Makalah Dinamika Penyelenggaraan Negara dalam Konteks NKRI dan Negara Federal

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Dinamika Penyelenggaraan Negara dalam Konteks NKRI dan Negara Federal ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan yang berjudul Makalah Dinamika Penyelenggaraan Negara dalam Konteks NKRI dan Negara Federal ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Dinamika Penyelenggaraan Negara dalam Konteks NKRI dan Negara Federal ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Dinamika Penyelenggaraan Negara dalam Konteks NKRI dan Negara Federal ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Indonesia, April 2024
Penyusun

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara kesatuan adalah negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal, di mana pemerintah pusat adalah yang tertinggi dan satuan-satuan subnasionalnya hanya menjalankan kekuasaan-kekuasaan yang dipilih oleh pemerintah pusat untuk didelegasikan. Bentuk pemerintahan kesatuan diterapkan oleh banyak negara di dunia. Negara kesatuan bertentangan dengan negara federal (federasi).

Federasi atau negara berserikat, dari bahasa Belanda, federatie dan berasal dari bahasa Latin; foeduratio yang artinya “perjanjian”. Federasi pertama dari arti ini adalah “perjanjian” daripada Kerajaan Romawi dengan suku bangsa Jerman yang lalu menetap di provinsi Belgia, kira-kira pada abad ke 4 Masehi. Kala itu, mereka berjanji untuk tidak memerangi sesama, tetapi untuk bekerja sama saja. Di Malaysia, bentuk pemerintahan ini dikenal dengan istilah Persekutuan.

Dinamika penyelenggaraan negara dalam konteks NKRI dan negara federal g sangat menarik untuk dikaji. Meskipun ketika Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ketika pertama kali disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengamanatkan bentuk negara kesatuan sebagai bentuk negara yang baku dan tidak dapat ditawar lagi bagi bangsa Indonesia, akan tetapi dalam perjalanannya tidak semulus yang diperkirakan. Negara kita tercinta pernah mengalami periode di mana konsep negara kesatuan diganti dengan federalisme.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah tentang Dinamika Penyelenggaraan Negara dalam Konteks NKRI dan Negara Federal ini adalah sebagai berikut:

  1. Bagaimana proses penyelenggaraan negara dalam konteks NKRI?
  2. Bagaimana penyelenggaraan negara dalam konteks federal?

C. Tujuan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah tentang Dinamika Penyelenggaraan Negara dalam Konteks NKRI dan Negara Federal ini adalah sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui proses penyelenggaraan negara dalam konteks NKRI.
  2. Untuk mengetahui penyelenggaraan negara dalam konteks federal.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Proses Penyelenggaraan Negara dalam Konteks NKRI

1. Konsep Negara Kesatuan

Menurut C.F Strong dalam bukunya A History of Modern Political Constitution (1963: 84), negara kesatuan adalah bentuk negara yang wewenang legislatif tertinggi dipusatkan dalam suatu badan legislatif nasional. Kekuasaan negara dipegang oleh pemerintah pusat. Pemerintah pusat dapat menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi, tetapi pada tahap terakhir kekuasaan tetap berada di tangan pemerintah pusat.

Pendapat C.F. Strong tersebut dapat dimaknai bahwa negara kesatuan adalah negara bersusunan tunggal, yakni kekuasaan untuk mengatur seluruh daerahnya ada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat memegang kedaulatan sepenuhnya, baik ke dalam maupun ke luar. Hubungan antara pemerintah pusat dengan rakyat dan daerahnya dapat dijalankan secara langsung. Dalam negara kesatuan hanya ada satu konstitusi, satu kepala negara, satu dewan menteri (kabinet), dan satu parlemen. Demikian pula dengan pemerintahan, yaitu pemerintah pusatlah yang memegang wewenang tertinggi dalam segala aspek pemerintahan.

Negara kesatuan mempunyai dua sistem, yaitu sentralisasi dan desentralisasi. Dalam negara kesatuan bersistem sentralisasi, semua hal diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, sedangkan daerah hanya menjalankan perintah-perintah dan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat. Daerah tidak berwewenang membuat peraturan-peraturan sendiri atau mengurus rumah tangganya sendiri. Akan tetapi, dalam negara kesatuan bersistem desentralisasi, daerah diberi kekuasaan untuk mengatur rumah tangganya sendiri (otonomi, swatantra). Untuk menampung aspirasi rakyat di daerah, terdapat parlemen daerah. Meskipun demikian, pemerintah pusat tetap memegang kekuasaan tertinggi.

2. Karakteristik NKRI

Soepomo dalam Sidang BPUPKI, menghendaki bentuk negara kesatuan sejalan dengan paham negara integralistik yang melihat bangsa sebagai suatu organisme. Hal ini antara lain seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Yamin, bahwa kita hanya membutuhkan negara yang bersifat unitarisme dan wujud negara kita tidak lain dan tidak bukan adalah bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bentuk negara kesatuan tersebut didasarkan pada 5 (lima) alasan berikut.

  1. Unitarisme sudah merupakan cita-cita gerakan kemerdekaan Indonesia.
  2. Negara tidak memberikan tempat hidup bagi provinsialisme.
  3. Tenaga-tenaga terpelajar kebanyakan berada di Pulau Jawa sehingga tidak ada tenaga di daerah untuk membentuk negara federal.
  4. Wilayah-wilayah di Indonesia tidak sama potensi dan kekayaannya.
  5. Dari sudut geopolitik, dunia internasional akan melihat Indonesia kuat apabila sebagai negara kesatuan.

Karakteristik Negara Kesatuan Republik Indonesia juga dapat dipandang dari segi kewilayahan. Pasal 25A UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang”. Istilah nusantara dalam ketentuan tersebut dipergunakan untuk menggambarkan kesatuan wilayah perairan dan gugusan pulau-pulau Indonesia yang terletak di antara Samudera Pasifik dan Samudera Indonesia serta di antara Benua Asia dan Benua Australia. Kesatuan wilayah tersebut juga mencakup:

  1. kesatuan politik;
  2. kesatuan hukum;
  3. kesatuan sosial-budaya; serta
  4. kesatuan pertahanan dan keamanan.

Dengan demikian, meskipun wilayah Indonesia terdiri atas ribuan pulau, tetapi semuanya terikat dalam satu kesatuan negara yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Perkembangan Proses Penyelenggaraan NKRI

Sejarah mencatat ada lima periode besar proses penyelenggaraan negara dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, hal tersebut terjadi terutama karena adanya pergantian undang-undang dasar.

a. Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949

Pada periode ini bentuk negara Republik Indonesia adalah kesatuan, dengan bentuk pemerintahan adalah republik dan presiden berkedudukan sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara. Adapun, sistem pemerintahan yang dipakai adalah sistem pemerintahan presidensial.

Dalam periode ini yang dipakai sebagai landasan adalah Undang- Undang Dasar 1945. Akan tetapi dalam praktiknya belum dapat dijalankan secara murni dan konsekuen. Hal ini dikarenakan bangsa Indonesia baru saja memproklamirkan kemerdekaannya. Pada waktu itu semua kekuatan negara difokuskan pada upaya mempertahankan kemerdekaan, yang baru saja diraih, dari rong-rongan kekuatan asing yang ingin kembali menjajah Indonesia.

Dengan demikian, walaupun Undang-Undang Dasar 1945 telah berlaku, namun yang baru dapat diwujudkan hanya presiden, wakil presiden, serta para menteri dan gubernur yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat. Adapun, departemen yang dibentuk untuk pertama kalinya di Indonesia terdiri atas 12 departemen. Provinsi yang baru dibentuk terdiri atas delapan wilayah yang terdiri dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Borneo, Sulawesi, Maluku dan Sunda Kecil.

b. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959

Pada periode ini, Indonesia menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia Tahun 1950 (UUDS 1950) yang berlaku mulai tanggal 17 Agustus 1950. UUDS RI 1950 merupakan perubahan dari Konstitusi RIS yang diselenggarakan sesuai dengan Piagam Persetujuan antara Pemerintah RIS dan Pemerintah RI pada tanggal 19 Mei 1950.

Bentuk negara Indonesia pada periode ini adalah kesatuan yang kekuasaannya dipegang oleh pemerintah pusat. Hubungan dengan daerah didasarkan pada asas desentralisasi. Bentuk pemerintahan yang diterapkan adalah republik, dengan kepala negara adalah seorang presiden yang dibantu oleh seorang wakil presiden. Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali mengisi dua jabatan tersebut.

Sistem pemerintahan yang dianut pada periode ini adalah sistem pemerintahan parlementer dengan menggunakan kabinet parlementer yang dipimpin oleh seorang perdana menteri. Alat-alat perlengkapan negara meliputi Presiden dan Wakil Presiden, menteri-menteri, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung, dan Dewan Pengawas Keuangan. Pada saat mulai berlakunya UUDS RI 1950, dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Sementara yang merupakan gabungan anggota DPR RIS ditambah ketua dan anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat dan anggota yang ditunjuk oleh presiden.

c. Periode 5 Juli 1959 – 11 Maret 1966

Pada periode ini muncul pemikiran di kalangan para pemimpin bangsa Indonesia, yang dipelopori Presiden Soekarno, yang memandang bahwa pelaksanaan demokrasi liberal pada periode yang lalu hasilnya sangat mengecewakan. Sebagai akibat dari kekecewaan tersebut Presiden Soekarno mencetuskan konsep demokrasi terpimpin. Pada mulanya ide demokrasi terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Namun, lama kelamaan bergeser menjadi dipimpin oleh Presiden/Pemimpin Besar Revolusi. Akhirnya, segala sesuatunya didasarkan kepada kepemimpinan penguasa, dalam hal ini pemerintah. Segala kebijakan didasarkan kepada kehendak pribadi dan tidak berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintahan berlangsung otoriter, dan terjadinya pengkultusan individu.

d. Periode 11 Maret 1966 – 21 Mei 1998

Prioritas utama yang dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru bertumpu pada pembangunan ekonomi dan stabilitas nasional yang mantap. Ekses dari kebijakan tersebut adalah digunakannya pendekatan keamanan dalam rangka mengamankan pembangunan nasional. Oleh karena itu, jika terdapat pihak-pihak yang dinilai mengganggu stabilitas nasional, aparat keamanan akan menindaknya dengan tegas. Sebab jika stabilitas keamanan terganggu, maka pembangunan ekonomi akan terganggu. Jika pembangunan ekonomi terganggu, maka pembangunan nasional tidak akan berhasil.

Selama memegang kekuasaan negara, pemerintahan Orde Baru tetap menerapkan sistem pemerintahan presidensial. Akan tetapi, dalam perjalanan pemerintahannya, Orde Baru melakukan beberapa penyimpangan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

e. Periode 21 Mei 1998 – Sekarang

Periode ini disebut juga era reformasi. Gejolak politik di era reformasi semakin mendorong usaha penegakan kedaulatan rakyat dan bertekad untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme yang menghancurkan kehidupan bangsa dan negara. Memasuki masa Reformasi, bangsa Indonesia bertekad untuk menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis. Untuk itu, perlu disusun pemerintahan yang konstitusional atau pemerintahan yang berdasarkan pada konstitusi. Pemerintah konstitusional bercirikan adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan atau eksekutif dan jaminan atas hak asasi manusia dan hak-hak warga negara.

Berdasarkan hal itu, salah satu bentuk reformasi yang dilakukan oleh bangsa Indonesia adalah melakukan perubahan atau amandemen atas Undang-Undang Dasar 1945. Dengan mengamendemen UUD 1945 menjadi konstitusi yang bersifat konstitusional, diharapkan dapat terbentuk sistem pemerintahan yang lebih baik dari yang sebelumnya. Amandemen atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002.

B. Penyelenggaraan Negara dalam Konteks Federalisme

1. Pengertian Negara Federal

Abu Daud Busroh (1990:64) menyatakan bahwa negara federasi adalah negara yang tersusun dari beberapa negara yang semula berdiri sendiri dan kemudian negara-negara tersebut mengadakan ikatan kerja sama yang efektif, tetapi di samping itu negara-negara tersebut masih ingin mempunyai wewenang-wewenang yang dapat diurus sendiri.

Pendapat lain dikemukakan oleh Al Chaidar (2000:61) yang menyatakan bahwa negara federasi berbicara tentang suatu negara besar yang berfungsi sebagai negara pusat dengan suatu konstitusi federal yang di dalamnya terdapat sejumlah negara bagian yang masing-masing memiliki konstitusi sendiri-sendiri. Konstitusi federal mengatur batas-batas kewenangan pusat, sedangkan sisanya dianggap sebagai milik daerah.

Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa negara federasi adalah negara bersusunan jamak, terdiri atas beberapa negara bagian yang masing-masing tidak berdaulat. Kendati negara-negara bagian boleh memiliki konstitusi sendiri, kepala negara sendiri, parlemen sendiri, dan kabinet sendiri, namun yang berdaulat dalam negara federal adalah gabungan negara-negara bagian yang disebut negara federal. Setiap negara bagian bebas melakukan tindakan ke dalam, asal tak bertentangan dengan konstitusi federal. Tindakan ke luar (hubungan dengan negara lain) hanya dapat dilakukan oleh pemerintah federal.

2. Penerapan Federalisme di Indonesia

Federalisme pernah diterapkan di Indonesia pada rentang 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950. Pada masa ini yang dijadikan sebagai pegangan adalah Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949. Berdasarkan konstitusi tersebut bentuk negara kita adalah serikat atau federasi dengan 15 negara bagian. Selain Presiden dan para menteri (kabinet), negara RIS juga mempunyai Senat, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung dan Dewan Pengawas Keuangan sebagai alat perlengkapan negara. Parlemen RIS terdiri atas dua badan yaitu senat dan DPR. Senat beranggotakan wakil dari negara bagian yang ditunjuk oleh pemerintah pusat. Setiap negara bagian diwakili oleh dua orang.

3. Pembubaran Negara RIS

Muncul berbagai reaksi dari berbagai kalangan bangsa Indonesia yang menuntut pembubaran Negara RIS dan kembali kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Akhirnya, pada 8 Maret 1950, Pemerintah Federal mengeluarkan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1950, yang isinya mengatur tata cara perubahan susunan kenegaraan RIS. Dengan adanya undang-undang tersebut, hampir semua negara bagian RIS menggabungkan diri dengan Negara Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta. Negara RIS hanya memiliki tiga negara bagian, yaitu Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur.

Kondisi itu mendorong RIS berunding dengan pemerintahan RI untuk membentuk Negara kesatuan. Pada 19 Mei 1950 dicapai kesepakatan yang dituangkan dalam piagam perjanjian. Disebutkan pula dalam perjanjian tersebut bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia ini menggunakan undang-undang dasar baru yang merupakan gabungan dua konstitusi yang berlaku yakni konstitusi RIS dan juga Undang-Undang Dasar 1945 yang menghasilkan UUDS 1950. Pemerintah Indonesia bersatu ini dipimpin oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta sebagaimana diangkat sebagai presiden dan wakil presiden pertama setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1950, konstitusi RIS diganti dengan Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950. Sejak saat itulah pemerintah menjalankan pemerintahan dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara 1950.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Negara kesatuan adalah negara bersusunan tunggal, yakni kekuasaan untuk mengatur seluruh daerahnya ada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat memegang kedaulatan sepenuhnya, baik ke dalam maupun ke luar. Negara kesatuan dapat dibedakan menjadi dua macam sistem, yaitu sentralisasi dan desentralisasi.

Wujud Negara Kesatuan Republik Indonesia semakin kokoh setelah dilakukan perubahan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dimulai dengan adanya ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang salah satunya adalah tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk final negara bagi bangsa Indonesia.

Negara federasi adalah negara bersusunan jamak, terdiri atas beberapa negara bagian yang masing-masing tidak berdaulat. Kendati negara-negara bagian boleh memiliki konstitusi sendiri, kepala negara sendiri, parlemen sendiri, dan kabinet sendiri, namun yang berdaulat dalam negara federal adalah gabungan negara-negara bagian yang disebut negara federal.

Federalisme pernah diterapkan di Indonesia pada rentang 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950. Pada masa ini digunakan Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949. Berdasarkan konstitusi tersebut bentuk negara kita adalah serikat atau federasi dengan 15 negara bagian.

B. Saran

Keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia akan tetap terjamin, apabila seluruh warga negaranya berperilaku nasionalis dan patriotik.

DAFTAR PUSTAKA

 Kantaprawira, Rusadi. 2004. Sistem Politik Indonesia; Suatu Model Pengantar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Kusnardi, Mohammad dan Hermaily Ibrahim. 198). Pengantar Hukum Tata Negara. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Latif, Yudi. 2012. Negara Paripurna; Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Riyanto, Astim. 2006. Negara Kesatuan: Konsep, Asas, dan Aktualisasinya. Bandung: Yapemdo.

Sahrasad, Al Chaidar Zukfikar Salahudin Herdi. 2000. Federasi atau Disintegrasi; Telaah Wacana Unitaris Versus Federalis Dalam Perspektif Islam, Nasionalisme, dan Sosial Demokrasi. Jakarta: Madani Press.

Sahrasad, Al Chaidar Zukfikar Salahudin Herdi. 2000. Federasi atau Disintegrasi; Telaah Wacana Unitaris Versus Federalis Dalam Perspektif Islam, Nasionalisme, dan Sosial Demokrasi. Jakarta: Madani Press.

Soeharyo, Sulaeman dan Nasri Efendi. 2001. Sistem Penyelenggaraan Pemerintah Negara Republik Indonesia. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.

Strong, C.F. 1960. Modern Political Constitutions. London: Sidgwick &Jackson Limited.

Download Contoh Makalah Dinamika Penyelenggaraan Negara dalam Konteks NKRI dan Negara Federal.docx