Jenis-jenis Satwa Harapan

Satwa harapan dipelihara masyarakat dengan alasan yang beragam, salah satunya sebagai pekerjaan sampingan, karena memiliki nilai ekonomis untuk meningkatkan penghasilan keluarga. Di Indonesia terdapat banyak sekali komunitas atau perkumpulan pecinta hewan, biasanya mereka berkumpul untuk berbagi tips perawatan satwa harapan yang dimiliki, dan memberikan solusi jika ada kendala dalam pemeliharaan satwa. Berikut ini adalah contoh jenis-jenis satwa harapan yang banyak dibudidayakan masyarakat.

1. Cacing Tanah

Cacing Tanah

Seekor cacing tanah (Lumbricus Terrestris) dapat berukuran panjang 9 hingga 30 cm bergantung pada banyak ruas badan, umur, dan mutu pakannya. Cacing tidak punya tangan, kaki, ataupun mata. Di dunia ini, ada sekitar 2.700 jenis cacing tanah. Cacing dapat hidup jika tersedia oksigen, air, pakan, dan suhu yang cocok. Jika keempat kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, cacing akan mencari tempat yang cocok. Dalam setiap hektar tanah, dapat ditemui lebih dari satu juta cacing tanah. Cacing tanah membuat lubang menembus kedalaman dan mencampur bagian bawah dengan bagian permukaan. Kotoran cacing tanah mengandung nitrogen; unsur hara penting bagi tanaman. Kotoran cacing ini membantu mengikat partikel tanah menjadi agregat-agregat sehingga struktur tanah menjadi baik.

Cacing tergolong binatang berdarah dingin, dapat menumbuhkan ekor baru, tetapi tidak dapat menumbuhkan kepala baru jika bagian tersebut terpotong. Bayi cacing tidak dilahirkan, mereka berada dalam kokon berukuran lebih kecil dari sebutir beras. Meskipun tidak punya mata, cacing dapat menangkap sinar, khususnya pada bagian tubuh terdepan (bagian kepala) Mereka bergerak menjauhi sinar dan akan menjadi paralyzed jika terekspos sinar dalam waktu lama (sekitar satu jam) Jika kulit cacing kering, ia akan mati. Cacing tergolong binatang hermafrodit (berkelamin ganda) Setiap cacing mempunyai baik organ jantan maupun betina. Cacing kawin dengan cara menyatukan bagian klitelum (bagian membengkak di dekat kepala pada cacing dewasa) dan bertukar sperma. Setiap cacing kemudian membentuk selubung telur dalam klitelum.

2. Jangkrik

Jangkrik

Jangkrik atau cengkerik adalah serangga yang berkerabat dekat dengan belalang, memiliki tubuh rata, dan antena panjang. Jangkrik termasuk bangsa Orthopera, suku Gryllidae. Jangkrik jantan memiliki suara yang khas, digunakan untuk menarik betina dan menolak jantan lainnya. Suara cengkerik ini makin keras dengan naiknya suhu sekitar. Di Indonesia tercatat lebih kurang ada 123 jenis. Jenis Gryllus testaceus walk dan Gryllus mitratus banyak dibudidayakan untuk pakan burung dan ikan. Dengan menyantapnya, menurut keyakinan yang berkembang di masyarakat, akan membuat burung berkicau rajin berkicau dan juga membuat tubuh arwana menjadi indah berkilau. Di habitat aslinya, jangkrik hidup aktif di malam hari, kegiatan makan, mengerik dan kawin dilakukan malam hari. Oleh karena itu, lingkungan budidaya jangkrik dibuat gelap agar jangkrik terus melakukan aktivitas. Pada siang hari, jangkrik mencari perlindungan di lorong atau lubang di tanah atau lorong di bawah batu, di bawah tumpukan material, seperti genteng, kayu, dan material lainnya.

Makanan jangkrik di alam bermacam-macam, umumnya sebagai pemakan tumbuhan, seperti kerokot, dan tanaman pertanian, seperti tanaman sayuran dan palawija. Jangkrik lebih menyukai bagian tanaman yang muda, seperti daun dan pucuk tanaman. Lama siklus hidup jangkrik bervariasi menurut jenisnya. Untuk semua jenis, umur jantan lebih pendek dibandingkan umur betina. Sebagai gambaran, umur dewasa jantan jenis Gryllus mitratus hanya 78 hari, sedangkan umur betina dewasa dapat mencapai 105 hari. Ukuran tubuh jangkrik betina lebih panjang dibandingkan ukuran tubuh jantan.

3. Lebah Madu

Lebah Madu

Lebah madu termasuk serangga sosial yang hidup berkoloni. Setiap lebah mempunyai tugas khusus yang sangat penting bagi kelangsungan hidup koloninya. Di dalam sebuah sarang, koloni terdiri atas tiga anggota masyarakat lebah, yaitu seekor lebah ratu, ratusan lebah jantan, dan ribuan lebah pekerja. Spesies yang paling penting untuk diternak atau dipanen hasil madunya adalah lebah madu Apis mellifera dari Eropa, Apis adonsonii atau Apis unicolor dari Afrika, Apis dorsata dan Apis indica dari Asia. Selain madu, lebah juga menghasilkan lilin.

Setiap jenis lebah memiliki ciri fisik dan tugas yang berbeda-beda. Lebah jantan berpantat tumpul dan tidak bersengat. Lebah pekerja berpantat runcing dan bersengat. Tugas lebah pekerja bergantung pada tingkatan umurnya, dari muda sampai tua, yaitu sebagai perawat, penghubung di dalam sarang, penjaga sarang, perintis atau pencari tempat yang menghasilkan pakan (bunga), pencari pakan, dan pembuat sarang. Lebah ratu berbadan panjang, berpantat runcing, dan bersengat tugasnya bertelur. Setelah kawin satu kali, segera masuk sarang dan bertelur seumur hidup. Lebah ratu akan terus berada di sarang, selama tidak ada pengganggu dan ratu baru belum muncul.

Di habitat alaminya, lebah membangun sarang di dahan atau cabang-cabang pohon besar, sarang bagian atas untuk menyimpan madu, dan bagian bawah untuk mengerami telur. Secara tradisional, lebah madu banyak dipelihara masyarakat desa di sekitar hutan dengan menggunakan gelodok dari batang kelapa atau randu. Hasilnya madu dan larva lebah. Satu sisir sarang lebah dapat menyimpan madu 15-20 kg dan 3-4 kg lilin.

4. Ulat sutera

Ulat Sutera

Ulat sutera liar (Attacus atlas) adalah salah satu serangga yang berukuran besar dan banyak ditemukan di hutan-hutan tropis dan subtropis, seperti di Asia Tenggara, Asia Selatan, Asia Timur, Selatan China, melintasi Kepulauan Malaysia, Thailand dan Indonesia. Attacus atlas termasuk hewan polivoltin, artinya hewan ini dapat hidup sepanjang tahun dan termasuk serangga polifagus yang dapat hidup pada 90 golongan tumbuhan yang bisa dimakan oleh larva. Attacus atlas merupakan hewan yang mengalami metamorfosis sempurna.

Materi Terkait:

Budidaya Satwa Harapan

Sarana Produksi Budidaya Satwa Harapan

Teknik Budidaya Satwa Harapan

Tahapan Budidaya Satwa Harapan