Peran Bangsa Indonesia dalam Perdamaian Dunia

Salah satu tujuan nasional Indonesia sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Salah satu konsekuensi dari tujuan tersebut adalah bangsa Indonesia harus senantiasa berperan serta dalam menciptakan perdamaian dunia. Di sini pula terletak fundamental dari politik luar negeri Republik Indonesia sebagai politik bebas dan aktif.

Politik bebas dan aktif maksudnya Indonesia bebas untuk menjalin kerja sama dengan negara manapun, serta turut aktif dalam organisasi internasional untuk bekerja sama dan menjaga perdamaian dunia. Menurut Mohammad Hatta dalam bukunya yang berjudul “Demokrasi Kita”, tujuan politik bebas dan aktif tersebut antara lain mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keselamatan bangsa, memperoleh barang-barang yang diperlukan dari luar untuk meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan perdamaian dunia, dan mempererat persaudaraan antarbangsa.

Sebagai wujud dari politik luar negeri Indonesia bebas aktif, berikut beberapa peran Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia di antaranya: Konferensi Asia Afrika, Misi Garuda, Deklarasi Djuanda, Gerakan Non Blok, ASEAN, OKI, dan Jakarta Informal Meeting.

Peran Indonesia dalam Konferensi Asia Afrika (KAA)

Latar Belakang Konferensi Asia-Afrika

Berakhirnya Perang Dunia II menjadi titik awal munculnya dua kekuatan raksasa yang saling bertentangan di dalam politik dunia. Kekuatan raksasa yang dimaksud adalah Blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet. Pertentangan yang terjadi antara Blok Barat dan Blok Timur tersebut sangat mempengaruhi keadaan negara-negara di benua Asia dan Afrika. Hal itu dikarenakan pada awal tahun 1950-an, benua Asia dan Afrika menjadi ajang pertentangan antara Blok Barat dan Blok Timur. Ketegangan yang terjadi tidak hanya mengenai masalah ideologi, tetapi juga hingga menimbulkan terjadinya pertempuran-pertempuran bersenjata yang mengancam perdamaian dunia, khususnya terhadap kemerdekaan dan perdamaian yang baru diraih oleh negara-negara Asia-Afrika.

Di sisi lain, Republik Indonesia sendiri saat itu menganut politik luar negeri yang dikenal dengan “politik bebas”. Sering pula politik ini diperjelas dengan menambahkan kata “aktif” sehingga menjadi politik “bebas-aktif”. Kata “aktif” itu digunakan agar Indonesia berusaha sekuat-kuatnya untuk memelihara perdamaian dan meredakan pertentangan-pertentangan sesuai cita-cita PBB. Sementara itu, politik luar negeri tersebut juga berarti bahwa politik luar negeri Indonesia adalah bebas dan aktif menuju perdamaian dunia atas dasar kepentingan nasional. Oleh karena itu, Indonesia yang saat itu dipimpin oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo melihat perlunya keaktifan pemerintah untuk ikut serta meredakan ketegangan yang sedang terjadi antara dua kekuatan baru tersebut.

Upaya pertama yang dilakukan oleh Perdana Menteri dimulai pada tanggal 25 Agustus 1953, ketika ia menyampaikan program pemerintah di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat Sementara. Selain menyampaikan program tersebut, ia juga menyatakan bahwa perlunya keaktifan pemerintah dalam meredakan ketegangan dunia yang memerlukan kerja sama dengan negara-negara yang keadaan dan kedudukannya sama dengan Indonesia. Negara-negara yang dimaksud adalah negara-negara Asia-Afrika yang mempunyai pendirian sama terhadap persoalan internasional. Pada umumnya, negara-negara Asia-Afrika merasakan pengaruh perang dingin terhadap kehidupan-kehidupan negaranya yang sedang berkembang. Oleh karena itu, kelak diperlukan suatu usaha bersama untuk membebaskan negara-negara Asia-Afrika dari pengaruh perang dingin tersebut.

Solidaritas Asia-Afrika ini kemudian terwujud dalam Konferensi Asia-Afrika atau dikenal pula dengan Konferensi Bandung. Cita-cita solidaritas ini sebenarnya sudah muncul sejak 1926 ketika terjadi suatu pertemuan antara pemuda-pemuda Asia-Afrika yang sedang belajar di pusat-pusat pendidikan Barat. Di Asia-Afrika, nasionalisme timbul sebagai reaksi terhadap tekanan-tekanan dari luar yang selalu menggetarkan nilai-nilai, kehormatan dan harkat nasional. Nasionalisme inilah yang telah mendorong kita kepada perjuangan untuk kemerdekaan dan emansipasi, nasionalisme inilah yang menyebabkan kita melihat kejahatan yang tak terpisahkan dari imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk-bentuk dan manifestasi-manifestasinya, dan mendorong kita kepada perjuangan untuk mengakhirinya di seluruh dunia.

Tindak lanjut dari perjuangan dan pembicaraan tersebut adalah dengan diadakannya Konferensi Bogor. Konferensi ini yang menghasilkan beberapa keputusan, yaitu:

  1. Mengadakan KAA di Bandung pada bulan April 1955.
  2. Menetapkan kelima negara peserta Konferensi Bogor sebagai negara-negara sponsor.
  3. Menetapkan 25 negara-negara Asia Afrika yang akan diundang.

Pada tanggal 3 Januari 1955 di Bandung, dibentuklah sebuah panitia yang diketuai oleh Sanusi Hardjadinata, seorang gubernur Jawa Barat. Dari 25 negara yang diundang, Federasi Afrika Tengah menolak untuk hadir karena masih diserang oleh penjajah.

Konferensi Asia Afrika berlangsung pada tanggal 18–24 April 1955 dan dihadiri oleh 29 negara dengan 5 negara sebagai sponsor KAA. Agenda dalam Konferensi Asia Afrika ini antara lain membicarakan kerja sama ekonomi, budaya, hak asasi manusia dan hak menentukan nasib sendiri, masalah bangsa-bangsa yang belum merdeka, perdamaian dunia dan kerja sama internasional, dan deklarasi tentang memajukan perdamaian dunia.

Tujuan Pokok dari Konferensi Asia-Afrika

Selain itu, ditentukan pula mengenai empat tujuan pokok dari Konferensi Asia-Afrika, yakni:

  1. Untuk memajukan goodwill (kehendak yang luhur) dan kerja sama antara bangsa-bangsa Asia dan Afrika, untuk menjelajah serta memajukan kepentingan-kepentingan mereka, baik yang silih ganti maupun yang bersama, serta untuk menciptakan dan memajukan persahabatan serta perhubungan sebagai tetangga baik.
  2. Untuk mempertimbangkan soal-soal serta hubungan-hubungan di lapangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan negara yang diwakili.
  3. Untuk mempertimbangkan soal-soal yang berupa kepentingan khusus bangsa-bangsa Asia dan Afrika, misalnya soal-soal yang mengenai kedaulatan nasional dan tentang masalah-masalah rasialisme dan kolonialisme.
  4. Untuk meninjau kedudukan Asia dan Afrika, serta rakyat-rakyatnya di dalam dunia dewasa ini serta sumbangan yang dapat mereka berikan guna memajukan perdamaian serta kerja sama di dunia.

Hasil dari Konferensi Asia Afrika

Hasil dari Konferensi Asia Afrika dikenal dengan Dasasila Bandung yang isinya:

  1. Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat di dalam piagam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa).
  2. Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa.
  3. Mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa, besar maupun kecil.
  4. Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soalan-soalan dalam negeri negara lain.
  5. Menghormati hak-hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri secara sendirian ataupun kolektif yang sesuai dengan Piagam PBB.
  6. Tidak menggunakan peraturan-peraturan dari pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salah satu negara besar dan tidak melakukannya terhadap negara lain.
  7. Tidak melakukan tindakan-tindakan ataupun ancaman agresi maupun penggunaan kekerasan terhadap integritas wilayah maupun kemerdekaan politik suatu negara.
  8. Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrasi, ataupun cara damai lainnya, menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB.
  9. Memajukan kepentingan bersama dan kerja sama.
  10. Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.

Peran Indonesia dalam Misi Garuda

Komitmen Indonesia untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial merupakan amanat dari alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam konteks internasional, partisipasi tersebut merupakan indikator penting dan konkret dari peran suatu negara dalam memberikan kontribusi dalam menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Sedangkan dalam konteks nasional, keterlibatan tersebut merupakan sarana peningkatan profesionalisme individu dan organisasi yang terlibat secara langsung dalam operasi internasional.

Sesuai Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea IV, salah satu tujuan negara yakni menjaga ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Wujud dari alinea IV selain yang sudah dipaparkan tentang KAA, Indonesia juga terlibat dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB. Indonesia diberi kepercayaan oleh PBB untuk mengirim personel keamanan terbaiknya dalam menjalankan Misi Pemeliharaan Perdamaian. Pasukan tentara, kepolisian, dan sipil Indonesia dikenal dengan nama Kontingen Garuda. Dalam misinya menjaga perdamaian dunia, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) punya Peacekeeping Operation (UNPO) atau Misi Pemeliharaan Perdamaian (MPP).

Kontingen Garuda adalah pasukan penjaga perdamaian yang anggotanya diambil dari militer Indonesia yang bertugas di bawah naungan Perserikatan Bangsa-bangsa. Negara-negara yang pernah menjadi tujuan dalam misi Kontingen Garuda adalah negara-negara di Timur Tengah seperti Mesir, Lebanon, Palestina, Irak. Negara ASEAN seperti Filipina, Kamboja, dan Vietnam. Juga Negara Eropa Timur seperti Georgia dan Bosnia.

Peran aktif Indonesia dalam mengirimkan Kontingen Garuda untuk misi perdamaian pada masa perang dunia adalah sebagai berikut:

  1. Kontingen Garuda I, dikirim pada 8 Januari 1957 ke Mesir.
  2. Kontingen Garuda II, dikirim ke Kongo pada 1960.
  3. Kontingen Garuda III, dikirim ke Kongo pada 1962.
  4. Kontingen Garuda IV, dikirim ke Vietnam pada 1973.
  5. Kontingen Garuda V, dikirim ke Vietnam pada 1973.
  6. Kontingen Garuda VI, dikirim ke Timur Tengah pada 1973 Kontingen Garuda VII, dikirim ke Vietnam pada 1974.
  7. Kontingen Garuda VIII, dikirim dalam rangka misi perdamaian PBB di Timur Tengah pasca-Perang Yom Kippur antara Mesir dan Israel.
  8. Kontingen Garuda IX, dikirim ke Iran dan Irak pada 1988 Kontingen Garuda X, dikirim ke Namibia pada 1989.
  9. Kontingen Garuda XI, dikirim ke Irak dan Kuwait pada 1992.
  10. Kontingen Garuda XII, dikirim ke Kamboja pada 1992.
  11. Kontingen Garuda XIII, dikirim ke Somalia pada 1992.
  12. Kontingen Garuda XIV, dikirim ke Bosnia dan Herzegovina pada 1993.
  13. Kontingen Garuda XV, dikirim ke Georgia pada 1994.
  14. Kontingen Garuda XVI, dikirim ke Mozambik pada 1994.
  15. Kontingen Garuda XVII, dikirim ke Filipina pada 1994.
  16. Kontingen Garuda XVIII, dikirim ke Tajikistan pada November 1997.
  17. Kontingen Garuda XIX, dikirim ke Sierra Leone pada 1992-2002.
  18. Kontingen Garuda XX, dikirim ke Bungo, Kongo pada 6 September 2003 dan bertugas selama satu tahun.
  19. Kontingen Garuda XXI, mengikuti misi perdamaian PBB di Liberia (UNMIL).
  20. Kontingen Garuda XXII, mengikuti misi perdamaian PBB di Sudan (UNMIS).
  21. Kontingen Garuda XXIII, mengikuti misi perdamaian PBB di Lebanon (UNFIL).
  22. Kontingen Garuda XXIV, mengikuti misi perdamaian PBB di Nepal (UNMIN).
  23. Kontingen Garuda XXV, penambahan pasukan dalam misi perdamaian di Lebanon Selatan Kontingen Garuda XXVI, penambahan pasukan.
  24. Kontingen Garuda XXIIII bersama dengan UNFIL, sekaligus dalam rangka memperbesar peran serta Indonesia dalam pemeliharaan perdamaian di Lebanon Selatan.
  25. Kontingen Garuda XXVII, mengikuti misi perdamaian PBB di Darfur (UNAMID) dalam satgas Milobs.
  26. Kontingen Garuda XXVIII, mengikuti misi perdamaian PBB di Lebanon (UNFIL).
  27. Kontingen Garuda XXIX, memberikan dukungan kesehatan kepada personel UNIFIL.
  28. Kontingen Garuda XXXI, mengikuti misi perdamaian PBB di Lebanon (UNFIL).
  29. Kontingen Garuda XXX, mengikuti misi perdamaian PBB di Lebanon (UNFIL).

Peran Indonesia dalam Deklarasi Djuanda

Negara Indonesia sebagai negara kepulauan yang berdaulat sudah tidak terbantahkan lagi. Indonesia memiliki kedaulatan penuh atas wilayah darat, laut dan udaranya. Negara luar tidak boleh memasuki wilayah teritorial Indonesia kalau tidak ingin berurusan secara hukum. Pemerintah berupaya dengan keras untuk menjaga wilayah negara, bahkan sampai pulau terluar Indonesia sekalipun.

Hal ini digagas pertama kali lewat deklarasi Djuanda yang menegaskan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan yang tidak terpisahkan oleh perairan antar pulau. Sebagai negara dengan kepulauan terbesar di dunia, Indonesia mau menegaskan wilayah teritorial perairan supaya negara memiliki kedaulatan akan wilayah perairannya sendiri.

Deklarasi ini digagas oleh Perdana Menteri Indonesia, Djuanda Kartawidjaja pada 13 Desember 1957. Isi Deklarasi Djuanda bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak tersendiri. Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan. Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia dari deklarasi tersebut mengandung suatu tujuan:

  1. Untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat.
  2. Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan asas negara kepulauan.
  3. Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan keselamatan NKRI.

Hal ini tentu ditentang oleh negara-negara luar karena sebelumnya peraturan tentang teritorial perairan hanya sampai wilayah yang berjarak 3 mil dari garis pantai, mengacu pada peraturan masa Hindia Belanda yakni, Teritoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Sebagai negara yang memiliki pulau-pulau yang terpisah tentu hal ini sangat merugikan bagi Indonesia karena kapal-kapal luar bisa leluasa melewati perairan yang memisahkan pulau-pulau Indonesia. Jika dibiarkan maka keamanan dan keselamatan negara bisa terancam. dengan adanya Deklarasi Djuanda maka wilayah kedaulatan perairan Indonesia berubah menjadi 12 mil dari garis pantai menjadi utuh milik NKRI.

Peran Indonesia dalam Gerakan Non-Blok

Gerakan Non-Blok (GNB) (Non-Aligned Movement/NAM) adalah suatu organisasi internasional yang terdiri lebih dari 100 negara-negara yang menganggap dirinya tidak beraliansi dengan kekuatan besar apapun.

Latar Belakang Didirikannya Gerakan Non-Blok

Pada tahun 1945, Perang Dunia II berakhir, muncul dua blok yaitu Blok Barat (Liberalisme-Demokratis) dan Blok Timur (Sosialis-Komunis). Negara di Blok Barat memilih jumlah lebih banyak yakni 8 negara (Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Belanda, Belgia, Luxembourg, Norwegia, dan Kanada ) dibandingkan Blok Timur yang hanya terdiri dari 4 negara (Uni Soviet, Chekoslovakia, Rumania, dan Jerman Timur). Dalam mempertahankan kedudukannya masing-masing, Blok Barat membentuk NATO (North Atlantic Treaty Organization) dan Blok Timur membentuk Pakta Warsawa. Tidak hanya sampai di situ, kedua blok ini masih tetap mencari sekutu untuk menambah pertahanannya di Asia, Afrika dan Amerika. Ternyata, di antara Blok Barat dan Blok Timur, ada beberapa negara yang memilih untuk bersikap netral. Negara-negara netral tersebut pun membentuk Gerakan Non Blok (GNB).

Pembentukan GNB ini diprakarsai oleh Presiden Soekarno (Indonesia), Presiden Gamal Abdul Nasser (Republik Persatuan Arab-Mesir), PM Pandith Jawaharlal Nehru (India), Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia), dan Presiden Kwame Nkrumah (Ghana). GNB resmi didirikan pada 1 September 1961 di kota Beograd, Yugoslavia bersamaan dengan diselenggarakannya Konferensi Tingkat Tinggi I (KTT I) yang dimulai dari 1-6 September 1961. Konferensi ini dihadiri oleh 25 kepala negara dan 3 kepala pemerintahan sebagai peninjau. Kepala negara yang menghadiri KTT I yaitu Afghanistan, Aljazair, Arab Saudi, Burma, Kamboja, Sri Lanka, Kongo, Kuba, Cyprus, Ethiopia, Ghana, Guinea, India, Indonesia, Irak, Lebanon, Mali, Maroko, Nepal, Somalia, Sudan, Tunisia, RPA, Yaman, dan Yugoslavia, sedangkan Negara peninjau yang hadir Bolivia, Brasil, dan Ekuador.

Selain sebagai negara pelopor berdirinya GNB, Indonesia memiliki peran yang cukup besar dalam organisasi tersebut, di antaranya:

  1. Sebagai salah satu negara penggagas KAA yang merupakan cikal bakal digagasnya Gerakan Nonblok.
  2. Sebagai salah satu negara pengundang pada KTT GNB yang pertama. Hal ini karena Indonesia merupakan salah satu pendiri GNB dan berperan besar dalam mengundang mengajak negara lain untuk bergabung dalam KTT.
  3. Menjadi ketua dan penyelenggara KTT GNB yang ke X yang berlangsung pada 1-7 September 1992 di Jakarta dan Bogor. Indonesia turut pula menjadi perintis dibukanya kembali dialog utara-selatan, yaitu dialog yang memperkuat hubungan antara negara berkembang (selatan) terhadap negara maju (utara).

Tujuan Didirikannya Gerakan Non-Blok

  1. Memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
  2. Mengusahakan tercapainya pelucutan senjata secara umum dan menyeluruh di bawah pengawasan internasional efektif.
  3. Mengusahakan agar PBB berfungsi secara efektif.
  4. Mengusahakan terwujudnya tata ekonomi dunia baru.
  5. Mengusahakan kerja sama di segala bidang dalam rangka mewujudkan pembangunan ekonomi dan sosial.

Tujuan dari GNB juga tercantum dalam Deklarasi Havana tahun 1979, yaitu untuk menjamin kemerdekaan, kedaulatan, integritas teritorial, dan keamanan dari negara-negara nonblok dalam perjuangan mereka menentang imperialisme, kolonialisme, apartheid, zionisme, rasisme dan segala bentuk intervensi.

Pendirian Gerakan Non Blok sebagai Bukti Peran Indonesia dalam Perdamaian Dunia

Masa perang dingin adalah masa-masa yang penuh kecemasan. Penduduk dunia yang tidak aneh-aneh takut jika perang dingin berubah menjadi perang dunia ketiga atau perang nuklir. Untuk mencegah terganggunya kedamaian dunia, maka para pemimpin dunia yang cinta damai berinisiatif untuk membentuk sebuah aliansi perdamaian.

Gerakan Non Blok (GNB) didirikan dilatarbelakangi oleh munculnya dua blok, yaitu Blok Barat di bawah Amerika Serikat dan Blok Timur di bawah Uni Soviet yang saling memperebutkan pengaruh di dunia dan adanya kecemasan negara-negara yang baru merdeka dan negara-negara berkembang, sehingga berupaya meredakan ketegangan dunia. Gerakan Non-Blok itu sendiri lahir dari pertemuan puncak Asia-Afrika pada konferensi yang diadakan di Bandung, Indonesia, pada tahun 1955. Di sana, negara-negara yang tidak memihak blok tertentu telah menyatakan keinginan mereka untuk tidak terlibat dalam konfrontasi Ideologi Barat-Timur.

Berdirinya Gerakan Non Blok (Non Aligned Movement) diprakarsai oleh para pemimpin negara dari Indonesia (Presiden Soekarno), Republik Persatuan Arab– Mesir (Presiden Gamal Abdul Nasser), India (Perdana Menteri Pandith Jawaharlal Nehru), Yugoslavia (Presiden Joseph Broz Tito), dan Ghana (Presiden Kwame Nkrumah). Dalam GNB, Indonesia memiliki peran penting sebab negara ini memiliki prinsip politik luar negeri yang bebas aktif, tidak mendukung pakta militer atau aliansi militer manapun. Prinsip tersebut dianggap sesuai dengan tujuan didirikannya GNB. Pada tahun 1992, peran penting lain dari Indonesia bagi KTT GNB adalah sebagai tuan rumah dan Presiden Soeharto sebagai ketua GNB. Pada saat itu, Indonesia memprakarsai kerja sama teknis di beberapa bidang seperti pertanian dan kependudukan serta mencetuskan upaya untuk menghidupkan kembali dialog Utara-Selatan.

Setiap KTT GNB yang diselenggarakan memiliki tujuan yang berbeda sesuai dengan masalah yang sedang dihadapi oleh negara-negara anggota. Setiap negara bisa menjadi anggota GNB namun negara tersebut harus menganut politik bebas aktif, mampu hidup berdampingan secara damai, mendukung gerakan kemerdekaan nasional, dan tidak menjadi anggota salah satu pakta militer. Persyaratan yang ditetapkan oleh GNB ternyata mampu memikat hati berbagai negara, terbukti dengan meningkatnya jumlah negara yang bergabung hingga tahun 2016, KTT GNB telah diadakan sebanyak 17 kali dan memiliki pada 2012 telah memiliki 120 negara sebagai anggota.

Peran Indonesia dalam ASEAN

ASEAN merupakan singkatan dari Association of Southeast Asian Nations yang mana berarti merupakan nama untuk negara-negara yang berada di Asia Tenggara. Semua kata atau frasa ASEAN adalah Bahasa Inggris dan memiliki maknanya masing-masing. Bila diartikan secara umum, ASEAN adalah suatu perserikatan atau organisasi antar bangsa yang wilayahnya berada di kawasan Asia Tenggara.

Kawasan Asia Tenggara pernah menjadi kawasan dingin karena menjadi tempat yang strategis baik secara geoekonomi dan geopolitik. Negara-negara seperti Vietnam dan Filipina menjadi basis untuk masing-masing blok yaitu Timur dan Barat. Konflik militer juga terjadi antara Laos, Kamboja, dan Vietnam. Selain itu, konflik bilateral juga terjadi antara Indonesia dan Malaysia serta Kamboja dan Vietnam. Diperparah lagi dengan timbulnya konflik internal di beberapa negara yaitu Indonesia, Thailand, dan Vietnam.

Permasalahan-permasalahan tersebut tidak hanya berdampak pada stabilitas pertahanan namun juga stabilitas ekonomi negara-negara di Asia Tenggara. Akhirnya, para pemimpin Negara-negara di Asia Tenggara tergerak untuk menciptakan suasana aman dan damai. Hingga pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand, ditandatanganilah Deklarasi ASEAN dengan sebutan Deklarasi Bangkok. Pada awalnya, hanya lima negara yang tergabung, namun sampai hari ini, jumlah anggota ASEAN adalah sepuluh negara.

Tujuan Dibentuknya ASEAN

ASEAN dibentuk untuk beberapa maksud dan tujuan sebagai berikut:

  1. ASEAN dibentuk untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan sosial, serta budaya di Asia Tenggara melalui usaha bersama dengan semangat yang setara dan kemitraan.
  2. ASEAN dibentuk untuk memajukan perdamaian serta stabilitas regional di kawasan Asia Tenggara dengan menghormati supremasi hukum serta patuh pada prinsip PBB.
  3. ASEAN dibentuk untuk memajukan kerja sama, rasa saling membantu dalam konteks Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya.
  4. ASEAN dibentuk untuk mempererat hubungan internasional dan regional antar negara di Asia Tenggara.
  5. ASEAN dibentuk untuk menyelenggarakan usaha-usaha dalam membantu penelitian masalah di Asia Tenggara dengan menyediakan fasilitas pelatihan, penelitian, teknis, dan administrasi.
  6. ASEAN dibentuk untuk memperkuat perdagangan internasional negara-negara Asia Tenggara sehingga terjadi kolaborasi secara lebih efektif untuk memanfaatkan pertanian, industri, perdagangan, serta fasilitas-fasilitas yang menunjang.

Peran Indonesia dalam Mewujudkan Perdamaian di Kawasan Asia Tenggara

Selain sebagai salah satu pemrakarsa berdirinya ASEAN, tentunya Indonesia juga memiliki peran tersendiri sebagai anggota ASEAN. Entah itu dalam bentuk program ataupun kerja sama antar sesama anggotanya. Keberadaan ASEAN ternyata sejalan dengan sikap politik Indonesia yang mengacu politik bebas-aktif. Bebas yang dimaksud, berarti Indonesia tidak memihak blok manapun. Sedangkan aktif, berarti Indonesia turut serta mewujudkan perdamaian dunia.

Peran Indonesia dalam mewujudkan perdamaian di kawasan Asia Tenggara ini terlihat saat Indonesia membantu mewujudkan perdamaian konflik di Kamboja dan Vietnam. Indonesia ditunjuk oleh ASEAN sebagai pihak penengah dalam konflik tersebut. Pada tahun 1988 sampai 1989, Indonesia menjadi tuan rumah Jakarta Informal Meeting (JIM) untuk menyelesaikan konflik antara Kamboja dan Vietnam. Indonesia berhasil memfasilitasi kedua negara untuk mendiskusikan dan menyelesaikan konflik.

Pada kasus lainnya, yaitu saat pemerintah Filipina dan Moro National Front Liberation (MNFL) berkonflik. Kedua pihak tersebut akhirnya menyetujui perjanjian damai yang kala itu dipertemukan di Indonesia. Selain sebagai salah satu penggagas, Indonesia juga dipercaya untuk menyelenggarakan KTT ASEAN pertama. Saat itu, KTT ASEAN pertama sukses diselenggarakan di Bali pada 23-24 Februari 1976. Maka tak heran jika Indonesia juga dikenal sebagai penyelenggara KTT ASEAN pertama.

Peran Indonesia dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI)

Latar Belakang Dibentuknya OKI

Pembentukan OKI dilatarbelakangi oleh pembakaran Masjid Al-Aqsa oleh Israel pada tanggal 21 Agustus 1969. Pemrakarsa dari Organisasi ini yaitu Raja Faisal dari Arab Saudi dan Raja Hasan II dari Maroko.

Tujuan Dibentuknya OKI

  1. Meningkatkan solidaritas Islam di antara negara anggota.
  2. Melindungi tempat-tempat suci.
  3. Membantu perjuangan pembentukan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat
  4. Memperkuat kerja sama dalam bidang politik. ekonomi. sosial. budaya. serta IPTEK.
  5. Struktur organisasi OKI antara lain Konferensi para raja dan kepala negara/pemerintah. konferensi para menteri luar negeri, sekretaris jenderal, mahkamah Islam internasional, dan organ-organ khusus.

Keunikan Indonesia dalam keanggotaan Organisasi Konferensi Islam yaitu Indonesia bukan negara yang berdasarkan hukum syariat Islam. Perang Indonesia dalam OKI antara lain ikut upaya penyelesaian konflik antara Pemerintah Filipina dengan Moro National Liberation Front (MNLF), Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina dengan ibukota di Yerusalem dukungan tersebut dibuktikan dengan hubungan diplomatik dengan Palestina pada 19 Oktober 1989. Indonesia juga memperjuangkan tentang penyelesaian masalah isu Islam fobia.

Peran Indonesia dalam Jakarta Informal Meeting (JIM)

Jakarta Informal Meeting merupakan upaya bangsa Indonesia dalam ikut serta dalam menjaga perdamaian dunia terutama di kawasan Asia Tenggara. Pemrakarsa JIM yaitu Menteri Luar Negeri Indonesia, Ali Alatas. JIM merupakan upaya untuk menyelesaikan konflik Kamboja.

JIM I dilaksanakan di Bogor pada tanggal 25-28 Juli 1988 dan JIM II di Jakarta tanggal 19-21 Februari 1989. JIM dihadiri oleh 6 Menlu ASEAN, Menlu Vietnam dan kelompok yang bertikai di Kamboja. Hasil dari JIM antara lain:

  1. Penarikan pasukan Vietnam dari Kamboja paling lambat tanggal 30 Desember 1989
  2. Akan dibentuk pemerintahan yang mengikutsertakan keempat kelompok yang bertikai di Kamboja Akhirnya masalah Kamboja dapat diselesaikan berdasarkan Perjanjian Paris pada tanggal 23 Oktober 1991.

Rangkuman

Peran Indonesia dalam perdamaian dunia menjadi bukti dari penerapan Pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat. Indonesia bahkan sudah menunjukkan komitmennya sebagai negara yang menjunjung tinggi perdamaian dunia sejak merdeka tahun 1945. Dalam rangka membangun partisipasi aktif dalam perdamaian dunia, beberapa hal dapat dilakukan Bangsa Indonesia, di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Menjalankan politik damai dan bersahabat dengan segala bangsa atas dasar saling menghargai dengan tidak mencampuri urusan negara lain.
  2. Menegaskan arah politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif serta berorientasi pada kepentingan nasional, menitikberatkan pada solidaritas antarnegara berkembang, mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa, menolak penjajahan, dan meningkatkan kemandirian bangsa, serta memiliki kerja sama internasional bagi kesejahteraan rakyat.
  3. Indonesia menjadi anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang ke-60 pada tanggal 28 September 1950. Meskipun pernah keluar dari keanggotaan PBB pada tanggal 7 Januari 1965 sebagai bentuk protes atas diterimanya Malaysia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, akan tetapi pada tanggal 28 September 1966 Indonesia masuk kembali menjadi anggota PBB dan tetap sebagai anggota yang ke-60.
  4. Memprakarsai penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada tahun 1955 yang melahirkan semangat dan solidaritas negara-negara Asia-Afrika yang kemudian melahirkan Dasasila Bandung.
  5. Keaktifan Indonesia sebagai salah satu pendiri Gerakan Non-Blok (GNB) pada tahun 1961, bahkan pada tahun 1992 dalam Konferensi Negara-Negara Non-Blok yang berlangsung di Jakarta, Indonesia ditunjuk menjadi Ketua Melalui GNB ini secara langsung Indonesia telah turut serta meredakan ketegangan perang dingin antara Blok Barat dan Blok Timur.
  6. Terlibat langsung dalam misi perdamaian Dewan Keamanan PBB dengan mengirimkan Pasukan Garuda ke negara-negara yang dilanda konflik seperti Kongo, Vietnam, Kamboja, Bosnia, dan Bahkan pada tahun 2007, Indonesia ditetapkan menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Langkah konkret Indonesia dalam Misi Perdamaian PBB yaitu dengan adanya Misi Garuda dan dilaksanakannya Jakarta Informal Meeting.
  7. Indonesia menjadi salah satu pendiri ASEAN (Assosiaciation of South-East Asian Nation) yaitu organisasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara, bahkan Sekretariat Jenderal ASEAN berada di Jakarta
  8. Indonesia aktif juga dalam beberapa organisasi internasional salah satunya Organisasi Konferensi Islam (OKI).