasi Partisipasi ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Makalah PPKn yang berjudul Makalah Demokrasi Partisipasi ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Demokrasi Partisipasi ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Demokrasi Partisipasi ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.
Indonesia, November 2024
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tingginya tingkat pemahaman masyarakat tentang makna demokrasi khususnya dan makna politik umumnya dalam proses penyelenggaraan pemerintahan merupakan salah satu prasyarat dalam pelaksanaan demokrasi partisipasi (participatory democracy). Kemudian, kondisi kehidupan sosial ekonomi masyarakat berada pada taraf menengah atas, sehingga dapat dicegah kemungkinan adanya politik uang (money politic) dalam seluruh proses kegiatan politik. Berdasarkan hal tersebut berperannya lembaga politik dalam meningkatkan pemahaman politik rakyat melalui kegiatan pendidikan politik mutlak diperlukan. Selain itu, adanya konsistensi budaya politik masyarakat yang telah mengalami pergeseran dari budaya politik parokial menuju budaya politik partisipasi terakhir, adanya penyelenggaraan politik ketatanegaraan yang transparan dan akuntabel.
Munculnya wacana bahkan tuntutan untuk melakukan pergeseran paradigma dari demokrasi perwakilan menuju demokrasi langsung atau demokrasi partisipasi itu sendiri karena terjadinya kelemahan pokok dari pelaksanaan demokrasi perwakilan dalam proses penyelenggaraan pemerintahan yang terjadi saat ini. Terakhir, adanya penyelenggaraan politik ketatanegaraan yang transparan dan akuntabel. Ada beberapa permasalahan pemberdayaan masyarakat yang kini dihadapi oleh banyak daerah, baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial, maupun politik. Permasalahan dari aspek ekonomi, di antaranya menyangkut kurang berkembangnya sistem kelembagaan ekonomi untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat, khususnya masyarakat kecil dalam mengembangkan kegiatan usaha ekonomi yang kompetitif. Kemudian, kurangnya penciptaan akses masyarakat pada input sumber daya ekonomi berupa kapital, lokasi berusaha, lahan usaha, informasi pasar, dan teknologi produksi.
Selain itu, lemahnya kemampuan masyarakat kecil dalam membangun organisasi ekonomi masyarakat yang dapat meningkatkan posisi tawar dan daya saingnya. Sedangkan dari aspek sosial, permasalahan tersebut meliputi kurangnya upaya yang dapat mengurangi pengaruh lingkungan sosial budaya yang mendukung masyarakat pada kondisi kemiskinan struktural. Kemudian, kurangnya akses masyarakat untuk memperoleh peningkatan pengetahuan dan keterampilan termasuk informasi. Lantas, kurang berkembangnya kelembagaan masyarakat dan organisasi sosial yang dapat menjadi sarana interaksi sosial. Selain itu, belum mantapnya kelembagaan yang dapat memberikan ketahanan dan perlindungan bagi masyarakat. Lalu, belum berkembangnya kelembagaan yang mampu mempromosikan akses kemanusiaan, keadilan, persamaan hak, dan perlindungan bagi masyarakat. Terakhir belum berkembangnya kepedulian masyarakat terhadap konflik sosial akibat perubahan sosial.
Selanjutnya permasalahan dari aspek politik meliputi kuatnya peran pemerintah dan organisasi politik yang tidak disadari justru telah menekan hak dan kemandirian masyarakat. Kemudian belum matangnya masyarakat dalam menggunakan hak berpendapat dan berorganisasi. Lantas, kurangnya akses pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan publik yang menyangkut kehidupan masyarakat secara langsung.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
- Apa definisi dari demokrasi partisipasi?
- Apa saja prinsip dasar demokrasi partisipasi?
- Apa saja elemen-elemen persyaratan demokrasi partisipasi?
- Bagaimana peran serta masyarakat dalam demokrasi partisipasi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Demokrasi Partisipasi
Demokrasi partisipasi adalah pengambilan keputusan dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam berbagai bidang baik politik, ekonomi, dan sosial. Menyediakan sebuah forum untuk saling tukar gagasan dan prioritas, penilaian akan public interest dalam dinamikanya serta diterimanya proposal-proposal perencanaan. Peran serta masyarakat dengan keterlibatan komunitas setempat secara aktif dalam pengambilan keputusan (dalam perencanaan) atau pelaksanaannya terhadap proyek-proyek pembangunan untuk masyarakat.
Suatu proses yang melibatkan masyarakat umum, dikenal sebagai peran serta masyarakat. Yaitu proses komunikasi dua arah yang berlangsung terus-menerus untuk meningkatkan pengertian masyarakat secara penuh atas suatu proses kegiatan, di mana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisis oleh badan yang berwenang. Secara sederhana partisipasi sebagai feed-forward information (komunikasi dari pemerintah kepada masyarakat tentang suatu kebijakan) dan feedback information (komunikasi dari masyarakat ke pemerintah atas kebijakan itu).
Dari sudut terminologi peran serta masyarakat (partisipasi) dapat diartikan sebagai suatu cara melakukan interaksi antara dua kelompok. Kelompok yang selama ini tidak diikut sertakan dalam proses pengambilan keputusan (non-elite) dan kelompok yang selama ini melakukan pengambilan keputusan (elite). Bahkan yang lebih khusus lagi, peran serta masyarakat sesungguhnya merupakan suatu cara untuk membahas incentive material yang mereka butuhkan. Dengan perkataan lain, peran serta masyarakat merupakan insentif moral sebagai paspor mereka untuk mempengaruhi lingkup-makro yang lebih tinggi, tempat dibuatnya suatu keputusan-keputusan yang sangat menentukan kesejahteraan mereka.
Dari sudut teori politik, terdapat dua paham teori yaitu teori participatory democracy, yang menggugat paham teori elite democracy. Paham elite democracy melihat hakikat manusia sebagai makhluk yang mementingkan diri sendiri, pemburu kepuasan diri pribadi dan menjadi tidak rasional terutama jika mereka dalam kelompok. Oleh karena itu, dalam hal terjadi konflik kepentingan antara kelompok-kelompok dalam masyarakat, maka pembuatan keputusan sepenuhnya merupakan kewenangan dari kelompok elite yang menjalankan pemerintahan. Kalaupun peran serta masyarakat itu ada, pelaksanaannya hanya terjadi pada saat pemilihan mereka-mereka yang duduk dalam pemerintahan.
Peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan berdasarkan sifatnya, yaitu yang bersifat konsultatif dan bersifat kemitraan. Dalam peran serta masyarakat dengan pola hubungan konsultatif antara pihak pejabat pengambil keputusan dengan kelompok masyarakat yang berkepentingan, anggota-anggota masyarakatnya mempunyai hak untuk didengar pendapatnya dan untuk diberi tahu, di mana keputusan terakhir tetap berada di tangan pejabat pembuat keputusan tersebut. Sedang dalam konteks peran serta masyarakat yang bersifat kemitraan, pejabat pembuat keputusan dan anggota-anggota masyarakat merupakan mitra yang relatif sejajar kedudukannya. Mereka bersama-sama membahas masalah, mencari alternatif pemecah.
Ternyata masih banyak yang memandang peran serta masyarakat semata-mata sebagai penyampaian informasi (public information), penyuluhan, bahkan sekedar alat public relation agar proyek tersebut dapat berjalan tanpa hambatan. Karenanya, peran serta masyarakat tidak saja digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, tetapi juga digunakan sebagai tujuan (participation is an end itself).
1. Peran Serta Masyarakat sebagai Suatu Kebijakan
Penganut paham ini berpendapat bahwa peran serta masyarakat merupakan suatu kebijaksanaan yang tepat dan baik untuk dilaksanakan. Paham ini dilandasi oleh suatu pemahaman bahwa masyarakat yang potensial dikorbankan atau terkorbankan oleh suatu proyek pembangunan memiliki hak untuk dikonsultasikan (right to be consulted).
2. Peran Serta Masyarakat Sebagai suatu Strategi
Penganut paham ini mendalilkan bahwa peran serta masyarakat merupakan strategi untuk mendapatkan dukungan masyarakat (public support). Pendapat ini didasarkan kepada suatu paham bahwa bila masyarakat merasa memiliki akses terhadap pengambilan keputusan dan kepedulian masyarakat pada tiap tingkatan pengambilan keputusan didokumentasikan dengan baik, maka keputusan tersebut akan memiliki kredibilitas.
3. Peran Serta Masyarakat sebagai Alat Komunikasi
Peran serta masyarakat didayagunakan sebagai alat untuk mendapatkan masukan berupa informasi dalam proses pengambilan keputusan. Persepsi ini dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa pemerintah dirancang untuk melayani masyarakat, sehingga pandangan dan preferensi dari masyarakat tersebut adalah masukan yang bernilai guna mewujudkan keputusan yang responsif.
4. Peran Serta Masyarakat sebagai Suatu Kebijakan
Dalam konteks ini peran serta masyarakat didayagunakan sebagai suatu cara untuk mengurangi atau meredakan konflik melalui usaha pencapaian konsensus dari pendapat-pendapat yang ada. Asumsi yang melandasi persepsi ini adalah bertukar pikiran dan pandangan dapat meningkatkan pengertian dan toleransi serta mengurangi rasa ketidakpercayaan (misstrust) dan kerancuan (biasess).
5. Peran Serta Masyarakat sebagai Terapi
Menurut persepsi ini, peran serta masyarakat dilakukan sebagai upaya untuk “mengobati” masalah-masalah psikologis masyarakat seperti halnya perasaan ketidakberdayaan (sense of powerlessness), tidak percaya diri dan perasaan bahwa diri mereka bukan komponen penting dalam masyarakat.
B. Prinsip Dasar Demokrasi Partisipasi
Demokrasi partisipasi adalah masyarakat dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan termasuk pada tahapan perencanaan pembangunan di berbagai tingkatan. Dengan demikian diharapkan akan timbul suatu rasa memiliki dan rasa tanggung jawab bersama seluruh masyarakat terhadap pembangunan di daerahnya. Ada beberapa prinsip dasar dari demokrasi partisipasi, yaitu dapat diuraikan sebagai berikut:
- Ajakan berpartisipasi disosialisasikan.
- Tujuan dari demokrasi partisipaif senantiasa diuraikan sejelas mungkin pada tahap awal.
- Akses terhadap seluruh dokumen dan berbagai informasi terkait yang menjadi agenda pembahasan dan pengelolaan pembangunan harus terbuka secara transparan.
- Semua pihak mempunyai fungsi sebagai pengambil keputusan.
- Setiap pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan pembangunan harus memiliki hak yang seimbang untuk menyalurkan aspirasinya pada tingkatan proses pengambilan keputusan.
- Pendanaan yang memadai untuk sebuah proses partisipasi harus disepakati bersama, disediakan dan dipublikasikan.
- Diperlukan fasilitator yang profesional dalam proses pengambilan keputusan.
- Kesepakatan akhir dari kebijakan yang dihasilkan harus dapat dipahami berikut alasannya.
- Proses partisipasi dalam penentuan kebijakan harus dievaluasi secara berkala.
C. Elemen-elemen Prasyarat Demokrasi Partisipasi
Untuk menuju pada pelaksanaan demokrasi langsung atau demokrasi partisipasi (participatory democracy) diperlukan berbagai prasyarat agar dalam pelaksananya tidak menimbulkan chaos. Karena hal itu bisa terjadi sebagai akibat adanya perbedaan kepentingan antara anggota masyarakat, perbedaan kepentingan dan afiliasi politik. Beberapa persyaratan itu adalah, tingginya tingkat pemahaman masyarakat tentang makna demokrasi khususnya dan makna politik umumnya dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Kemudian, kondisi kehidupan sosial ekonomi masyarakat berada pada taraf menengah-atas sehingga dapat dicegah kemungkinan adanya “politik uang” (money politics) dalam seluruh proses kegiatan politik.
Lantas, berperannya lembaga politik dalam meningkatkan pemahaman politik rakyat mellaui kegiatan pendidikan politik. Selain itu adanya konsistensi budaya politik masyarakat yang telah mengalami pergeseran dari budaya politik parokial menuju budaya politik partisipasi. Terakhir, adanya penyelenggaraan politik ketatanegaraan yang transparan dan akuntabel. Munculnya wacana bahkan tuntutan untuk melakukan pergeseran paradigma dari demokrasi perwakilan menuju demokrasi langsung atau demokrasi partisipasi itu sendiri karena terjadinya kelemahan pokok dari pelaksanaan demokrasi perwakilan dalam proses penyelenggaraan pemerintahan yang terjadi saat ini.
D. Peran Serta Masyarakat
1. Peran Serta Masyarakat dalam Komisi
Hadirnya para pakar, wakil Pusat Studi Lingkungan (PSL) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam komisi dipercayai sebagai cermin kesertaan masyarakat. Dan LSM, karena gaya kerja grass-rootnya diasumsikan cukup handal untuk “mendampingi” masyarakat korban dampak lingkungan. Kombinasi berbagai kekuatan di atas, diharapkan membawa wawasan baru dalam keputusan komisi. Skenario ini mestinya sangat logis dan tak perlu diperdebatkan. Hanya saja, bila dicermati mekanisme komisi terkesan sangat elitis, dan karenanya kaum awam di luar komisi hampir tak punya peluang untuk mempersoalkan keputusan-keputusan komisi. Posisi minoritas dan keanggotaan yang bersifat tidak tetap dari wakil LSM dan masyarakat korban, semakin menempatkan keikutsertaan masyarakat dalam posisi yang bersifat diperdebatkan.
Kedudukan sebagai minoritas secara hipotesis akan menyurutkan daya tekan mereka dalam pengambilan keputusan. Keadaan ini semakin diperparah oleh rendahnya derajat pemahaman terhadap masalah lingkungan. LSM, dipandang punya kapasitas untuk memahami masalah yang ada, sementara realitas menunjukkan hal sebaliknya: hanya sedikit manusia pada segelintir LSM yang punya pengetahuan dan kepedulian tentang lingkungan. Secara umum, ada keengganan LSM, atau boleh jadi ketidakmampuan, untuk sedikit peduli dan menekuni Amdal sebagai alternatif cara peningkatan keikutsertaan masyarakat. Sejumlah kasus mengkonfirmasi bahwa LSM cenderung menempuh “jalan lain” dalam gerakan penyadaran lingkungan ketimbang menggarap perannya dalam Komisi Amdal secara lebih serius. Penuntutan ke Pengadilan, boikot, kombinasi tekanan LSM nasional dan internasional, dan melobi ke negara-negara donor.
2. Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang
Di dalam konteks pembangunan yang berwawasan lingkungan seluruh perizinan dan persetujuan dari suatu kegiatan pembangunan harus didasarkan pada perencanaan tata ruang. Karena perencanaan tata ruang memberikan informasi tentang kegiatan-kegiatan tertentu yang melanggar ambang batas daya dukung lingkungan. Paling tidak dalam konteks penataan ruang ini ada dua jenis kebutuhan yang mendasari peran serta masyarakat: pada tahap apa, peran serta dalam penataan ruang diperlukan? Untuk tercapai suatu perencanaan yang responsif, maka keterlibatan masyarakat harus dilakukan sejak awal proses perencanaan itu sendiri yaitu sejak tahap identifikasi permasalahan, aspirasi, serta kebutuhan sampai dengan tahap pelaksanaan rencana tata.
3. Peran Serta Masyarakat Pra Undang-Undang No. 24 Tahun 1992
Ordonansi Pembentukan Kota yang diundangkan pada tahun 1949 (Stadsvorming Ordonnantie/SVO) dan pedoman perencanaan kota yang dituangkan dalam Peraturan menteri Dalam Negeri No.2/1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota, mengatur hal tentang peran serta masyarakat. Peran serta masyarakat dalam SVO mengatur empat hal. Kewajiban Walikota mengumumkan draf rencana kota lewat surat kabar lokal atau surat kabar yang banyak dibaca oleh masyarakat lokal diwilayah objek perencanaan. Hak setiap anggota masyarakat untuk mendapat informasi penataan ruang dan dokumen tata ruang. Hak mengajukan keberatan, kepada Pemerintah Daerah dalam waktu satu bulan setelah diumumkan. Hak untuk mengajukan banding atas keputusan tentang keberatan yang ditolak.
Secara umum kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan peran serta masyarakat yang ada dalam SVO, di dalam praktiknya tidak dilaksanakan. Alasan yang sering dikemukakan dalam melegitimasi penyimpangan ini yaitu, tidak relevannya penggunaan SVO sebagai produk pemerintah kolonial Belanda, di dalam praktik kehidupan bernegara sekarang ini. Alasan yang demikian tentu saja sulit diterima, karena SVO pada saat belum diundangkan UUPR, masih berlaku sebagai hukum positif Sedangkan di dalam Peraturan-Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 2 Tahun 1987, terdapat dua pasal yang berhubungan dengan peran serta masyarakat, yaitu:
- Penyediaan forum terbuka lewat seminar atau diskusi untuk membahas final draf rencana kota. Dalam forum terbuka ini dimungkinkan keterlibatan wakil-wakil anggota masyarakat, di samping sesama instansi pemerintah (vertikal maupun horizontal).
- Kewajiban Pemerintah Daerah untuk memperhatikan aspirasi masyarakat dalam tahap perencanaan dan pelaksanaan rencana tata ruang kota.
Ketentuan peran serta masyarakat dalam Permendap di atas mengandung beberapa kelemahan, yaitu sebagai berikut:
- Tahap peran serta masyarakat walaupun dituliskan dalam tahap perencanaan, memasuki tahap yang telah terlambat yaitu sudah pada tahap draf final rencana tata ruang kota.
- Forum terbuka dalam bentuk diskusi atau seminar sebagai forum yang bersifat resmi, sangat mungkin menghambat masyarakat untuk secara jujur (genuine) mengemukakan pendapatnya.
Tidak berbeda dengan rumusan peran serta dalam VO yang pada umumnya berlaku di atas kertas, rumusan peran serta masyarakat dalam Permendagri No. 2/1987 juga belum secara sungguh dilaksanakan di dalam praktik. Berbagai kasus yang sempat terangkat seperti kasus perubahan rencana tata ruang kota “Henry Ali”, kasus konversi daerah hijau menjadi daerah perumahan dan rekreasi Pantai Indah Kapuk dan perubahan daerah pertanian Tugu, Semarang Barat menjadi daerah industri, keseluruhannya mengabaikan aspirasi dan peran serta masyarakat.
4. Peran Serta Masyarakat Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 1992
Peran serta masyarakat dalam Undang-Undang No. 24/1992 mendapat tempat yang sangat penting. Di dalam Bab Azas dan Tujuan, ditegaskan bahwa penataan ruang berasaskan keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum. Artinya keterbukaan (transperancy) sebagai salah satu asas penting dalam Undang-Undang ini, apabila secara konsisten diterapkan, memungkinkan terwujudnya peran serta masyarakat yang efektif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demokrasi partisipasi adalah pengambilan keputusan dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam berbagai bidang baik politik, ekonomi dan sosial. Menyediakan sebuah forum untuk saling tukar gagasan dan prioritas, penilaian akan public interest dalam dinamikanya serta diterimanya proposal-proposal perencanaan atau dengan kata lain masyarakat dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan termasuk pada tahapan perencanaan pembangunan di berbagai tingkatan.
Dengan demikian diharapkan akan timbul suatu rasa memiliki dan rasa tanggung jawab bersama seluruh masyarakat terhadap pembangunan di daerahnya. Masyarakat dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan termasuk pada tahapan perencanaan pembangunan di berbagai tingkatan. Dengan demikian diharapkan akan timbul suatu rasa memiliki dan rasa tanggung jawab bersama seluruh masyarakat terhadap pembangunan di daerahnya.
B. Saran
Sebagai warga negara Indonesia kita harus memahami berbagai macam demokrasi sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian. (1986). Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia. Jakarta: Garamedia.
Dahl, A Robert. (1985). Dilema Demokrasi Pluralis: Antara Otonomi dan Kontrol. Jakarta: Rajawali Press.
Mayo, B. Henry. (1982). Nilai-nilai Demokrasi. Jakarta: Garamedia.
Rais, Amien. (1986). Demokrasi dan Proses Politik. Jakarta: Seri Prisma.
Roy, C. Macridis. (1983). Cotemporary Political Ideologis. Boston: Little Brown and Company.
Sabarno, Hari. (2002). Formulasi Pemberdayaan Masyarakat dalam Penatalaksanaan Kebijakan Publik menuju Pemerintahan yang Partisipatoris. Jakarta: Simposium.