Makalah Sistem Pembagian Kekuasaan Negara Republik Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Sistem Pembagian Kekuasaan Negara Republik Indonesia ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan yang berjudul Makalah Sistem Pembagian Kekuasaan Negara Republik Indonesia ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Sistem Pembagian Kekuasaan Negara Republik Indonesia ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Sistem Pembagian Kekuasaan Negara Republik Indonesia ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Indonesia, Oktober 2024
Penyusun

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemerintah merupakan salah satu unsur konstitutif (mutlak) berdirinya sebuah negara, selain dari rakyat dan wilayah. Pemerintah bertugas menyelenggarakan pemerintahan negara, atau dengan kata lain Pengelolaan Kekuasaan Negara untuk mencapai cita-cita dan tujuan negara. Pemerintahlah mempunyai kewenangan mengatur seluruh rakyat dan menjaga keutuhan wilayah negara untuk mencapai kemakmuran rakyat.

Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai pemegang kekuasaan negara terdiri atas dua tingkatan, yaitu pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Dalam arti luas, pemerintahan pusat dilaksanakan oleh setiap lembaga negara yang tugas dan kewenangannya sudah diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta peraturan perundang-undangan yang lainnya.

Dalam arti sempit pemerintahan pusat dilaksanakan oleh lembaga eksekutif, yaitu presiden, wakil presiden, kementerian negara, dan lembaga pemerintahan non-kementerian. Pemerintahan daerah di Indonesia terdiri atas pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota. Pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah daerah (yang dipimpin oleh kepala daerah) dan dewan perwakilan rakyat daerah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

  1. Apa saja macam-macam kekuasaan negara?
  2. Apa saja prinsip pembagian kekuasaan negara kesatuan?
  3. Bagaimana konsep pembagian kekuasaan di Indonesia?
  4. Bagaimana konsep pembagian kekuasaan secara horizontal?
  5. Bagaimana konsep pembagian kekuasaan secara vertikal?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Macam-macam Kekuasaan Negara

Konsep kekuasaan tentu saja merupakan konsep yang tidak asing lagi. Dalam kehidupan sehari-hari konsep ini sering sekali diperbincangkan, baik dalam obrolan di masyarakat maupun dalam berita di media cetak maupun elektronik. Secara sederhana kekuasaan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memengaruhi orang lain supaya melakukan tindakan-tindakan yang dikehendaki atau diperintahkannya.

Sebagai contoh, ketika sedang menonton televisi, tiba-tiba orang tua menyuruh untuk belajar, kemudian mematikan televisi tersebut dan masuk ke kamar atau ruang belajar untuk membaca atau menyelesaikan tugas sekolah. Contoh lain dalam kehidupan di sekolah, datang ke sekolah tidak boleh terlambat, apabila terlambat tentu saja akan mendapatkan teguran dari guru. Di masyarakat, ada ketentuan bahwa setiap tamu yang tinggal di wilayah itu lebih dari 24 jam wajib lapor kepada ketua RT/RW, artinya setiap tamu yang datang dan tinggal lebih dari 24 jam harus lapor kepada yang berwenang. Contoh-contoh tersebut menggambarkan perwujudan dari kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang atau lembaga.

Negara mempunyai kekuasaan, karena pada dasarnya negara merupakan organisasi kekuasaan. Dengan kata lain, bahwa negara memiliki banyak sekali kekuasaan. Kekuasaan negara merupakan kewenangan negara untuk mengatur seluruh rakyatnya untuk mencapai keadilan dan kemakmuran, serta keteraturan. Kekuasaan negara banyak sekali macamnya. Menurut John Locke sebagaimana dikutip oleh Riyanto (2006: 273) bahwa kekuasaan negara itu dapat dibagi menjadi tiga macam kekuasaan sebagai berikut.

  1. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang.
  2. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang, termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang-undang.
  3. Kekuasaan federatif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan hubungan luar negeri.

Selain John Locke, ada tokoh lain yang berpendapat tentang kekuasaan negara, yaitu Montesquieu. Sebagaimana dikutip oleh Riyanto (2006: 273).

  1. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang.
  2. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang.
  3. Kekuasaan yudikatif, yaitu kekuasaan untuk mempertahankan undang-undang, termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang-undang.

Pendapat yang dikemukakan oleh Montesquieu merupakan penyempurnaan dari pendapat John Locke. Kekuasaan federatif oleh Montesquieu dimasukkan ke dalam kekuasaan eksekutif, fungsi mengadili dijadikan kekuasaan yang berdiri sendiri. Ketiga kekuasaan tersebut dilaksanakan oleh lembaga-lembaga yang berbeda yang sifatnya terpisah. Teori Montesquieu ini dinamakan Trias Politika.

B. Prinsip Pembagian Kekuasaan Negara Kesatuan

Pendapat C.F. Strong yang dikutip Miriam Budiardjo menyatakan bahwa ciri mutlak yang melekat pada negara kesatuan ialah: pertama, adanya supremasi dari dewan perwakilan rakyat pusat, dan kedua, tidak adanya badan-badan lain yang berdaulat. Kekuasaan pemerintah dalam suatu negara yang berbentuk kesatuan seperti itu dapat diselenggarakan dengan cara terhimpun/ditumpuk (gathered) secara sentralisasi (centralized), sehingga segala urusan dalam negara terletak ditangan pemerintah pusat (central government), dan semua kewenangan pemerintah pusat dilakukan oleh satu pusat pemerintahan (single centralized government), atau oleh pusat bersama-sama dengan organnya yang berada/dipencarkan di daerah-daerah.

Pemencaran organ-organ yang menjalankan kewenangan pemerintah pusat di daerah-daerah seperti itu, menurut Bagir Manan dikenal sebagai dekonsentrasi (centralisatie met de deconcentratie) di mana semua kewenangan pemerintahan daerah, termasuk kewenangan organ-organ dalam membentuk peraturan perundang-undangan didasarkan atau sangat tergantung pada pemerintah (pusat). Lepas dari dua sistem yang berbeda dalam negara kesatuan di atas, negara kesatuan pada hakikatnya tidak terbagi, atau dalam arti lain kekuasaan pemerintahan pusat tidak dibatasi, karena konstitusi negara kesatuan tidak mengakui badan legislatif lain, selain badan legislatif pusat. Jadi kalaupun ada wewenang bagi daerah, seperti membuat peraturan daerah (perda), tidak berarti bahwa pemerintah daerah itu berdaulat, karena pengawasan dan kekuasaan tertinggi masih tetap terletak di pemerintah pusat.

Disebut negara kesatuan apabila kekuasaan pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak sama dan tidak sederajat. Kekuasaan pemerintah pusat merupakan kekuasaan yang menonjol dalam negara, dan tidak ada saingan dari badan legislatif pusat dalam membentuk undang-undang. Kekuasaan pemerintah yang di daerah bersifat derivatif (tidak langsung ) dan sering dalam bentuk otonom yang luas dengan demikian tidak dikenal adanya badan legislatif pusat dan daerah yang sederajat melainkan sebaliknya. Negara kesatuan dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu:

1. Negara Kesatuan dengan Sistem Sentralistik

Dalam negara kesatuan dengan sistem sentralisasi segala sesuatu dalam negara langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat dan daerah hanya tinggal melaksanakan segala apa yang telah diinstruksikan oleh pemerintah pusat.

2. Negara Kesatuan dengan Sistem Desentralistik

Sedangkan dalam negara kesatuan dengan sistem desentralisasi, kepada daerah-daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi daerah) yang dinamakan daerah otonom. Menurut Sri Soemantri adanya pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah-daerah otonom bukanlah hal itu ditetapkan dalam konstitusinya, akan tetapi karena masalah itu adalah merupakan hakikat daripada negara kesatuan.

C. Konsep Pembagian Kekuasaan di Indonesia

Dalam sebuah praktik ketatanegaraan tidak jarang terjadi pemusatan kekuasaan pada satu orang saja, terjadi pengelolaan sistem pemerintahan dilakukan secara absolut atau otoriter. Untuk menghindari hal tersebut perlu ada pemisahan atau pembagian kekuasaan, agar terjadi kontrol dan keseimbangan di antara lembaga pemegang kekuasaan. Dengan kata lain, kekuasaan legislatif, eksekutif, maupun yudikatif tidak dipegang oleh satu orang saja.

Kusnardi dan Ibrahim (1983: 140) menyatakan bahwa istilah pemisahan kekuasaan (separation of powers) dan pembagian kekuasaan (divisions of power) merupakan dua istilah yang memiliki pengertian berbeda satu sama lainnya. Pemisahan kekuasaan berarti kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian, baik mengenai organ maupun fungsinya. Dengan kata lain, lembaga pemegang kekuasaan negara yang meliputi lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif merupakan lembaga yang terpisah satu sama lainnya, berdiri sendiri tanpa memerlukan koordinasi dan kerja sama. Setiap lembaga menjalankan fungsinya masing-masing.

Contoh negara yang menganut mekanisme pemisahan kekuasaan adalah Amerika Serikat. Berbeda dengan mekanisme pemisahan kekuasaan, di dalam mekanisme pembagian kekuasaan, kekuasaan negara itu memang dibagi-bagi dalam beberapa bagian (legislatif, eksekutif, dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa di antara bagian-bagian itu dimungkinkan ada koordinasi atau kerja sama.

Mekanisme pembagian ini banyak sekali dilakukan oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Mekanisme pembagian kekuasaan di Indonesia diatur sepenuhnya di dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penerapan pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.

D. Pembagian Kekuasaan Secara Horizontal

Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara horizontal pembagian kekuasaan negara dilakukan pada tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Pembagian kekuasaan pada tingkatan pemerintahan pusat berlangsung antara lembaga-lembaga negara yang sederajat. Pembagian kekuasaan pada tingkat pemerintahan pusat mengalami pergeseran setelah terjadinya perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya terdiri atas tiga jenis kekuasaan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) menjadi enam kekuasaan negara.

1. Kekuasaan Konstitutif

Kekuasaan konstitutif adalah kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.”

2. Kekuasaan Eksekutif

Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan penyelenggaraan pemerintahan negara. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.”

3. Kekuasaan Legislatif

Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Kekuasaan ini dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.”

4. Kekuasaan Yudikatif

Kekuasaan yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”

5. Kekuasaan Eksaminatif/Inspektif

Kekuasaan eksaminatif/inspektif adalah kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.”

6. Kekuasaan Moneter

Kekuasaan moneter adalah kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan indepedensinya diatur dalam undang-undang.”

Pembagian kekuasaan secara horizontal pada tingkatan pemerintahan daerah berlangsung antara lembaga-lembaga daerah yang sederajat, yaitu antara Pemerintah Daerah (Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pada tingkat provinsi, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah Provinsi (Gubernur/Wakil Gubernur) dan DPRD provinsi. Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah Kabupaten/Kota (Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota) dan DPRD Kabupaten/Kota.

E. Pembagian Kekuasaan Secara Vertikal

Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan berdasarkan tingkatannya, yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan. Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang“.

Berdasarkan ketentuan tersebut, pembagian kekuasaan secara vertikal di negara Indonesia berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota). Pada pemerintahan daerah berlangsung pula pembagian kekuasaan secara vertikal yang ditentukan oleh pemerintahan pusat. Hubungan antara pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota terjalin dengan koordinasi, pembinaan dan pengawasan oleh pemerintahan pusat dalam bidang administrasi dan kewilayahan.

Pembagian kekuasaan secara vertikal muncul sebagai konsekuensi dari diterapkannya asas desentralisasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan asas tersebut, pemerintah pusat menyerahkan wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah otonom (provinsi dan kabupaten/kota) untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan di daerahnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, yaitu kewenangan yang berkaitan dengan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, agama, moneter, dan fiskal. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (5) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai pembagian urusan pemerintah pusat.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada dasarnya sistem pemerintahan yang diterapkan di Republik Indonesia adalah sistem pemerintahan presidensial. Akan tetapi terdapat perbedaan dalam hal operasionalisasi sistem pemerintahan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum perubahan dengan yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sesudah perubahan.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa sistem pemerintahan Indonesia menganut sistem pembagian kekuasaan bukan pemisah kekuasaan. Pembagian kekuasaan di negara kita dilakukan dengan dua cara, yaitu secara horizontal (pembagian kekuasaan negara antara lembaga-lembaga negara yang sederajat) dan vertikal (pembagian kekuasaan negara antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah/provinsi/kabupaten/kota).

Pemerintahan daerah baik itu provinsi ataupun kabupaten/kota merupakan wujud dari pola pembagian kekuasaan secara vertikal. Pemerintahan daerah menyelenggarakan semua urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya berdasarkan pada asas otonomi dan tugas perbantuan.

B. Saran

Penyelenggaraan pemerintahan negara baik di tingkat pusat maupun daerah, tidak akan efektif apabila tidak didukung secara aktif oleh seluruh rakyat Indonesia. Kita sebagai rakyat Indonesia juga mempunyai kewajiban mendukung setiap penyelenggaraan pemerintahan di negara kita, salah satunya adalah dengan mengetahui dan memahami pembagian kekuasaan Negara Republik Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly. 2004. Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945. Yogyakarta. FH-UII Press.

Astawa, I Gde Pantja & Suprin Na’a. 2012. Memahami Ilmu Negara dan Teori Negara. Bandung: PT. Refika Aditama.

Busroh, Abu Daud. 2009. Ilmu Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Erwin, Muhammad. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia. Bandung: Refika Aditama.

Ismatullah, Deddy. 2007. Ilmu Negara dalam Multi Perspektif Masyarakat, Hukum, dan Agama. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Kansil, C.S.T. & Christine S.T. Kansil. 2008. Hukum Tata Negara Republik Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Koesoemahatmadja, Djenal Hoesan. 1983. Pokok-Pokok Hukum Tata Usaha Negara. Bandung: Alumni.

Kusnardi, Moh. & Bintan R. Saragih. 2008. Ilmu Negara. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Download Contoh Makalah Sistem Pembagian Kekuasaan Negara Republik Indonesia.docx