Kehidupan Bangsa Indonesia pada Zaman Pendudukan Jepang di Berbagai Bidang

Kehidupan Bangsa Indonesia di Bidang Sosial

Masa pendudukan Jepang adalah masa yang sangat singkat yaitu 3,5 tahun, namun telah menorehkan masa-masa kelam dalam perjalanan sejarah masyarakat Indonesia. Kehidupan sosial masyarakat sangat memprihatinkan, penderitaan masyarakat terjadi di mana-mana dan semakin bertambah, karena segala kegiatan masyarakat dicurahkan untuk memenuhi kebutuhan perang Jepang dalam menghadapi musuh-musuhnya. Kondisi memprihatinkannya masyarakat Indonesia ketika zaman pendudukan Jepang, tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Jepang dalam bidang sosial, di antaranya:

  1. Masyarakat dijadikan romusa (kerja paksa), Sehingga banyak korban kelaparan dan terkena penyakit.
  2. Pelaksanaan Kinrohosi, yaitu penyerahan bahan makanan rakyat secara besar-besaran untuk kepentingan militer Jepang. Akibatnya beras dan berbagai bahan pangan petani dirampas Jepang untuk kepentingan militernya sehingga banyak masyarakat yang menderita kelaparan.
  3. Pelaksanaan Jugun Lanfu, yaitu mempekerjakan para gadis dan perempuan sebagai wanita penghibur untuk pemuas nafsu militer Jepang. Banyak gadis dan perempuan yang ditipu oleh Jepang dengan dalih untuk bekerja sebagai perawat atau disekolahkan, tetapi ternyata hanya dipaksa untuk melayani para kompetai. Para gadis dan perempuan tersebut disekap dalam kamp-kamp yang tertutup sebagai wanita penghibur.

Kehidupan Bangsa Indonesia di Bidang Ekonomi

Pada waktu Indonesia di bawah pendudukan Jepang, sistem ekonomi yang diterapkan adalah sistem ekonomi perang. Saat itu Jepang merasa penting untuk menguasai sumber-sumber bahan mentah dari berbagai wilayah Indonesia. Tujuan Jepang melakukan itu, untuk menghadapi Perang Asia Timur Raya.

Hal-hal yang diberlakukan dalam sistem pengaturan ekonomi pemerintah Jepang adalah sebagai berikut:

  1. Kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang maka seluruh potensi sumber daya alam dan bahan mentah digunakan untuk industri yang mendukung mesin perang. Jepang menyita seluruh hasil perkebunan, pabrik, Bank dan perusahaan penting. Banyak lahan pertanian yang terbengkalai akibat titik berat kebijakan difokuskan pada ekonomi dan industri perang. Kondisi tersebut menyebabkan produksi pangan menurun dan kelaparan serta kemiskinan meningkat drastis.
  2. Jepang menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan sanksi pelanggaran yang sangat berat. Pengawasan tersebut diterapkan pada penggunaan dan peredaran sisa-sisa persediaan barang. Pengendalian harga untuk mencegah meningkatnya harga barang. Pengawasan perkebunan teh, kopi, karet, tebu dan sekaligus memonopoli penjualannya. Pembatasan teh, kopi dan tembakau, karena tidak langsung berkaitan dengan kebutuhan perang. Monopoli tebu dan gula, pemaksaan menanam pohon jarak dan kapas pada lahan pertanian dan perkebunan merusak tanah.
  3. Pembatasan produktivitas tanaman yang tidak menguntungkan perang. Masyarakat Indonesia diwajibkan untuk menanam padi, pohon jarak, dan kapas, yang nilai jualnya tinggi dan memenuhi kebutuhan perang.
  4. Menerapkan sistem ekonomi perang dan sistem autarki (memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan menunjang kegiatan perang dengan otoriter). Konsekuensinya tugas rakyat beserta semua kekayaan dikorbankan untuk kepentingan perang. Hal ini jelas amat menyengsarakan rakyat baik fisik maupun material.
  5. Pada tahun 1944, kondisi politis dan militer Jepang mulai terdesak, sehingga tuntutan akan kebutuhan bahan-bahan perang makin meningkat. Untuk mengatasinya pemerintah Jepang mengadakan kampanye penyerahan bahan pangan dan barang secara besar-besaran melalui Jawa Hokokai dan Nagyo Kumiai (koperasi pertanian), serta instansi resmi pemerintah. Dampak dari kondisi tersebut, rakyat dibebankan menyerahkan bahan makanan 30% untuk pemerintah, 30% untuk lumbung desa dan 40% menjadi hak pemiliknya. Sistem ini menyebabkan kehidupan rakyat semakin sulit, gairah kerja menurun, kekurangan pangan, gizi rendah, penyakit mewabah melanda hampir di setiap desa di pulau Jawa. Sebagai perlawanan terhadap rasa lapar, telah memaksa bangsa Indonesia memakan keladi gatal, bekicot, umbi-umbian, batang pohon pisang, batang pohon pepaya, dan lain-lain.

Dari peraturan yang diberlakukan oleh Jepang mengakibatkan sulitnya pemenuhan kebutuhan pangan semakin terasakan bertambah berat pada saat rakyat juga merasakan penggunaan sandang yang amat memprihatinkan. Pakaian rakyat compang-camping, ada yang terbuat dari karung goni yang berdampak penyakit gatal-gatal akibat kutu dari karung tersebut. Adapula yang hanya menggunakan lembaran karet sebagai penutup.

Kehidupan Bangsa Indonesia di Bidang Budaya

Pada awal pendudukannya, Jepang bersikap baik dan ramah kepada rakyat Indonesia. Para pemimpin pergerakan yang ditawan Belanda, seperti Bung Karno, Hatta, dan Syahrir dibebaskan. Para pejabat Jepang mengatakan bahwa Indonesia dan Nippon adalah mitra sejajar. Mereka mengatakan bahwa Jepang tidak akan menjajah Indonesia. Bendera merah putih diperbolehkan dikibarkan berdampingan dengan bendera Hinomaru, begitu juga lagu Indonesia Raya boleh dinyanyikan asalkan lagu kebangsaan Jepang Kimigayo juga diperdengarkan. Sikap Jepang yang manis dan ramah itu ternyata hanya palsu belaka. Kenyataannya sikap dan tindakan Jepang mulai keras, kejam, dan semena-mena dan menguras habis sumber daya alam, akibatnya rakyat mengalami penderitaan yang lebih berat daripada zaman penjajahan Belanda. Beberapa kebijakan yang dikeluarkan Jepang dalam bidang budaya adalah:

  1. Menerapkan kebudayaan memberi hormat ke arah matahari terbit kepada rakyat Indonesia. Dalam masyarakat Jepang, kaisar memiliki tempat tertinggi, karena diyakini sebagai keturunan Dewa Matahari. Untuk itu, Jepang berusaha menerapkan nilai-nilai kebudayaannya kepada bangsa Indonesia, dengan cara membungkukkan punggung dalam-dalam (seikerei) ke arah matahari terbit.
  2. Pemerintahan Jepang mendirikan pusat kebudayaan yang diberi nama Keimin Bunkei Shidoso. Lembaga ini yang kemudian digunakan Jepang untuk mengawasi dan mengarahkan kegiatan para seniman agar karya-karyanya tidak menyimpang dari kepentingan Jepang.

Kehidupan Bangsa Indonesia di Bidang Militer

Perbedaan antara masa penjajahan sebelumnya dengan masa pendudukan Jepang adalah rakyat Indonesia mendapatkan manfaat pengalaman dan pelatihan militer mencakup dalam bidang ketentaraan, bidang pertahanan, dan bidang keamanan. Pelatihan militer yang diperoleh rakyat Indonesia adalah: Dasar-dasar militer Baris berbaris Latihan menggunakan senjata Organisasi militer Latihan perang Melalui propagandanya, Jepang berhasil membujuk penduduk untuk menghadapi Sekutu, namun karena posisinya makin terdesak dalam Perang Asia Timur Raya, jepang mengeluarkan kebijakan dibidang militer dengan membentuk badan-badan semi militer dan militer. Tujuannya untuk membantu jepang menghadapi sekutu dalam Perang Asia Timur Raya.

1. Organisasi militer

Organisasi militer yang dibentuk jepang adalah Heiho dan Peta.

a. Heiho atau Pembantu Prajurit Jepang

Heiho dibentuk pada bulan April 1945. Anggotanya adalah pemuda yang berusia 18-25 tahun dengan pendidikan terendah SD. Heiho adalah wadah yang disediakan jepang untuk pemuda Indonesia sebagai barisan pembantu kesatuan angkatan perang dan merupakan bagian dari ketentaraan jepang. Heiho merupakan militer resmi.

b. Peta atau Pembela Tanah Air

Peta mula-mula dibentuk di wilayah kekuasaan tentara ke-16 di Jawa dan Madura. Peta dibentuk secara resmi pada tanggal 3 Oktober 1943. Penanggung jawab dari pendidikan latihan-latihan peta adalah Yanagawa. Peta berkembang tidak hanya di Jawa, tetapi juga di luar Jawa. Di Sumatra, peta dikenal dengan sebutan Giyugun (prajurit sukarela). Ada keterangan yang menyebutkan bahwa pembentukan peta merupakan permintaan bangsa Indonesia kepada jepang atas usul R. Gatot Mangkoepradja. Peta mempunyai tugas mempertahankan tanah air Indonesia. Tokoh peta yang terkenal, antara lain Soeprijadi, Jenderal Sudirman, dan Jenderal Gatot Soebroto.

2. Organisasi Semi Militer

Organisasi semi militer yang dibentuk jepang adalah Suishintai, Seinendan, Keibodan, Fujinkai, Hizbullah, Seinentai, dan Gakutotai.

a. Suishintai

Suishintai atau barisan pelopor dibentuk pada tanggal 1 November 1944 dan diresmikan pada tanggal 25 September 1944. Barisan pelopor dipimpin oleh Ir. Soekarno, R. Pandji Soeroso, Otto Iskandardinata, dan Dr. Boentaran Martoadmodjo. Pasca-kemerdekaan, organisasi ini dikenal dengan nama barisan banteng. Barisan pelopor merupakan organisasi pemuda pertama di masa penjajahan jepang yang dibimbing langsung oleh kaum nasionalis Indonesia.

b. Keibodan

Keibodan atau barisan pembantu polisi dibentuk pada tanggal 29 April 1943. Tujuan pembentukan keibodan adalah untuk membantu tugas-tugas polisi, misalnya menjaga lalu lintas dan memelihara keamanan desa. Keibodan di Sumatra terkenal dengan nama Bogodan, sedangkan di Kalimantan dikenal dengan nama Borneo Konan Hokokudan. Pembentukan keibodan di peruntukkan bagi pemuda yang berusia 26-35 tahun.

c. Seinendan

Seinendan atau barisan pemuda dibentuk pada tanggal 9 Maret 1943. Organisasi ini dipersiapkan untuk mempertahankan daerah masing-masing. Persyaratan untuk menjadi anggota Seinendan adalah pemuda 26-35 tahun.

d. Fujinkai

Fujinkai atau barisan wanita dibentuk pada bulan Agustus 1943. Tujuan pembentukan Fujinkai adalah untuk membantu jepang dalam perang menghadapi sekutu. Anggotanya adalah kaum wanita berusia 15 tahun ke atas.

e. Seinentai dan Gakutotai

Untuk anak-anak SD dibentuk Seinentai dan untuk anak-anak sekolah lanjutan dibentuk Gakutotai. Di antara organisasi-organisasi semi militer lainnya, Gakutotai merupakan organisasi yang anggotanya paling kecil dalam hal usia.

f. Hizbullah

Hizbullah dibentuk pada tanggal 15 Desember 1944. Hizbullah adalah pasukan sukarela atau pasukan cadangan yang beranggotakan pemuda Islam. Organisasi ini diketuai oleh K.H. Zainal Arifin dan wakilnya Mohammad Roem.

Kehidupan Bangsa Indonesia di Bidang Pendidikan

Pendidikan yang dikembangkan oleh Jepang didasari oleh semangat pembebasan dan persamaan. Kebijakan ini juga menyebabkan terhapusnya diskriminasi sosial terhadap para pelajar pribumi yang sebelumnya diterapkan oleh Belanda. Sistem pendidikan zaman Jepang yang masih diterapkan oleh negara kita saat ini di antaranya adalah sistem belajar 12 tahun. Saat itu Jepang membuka Sekolah Umum yang terdiri dari Sekolah Rakyat (Kokumin Gakko) selama 6 tahun, Sekolah Menengah Pertama selama 3 tahun dan Sekolah Menengah Atas selama 3 tahun. Jepang juga mengadakan pelatihan bagi para guru yang pesertanya diambil dari berbagai daerah. Dalam pelatihan tersebut, para peserta didoktrin dengan “Hakko Ichiu”. Ajaran ini berarti Delapan penjuru dunia di bawah satu atap. Dengan adanya ajaran ini bisa diartikan bahwa Jepang meyakinkan negaranya adalah sebagai pemimpin dalam suatu lingkungan. Setelah melakukan pelatihan, para peserta harus kembali ke daerahnya masing-masing untuk menyampaikan ilmu yang telah diperolehnya selama pelatihan.

Guna memperoleh dukungan tokoh pribumi, Jepang mengawalinya dengan menawarkan konsep Putera Tenaga Rakyat di bawah pimpinan Soekarno, M. Hatta, Ki Hajar Dewantoro, dan K.H. Mas Mansur pada Maret 1943. Konsep ini dirumuskan setelah kegagalan The Triple Movement yang tidak menyertakan wakil tokoh pribumi. Tetapi PTR akhirnya mengalami nasib serupa setahun kemudian. Pasca ini, Jepang tetap merekrut Ki Hajar Dewantoro sebagai penasihat bidang pendidikan mereka. Upaya Jepang mengambil tenaga pribumi ini dilatarbelakangi pengalaman kegagalan sistem pendidikan mereka di Manchuria dan China yang menerapkan sistem Nipponize (Jepangisasi). Karena itulah, di Indonesia mereka mencobakan format pendidikan yang mengakomodasi kurikulum berorientasi lokal. Sekalipun patut dicatat bahwa pada menjelang akhir masa pendudukannya, ada indikasi kuat Jepang untuk menerapkan sistem Nipponize kembali, yakni dengan dikerahkannya Sendenbu (propagator Jepang) untuk menanamkan ideologi yang diharapkan dapat menghancurkan ideologi Indonesia Raya.

Jepang juga memandang perlu melatih guru-guru agar memiliki keseragaman pengertian tentang maksud dan tujuan pemerintahannya. Materi pokok dalam latihan tersebut antara lain:

  1. Nippon Seisyin, yaitu latihan kemiliteran dan semangat Jepang;
  2. Bahasa, sejarah dan adat-istiadat Jepang;
  3. Ilmu bumi dengan perspektif geopolitis; serta
  4. Olahraga dan nyanyian Jepang. Sementara untuk pembinaan kesiswaan.

Jepang mewajibkan bagi setiap murid sekolah untuk rutin melakukan beberapa aktivitas berikut ini:

  1. Menyanyikan lagu kebangsaan Jepang, Kimigayo setiap pagi;
  2. Mengibarkan bendera Jepang, Hinomura dan menghormat Kaisar Jepang, Tenno Heika setiap pagi;
  3. setiap pagi mereka juga harus melakukan Dai Toa, bersumpah setia kepada cita-cita Asia Raya;
  4. Setiap pagi mereka juga diwajibkan melakukan Taiso, senam Jepang;
  5. Melakukan latihan-latihan fisik dan militer;
  6. Menjadikan bahasa Indonesia sebagai pengantar dalam pendidikan. Bahasa Jepang menjadi bahasa yang juga wajib diajarkan.

Setelah menguasai Indonesia, Jepang menginstruksikan ditutupnya sekolah-sekolah berbahasa Belanda, pelarangan materi tentang Belanda dan bahasa-bahasa Eropa lainnya. Termasuk yang harus ditutup adalah HCS, sehingga memaksa peranakan China kembali ke sekolah-sekolah berbahasa Mandarin di bawah koordinasi Hua-Chino Tsung Hui, yang berimplikasi pada adanya proses resinification (penyadaran dan penegasan identitas sebagai keturunan bangsa China). Kondisi ini antara lain memaksa para guru untuk menerjemahkan buku-buku berbahasa asing ke dalam Bahasa Indonesia untuk kepentingan proses pembelajaran. Selanjutnya sekolah-sekolah yang bertipe akademis diganti dengan sekolah-sekolah yang bertipe vokasi. Jepang juga melarang pihak swasta mendirikan sekolah lanjutan dan untuk kepentingan kontrol, maka sekolah swasta harus mengajukan izin ulang untuk dapat beroperasi kembali. Taman Siswa misalnya terpaksa harus mengubah Taman Dewasa menjadi Taman Tani, sementara Taman Guru dan Taman Madya tetap tutup. Kebijakan ini menyebabkan terjadinya kemunduran yang luar biasa bagi dunia pendidikan dilihat dari aspek kelembagaan dan operasionalisasi pendidikan lainnya.

Sementara itu terhadap pendidikan Islam, Jepang mengambil beberapa kebijakan antara lain:

  1. Mengubah Kantor Voor Islamistische Zaken pada masa Belanda yang dipimpin kaum orientalis menjadi Sumubi yang dipimpin tokoh Islam sendiri, yakni K.H. Hasyim Asyari. Di daerah-daerah dibentuk Sumuka;
  2. Pondok pesantren sering mendapat kunjungan dan bantuan pemerintah Jepang;
  3. Mengizinkan pembentukan barisan Hizbullah yang mengajarkan latihan dasar seni kemiliteran bagi pemuda Islam di bawah pimpinan K.H. Zainal Arifin;
  4. Mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta di bawah asuhan K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir dan Bung Hatta;
  5. Diizinkannya ulama dan pemimpin nasionalis membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA) yang belakangan menjadi cikal-bakal TNI di zaman kemerdekaan; dan
  6. Diizinkannya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) terus beroperasi, sekalipun kemudian dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) yang menyertakan dua ormas besar Islam, Muhammadiyah, dan NU.

Banyak kebijakan pendudukan Jepang yang sangat merugikan bangsa Indonesia, akhirnya Jepang mendapat perlawanan dari berbagai daerah. Perlawanan terhadap Jepang antara lain di Aceh yang dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil, Perlawanan rakyat Tasikmalaya dipimpin oleh KH. Zainal Mustofa, dan Perlawanan PETA di Blitar yang dipimpin oleh Supriyadi. Selain mendapatkan perlawanan dari bangsa Indonesia Jepang sendiri mengalami kekalahan di berbagai front pertempuran berdampak bagi pemerintahan yang ada di Jepang. Pada tanggal 17 Juli 1944, Jenderal Nideki Tojo diganti oleh Jenderal Koniaki Koiso. Pada tanggal 7 September 1994 Jenderal Koiso memberikan janji kemerdekaan kepada Indonesia dikemudian hari. Pada 1 Maret 1945, panglima Jepang Letnan Jenderal Kumakici Harada mengumumkan pembentukan Badan Penyelidikan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Seiring berjalannya BPUPKI pada tanggal 6 Agustus 1945 kota Hirosima dibom atom oleh sekutu dan pada tanggal 7 Agustus 1945 dibubarkannya BPUPKI dan dibentuklah PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). PPKI yang dipimpin oleh Ir. Soekarno beserta Moh. Hatta dan Dr. Rajiman Widyadiningrat berangkat ke Dalat, Vietnam pada 2 Agustus 1945 bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kemerdekaan Indonesia.

Amerika Serikat kemudian membom atom kedua kota yang ada di Jepang, yakni Hirosmia dan Nagasaki pada tanggal 6 Agustus dan 9 Agustus 1945. Pemilihan kedua kota itu dikarenakan kedua kota tersebut merupakan pusat industri di Jepang. Akhirnya pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu dan berakhirnya juga masa pendudukan Jepang di Indonesia. Akan tetapi Jepang harus tetap menjaga status quo sebelum kedatangan Sekutu. Bangsa Indonesia memanfaatkan kondisi yang demikian itu dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia sebelum Sekutu datang, yakni pada tanggal 17 Agustus 1945, Bung Karno di damping oleh Hatta membacakan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Dengan demikian maka berakhirlah kekuasaan Jepang di Indonesia, dan Indonesia muncul menjadi satu negara yang merdeka.

Rangkuman

Jepang pertama kali tiba di Indonesia mendarat di Tarakan, Kalimantan Timur pada tanggal 11 Januari 1942, kedatangan Jepang tidak terlepas dari perang Asia Timur Raya pasca Amerika menyatakan perang terhadap Jepang diakibatkan Jepang melakukan serangan mendadak terhadap pangkalan Militer Amerika Serikat di Pearl Harbour pada tanggal 7 Desember 1941. Untuk memuluskan perang Asia Timur Raya, Jepang berusaha menguasai wilayah Asia salah satunya Indonesia.

Secara resmi Jepang menguasai Indonesia pada tanggal 8 Maret 1942, setelah Belanda menyerah tanpa syarat di Kalijati Subang. Pada awal pergerakannya, pemerintah militer Jepang bersikap baik terhadap bangsa Indonesia dengan mengaku sebagai saudara tua bangsa Indonesia. Tetapi akhirnya sikap baik itu berubah setelah sekian waktu Jepang menduduki Indonesia, berbagai kebijakan dilakukan untuk mewujudkan tujuan Jepang. Dalam bidang sosial Jepang menerapkan romusa, melaksanakan kinrohosi, dan jogun lanfu sehingga. Dalam bidang ekonomi Jepang menerapkan kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang dengan berbagai kebijakan di antaranya menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan sanksi pelanggaran yang sangat berat, menerapkan sistem ekonomi perang dan sistem autarki, dan mengadakan kampanye penyerahan bahan pangan dan barang secara besar-besaran. Kebijakan sosial ekonomi mengakibatkan kehidupan bangsa Indonesia pada zaman pendudukan Jepang sangat menderita, dan kemiskinan merajalela.

Pada awal pendudukannya, Jepang bersikap baik dan ramah kepada rakyat Indonesia, Jepang yang manis dan ramah itu ternyata hanya palsu belaka. Kenyataannya sikap dan tindakan Jepang mulai keras, kejam, dan semena-mena dan menguras habis sumber daya alam, akibatnya rakyat mengalami penderitaan yang lebih berat daripada zaman penjajahan Belanda. Kehidupan bangsa Indonesia yang mengalami penderitaan itu diakibatkan oleh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pendudukan Jepang. Kebijakan di bidang sosial: adanya pemaksaan rakyat Indonesia untuk melakukan penghormatan kepada dewa matahari dengan cara membungkukkan badan ke arah matahari terbit, Jepang membentuk pusat kebudayaan yang digunakan Jepang untuk mengawasi dan mengarahkan kegiatan para seniman agar karya-karyanya tidak menyimpang dari kepentingan Jepang. Dalam bidang militer Jepang membentuk organisasi-organisasi militer dan semi militer di antaranya Heiho, Peta, Suishintai, Seinendan, Keibodan, Fujinkai, Hizbullah, Seinentai, dan Gakutotai. Dalam bidang pendidikan Jepang menerapkan pendidikan yang masih berkembang sampai dengan sekarang yaitu pendidikan 12 tahun, selain untuk mendidik siswa Jepang juga membuat pelatihan bagi guru-guru dengan tujuan menyamakan pandangan untuk mewujudkan tujuan Jepang dalam memenangkan perang Asia Timur Raya. Namun sebagian besar kebijakan tersebut akhirnya mendapatkan perlawanan dari bangsa Indonesia ditambah lagi Jepang semakin terdesak dalam front peperangan akhirnya kekuatan Jepang semakin melemah, kondisi ini dimanfaatkan oleh Amerika Serikat dengan meluncurkan serangan pemboman terhadap kota industri Jepang yaitu Hirosima dan Nagasaki. Kondisi ini dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia dengan mempersiapkan proklamasi kemerdekaan Indonesia, akhirnya Indonesia dapat memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Daftar Pustaka

Chalid, Latif. 1983. Atlas Sejarah. Jakarta: Pembina Praga.

Herimanto dan Eko Targiyatmi. 2020. Sejarah Pembelajaran Sejarah Interaktif Untuk Kelas XI SMA dan MA. Solo: Tiga Serangkai.

Isnaeni, Hendri F. dan Apid. 2008. Romusa Sejarah yang Terlupakan. Yogyakarta: Ombak.

Kuntowijoyo. 1997. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang.

Poesponegoro, Djoned M. dan Notosusanto, Nugroho. 1984. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.