Makalah Cerpen (Cerita Pendek)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Cerpen (Cerita Pendek) ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan yang berjudul Makalah Cerpen (Cerita Pendek) ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Cerpen (Cerita Pendek) ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Cerpen (Cerita Pendek) ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Indonesia, April 2024
Penyusun

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menulis adalah suatu kegiatan menuangkan ide atau pemikiran yang berbentuk pesan ke dalam media tulis. Cerpen menurut KBBI adalah karangan pendek yang berbentuk prosa. Dalam cerpen diceritakan sepenggal kehidupan tokoh yang penuh pertikaian, peristiwa yang mengharukan, atau menyenangkan dan mengandung pesan yang tak mudah dilupakan.

Kisah yang diungkapkan dalam cerpen bisa bertolak pada realitas atau rekaan yang dibungkus oleh imajinasi, atau juga kisah imajinasi yang dihubungkan dengan realitas. Dengan itu dapat dipahami oleh pembaca dan pembaca pun memperoleh hiburan batin atau pengalaman batin dalam menikmati nilai sastra yang terdapat di dalamnya. Sedangkan suatu cerita dapat diperoleh melalui sesuatu yang dipikirkan, yang disaksikan, atau yang dialami oleh pengarang sendiri dan kemudian direka-reka menjadi suatu karya yang bernilai. Cerpen juga merupakan karya sastra. Dalam hal ini akan dikaji oleh penulis mengenai menulis teknis atau praktis cerpen.

Sebagai generasi masa depan, kita sebagai generasi muda haruslah giat melakukan kegiatan menulis. Supaya kegiatan menulis tidak hilang dimakan zaman yang semakin modern ini yang penuh dengan ilmu-ilmu baru, yang bisa mengecoh anak-anak bangsa terhadap masa depan bangsanya. Selain dari itu kita juga ikut mengembangkan dan melestarikan budaya menulis agar tetap ada dan bisa menuangkan segala ide dan pemikiran dalam sebuah media tulis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

  1. Apa pengertian cerpen?
  2. Bagaimana sejarah cerpen?
  3. Bagaimana ciri-ciri cerpen?
  4. Apa saja jenis-jenis cerpen?
  5. Apa saja aliran-aliran cerpen?
  6. Bagaimana struktur cerpen?
  7. Apa saja unsur-unsur cerpen?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Cerpen

Cerita pendek atau sering disingkat sebagai cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi lain yang lebih panjang, seperti novela (dalam pengertian modern) dan novel. Karena singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra seperti tokoh, plot, tema, bahasa dan insight secara lebih luas dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang. Ceritanya bisa dalam berbagai jenis.

Cerita pendek berasal dari anekdot, sebuah situasi yang digambarkan singkat yang dengan cepat tiba pada tujuannya, dengan paralel pada tradisi penceritaan lisan. Dengan munculnya novel yang realistis, cerita pendek berkembang sebagai sebuah miniatur, dengan contoh-contoh dalam cerita-cerita karya E.T.A. Hoffmann dan Anton Chekhov.

B. Sejarah Cerpen

1. Asal Usul Cerpen

Cerita pendek bermula pada tradisi penceritaan lisan yang menghasilkan kisah-kisah terkenal seperti Iliad dan Odyssey karya Homer. Kisah-kisah tersebut disampaikan dalam bentuk puisi yang berirama. Adapun irama tersebut berfungsi sebagai alat untuk menolong orang untuk mengingat ceritanya. Bagian-bagian singkat dari kisah-kisah ini dipusatkan pada naratif-naratif individu yang dapat disampaikan pada satu kesempatan pendek. Keseluruhan kisahnya baru terlihat apabila keseluruhan bagian cerita tersebut telah disampaikan.

Fabel, yang umumnya berupa cerita rakyat dengan pesan-pesan moral di dalamnya, konon dianggap oleh sejarawan Yunani Herodotus sebagai hasil temuan seorang budak Yunani yang bernama Aesop pada abad ke-6 SM (meskipun ada kisah-kisah lain yang berasal dari bangsa-bangsa lain yang dianggap berasal dari Aesop). Fabel-fabel kuno ini kini dikenal sebagai Fabel Aesop. Akan tetapi ada pula yang memberikan definisi lain terkait istilah Fabel. Fabel, dalam khazanah Sastra Indonesia sering kali, diartikan sebagai cerita tentang binatang sebagai pemeran (tokoh) utama. Cerita fabel yang populer misalnya Kisah Si Kancil, dan sebagainya.

Selanjutnya, jenis cerita berkembang meliputi sage, mite, dan legenda. Sage merupakan cerita kepahlawanan. Misalnya Joko Dolog. Mite atau mitos lebih mengarah pada cerita yang terkait dengan kepercayaan masyarakat setempat tentang sesuatu. Contohnya Nyi Roro Kidul. Sedangkan legenda mengandung pengertian sebagai sebuah cerita mengenai asal usul terjadinya suatu tempat. Contoh Banyuwangi.

Bentuk kuno lainnya dari cerita pendek, yakni anekdot, populer pada masa Kekaisaran Romawi. Anekdot berfungsi seperti perumpamaan, sebuah cerita realistis yang singkat, yang mencakup satu pesan atau tujuan. Banyak dari anekdot Romawi yang bertahan belakangan dikumpulkan dalam Gesta Romanorum pada abad ke-13 atau 14. Anekdot tetap populer di Eropa hingga abad ke-18, ketika surat-surat anekdot berisi fiksi karya Sir Roger de Coverley diterbitkan.

Di Eropa, tradisi bercerita lisan mulai berkembang menjadi cerita-cerita tertulis pada awal abad ke-14, terutama sekali dengan terbitnya karya Geoffrey Chaucer Canterbury Tales dan karya Giovanni Boccaccio Decameron. Kedua buku ini disusun dari cerita-cerita pendek yang terpisah (yang merentang dari anekdot lucu ke fiksi sastra yang dikarang dengan baik), yang ditempatkan di dalam cerita naratif yang lebih besar (sebuah cerita kerangka), meskipun perangkat cerita kerangka tidak diadopsi oleh semua penulis. Pada akhir abad ke-16, sebagian dari cerita-cerita pendek yang paling populer di Eropa adalah “novella” kelam yang tragis karya Matteo Bandello (khususnya dalam terjemahan Perancisnya). Pada masa Renaisan, istilah novella digunakan untuk merujuk pada cerita-cerita pendek.

Pada pertengahan abad ke-17 di Perancis terjadi perkembangan novel pendek yang diperhalus, “nouvelle”, oleh pengarang-pengarang seperti Madame de Lafayette. Pada 1690-an, dongeng-dongeng tradisional mulai diterbitkan (salah satu dari kumpulan yang paling terkenal adalah karya Charles Perrault). Munculnya terjemahan modern pertama Seribu Satu Malam karya Antoine Galland (dari 1704; terjemahan lainnya muncul pada 1710–12) menimbulkan pengaruh yang hebat terhadap cerita-cerita pendek Eropa karya Voltaire, Diderot dan lain-lainnya pada abad ke-18.

2. Cerita-cerita Pendek Modern

Cerita-cerita pendek modern muncul sebagai genrenya sendiri pada awal abad ke-19. Contoh-contoh awal dari kumpulan cerita pendek termasuk Dongeng-dongeng Grimm Bersaudara (1824–1826), Evenings on a Farm Near Dikanka (1831-1832) karya Nikolai Gogol, Tales of the Grotesque and Arabesque (1836), karya Edgar Allan Poe, dan Twice Told Tales (1842) karya Nathaniel Hawthorne. Pada akhir abad ke-19, pertumbuhan majalah dan jurnal melahirkan permintaan pasar yang kuat akan fiksi pendek antara 3.000 hingga 15.000 kata panjangnya. Di antara cerita-cerita pendek terkenal yang muncul pada periode ini adalah “Kamar No. 6” karya Anton Chekhov.

Pada paruhan pertama abad ke-20, sejumlah majalah terkemuka, seperti The Atlantic Monthly, Scribner’s, dan The Saturday Evening Post, semuanya menerbitkan cerita pendek dalam setiap terbitannya. Permintaan akan cerita-cerita pendek yang bermutu begitu besar, dan bayaran untuk cerita-cerita itu begitu tinggi, sehingga F. Scott Fitzgerald berulang-ulang menulis cerita pendek untuk melunasi berbagai utangnya.

Permintaan akan cerita-cerita pendek oleh majalah mencapai puncaknya pada pertengahan abad ke-20, ketika pada 1952 majalah Life menerbitkan cerita pendek Long Ernest Hemingway (atau novella) Lelaki Tua dan Laut. Terbitan yang memuat cerita ini laku 5.300.000 eksemplar hanya dalam dua hari.

Sejak itu, jumlah majalah komersial yang menerbitkan cerita-cerita pendek telah berkurang, meskipun beberapa majalah terkenal seperti The New Yorker terus memuatnya. Majalah sastra juga memberikan tempat kepada cerita-cerita pendek. Selain itu, cerita-cerita pendek belakangan ini telah menemukan napas baru lewat penerbitan online. Cerita pendek dapat ditemukan dalam majalah online, dalam kumpulan-kumpulan yang diorganisir menurut pengarangnya ataupun temanya, dan dalam blog.

C. Ciri-ciri Cerpen

Cerita pendek cenderung kurang kompleks dibandingkan dengan novel. Cerita pendek biasanya memusatkan perhatian pada satu kejadian, mempunyai satu plot, setting yang tunggal, jumlah tokoh yang terbatas, mencakup jangka waktu yang singkat.

Dalam bentuk-bentuk fiksi yang lebih panjang, ceritanya cenderung memuat unsur-unsur inti tertentu dari struktur dramatis: eksposisi (pengantar setting, situasi dan tokoh utamanya), komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan konflik dan tokoh utama); komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan konflik); aksi yang meningkat, krisis (saat yang menentukan bagi si tokoh utama dan komitmen mereka terhadap suatu langkah); klimaks (titik minat tertinggi dalam pengertian konflik dan titik cerita yang mengandung aksi terbanyak atau terpenting); penyelesaian (bagian cerita di mana konflik dipecahkan); dan moralnya.

Karena pendek, cerita-cerita pendek dapat memuat pola ini atau mungkin pula tidak. Sebagai contoh, cerita-cerita pendek modern hanya sesekali mengandung eksposisi. Yang lebih umum adalah awal yang mendadak, dengan cerita yang dimulai di tengah aksi. Seperti dalam cerita-cerita yang lebih panjang, plot dari cerita pendek juga mengandung klimaks, atau titik balik. Namun demikian, akhir dari banyak cerita pendek biasanya mendadak dan terbuka dan dapat mengandung (atau dapat pula tidak) pesan moral atau pelajaran praktis. Seperti banyak bentuk seni mana pun, ciri khas dari sebuah cerita pendek berbeda-beda menurut pengarangnya.

Adapun yang menjadi ciri khusus cerpen, di antaranya sebagai berikut:

  1. Isinya cenderung kurang kompleks;
  2. Fokus cerita terpusat pada satu kejadian;
  3. Hanya menggunakan satu alur cerita yang rapat;
  4. Tokoh dalam cerpen sangat terbatas dan diulas secara sekilas;
  5. Setting yang digunakan biasanya tunggal;
  6. Tempo waktunya relatif pendek;
  7. Menampilkan konflik yang tidak menimbulkan perubahan nasib pada tokohnya.

D. Jenis-jenis Cerpen

1. Jenis Cerpen Berdasarkan Jumlah Katanya

Berdasarkan jumlah katanya, cerpen dipatok sebagai karya sastra berbentuk prosa fiksi dengan jumlah kata berkisar antara 750–10.000 kata. Berdasarkan jumlah katanya, cerpen dapat dibedakan menjadi 3 tipe, yakni:

  • Cerpen mini (flash), cerpen dengan jumlah kata antara 750–1.000 buah.
  • Cerpen yang ideal, cerpen dengan jumlah kata antara 3.000–4000 buah.
  • Cerpen panjang, cerpen yang jumlah katanya mencapai angka 10.000 buah.

2. Jenis Cerpen Berdasarkan Teknik Mengarangnya

a. Cerpen Sempurna (well made short-story)

Cerpen yang terfokus pada satu tema dengan plot yang sangat jelas, dan ending yang mudah dipahami. Cerpen jenis ini pada umumnya bersifat konvensional dan berdasar pada realitas (fakta). Cerpen jenis ini biasanya enak dibaca dan mudah dipahami isinya. Pembaca awam bisa membacanya dalam tempo kurang dari satu jam.

b. Cerpen Tak Utuh (slice of life short-story)

Cerpen yang tidak terfokus pada satu tema (temanya terpencar-pencar), plot (alurnya) tidak terstruktur, dan kadang-kadang dibuat mengambang oleh cerpenisnya. Cerpen jenis ini pada umumnya bersifat kontemporer, dan ditulis berdasarkan ide-ide atau gagasan-gagasan yang orisinal, sehingga lazim disebut sebagai cerpen ide (cerpen gagasan). Cerpen jenis ini sulit sekali dipahami oleh para pembaca awam sastra, harus dibaca berulang kali baru dapat dipahami sebagaimana mestinya. Para pembaca awam sastra menyebutnya cerpen kental atau cerpen berat.

E. Aliran-aliran Cerpen

Aliran-aliran cerita pendek merupakan filosofi dasar yang mencirikan pengucapan sastra seorang sastrawan. Hingga kini telah dikenal puluhan aliran jenis-jenis cerita pendek. Berikut adalah beberapa di antaranya:

1. Realisme

Adalah aliran dalam kesusastraan yang melukiskan suatu keadaan secara sesungguhnya. H.B. Jasssin menjelaskan dalam realisme digambarkan keadaan seperti yang sebenarnya yang terlihat oleh mata. Pengarang melukiskan dengan teliti tanpa prasangka, tanpa tercampur tafsiran, tidak memaksakan kehendaknya sendiri terhadap pelaku dan pembacanya. Pengarang sendiri berada di luar tanpa ikut campur dalam cerita. Ia sebagai penonton yang obyektif. Tidak melukiskan lebih bagus atau lebih jelek dari kenyataan. Realisme muncul pada abad ke 18 tapi baru berkembang pada abad 19 dan awal abad 20. Kaum realis menentang romantisme yang mereka anggap cengeng dan berlebihan. Kaum realis lebih memilih tokoh-tokoh sederhana dan umum. Hal-hal bersifat ideal ditolak. Itulah sebabnya karya realisme banyak berkisar pada golongan masyarakat bawah, seperti kaum tani, buruh, gelandangan, pelacur, gangster, dsb.

2. Impresionisme

Impresi berarti kesan. Jadi impresionisme adalah pelahiran kembali kesan-kesan sang pengarang terhadap sesuatu yang dilihatnya. Sebagaimana kesan, ia biasanya sepintas lalu. Menurut Dr. J.S. Badudu, pengarang tak akan melukiskannya sampai sekecil-kecilnya seperti realisme dan naturalisme. Akan tetapi spontanitas dari penglihatan pertama yang dilukiskan, karena kesan itulah yang tetap melekat.

3. Naturalisme

Sebenarnya merupakan cabang realisme. Jika realisme menyajikan hal-hal yang nyata dalam kehidupan sehari-hari, naturalisme cenderung melukiskan segala kenyataan yang ada tanpa memilih, atau menyeleksinya. Apa yang tampak dan dirasakan itu juga yang dinyatakan. Oleh sebab itu naturalisme cenderung melukiskan segala yang buruk, jorok bahkan pornografis. Juga melukiskan kritik sosial secara tajam. Naturalisme amat mementingkan alam semesta, seperti pengertian awalnya bahwa natura adalah alam. Tokoh-tokoh naturalisme mengungkapkan aspek-aspek alam semesta yang bersifat fatalis dan mekanis. Ia juga mementingkan gerak dan aktivitas manusia yang mewujudkan kebendaan serta kehidupan moral yang rendah.

4. Neonaturalisme

Berarti naturalisme baru, yaitu bentuk lanjutan naturalisme. Aliran ini merangkum realisme dan naturalisme. Yaitu di samping melukiskan hal-hal yang buruk juga kenyataan yang baik. Itu sebabnya ia dikatakan melukiskan kenyataan yang obyektif. Fiksi awal sastra Indonesia tampil dalam bentuk realisme yang kuat, melukiskan aspek kehidupan secara nyata dan langsung. Dalam perkembangannya realisme kurang memuaskan sehingga dalam banyak hal naturalisme lebih mampu menyatakan ekspresi jiwa pengarang. Akan tetapi naturalisme pun kurang memuaskan sehingga membutuhkan satu bentuk ekspresi yang lebih ekstrem yaitu neonaturalisme.

5. Determinisme

Merupakan cabang dari naturalisme, yaitu aliran kesusastraan yang menekankan pada takdir. Takdir ini ditentukan oleh unsur biologis dan lingkungan. Berasal dari kata to determine yang berarti menentukan atau paksaan nasib. Dr. J.S. Badudu mengatakan bukan nasib yang ditentukan oleh Tuhan melainkan nasib yang ditentukan oleh keadaan masyarakat sekitar, seperti kemiskinan, penyakit keturunan, dan kesulitan akibat perang. Inti pokoknya adalah penderitaan seseorang. Jahatkah, melaratkah, penyakitankah, bukan karena takdir Tuhan namun karena lingkungan yang buruk. Penganutnya berangkat dari paham materialisme dan karenanya tidak percaya bahwa Tuhanlah yang menakdirkan demikian. Contoh: Tokoh Yah dalam Belenggu, Armijn Pane. Neraka Dunia, Katak hendak jadi Lembu – Nur St Iskandar. Pada Sebuah kapal – NH Dini, Atheis Achdiat K. Mihardja.

6. Ekspresionisme

Dijelaskan oleh Dr. H.B. Jassin bahwa sampainya orang pada aliran ekspresionisme karena manusia dengan jiwanya yang paling dalam cuma bisa dilukiskan oleh seniman yang mengenali manusia itu sampai pada pikiran dan perasaannya yang paling dalam, kesedihan dan kesengsaraannya, ketinggian rasa susila, dan kerendahan hawa nafsunya. Untuk melahirkan manusia yang sebenarnya, si pengarang harus seolah-olah masuk ke dalam tokoh-tokohnya, dan ia tak bisa meniadakan dirinya sama sekali, tapi turut aktif dalam jiwa tokoh itu. Pada mulanya ia sebagai penonton pasif, yaitu melihatnya secara obyektif tapi kemudian menjadi aktif sebagai pemain yang subyektif yang turut menyatakan dirinya. Maka sampailah ia pada ekspresi yaitu pengucapan jiwanya yang melahirkan ekspresionisme.

7. Romantisme

Mengutamakan perasaan. Ada anggapan romantisme adalah penyakit kaum muda yang belum banyak mengecap pengalaman dunia. Mereka mengukur segalanya dengan intuisi dan perasaan tanpa menggunakan otak. Oleh sebab itu romantisme bisa dikatakan aliran yang mementingkan penggunaan bahasa yang indah, mengawang ke alam mimpi. Karya romantisme ada yang cengeng, yang melukiskan kecengengan jiwa remaja yang berlagu tentang kecerahan bulan, menyanyi di lindungan pohon dengan beribu bunga di taman indah permai. Ada pula karya romatisme yang dewasa karena ditempa oleh pengalaman dan pengetahuan yang bila dituangkan dalam karya sastra bisa sangat mengharukan. Karya Shakespeare, Romeo dan Juliet, misalnya adalah karya yang agung. Demikian pula Les Mirables, karya Victor Hugo juga Daniel Defoe (1660-1731).

8. Idealisme

Drs. Sabarudin Ahmad dalam pengantar sastra Indonesia (Medan, Saiful 1975) mengatakan bahwa aliran idealisme adalah aliran romantik yang mendasarkan cita-citanya pada cita-cita si penulis atau kepada ide pengarang semata. Pengarang idealis memandang jauh ke depan ke masa datang dengan segala kemungkinan yang sangat diharapkan akan terjadi. Jadi tak ubahnya ramalan indah dari seorang penulis. Lukisan yang idealisme sudah tentu umumnya indah dan menawan. Contoh Tokoh Tuli dalam Layar Terkembang. Merasa mampu mewujudkan cita-citanya mengangkat harkat martabat kaum wanita sebagai mana dicita-citakan R.A. Kartini. Umumnya fiksi Indonesia sebelum perang banyak yang menunjukkan idealisme kuat, seperti Siti Nurbaya, Pertemuan Jodoh, Katak Hendak Jadi Lembu.

9. Surealisme

Muncul di Prancis antara Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Tokoh surealis berusaha menggambarkan suatu dunia mimpi, tapi penafsirannya mereka serahkan pada pembaca atau audiens. J.S. Badudu mengatakan surealisme realitasnya bercampur dengan angan-angan. malah angan-angan amat memengaruhi bentuk lukisan. Pelukisan dalam surealisme melompat-lompat .Karena itu amat sulit mengikuti karya surealisme. Pembaca harus menyatukan dalam pikirannya lukisan yang seakan-akan bertaburan apalagi karena pengarang seakan mengabaikan tata bahasa, pikiran tampak meloncat-loncat, logika seakan hilang , alam benda dan alam pikiran bercampur jadi satu.

F. Struktur Cerpen

1. Abstrak

Abstrak merupakan ringkasan atau inti dari cerita pendek yang akan dikembangkan menjadi sebuah rangkaian-rangkaian peristiwa atau bisa juga sebagai gambaran awal dalam cerita. Abstrak bersifat opsional atau dalam artian bahwa setiap cerpen boleh tidak terdapat struktur abstrak tersebut.

2. Orientasi

Orientasi berkaitan dengan waktu, suasana, dan tempat yang berkaitan dengan jalan cerita dari cerpen tersebut.

3. Komplikasi

Komplikasi berisi urutan kejadian-kejadian yang dihubungkan secara sebab dan akibat. Pada komplikasi, biasanya mendapatkan karakter ataupun watak dari berbagai tokoh cerita pendek tersebut, hal ini karena pada bagian komplikasi kerumitan mulai bermunculan.

4. Evaluasi

Evaluasi yaitu struktur konflik yang terjadi dan mengarah pada klimaks serta sudah mulai mendapatkan penyelesaiannya dari konflik yang terjadi tersebut.

5. Resolusi

Pada bagian resolusi, pengarang mulai mengungkapkan solusi yang dialami tokoh.

6. Koda

Pada bagian koda, terdapat nilai ataupun pelajaran yang dapat diambil dari cerita pendek tersebut oleh pembacanya.

G. Unsur-unsur Cerpen

1. Unsur Intrinsik Cerpen

Upaya memahami karya sastra dapat dilakukan dengan menganalisis unsur-unsur dalam (intrinsik). Unsur-unsur dalam sebuah cerpen memiliki keterkaitan satu dengan lainnya.

Berikut ini unsur-unsur intrinsik yang ada dalam cerpen.

a. Tema

Tema dapat diperoleh setelah kita membaca secara menyeluruh (close reading) isi cerita. Tema yang diangkat biasanya sesuai dengan amanat atau pesan yang hendak disampaikan oleh pengarangnya. Tema menyangkut ide cerita. Tema menyangkut keseluruhan isi cerita yang tersirat dalam cerpen. Tema dalam cerpen dapat mengangkat masalah persahabatan, cinta kasih, permusuhan, dan lain-lain. Hal yang pokok adalah tema berhubungan dengan sikap dan pengamatan pengarang terhadap kehidupan. Pengarang menyatakan idenya dalam unsur keseluruhan cerita.

b. Jalan Cerita dan Alur

Alur tersembunyi dibalik jalan cerita. Alur merupakan bagian rangkaian perjalanan cerita yang tidak tampak. Jalan cerita dikuatkan dengan hadirnya alur. Sehubungan dengan naik turunnya jalan cerita karena adanya sebab akibat, dapat dikatakan pula alur dan jalan cerita dapat lahir karena adanya konflik. Konflik tidak harus berisikan pertentangan antar orang per orang. Konflik dapat hadir dalam diri sang tokoh dengan dirinya maupun dengan lingkungan di sekitarnya.

Hal yang menggerakkan kejadian cerita adalah plot. Suatu kejadian baru dapat disebut cerita kalau di dalamnya ada perkembangan kejadian. Dan suatu kejadian berkembang kalau ada yang menyebabkan terjadinya perkembangan konflik. Adapun kehadiran konflik harus ada sebabnya. Secara sederhana, konflik lahir dari mulai pengenalan hingga penyelesaian konflik. Untuk lebih jelasnya, urutan tingkatan konflik adalah sebagai berikut:

Rounded rectangle: pengenalan konflik → timbul permasalahan → permasalahan → memuncak → permasalahan mereda → penyelesaian masalah.

c. Tokoh dan Perwatakan

Cara tokoh dalam menghadapi masalah maupun kejadian tentunya berbeda-beda. Hal ini disebabkan perbedaan latar belakang (pengalaman hidup) mereka. Dengan menggambarkan secara khusus bagaimana suasana hati tokoh, kita lebih banyak diberi tahu latar belakang kepribadiannya. Penulis yang berhasil menghidupkan watak tokoh-tokoh ceritanya berati berhasil pula dalam menghidupkan tokoh. Dalam perwatakan tokoh dapat diamati dari hal-hal berikut:
1) Apa yang diperbuat oleh para tokoh;
2) Melalui ucapan-ucapan tokoh;
3) Melalui penggambaran tokoh;
4) Melalui pikiran-pikirannya;
5) Melalui penerangan langsung.

d. Latar (Setting)

Latar (setting) merupakan salah satu bagian cerpen yang dianggap penting sebagai penggerak cerita. Setting mempengaruhi unsur lain, semisal tema atau penokohan. Setting tidak hanya menyangkut lokasi di mana para pelaku cerita terlibat dalam sebuah kejadian. Adapun penggolongan setting dapat dikelompokkan dalam setting tempat, setting waktu, dan setting sosial.

e. Sudut Pandang (Point of View)

Point of view berhubungan dengan siapakah yang menceritakan kisah dalam cerpen. Cara yang dipilih oleh pengarang akan menentukan sekali gaya dan corak cerita. Hal ini dikarenakan watak dan pribadi si pencerita akan banyak menentukan cerita yang dituturkan pada pembaca.
Adapun sudut pandang pengarang terdiri dari empat macam, yaitu sebagai berikut:

1) Objective Point of View

Dalam teknik ini pengarang hanya menceritakan apa yang terjadi, seperti melihat film dalam televisi. Para tokoh hadir dengan karakter masing-masing. Pengarang sama sekali tidak mau masuk ke dalam pikiran para pelaku.

2) Omniscient Point of View

Dalam teknik ini, pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya, ia tahu segalanya, ia biasa menciptakan apa saja yang ia perlukan untuk melengkapi ceritanya sehingga mencapai efek yang diinginkannya.

3) Point of View (Orang Pertama)

Teknik ini lebih populer dikenal di Indonesia. Teknik ini dikenal pula dengan teknik susut pandang “aku”. Hal ini sama halnya seperti seseorang mengajak berbicara pada orang lain.

4) Point of View (Orang Ketiga)

Teknik ini biasa digunakan dalam penuturan pengalaman seseorang sebagai pihak ketiga. Jadi, pengarang hanya “menitipkan” pemikirannya dalam tokoh orang ketiga. Orang ketiga (“dia”) dapat juga menggunakan nama orang.

f. Gaya

Gaya menyangkut cara khas pengarang dalam mengungkapkan ekspresi berceritanya dalam cerpen yang ia tulis. Gaya tersebut menyangkut bagaimana seorang pengarang memilih tema, persoalan, dan menceritakannya dalam sebuah cerpen.

g. Amanat

Amanat adalah bagian akhir yang merupakan pesan dari cerita yang dibaca. Dalam hal ini, pengarang “menitipkan” nilai-nilai kehidupan yang dapat diambil dari cerpen yang dibaca. Amanat menyangkut bagaimana sang pembaca memahami dan meresapi cerpen yang ia baca. Setiap pembaca akan merasakan nilai-nilai yang berada dari cerpen yang dibacanya. Hal lain yang termasuk unsur sastra adalah unsur ekstrinsik. Unsur ini berada di luar karya sastra itu sendiri. Misalnya nama, penerbit, tempat lahir pengarang, harga buku, hingga keadaan di sekitar saat karya sastra tersebut ditulis.

2. Unsur Ekstrinsik Cerpen

Unsur ekstrinsik cerpen merupakan sebuah unsur yang membentuk cerpen dari luar, berbeda dengan unsur intrinsik cerpen yang membentuk cerpen dari dalam. Unsur ekstrinsik cerpen tidak terlepas dari keadaan masyarakat saat di mana cerpen tersebut dibuat oleh pengarang. Unsur ini sangat memiliki banyak sekali pengaruh terhadap penyajian amanat ataupun latar belakang dari cerpen tersebut. Berikut unsur ekstrinsik cerpen.

a. Latar Belakang Masyarakat

Latar belakang masyarakat yaitu suatu pengaruh dari kondisi latar belakang masyarakat terhadap terbentuknya sebuah jalan cerita. Pemahaman tersebut dapat berupa pengkajian ideologi negara, kondisi politik, sosial masyarakat, sampai dengan kondisi ekonomi pada masyarakat itu sendiri.

b. Latar Belakang Pengarang

Latar belakang pengarang dapat meliputi pemahaman pengarang terhadap sejarah hidup serta sejarah hasil karangan yang telah dibuat sebelumnya.

1) Biografi

Biografi biasanya berisikan tentang riwayat hidup pengarang cerita tersebut yang ditulis secara keseluruhan.

2) Kondisi psikologis

Kondisi psikologis berisi tentang pemahaman kondisi mood ketika pengarang menulis kisah cerita tersebut.

3) Aliran sastra

Aliran sastra seorang pengarang pastinya akan mengikuti suatu aliran sastra tertentu. Hal tersebut sangatlah berpengaruh terhadap gaya penulisan yang dipakai oleh pengarang dalam menciptakan sebuah kisah dalam cerpen tersebut.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Cerita pendek atau sering disingkat sebagai cerpen adalah salah satu bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novel. Karena singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra, seperti tokoh, plot, tema, bahasa dan insight secara lebih luas dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang.

Cerita pendek cenderung kurang kompleks dibandingkan dengan novel. Cerita pendek biasanya memusatkan perhatian pada satu kejadian, mempunyai satu plot, setting yang tunggal, jumlah tokoh yang terbatas, mencakup jangka waktu yang singkat.

Aliran-aliran cerita pendek merupakan filosofi dasar yang mencirikan pengucapan sastra seorang sastrawan. Hingga kini telah dikenal puluhan aliran jenis-jenis cerita pendek, beberapa di antaranya adalah realisme, impresionisme, naturalisme, neonaturalisme, determinisme, ekspresionisme, romantisme, idealisme, dan surealisme.

B. Saran

Pada saat menulis cerpen sebaiknya menyajikan beberapa unsur penting cerpen yang sesuai dengan daya dan kreasi. Unsur-unsur penting itu meliputi: tema, plot/alur, tokoh, latar/setting, amanat dan sudut pandang. Jadi harus mengembangkan tema, menyajikan rangkaian peristiwa, tokoh, latar, amanat dan sudut pandang dengan menarik.

DAFTAR PUSTAKA

Adul, J. S. 1985. Bahasa Indonesia Baku. Jakarta: PT Gramedia.

Djuri, O. Setawan. 2005. Panduan Membuat Karya Tulis. Bandung: Yrama Widya.

Nafiah, A. Hadi. 1981. Anda Ingin Jadi Pengarang. Surabaya: Usaha Nasional.

Tarigan, Djago. 1981. Membina Keterampilan Menulis Paragraf. Bandung: Angasa.

Download Contoh Makalah Cerpen (Cerita Pendek).docx