Makalah Korupsi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Korupsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan yang berjudul Makalah Korupsi ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Korupsi ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Korupsi ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Indonesia, Maret 2024
Penyusun

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Korupsi merupakan ancaman global di dunia dikarenakan adanya penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah atau pihak-pihak terkait untuk kepentingan pribadi yang sangat merugikan. Indonesia merupakan negara yang identik dengan tindakan korupsi, hal ini disebabkan karena buruknya moral para pemimpin bangsa yang melakukan penyimpangan terhadap kepercayaan masyarakat. Tindakan korupsi dirasakan semakin buruk di negara kita ini, maka dari itu banyak dilakukan upaya-upaya pemberantasan korupsi tetapi faktanya masih banyak ditemukan para pejabat yang melakukan tindakan tersebut.

Kelompok kami memilih tema korupsi karena saat ini sedang hangat-hangatnya tentang permasalahan korupsi E-KTP, oleh karena itu kami ingin memberikan penjelasan yang sejelas-jelasnya kepada para pembaca untuk menjauhi tindakan korupsi dan mencegah tindakan korupsi agar tidak dilakukan oleh anak-anak maupun orang dewasa, karena korupsi itu merugikan untuk pribadi maupun bagi negara dan korupsi merupakan fenomena sosial yang hingga saat ini belum dapat diberantas oleh manusia secara maksimal.

 

B. Rumusan Masalah

  1. Apa pengertian tentang korupsi?
  2. Apa saja ciri-ciri dan jenis-jenis korupsi?
  3. Apa bahaya korupsi?
  4. Bagaimana dampak dari korupsi?
  5. Apa kondisi yang mendukung munculnya korupsi?
  6. Bagaimana cara mengatasi korupsi?

 

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi

Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” (Fockema Andrea: 1951) atau “corruptus” (Webster Student Dictionary: 1960). Selanjutnya dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan “corruptive/korruptie” (Belanda).

Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah “Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”

Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian. Istilah korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia, adalah “kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidakjujuran” (S. Wojowasito-WJS Poerwadarminta: 1978). Pengertian lainnya, “perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya” (WJS Poerwadarminta: 1976).

 

B. Ciri-ciri dan Jenis-jenis Korupsi

Berikut dipaparkan berbagai ciri-ciri dan jenis-jenis korupsi yang diambil dari Buku Saku yang dikeluarkan oleh KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK: 2006):

1. Kerugian Keuangan Negara

  • Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi;
  • Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada.

2. Suap Menyuap

  • Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya;
  • Memberi sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya;
  • Memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya atau oleh pemberi hadiah/janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut;
  • Bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji;
  • Bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
  • Bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
  • Bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya;
  • Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara;
  • Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara;
  • Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara.

3. Penggelapan dalam Jabatan

  • Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau uang/surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut;
  • Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi;
  • Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya;
  • Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut;
  • Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.

4. Pemerasan

  • Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
  • Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
  • Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima atau memotong pembayaran kepada Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.

5. Perbuatan Curang

  • Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang;
  • Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau menyerahkan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang;
  • Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan TNI atau Kepolisian Negara RI melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang;
  • Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan TNI atau Kepolisian Negara RI melakukan perbuatan curang dengan sengaja membiarkan perbuatan curang.

6. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan

Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.

7. Gratifikasi

Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban tugasnya.

 

C. Faktor Penyebab Korupsi

Secara umum faktor penyebab korupsi dapat terjadi karena faktor politik, hukum dan ekonomi, sebagaimana dalam buku berjudul Peran Parlemen dalam Membasmi Korupsi (ICW: 2000) yang mengidentifikasikan empat faktor penyebab korupsi yaitu faktor politik, faktor hukum, faktor ekonomi dan birokrasi serta faktor transnasional.

1. Faktor Politik

Politik merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dapat dilihat ketika terjadi instabilitas politik, kepentingan politis para pemegang kekuasaan, bahkan ketika meraih dan mempertahankan kekuasaan. Perilaku korup seperti penyuapan, politik uang merupakan fenomena yang sering terjadi. Terkait dengan hal itu Terrence Gomes (2000) memberikan gambaran bahwa politik uang (money politic) sebagai use of money and material benefits in the pursuit of political influence.

2. Faktor Hukum

Faktor hukum bisa lihat dari dua sisi, di satu sisi dari aspek perundang-undangan dan sisi lain lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Tidak baiknya substansi hukum, mudah ditemukan dalam aturan-aturan yang diskriminatif dan tidak adil; rumusan yang tidak jelas-tegas (non lex certa) sehingga multi-tafsir; kontradiksi dan overlapping dengan peraturan lain (baik yang sederajat maupun yang lebih tinggi).

Selaras dengan hal itu Susila (dalam Hamzah: 2004) menyebutkan tindakan korupsi mudah timbul karena ada kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan, yang mencakup: (a) adanya peraturan perundang-undangan yang bermuatan kepentingan pihak-pihak tertentu (b) kualitas peraturan perundang-undangan kurang memadai, (c) peraturan kurang disosialisasikan, (d) sanksi yang terlalu ringan, (e) penerapan sanksi yang tidak konsisten dan pandang bulu, (f) lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan.

3. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal itu dapat dijelaskan dari pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan. Pendapat ini tidak mutlak benar karena dalam teori kebutuhan Maslow, sebagaimana dikutip oleh Sulistyantoro, korupsi seharusnya hanya dilakukan oleh orang untuk memenuhi dua kebutuhan yang paling bawah dan logika lurusnya hanya dilakukan oleh komunitas masyarakat yang pas-pasan yang bertahan hidup. Namun saat ini korupsi dilakukan oleh orang kaya dan berpendidikan tinggi (Sulistyantoro: 2004).

Pendapat lain menyatakan bahwa kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang merupakan faktor yang paling menonjol dalam arti menyebabkan merata dan meluasnya korupsi di Indonesia dikemukakan pula oleh Guy J. Pauker (1979) yang menyatakan sebagai berikut: “Although corruption is widespread in Indonesia as means of supplementing excessively low governmental salaries, the resources of the nation are not being used primarily for the accumulation of vast private fortunes, but for economic development and some silent, for welfare” (Guy J. Pauker: 1979).

4. Faktor Organisasi

Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, termasuk sistem pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban korupsi atau di mana korupsi terjadi biasanya memberi andil terjadinya korupsi karena membuka peluang atau kesempatan untuk terjadinya korupsi (Tunggal 2000). Bilamana organisasi tersebut tidak membuka peluang sedikit pun bagi seseorang untuk melakukan korupsi, maka korupsi tidak akan terjadi.

Aspek-aspek penyebab terjadinya korupsi dari sudut pandang organisasi ini meliputi: (a) kurang adanya teladan dari pimpinan, (b) tidak adanya kultur organisasi yang benar, (c) sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai, (d) manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasinya. Terkait dengan itu Lyman W. Porter (1984) menyebut lima fungsi penting dalam organizational goals: (1) focus attention; (2) provide a source of legitimacy (3) affect the structure of the organization (4) serve as a standard (5) provide clues about the organization.

 

D. Bahaya Korupsi

Korupsi merupakan salah satu isu yang paling rumit dalam sejarah kehidupan manusia. Ia memberikan implikasi negatif dan buruk terhadap kehidupan manusia secara khusus dan terhadap keberlangsungan suatu wilayah. Ia dapat dikategorikan sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, sebab mempengaruhi aspek kehidupan ekonomi, politik, ketahanan, sosial-budaya, dan agama. Secara eksplisit bahaya tersebut yakni:

  1. Terhadap bidang ekonomi, korupsi merusak perkembangan ekonomi suatu negara. Jika suatu aktivitas ekonomi dijalankan dengan unsur-unsur korupsi, maka pertumbuhan ekonomi yang diharapkan tidak akan tercapai. Berefek pada berkurangnya investasi dan kepercayaan. Hal ini dikarenakan para investor menjadi ragu dan takut untuk mempercayakan modalnya untuk dikelola di daerah yang korup. Tentunya, dengan tidak adanya investor maka perputaran ekonomi di suatu daerah menjadi lambat atau bahkan berhenti.
  2. Terhadap bidang politik, kekuasaan yang dicapai dengan korupsi akan menghasilkan pemerintahan yang tidak sehat. Pemerintah yang berkuasa cenderung menjadikan alat kuasanya sebagai bentuk meraup keuntungan sebesar-besarnya dari apa yang bisa didapatkannya dari tampuk kekuasaan. Akibatnya proses pemerintahan bersifat transaksional yang mementingkan pihak-pihak yang berkuasa. Pada posisi ini, rakyat tak lagi menjadi bagian yang mendapatkan perhatian.
  3. Terhadap bidang keamanan, ketahanan, dan keadilan sosial, korupsi menyebabkan tidak efisiennya ketiga bidang tersebut pada suatu wilayah. Dengan berorientasi pada keuntungan terhadap kelompok tertentu di tampuk kekuasaan, menjadikan keamanan dan ketahanan tak lagi diperhatikan. Akibatnya, mereka yang tidak memiliki kecukupan penghasilan menjadi kelas bawah yang dikangkangi mereka yang berharta dan memiliki akses kekuasaan. Ada kesenjangan sosial yang memicu kejahatan dan kekerasan. Terhadap budaya dan kehidupan sosial, korupsi yang merajalela dan menjadi kebiasaan akan menjadikan masyarakat kacau, dan tidak ada saling percaya antara satu sama lainnya. Berakibat juga pada kualitas moral dan intelektual masyarakat.
  4. Terhadap bidang keagamaan, korupsi juga menimbulkan kekacauan. Berbagai bentuk bantuan yang diberikan oleh para dermawan kepada yang memerlukan tidak terkelola dengan baik dikarenakan ada unsur “permainan” yang dilakukan para penyalur. Akibatnya angka kemiskinan semakin tinggi dan makin banyaknya orang-orang yang menderita kelaparan.

 

E. Dampak Korupsi

Korupsi menunjukkan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidakseimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikkan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidakefisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Di mana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan “lapangan perniagaan”. Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.

Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus “pro-bisnis” ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.

 

F. Cara Mengatasi Korupsi

Dengan adanya pemerintahan yang terdiri dari eksekutif dan legislatif yang akan terbentuk sebagai hasil dari pemulihan umum 200, maka yang diharapkan adalah terbentuknya pemerintahan yang kuat, artinya mempunyai bargaining point terhadap pengambilan berbagai macam kebijakan pemberantasan tindak KKN sebagai common enemy, sama dengan apa yang diharapkan oleh rakyat Indonesia selama ini dengan selalu melakukan pengawasan-pengawasan sosial terhadap pemerintahan. Dalam menentukan langkah kebijakan yang akan dilakukan adalah:

  1. Mengerahkan seluruh stakeholder dalam merumuskan visi, misi, tujuan, dan indikator terhadap makna KKN;
  2. Mengerahkan dan mengidentifikasi strategi yang akan mendukung terhadap pemberantasan KKN sebagai payung hukum menyangkut Stick, Carrot, perbaikan gaji pegawai, sanksi efek jera, pemberhentian jabatan yang diduga secara nyata melakukan tindak korupsi, dsb;
  3. Melaksanakan dan menerapkan seluruh kebijakan yang telah dibuat dengan melaksanakan penegakkan hukum tanpa pandang bulu terhadap setiap pelanggaran KKN dengan aturan hukum yang telah ditentukan dan tegas;
  4. Melaksanakan evaluasi, pengendalian, dan pengawasan dengan memberikan atau membuat mekanisme yang dapat memberikan kesempatan kepada Masyarakat, dan pengawasan fungsional lebih independen.

 

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.

Ciri-ciri dan jenis-jenis korupsi menurut KPK adalah kerugian keuangan negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi. Korupsi sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, sebab mempengaruhi aspek kehidupan ekonomi, politik, ketahanan, sosial-budaya, dan agama. Korupsi mengikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikkan jabatan bukan karena prestasi. Empat faktor penyebab korupsi yaitu faktor politik, faktor hukum, faktor ekonomi dan birokrasi serta faktor transnasional.

 

B. Saran

Dari kesimpulan di atas diharapkan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk bisa menjauhi dan mencegah tindak pidana korupsi agar bisa mengurangi kerugian bagi negara bila korupsi itu berhubungan dengan keuangan negara. Dan agar kita tidak terjerat hukuman sampai harus dihukum mati. Jika kita tidak melakukan korupsi maka hidup kita akan selalu tenang dan tenteram tanpa terbebani oleh dosa karena korupsi.

 

DAFTAR PUSTAKA

Ahimsa-Putra. H.S. (2003). Jurnal Wacana: Korupsi di Indonesia: Budaya atau Politik Makna. Yogyakarta: Insist Press.

Angha, Nader (2002). Teori I Kepemimpinan berdasarkan Kecerdasan Spiritual. Jakarta: Serambi.

Badan Pusat Statistik (2011). Berita Resmi Statistik; Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2011. No.45/07/Th. XIV. 1 Juli 2011.

Baswir, Revrisond (1993). Ekonomi. Manusia dan Etika. Kumpulan Esai-Esai Terpilih. Yogyakarta: BPFE.

De Asis, Maria Gonzales (2000). Coalition-Building to Fight Corruption. Paper Prepared for the Anti-Corruption Summit. World Bank Institute.

Guy, J. Pauker (1980). Indonesia 1979: The Record of Three Decades (Asia Survay Vol XX No. 2).

Hamzah, Andi (1991). Korupsi di Indonesia: Masalah dan Pemecahannya Jakarta: PT Gramedia.

Mauro, Paolo (1995). Current Account Surpluses and the Interest Rate Island in Switzerland. IMF Working Paper.

Mauro, Paolo (2002). The Persistence of Corruption and Slow Economic Growth. IMF Working Paper.

Tanzi, Vito (1998). Corruption around the world: Causes. Consequences. Scope. and Cures. International Monetary Fund Working Paper.

Tanzi, Vito and Hamid Davoodi (1997). Corruption. Public Investment and Growth1. International Monetary Fund Working Paper.

Download Contoh Makalah Korupsi.docx